Banyak hal yang bisa mengingatkan kita pada kenangan masa kecil. Permainan tradisional, orang-orang tersayang, makanan rumahan, bahkan mungkin cinta pertama (bisa saja cinta pertamanya saat masih kecil, seperti kisah di film-film). Kalau saya tentu saja makanan yang membuat jatuh cinta pada saat makan pertama kali. Salah satu makanan yang sangat melekat dengan kenangan masa kecil adalah Pecel Tumpang. Mungkin ada beberapa yang belum pernah mendengar nama pecel tumpang. Bagi saya jenis pecel ini rasanya tidak ada yang bisa mengalahkan jenis pecel yang lainnya, bahkan pecel pincuk yang dijual di depan Pasar Beringharjo yang selalu membuat saya selalu rindu untuk kembali ke Jogjakarta. Tapi kembali lagi, ini adalah masalah selera dan kenangan didalamnya.
Entah kapan tepatnya saya mulai menyukai pecel tumpang. Tapi yang pasti saya hanya bisa makan pecel tumpang ketika pergi ke rumah Mbah di Nganjuk, yang sayangnya hanya setahun sekali, dan dikemudian hari malah hanya dua atau tiga tahun sekali. Ibu memang sering memasak pecel tumpang di rumah, tapi tetap rasanya berbeda jika langsung makan di tempat asalnya. Ada seorang tetangga, Yu Rah namanya, menjual pecel tumpang tepat disebelah rumah Mbah. Setiap selesai adzan subuh berkumandang, saya selalu mendengar Yu Rah dibantu suami dan anak-anaknya menyiapkan segala perlengkapan untuk berjualan. Sayur mayur yang ditaruh di baskom besar, satu plastik berisi sambel pecel yang nanti akan diseduh dimangkok bersama air panas, satu mangkok sambel tumpang, satu mangkok sambel goreng tempe tahu, dua toples besarΒ (kami menyebutnya “blek”) masing-masing berisi kerupuk pasir (krupuk yang digoreng dipasir, ini krupuk khas Nganjuk. Bahasa Jawanya : Krupuk Wedi ) dan peyek teri kacang, bubur sumsum (kami menyebut jenang sumsum), satu ceret besar berisi air, satu ceret kecil berisi teh hangat, dan satu baskom ketan putih yang nantinya dihidangkan bersama bubuk kedelai.
Pecel Yu Rah ini sangat terkenal di desa tempat tinggal Mbah. Pukul setengah 6 pagi, saat orang-orang bergegas ke sawah, mereka akan mampir dulu merasakan nasi hangat yang ditaruh dipincuk daun pisang kemudian diberi sayur kecambah, kangkung, lamtoro gung disiram sambel pecel dan sambel tumpang, tidak lupa sambel goreng tahu tempe dan ditutup oleh kerupuk pasir dan peyek teri kacang. Setelah selesai makan pecel, biasanya mereka akan memesan bubur sumsum atau ketan sebagai makanan penutupnya sembari sesekali menyeruput segelas teh hangat. Ah, menuliskan hal ini saja sudah membuat saya sangat rindu akan suasana desa. Rindu kursi panjang dari bambu tempat mereka bercengkrama sembari sarapan, rindu sapaan hangat dengan senyuman yang selalu tersungging dibibir, rindu melihat mereka memanggul cangkul menembus kabut pagi.
Biasanya saya sudah mengantri sejak jam 6 pagi, karena jika telat sedikit saja, antrian sudah mengular dan sekitar jam setengah 8 pagi dagangan Yu Rah sudah habis tak bersisa. Saya akan makan sepincuk pecel tumpang sembari mendengarkan penduduk desa berbincang tentang sawah mereka, hasil panen, ataupun topik politik yang mereka lihat di televisi. Setelah sepincuk pecel tumpang tandas, saya akan melanjutkan memakan semangkok kecil bubur sumsum.
Jika jauh begini, sungguh tersiksa kalau sedang kangen makanan tertentu. Jalan keluarnya ya akhirnya memasak sendiri. Beberapa waktu lalu, sebuah sejarah terjadi. Saya yang seumur hidup tidak pernah membuat sambel pecel, akhirnya dengan terpaksa nekat membuat pecel tumpang lengkap dengan pasukannya. Sambel tumpang dibuat dari tempe yang sudah semanggit (tempe nyaris busuk) dicampur dengan bawang merah dan bawang putih serta kencur dan daun jeruk lalu dimasak dengan sedikit santan. Perpaduan rasa tempe yang semanggit dan kencur inilah yang membuat sambel tumpang sangat istimewa. Ini yang membuat pecel tumpang berbeda. Dan pecel tumpang ini adalah makanan khas Kediri dan Nganjuk. Tumpang artinya diletakkan diatas sesuatu. Karenanya, pecel tumpang ini sambel tumpangnya disiramkan langsung diatas nasi atau sayuran.
Setelah pulang liburan dari Perancis, keinginan untuk makan pecel tumpang semakin menggebu. Karena saya punya persediaan tempe semanggit, akhirnya tanpa berpikir panjang langsung semangat ’45 memasak. Dan disaat yang sama, saya juga ingin makan gudeg. Entah sedang kerasukan apa, gudeg pun saya buat juga padahal sebelumnya belum pernah dan tidak terpikir sama sekali dalam hidup akan memasak gudeg sendiri. Setelah berkutat sejak jam 7 pagi di dapur mempersiapkan semuanya dengan berbekal resep hasil dari berselancar di internet serta padu padan bumbu dan bahan serta seperti biasa ilmu kira-kira dalam hal takaran, akhirnya pada saat makan siang saya dan suami bisa menikmati sepiring pecel tumpang yang dikombinasikan dengan gudeg, bacem tahu, bacem telur puyuh, mendol. Pengalaman luar biasa buat saya karena pertama kali memasak sambel pecel, sambel tumpang, dan gudeg.
Suami yang belum pernah makan sambel tumpang ternyata cocok dengan rasanya, padahal saya beri tahu kalau itu dari tempe yang nyaris busuk. Buat dia tidak masalah, selama rasanya enak dan tidak mengandung racun. Bahkan dia meminta sisa sambel tumpang dan gudeg diikutsertakan untuk bekal makan siangnya di kantor keesokan hari. Senang rasanya bisa menghadirkan kenangan masa kecil pada sepiring pecel tumpang buatan sendiri. .
Cerita tambahan
Hari ini ada libur nasional di Belanda, jadi kami leyeh-leyeh seharian di rumah. Pagi hari jam 8 kami lari di bukit dekat rumah (sepedahan dulu ke sana, kira-kira 30 menit). Lumayan juga lari naik turun bukit selama 1.5 jam dengan total 15km. Mumpung matahari nyentrong jadinya kami manfaatkan sebaik mungkin mengumpulkan vitamin D dengan duduk sebentar dipinggir danau setelah lari.
Tahun kemarin kami berkunjung ke Malieveld untuk menyaksikan Bevrijdingsfestival yang salah satu pengisi acaranya ada penampilan dari Molukse en Nederlandse popmusici yang menyanyikan lagu Bengawan Solo.Β Ceritanya pernah saya tuliskan disini tentang Bevrijdingsfestival tahun lalu. Tahun ini kami menikmati cuaca cerah dengan bersih-bersih rumah, ehm lebih tepatnya suami yang bersih-bersih rumah, saya membaca buku. Tapi kok tiba-tiba saya ingat abang-abang yang jual otak otak ikan di bawah jembatan penyeberangan depan Cempaka Mas Jakarta, karena saya hampir setiap hari beli otak otak disana kalau pulang kerja sewaktu masih tinggal di rumah bulek.
Karena punya persediaan ikan pangasius, akhirnya untuk mengobati rasa kangen dan rasa ingin makan otak otak ikan, berbekal Bismillah karena belum pernah membuat sebelumnya dan berbekal persediaan bahan yang ada, saya berselancar di internet mencari resepnya. Karena daun pisang disini mahal harganya, jadi meskipun mempunyai persediaan di kulkas, saya tidak menggunakan daun pisang. Caranya tanpa menggunakan daun pisang : adonan otak-otak yang sudah jadi lalu dibentuk, kemudian direbus, ditiriskan, setelahnya baru dipanggang. Rasanya sama persis dengan yang biasa saya makan sewaktu di Jakarta, beda aroma daun pisang saja. Wah, berhasil membuat otak otak ikan untuk pertama kali disajikan dengan sambel pecel.
Makanan nostalgia versi kalian apa?
-Den Haag, 5 Mei 2016-
waaah sebulan saya gak ngeblog pasca operasi, liat ini jadi ngiler! pengen jadinya!, masak segitu banyak capek tapi pasti puas ya Den, apalagi suami juga ikutan mau makan, jadi capeknya seneng dan puas. Aah mau dong resep otak2nya! aku lagi ngurangi gorengan nih.
Semoga segera membaik ya Lu proses penyembuhannya π
Iya, kalau lagi pengen sesuatu untuk dimakan memang musti dituntaskan, daripada kepikiran π kalo suami memang ga rewel, selalu makan apapun yang aku masak.
Aku resep otak2 cari di Internet, ga ingat juga yang mana yg kupakai soalnya cari beberapa sumber trus aku ingat2 bumbunya selebihnya pakai feeling dan bahan2 yang ada dirumah. Kalau resep aslinya memang otak otak kan ga digoreng tapi dibakar, cuman karena aku ga pakai daun pisang, akhirnya adonan otak otaknya setelah dibentuk aku rebus trus setelahnya aku panggang.
Otak – Otak wooww. π Mba Deny makin jago masaknya, terima catering aja Mba π hehe
Seperti biasa Ji, bisa karena terpaksa dan kepepet haha. Maunya buka restoran saja *ngayal dulu haha
Wow sama kerupuknya! *lost focus, hahahaha π .
Btw, aku pikir-pikir pecel itu adalah Indonesian salad ya dengan ciri khas utamanya adalah saus kacangnya itu. Aku pikir-pikir andaikata pecel tetapi sausnya pakai salad dressing atau minyak zaitun, kayaknya bisa deh jadi salad ala Mediterania, hahaha π
Kerupuknya ini beneran nagih deh. Kalau aku ke Amazing Oriental selaluu beli. Diamakn berdua beberapa menit langsung habis haha.
Iya bener Ko. Makanya suamiku suka banget sama pecel ini, maklum orang Belanda kan doyan banget saus kacang haha.
Ditambah Feta Cheese makin enak itu Ko salad mediteranianya.
Iyaaa, bener ya. Kalo ditambahin cheese (plus olive oil) jadi salad, kalo ditambahin tahu/tempe (plus saus kacang) jadi pecel. π
Huaaa, di Amazing Oriental aku malah seringnya lihat krupuk palembang. O iya kadang mereka juga jualan “Danish crackers” gitu yang mana sebenernya adalah rambak, hahaha. Tapi kalo nggak salah rambaknya nggak halal sih yang ini π .
Lha ya itu Ko yang kumakan kerupuk Palembang haha. Aku males goreng kerupuk sendiri. Praktis beli tapi ga bisa sering2, jebol dompet annti haha. Aku kalo di Amazing sukanya beli lumpia yang 10 biji cuman 1 euro ya kalo ga salah.
Owhh aku baru tahu nama keren rambak itu Danish Crackers haha dan baru tahu juga disana jualan.
jangan2 mbah ku tetanggaan sama nenekmu Den…. selalu merindukan pecel tumpang klo mudik ke Nganjuk
Selama sesama Nganjuk anggap saja saling bertetangga :p
duh enak bgt tuh kayaknya jualannya Yu Rah, pengen semuaaa
resep otak2nya doong
Wah, aku kalau ditanya resep selalu angkat tangan Fey, kan aku selalu nyontek di Internet. Beberapa resep aku baca trus aku ingat2 bumbunya, modifikasi dikit dan takarannya aku kira-kira. Banyak kok Fey resep otak otak di Internet. Cuman kalau aku ini kan ga pakai daun pisang, akhirnya aku rebus dulu setelah dibentuk. Setelah direbus, baru aku panggang
Wih pecelnya menggugah selera, itu dr Tempe busuk? Beberapa waktu yg lalu aku makan di rumah teman, dan tersedia sambalnya yg aku Kira awalnya ternyata Dari kacang, waktu aku coba rasanya blm pernah aku kenal, temanku bilang itu dr Tempe busuk, hihihi lidahku blm kenal, tapi liat penampakan pecel di fotoku, aku pengen nyoba, hihihi Siapa tau jadi ketagihan
Bukan tempe busuk, tapi tempe nyaris busuk. Kalau tempe busuk enaknya dibuat campuran lodeh. Dicoba saja, aromanya yang bikin nagih.
wiiii…pecelnya keliatan enak….apalagi buatan sendiri. Eh, garis-garis di langit foto itu apa ya? bekas pesawat jet ? π
boleh kan lapor dikit… kmrn2 posting di blog ini knp ga keluar ya, yg keluar malah disuruh donlot semacam program begitu…:(
Iya Fee, puas karena buatan sendiri, enak ga enak musti dihabiskan. Sayang buang makanan haha. Iya itu garis putih karena ada pesawat lewat. tapi ga tau juga jenis pesawat apa, jet atau yang biasa.
Komen diblog ini memang sering bermasalah Fee, kamu orang ke sekian yang melapor. Kami juga ga tahu letak susahnya dimana karena setelah diselidiki sama suami yang kerjaan sehari2nya berkutat dengan dunia IT, ga ketemu letak masalahnya.
Langsung ngilerrrr.. berarti kalau aku dolanan ke belanda, dimasakkinnn yaaa.. hihihi..
Mudah2an waktunya tepat juga yaaa π
aminnnn
Aku pingin banget makan bubur sumsum. Udah 2 mingguan ini nyari penjual bubur sumsum abang-abang kok gak nemu π
Buat sendiri aja Om, gampang *lalu dijiwit, solusinya ga menyelesaikan rasa ingin hahaha
Beberapa temen juga bilang, “bikin aja yan, gampang” tapi kok ya aku kan gak bisa masak. Hanya berbakat makan aja mbak huhuhu
Oh kalo gitu kuganti Om kalimatku. Gampang Om bikinnya, tinggal cari aja yang mau bikinkan setiap saat, dek chelsea mungkin *Huahaha ga menyelesaikan persoalan
Pertama kali ngerasain sambel tumpang pas kuliah di Solo, mbak. Bisanya makannya sama lagunya bang Oma. Gudangan, gudangan. Apa enaknya menjadi gudangaaaan? π π
Trus emang ya makanan Indonesia itu mayan hardcore ya mba. Dari tempe busuk trus kalo di Pati ada namanya bothok bekasem. Bothok pake fermentasi ikan sama nasi. Hardcore e ra ketulungan π
Bwuahaha Gudangan :))) Ohh Solo ada ya. Aku mbiyen bolak balik Solo pas kerja sekaligus ngendangi sepupuku sing kuliah nang kono kok lek pas mangan pecel ga onok sambel tumpang. Ketepak an tempene entek mungkin haha
Lha iyo, tempe busuk ae isk diolah maneh. Kretaif luwar biasa :)))
Den, dirimu kalau masa apa aja jadi yah kayanya… Saluuut…
aku juga suka pecel… tapi lebih demen gado-gado sih…
Sejauh ini lancar Firsty, meleset2 dikit tapi tetep bisa dimakan haha.
Den aku mau ngaku… Seumur idup nggak pernah makan pecel haha. Dari kecil nggak suka gado2 (sukanya ketoprak) jadi ibuku nggak pernah membelikan pecel buat aku katanya mana doyan. Terus pas beranjak gedeee dia parno semua2 kotor kalo beli di luar apalagi sambal kacang. Alhasil selama 28 tahun nggk pernah cobain pecel! Huhuhu. Rasa sambel pake tempe semangit itu bikin penasaran banget yaaah. Tulisanmu sll bagus deh π
Waahh belum pernah ya Mar haha. Padahal ketoprak, gado-gado sama pecel itu bumbu dasarnya sama ya pakai kacang tanah.
Coba aja Mar makan pecel, siapa tahu bakal ketagihan haha. Iyaaa, sambel tumpang ini enar-benar bikin ketagihan karena aromanya yang khas.
Terima kasih Mar π
gini ya den..
tulisannya bagus lah kaya biasanya, deskripsinya mantap ditambah foto2nya yg segede gaban kalau aku baca di monitor kantor nih…
hmm…
tapi kan jadi pengeeeeeeeeeeen… *langsung bikin pecel, tapi cuman punya terong, pake bumbu pecel karang sari beli di wah nam hong sebulan lalu..
Huahaha, lha dirimu lapo hari libur kok malah nangkring nang kampus.
Eh aku penasaran lho sama Wah Nam Hong, belum pernah kesana soalnya. Katanya terasi disana enak. Aku beli terasi di Amazing Oriental ora enakkk blass. Lha aku nggowo trasi 2kg dari Ambulu, durung onok 1.5 tahun wes entek *ngemil trasi hahaha
biasalah, kan kite ngebut mau pulang, wkwkwk..
wuikkk 2kilo terasi! buat spa kali ya? wkwkwkwk…
aku udah beli terasi juga disana lupa namanya apa, tapi belum kepake.. kalau dibandingin toko asia di Enschede lumayan murah tuh wah nam hong…
Waahhh akan ketemu suami dan anak. Selamat liburan yaaa nanti. Sueneenng pastine. Aku yo pengen mulih sakjane, tapi kok yo males mbayangin perjalanane sing suwi, tapi kok kangen *halaahh ruwet haha
*glek! Jam 1 moco soal pecel tumpang! Bahahahahaha!
Den, wis tau dibahas durung sih lek ngasalku juga Nganjuk? Nganjuk e ndi? Aku warujayeng. Mihihihihi. π
Aku wes tau komen nang blogmu Dan, begitu tahu dirimu yo asli Nganjuk. Tapi aku lali postingan sing endhi, tapi pastinya postingan yang berhubungan dengan Bapak.
Owalaahhh Warujayeng, tonggoan berarti kene Dan. Desane mbahku jenenge cacingan. Lek mudun bis trus numpak becak aku selalu ngomong “prapatan cacingan Pak” ngerti kabeh hahaha
perjuangan banget ya den klo kita lagi ngebet makan sesuatu.
penampakannya uhuy banget dan bikin merana hu hu hu…
libur hari ayah juga kah di sana.
salam
/kayk
Iyaa Mbak Kayka. Kalau lagi males masak, ya akhirnya merana banget karena musti nahan2 iler padahal pengen makan haha.
Kamis kemaren libur kenaikan isa Almasih dan libur Nasional Belanda merayakan hari kebebasan Belanda.
Aku jadi ikutan kangen jajanan pasar Den π cuma males bikin haha kecuali klo rasa pengennya gak tertahankan baru bikin. Seingatku aq prnh bikin cireng, karedok, gado2 dll klo pakai bahan tempe gak ada tempe di tempatku, klo dikukus aq skip gak punya alatnya, cetakan juga terbatas, daun pisang gak ada, klo banyak bahan susah dicari rasa pengen jadi kalah dg malesnya huahaha. Paling bikin daftar jajanan pasara nih jadi pas ke tanah air puas2in makannya π .
Aku juga gitu Nel, akalu sudah super pengen banget baru bikin. Kalau pengennya setengah2 ya ga bikin, males.
Oh iya ya tempe disana susah. Pernah diceritain Melly ditempat dia juga susah tempe. Ada tempa kadang2 ditaruh freezer di toko Asia.
Iya bener Nel, aku juga sudah bikin daftar makanan nih yang pengen aku makan kalau pulang nanti. Padahal kapan pulang aja belum tahu waktunya haha. Ngelihat daftarnya sudah seneng π