Seperti yang sudah pernah saya ceritakan sebelumnya kalau saya dan suami senang sekali berlari. Kami rutin lari bersama setiap minggu. Awalnya berangkat bersama dari rumah, tapi ditengah jalan saya yang pulang lebih dulu, tidak kuat mengikuti rutenya yang lumayan jauh. Kalau saya lari cukup sekali seminggu, sementara suami minimal 2 kali seminggu. Sejak pindah ke Den Haag, saya makin senang berlari karena udaranya bersih, segar (baca:tidak berpolusi), tidak harus berebutan jalan dengan pengendara mobil, angkot, ataupun sepeda motor karena ada tracknya sendiri.
Sebelumnya, kami pernah mengikuti Bromo Marathon 2014, rangkaian bulan madu ceritanya. Suami 21km, saya cukup 10km saja. Pada tanggal 8 Maret 2015, kami kembali mengikuti event lari, kali ini di Den Haag dan bernama CPC Loop Den Haag. Event ini diselenggarakan tiap tahun. Suami kembali mengikuti untuk 21km dan saya tetap tidak naik kelas di 10km. Saya tertarik mengikuti karena ketika saya masih di Surabaya, Suami bercerita kalau CPC Loop ini menyenangkan karena sepanjang jalan kita berlari akan ada orang-orang yang berdiri dan menyemangati kita sampai di garis finish. Bayangan saya waktu itu, mungkin seperti di Bromo Marathon.
Hari yang dinanti tiba, kami berangkat ke tempat acara menggunakan kereta. Ternyata didalam kereta menuju Den Haag Centraal, isinya penuh dengan peserta lari. Saya mulai grogi karena mereka tinggi-tinggi sekali, sementara badan saya irit dengan ukuran kaki yang tidak panjang. Sesampainya ditempat, grogi semakin menjadi. Sepanjang mata memandang nampaknya hanya saya saja yang berbadan mungil. Tapi saya akhirnya menjadi cuek, toh ikut lari ini untuk mencari pengalaman baru, bukan untuk bertanding secara murni mencari hadiah atau medali. Saya dan suami berbeda waktu keberangkatan. Jadi yang 10km berangkat terlebih dahulu jam 2 siang, lalu yang 21km berangkat jam 4 sore.
Ternyata Belanda ini bisa telat juga kalau mengadakan acara. Terbukti waktu keberangkatan yang 10km terlambat 10 menit dari jadwal yang sudah tertera. Setelah tanda start dibunyikan, saya berlari perlahan tapi pasti. Mencoba mencari ritme berlari yang sesuai. Seperti yang sudah diduga, tentu saja saya sering dibalap peserta lari lainnya. Saya sampai merasa jangan-jangan nanti sampai finish urutan paling akhir. Tapi saya tetap cuek, kembali berlari, dan menjaga waktu tetap konstan.
Pada hari itu cuaca sedang cerah. Matahari bersinar terik dengan 13 derajat celcius. Padahal hari-hari sebelumnya Den Haag selalu hujan diselimuti awan pekat yang tebal. Sepanjang jalan antusiasme masyarakat melihat kami yang berlari sangat tinggi. Mereka memberi semangat dengan meneriakkan :
“Kom op, Deny!”
“Goed zo, Deny!”
“Deny, Indonesie!”
bahkan ada beberapa rumah yang memutarkan musik penyemangat, contohnya We Are The Champions. Ada juga yang melambaikan bendera-bendera dan memasang kata-kata penyemangat. Meriah sekali sepanjang jalan dengan antusiasme mereka untuk memberi semangat. Saya yang pada satu titik tertentu merasa sangat capek karena panas yang terik, niat ingin berhenti sesaat, tetapi tidak sampai berhenti karena malu dilihat banyak orang yang sudah meneriakkan nama saya. Akhirnya saya terus berlari tanpa berhenti sampai terlihat garis yang dinantikan, yaitu garis finish. Ketika sampai disana, saya menjadi terharu karena ini event lari pertama yang saya ikuti diluar Indonesia.
Waktu untuk Suami 21km adalah 1:56:41 sedangkan saya 10km 1:21:35. Terlihat bagaimana saya berlari sangat santai (baca : lelet). Tapi bersyukur juga, ternyata saya bukan orang terakhir yang sampai garis finish. Setelah saya ternyata masih ada banyak, mungkin ratusan, yang masih dibelakang.
Saya mempunyai niat dan cita-cita besar bisa naik kelas ke 21km untuk event lari selanjutnya supaya bisa berlari bersama suami, ya meskipun saya tahu rasanya susah menyamai waktu berlarinya.
Mari tetap berolahraga sesuai dengan kondisi masing-masing sebagai salah satu cara untuk mensyukuri dan menjaga pemberian Tuhan yang sangat berharga, yaitu Kesehatan.
-Den Haag, 22 April 2015-
<
p style=”text-align: justify;”>Sebenarnya saya sudah dilarang dokter untuk melakukan olahraga yang berat karena sejak lebih 10 tahun lalu divonis menderita Skoliosis yang parah dengan derajat kemiringan lebih dari 50. Olahraga yang diijinkan hanya berenang untuk menjaga kemiringan tidak semakin bertambah parah. Tapi berlari sudah bagian dari saya sejak kecil, jadi saya ingin tetap melakukannya, meskipun sekarang sudah tidak bisa secepat dulu waktunya. Berenang juga masih rutin saya lakukan.
r0p71a
ketinggalan banyak post-mu nih den karena lama ga bw.. seru ya kalo di luar negeri kayaknya tuh lebih banyak yang menyemangati hehehe. Kalo lomba lari di jakarta yang pernah aku ikutin ampir ngga ada yang nyemangatinn… *kemudian lesu* :p
hahaha iyaa Chris, kalo ada yang nyemangatin jadi malu hati kalau mau berhenti tengah jalan. Kalau minim yang nyemangati gampang lesu hehehe
Mereka tinggi-tinggi banget ya, Mbak.. Hahah.. Aku bakalan minder nih.. 😛
Ohya, aku kok ngga bisa balesin komen di positngan sebelumnya ya, Mbak? Loading terus euy.. Cumak mau jawab, aku ambil Bahasa Jepang waktu kuliah 😀
Iyaap, tinggi menjulang. Iya, blogku ini emang super rewel kalo dikomenin. Harap maklum ya Beby 🙂 Nice bahasa Jepang. Aku dulu SMA ambil ekstrakurikuler Bahasa Jepang selama 3 tahun. Dulu agak jago nulis Hiragana Katakana dan ngobrol. Sekarang lupa semua hahaha
Wah itu nyari 1 orang diantara ribuan pelari bagaimana ya..spt where’s wally…
Ga usah dicari Fee, aku sama suami aja sampai ga ketemu gara2 ga bawa hp. Eh malah ketemunya ga sengaja dia duduk2 pinggir danau selonjoran hehe
Yaaa, habisnya orang Belanda kan ya memang gitu-gitu ya tingginya, hehe. Aku lumayan tinggi kalau di luar Belanda, tapi kalau di Belanda mah rata-rata doang, haha 😛 .
Eh tapi seru ya acara larinya. Berasa seperti atlet gitu kan karena ada penontonnya yang juga memberikan semangat, hehe 😛 .
Iyaaaa… Duh asli minder Ko, aku nyempil kecil daintara mereka. Kamu aja rata2 apalagi aku, jauuuhh dibawah standar haha. Seru bangeet, berasa diperhatikan karena disorakin gitu hahah, sok-sok terkenal 🙂
aku baru tahu lo ada penyakit skoliosis asal tidak menganggu aktifitas tidak masalah.
btw kamu imut buanget dan ayu…
aku lari jarak pendek kuat kalau jarak jauh engak ah..
Iya, penyakit tulang belakang yang bengkok ini Ria. Kearah sininya agak mengganggu. Ga bisa capek, berdiri lama atau duduk lama. Pertambahan usia mungkin juga salah satu faktornya. Hahah Suwuuunn, duh mumbul ke langit aku 🙂
Suami saya juga skoliosis lho, tapi skoliosis memutar gitu, kata dokter tulang belakangnya memutar ke arah kanan. Gak berbahaya sih, cuma ya itu kalo dipicu oleh kelelahan dan perjalanan jauh bisa kerasa sakit. Krn gak berbahaya jadi cuma disuruh terapi dan rajin berenang aja…
Kamu hebat, bisa lari sejauh itu…kalo aku….gak tau deh, mending suruh berenang bolak-balik aja deh daripada lari 😀
Ohhh aku malah baru tau ada skoliosis memutar Allisa. Kalau dokter dulu pernah bilang, skoliosis berbahaya ketika mengandung dan melahirkan, karena menekan tulang panggul apa tulang apa ya gitu. Saking lamanya sampai lupa aku penjelasan dokter. Betul itu, ga bisa capek dan duduk lama, berdiri lamapun ga bisa, rasanya nyeri tulang belakang… Ahh aku malah pengen tuh bisa renang bolak balik. Napasku ga kuat kalau renang
Post ini ngingetin aku untuk: berolah raga. Hehehe
Olahraga dan makan makanan yang bergizi salah satu bentuk syukur sudah dikasih kesehatan yang baik 🙂
saya belum pernah ikut lomba lari *sadar diri* pasti ketinggalan terus dibelakang, jalan mendaki aja udah ngos-ngosan,hehe
oh ya mbak Den, skoliosis itu pake terapi obat-obatan juga gak agar menjaga kemiringan tidak semakin bertambah?mudah-mudahan sehat selalu ya mbak Deny biar tetap bisa ngikutin event-even lomba lari berikutnya 🙂
Gpp Adhya, olahraga itu disesuaikan dengan kondisi tubuh masing-masing, hasilnya akan lebih maksimal daripada memaksakan, bisa keplintir ntar badannya haha. Aku ga pakai obat apapun untuk mengatasi Skoliosis. Terapinya ya dari berenang itu. Karena kemiringanku sudah parah maka terapi biasa sudah ga bisa, dan memakai alat penyanggapun juga sudah ga dianjurkan. Amiiinn thanks Adhya 🙂
seru bangett… yang jakarta marathon suka ikut ga?
Selama 6 tahun di Jakarta, aku ga pernah ikut event lari apapun hehe. Dulu masih belum semeriah sekarang event lari. Pas aku balik ke Surabaya, eh di Jkt seru da banyak event lari
Kamu suka lari ya Den, aku gitu ga suka…tapi suami aku suka. Disini juga ada event seperti itu tiap tahun namanya City to Surf jadi peserta boleh pilih 4km, 12k, or marathon, yang 4k dan 12k boleh jalan/jogging atau lari. Aku ikut yang 12k sekali, dua tahun lalu kombinasi antara lari dan jalan sementara suami ikut yang marathon. Suasananya rame dan meriah ya Den! 🙂
Iyaaaa Ria, aku sukaaa banget sama Lari. Dulu karate juga. Tapi sejak ada skoliosis jadi berhenti karatenya. Senang ya Ria kalau ikut acara2 olahraga kayak gini. Meriahnya itu lho. Waaahh kamu hebat, 12km bisa kombinasi lari sama jalan lagi.
Aku pernah sekali ikut lomba lari, besoknya kaki sakit pegel-pegel. Kapok ga mau ikutan lari lagi. Aku jadi peserta bbrp yang terakhir *malu deh, suamiku barengan aku larinya, padahal klo dia mau pasti bisa duluan 😀 .
Eamng gitu Nel, efek setelahnya yang kurang enak. Tapi kalau sebelum lari pemanasannya bagus, biasanya ga terlalu pegel2 banget. Suami setia bahkan sampai laripun ditungguin yaaa. Cari olahraga lain aja Nel. Berkebun kan juga olahraga tuh. Olah seluruh badan sampai otak malahan hehe
wuahaaa… rame banget Den, biar mungil tapi jagoan kamu 🙂
Rameeee Non, seru kalo rame-rame gini, ga terlalu kerasa capeknya… Thanks Non 🙂
Kaki panjang – panjang, hehehe… Aku ketawa bacanya 😀
hahaha iyaa Ji, aku kan mungil gini, mereka yang tinggi sekali, jadi suka ga PD diawal :)))