Akhir minggu lalu resmi sudah sebagai hari terakhir saya bekerja. Jadi sudah seminggu ini saya leyeh-leyeh di rumah (yang sepenuhnya tidak leyeh-leyeh karena tetep umyek mengerjakan ini dan itu). Walaupun status pekerjaan tidak penuh waktu, tetapi tetap saja saat mengambil keputusan berhenti saya butuh waktu dua bulan untuk memikirkannya. Saya membuat daftar baik dan buruk saat berhenti bekerja atau tetap melanjutkan bekerja. Keputusan yang sudah saya ambil dengan bulat dan utarakan kepada atasan sebulan sebelumnya sempat goyah karena mereka menawarkan opsi lain. Tetapi pada akhirnya tekad saya sudah bulat untuk berhenti dan melanjutkan fase hidup saya dengan petualangan yang tidak kalah seru lainnya.
Hampir dua tahun saya bekerja di tempat tersebut, belajar hal yang benar-benar baru dari nol. Saya ingat sewaktu tes wawancara yang full dalam bahasa Belanda dan tentu saja bahasa Belanda saya pada saat itu masih sangat acakadut, tetapi saya cuek dan berusaha menjawab pertanyaan mereka semampu saya dan semaksimal mungkin. Rupanya hal tersebut menjadi nilai lebih di mata mereka karena menurut pengakuan, mereka kagum dengan kegigihan saya mencari kerja padahal belum ada setahun tinggal di Belanda dan masih dalam taraf belajar bahasa Belanda. Juga karena pekerjaan yang saya cari adalah pekerjaan yang bahasa pengantarnya Belanda. Padahal waktu itu saya sedang mempersiapkan ujian bahasa Belanda dan saya memang mencari wadah untuk mempraktekkan bahasa Belanda karena saya merasa kalau mengandalkan hanya praktek dengan suami maka tidak cukup. Selain itu karena sekolah bahasa Belanda sudah selesai, maka saya ingin ada kegiatan lain. Karenanya saya mulai mencari kerja kesana kemari. Dari yang sesuai dengan latar belakang pendidikan sampai yang tidak ada hubungannya sama sekali. Sempat putus asa karena dari sekian banyak surat lamaran yang dikirim, hampir 95% berisi penolakan. Sempat dua kali diterima bekerja dan sebenarnya sesuai dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja, tetapi karena ada suatu hal, saya yang menolak (sok ya, tapi memang tidak bisa saya terima).
Ternyata, akhirnya saya berjodoh bekerja paruh waktu di tempat yang selama hampir dua tahun terakhir membuat saya belajar banyak sekali hal baru. Pekerjaan yang justru tidak ada sangkut pautnya dengan latar belakang pendidikan bahkan pengalaman kerja. Pekerjaan yang memberikan saya kesempatan untuk belajar banyak hal. Tidak hanya tentang pekerjaan itu sendiri tetapi juga tentang kehidupan dan cara pandang tentang hidup. Bekerja di tempat ini benar-benar merubah saya, jiwa saya dan tentang cara saya memaknai hidup. Karena sudah sangat dekat dengan kolega dan orang-orang yang ada di dalamnya, tidak mengherankan pada hari terakhir saya bekerja dan saat mereka mengadakan perpisahan kecil-kecilan, saya tidak bisa untuk tidak menangis. Padahal saat berangkat, saya sudah yakin tidak akan menangis. Namun saya salah. Saat mereka memberikan bingkisan, bunga, kartu ucapan, dan satu persatu merangkul saya, air mata tidak bisa terbendung tumpah berderai. Mereka semua yang ada di sana adalah guru saya untuk memperlancar bahasa Belanda. Mereka begitu telaten selalu memberikan koreksi jika ada susunan kata yang salah atau kosakata yang saya tidak mengerti. Tidak hanya itu, mereka juga membantu saya menerangkan tentang ini dan itu. Selain itu, selama di sana saya juga banyak diikutkan beberapa pelatihan, tentu saja gratis. Banyak sekali ilmu yang saya dapatkan selama hampir dua tahun ini. Yang membuat hati saya tersentuh adalah saat beberapa hari lalu ada buket bunga yang mereka kirimkan ke rumah untuk saya. Orang Belanda ini memang suka sekali dengan bunga.
Tentang keputusan mengundurkan diri dari tempat bekerja, mengingatkan saya akan beberapa tahun lalu ketika saya dengan sangat berat hati harus mengajukan surat pengunduran diri dari tempat saya bekerja selama hampir 7 tahun di Jakarta. Kalau saya hitung-hitung, sejak lulus kuliah (karena sewaktu kuliah saya juga sempat bekerja jadi kuliah dan kerja), selama total 10 tahun bekerja hanya pindah 3 kali tempat kerja (ini termasuk yang di Belanda). Dan diantara 3 tempat tersebut, yang paling lama ya yang di Jakarta. Saya tidak akan pernah lupa hari sewaktu saya diwawancara oleh Direktur departemen yang saya kirimkan surat lamaran pekerjaan. Beliau ini orang Filipina, tidak terlalu bisa bahasa Indonesia karena memang sehari-harinya komunikasi dengan bahasa Inggris. Nah, saya pada saat itu sangatlah tidak lancar berbahasa Inggris. Intinya modal nekad ketika melamar ke perusahaan ini padahal salah satu persyaratannya adalah lancar berbahasa Inggris. Walhasil ketika diwawancara, bahasa Inggris saya yang acakadut membuat Beliau lumayan pusing memahami jawaban-jawaban saya haha. Akhirnya Beliau menelepon bagian HRD dan meminta satu orang untuk mendampingi dan menterjemahkan apa maksud dari jawaban-jawaban saya. Menurut saya ini epic sekali. Jadi sesi wawancara tersebut ada penerjemahnya. Saya selalu tertawa sendiri kalau mengingat hal tersebut. Ketika waktu wawancara selesai, saya sudah 100% yakin tidak akan diterima karena tidak lancar sama sekali berbahasa Inggris. Lha bagaimana, nantinya saya akan bekerja langsung di bawah Beliau. Lha kalau tidak bisa bahasa Inggris trus berkomunikasinya bagaimana. Lagipula, sebelum saya kandidatnya ada 2 yang lancar sekali berbahasa Inggris dan dari Universitas negeri terkenal lainnya ditambah lulus cumlaude pula. Jadi saat meninggalkan kantor tersebut, saya benar-benar tidak berharap sekali.
Dua hari kemudian, saya menerima telepon dari HRD kantor tersebut yang meminta saya datang ke kantor itu lagi untuk melakukan wawancara lanjutan. Lho, saya kaget donk. Lho kok bisa. Singkat cerita, setelah beberapa kali tes ini dan itu sampai tes kesehatan, saya dinyatakan lulus dan bisa mulai bekerja di sana. Ajaib! Usut punya usut, saat sudah sebulan bekerja di sana, iseng saya bertanya ke Manager apa alasannya kok saya yang diterima bekerja bukan kandidat yang lain. Salah satu dari tiga Manajer yang mewawancarai saya mengatakan bahwa mereka cukup terkesan dengan kenekatan dan kegigihan saya. Nekat karena berbekal bahasa Inggris yang tidak mumpuni tapi tetap mengirimkan lamaran pekerjaan dan mereka melihat ada kemauan keras dari saya untuk belajar hal yang baru serta jawaban-jawaban dari hasil wawancara bukanlah hal-hal yang dibesar-besarkan, apa adanya. Lha ya bagaimana saya mau membesar-besarkan, wong pengalaman kerja sebelumnya baru satu tahun kemudian berhenti dan perusahaan ini adalah tempat kedua setelah lulus kuliah. Tidak dinyana tidak disangka, saya berjodoh dengan perusahaan ini sampai hampir 7 tahun lamanya. Hampir dari semuanya saya belajar dari nol karena berbeda dengan apa yang saya kerjakan di tempat sebelumnya. Untunglah dari segi keilmuan tidak terlalu melenceng jauh.
Selama hampir tujuh tahun tersebut tidak hanya pekerjaan yang saya pelajari dari nol, dari jalannya karir juga. Dari dasar sampai pada posisi yang memang saya inginkan. Menjalin hubungan baik dengan sesama kolega, melibatkan diri dengan cinta lokasi (hahaha, selalu ngakak kalau ingat ini), ditelikung, dimarahi, dihantam lembur sampai pagi, tiga kali terkena sakit thypus, tiga bulan tidak saling bertegur sapa dengan atasan (saya nggondok berat makanya males ngobrol sama atasan waktu itu, jadi komunikasi hanya via email) dan masih banyak sekali suka dukanya. Intinya, mereka akhirnya menjadi seperti keluarga kedua saya. Apalagi atasan saya yang super baik tersebut (yang tidak saya tegur selama tiga bulan itu haha), selalu ingat kalau pergi kemana-mana pulangnya pasti diberi oleh-oleh (yang lainnya juga sih, bukan saya saja). Dan jam tangan pemberian Beliau masih saya pakai sampai sekarang. Sampai saat ini saya juga masih berhubungan baik dengan Beliau. Oh ya, Beliau juga yang mengajari saya cara makan steak dan sushi haha. Maklum, sebelum ke Jakarta kan saya ini anak kos kuliahan yang sehari-harinya makan penyetan tempe terong ikan asin. Jadi pertama kali merasakan makan steak dan sushi ya saat kerja bersama Beliau. Awalnya merasa gimanaaa gitu melhat sushi. Eh akhirnya doyan sampai sekarang.
Karena hubungan yang sangat dekat dalam satu departemen selama hampir 7 tahun tersebut, maka saat berpikir untuk berhenti dari kantor tersebut saya butuh waktu 6 bulan sebelumnya untuk menimbang baik dan buruknya. Apalagi keputusan untuk mengundurkan diri bukan karena saya ingin pindah ke kantor lainnya tetapi karena ingin melanjutkan kuliah. Dua hal yang berbeda. Tetapi karena pertimbangan bahwa saya harus melanjutkan kuliah demi masa depan yang lebih baik, maka bulat keputusan yang diambil bahwa saya harus mengudurkan diri dari pekerjaan. Saat saya sudah positif diterima kuliah, segera mungkin saya menghadap atasan yang tentu saja membuat kaget. Mereka tidak menyangka saya akan berhenti bekerja saat beberapa hari sebelumnya saya diberi tahu bahwa beberapa bulan kedepan saya akan dipromosikan. Mereka meminta saya untuk berpikir berulangkali. Tetapi saya sudah bulat dengan keputusan tersebut (lha gimana, wong sudah keterima kuliah). Seminggu menjelang hari terakhir saya di sana menjadi saat-saat yang paling emosional. Tiap hari sediihh rasanya. Mereka mengadakan pesta perpisahan sampai tiga kali. Apalagi sewaktu satu persatu dari mereka memberikan kesan dan pesan, duh air mata saya tidak berhenti mengalir. Terlebih dua orang atasan saya, saat mereka terdiam untuk menahan tangis (tetapi tetep nangis juga) dan memeluk saya, tangis saya langsung pecah. Kalau tidak karena dua orang ini, tidak mungkin saya bisa bertahan sampai hampir 7 tahun di sana. Mereka yang selalu percaya akan kemampuan saya dan selalu memberikan tantangan untuk membuktikan bahwa kemampuan saya lebih dari yang saya tunjukkan. Ah, saat menuliskan ini saya jadi rindu dengan mereka.
Bekerja buat saya bukan hanya tentang mendapatkan materi dan belajar tentang ilmu yang berhubungan dengan pekerjaan itu sendiri tetapi ada banyak hal lain yang bisa didapatkan misalkan bagaimana cara berhubungan dengan sesama kolega pada satu departemen maupun departemen lainnya, klien, memecahkan masalah, mengelola emosi dan banyak hal lainnya. Mungkin memang saya orangnya yang terlalu sensitif dan perasa, tetapi hari terakhir saat bekerja selalu merupakan hari yang paling emosional karena merasa itu adalah terakhir kalinya berada di tempat yang telah mengajarkan dan memberikan banyak hal selama periode bekerja.
Punya cerita tentang mengundurkan diri dari pekerjaan atau hari perpisahaan di tempat kerja?
-Nootdorp, 19 Oktober 2017-
HI mba, mau tanya, cari kerja di belanda melalui website apa ya, ak baru 2 bulan tinggal di belanda, kirim lamaran selalu di tolak,, hopeless banget rasanya..
bisa coba indeed.nl atau daftar di uitzendbureau
Aku kayaknya yg paling berat resign cuma pas siaran di radio hahhahaa. Yang lainnya biasa aja walau sedih sih
Paling berkesan soalnya ya Non yang di radio
Saya kayaknya hobi keluar masuk perusahaaan. Sebagian kecil juga saya keluar karena memang kontrak kerja habis, sebagian besar karena sudah mulai bosan. Saya keluar masuk perusahaan sudah 10 kali. Paling lama bekerja di satu perusahaan selama tujuh tahun. Di pekerjaan yang sekarang baru tiga bulan saya sudah berpikir untuk keluar dan cari kerjaan baru, karena kerjaannya biasa aja tantangannya kurang dan ada intrik interen. Rada bosan wis…
Malah ini saya pengen nantangin diri sendiri usaha warung makan, bidang yang gak ada hubungannya dengan pendidikan dan pengalaman kerja. Karena orang Padang saya merasa mampu untuk jadi koki memasak makanan daerah saya sendiri. Ada yang minat mau kolaborasi bikin usaha rumah makan dengan saya? Saya available, suer. #eh-malah-promo
Waahh sampai 10 kali Pak. Kalau ada intrik interen memang susah. Sudah bikin demotivasi.
Hahaha, semoga kesampaian Pak berwirausaha buka usaha rumah makan. Semoga ada yang baca kolom komen ini trus menawari Pak ALris. Siapa tahu kan, rejeki ga bisa ketebak. Saya sebenarnya cita-cita sekali mempunyai usaha rumah makan. Tapi belum untuk saat ini. Masih butuh belajar dulu.
Aku pindah kantor udah berapa kali ya, ga keitung. Yang paling berkesan waktu kontrak kerjaan awal di New York ini ga diperpanjang (itu juga dikasih taunya dua minggu sebelum hari H). Aku emosional banget, awalnya nangis2, kebayang harus hidup kere di NY atau balik lagi ke Indonesia. Tapi abis itu ya sudahlah mari cari kerja. Eh pas hari terakhir taunya aku dideketin bos departemen lain untuk gabung. Ga jadi perpisahan deh 😀
Waahh beruntung sekali Dit, pas banget itu. Sudah nyaris keluar. Emang ya, kalau sudah berjodoh dan rejeki ga akan ketuker dan ga akan kemana 🙂
Sama mbak saya berhenti kerja di Palembang setelah 7 tahun kerja, sekarang merantau ke Jogja untuk lanjut sekolah. Rasanya nano2 dari sebelum berhenti sampai setelah berhenti. Yang saya sesali saya terlambat memutuskan untuk berhenti dan lanjut sekolah
Waahh selamat yaaa memulai petualangan yang baru sebagai mahasiswa. Ga ada kata terlambat sebenarnya untuk melanjutkan pendidikan. Aku pas berhenti kerja yg hampir 7 tahun itu sudah umur 31 jadi umur segitu baru melanjutkan S2 (padahal sudah direncanakan dari umur 27). Bersyukur juga aku mulainya umur segitu karena bekal pengalaman kerja yang kudapat berguna pada saat masa2 perkuliahan.
Ah, Jogja kota yang menyenangkan, makanannya enak2. Selamat berjuang dan selamat belajar!
pernah sekali resign, dari uni swasta yg tempat kuliah – jadi ngerasa udah disayang banget sama temen2 yg notabene dosenku dulunya huehuehue… berat banget ngerasa kayak “berkhianat” gituh hahaha… sedikit lebay ngga sih…
tetep gigih selalu ya.. kalau orang gigih sih emang menyenangkan buat diterima dibanding yg gombal ^^ enjoy nyamar leyeh2 yooo… biasane luwih kesel iku… huehuehue…
Hahaha suwuunn. Iyo, ternyata nyamar leyeh2 malah ga mandeg2. Onoookk ae sing dilakukan dan diresik’i :)))
Suwun wes berbagi cerita
Rata2 aku resign karena keluar dari comfort zone.. Sudah terlalu nyaman, aku takut hehehe.. Sekarang mulai lagi dari nol.. haha..
Aku yang berhenti kerja di Jkt itu juga sebenarnya karena sudah terlalu nyaman, ga terlalu banyak tantangan lagi. Makanya nyari tantangan dengan kuliah. Yang ternyata kuliahnya ampun dijeeee terlalu menantang sampai telat lulus setengah tahun hahaha.
Hahaha.. AKu nyerah kalau disuruh kuliah lagi, Den.. bisa2 lulusnya lamaaaaa hihii
Dulu wkt aku resign dr kantor yang menurut aku nyaman banget, krn sekantor sm suami. Sebenernya gpp sih sekantor asal beda dept, tp aku ngerasa ga sehat klo sekantor, makanya memutuskan buat resign deh. Aku ngajuin resign sampe 3x lho baru di approve. Sedih sih krn disana hampir 7th juga huhuhu.
Pas hari terakhir, aku foto sama masing2 dept. Itu sih yg bikin sedih smpe nangis2an hahaha. Kalo inget skrg jadi lucu jg sih..
Wah, terlalu sayang bos mu berarti itu Ye. Kamu terlalu berarti *halah kayak lirik lagu hahaha.
Iya bener, kalau diingat2 sekarang jadi lucu2 gimanaaa ya mengenang hari2 terakhir di sana penuh tangisan haha.
Mba, semoga happy dengan kegiatan barunya 🙂
Waktu resign yang pertama karena ga mau satu kantor sama suami, padahal lingkungan kerja di sana sangat nyaman. hehe. Eh sebenernya sebelum ini ada kerja part time di sbux selama 2 tahun, sedih juga ninggalin kegiatan dan teman – teman di sbux. Kami semua masih berteman baik sampai sekarang.
Resign yang kedua, karena menurut aku perusahaannya udah ga sehat. Tapi sangat klop dengan teman – temannya, deket banget bahkan sampai saat ini pun kami semua masih deket, udah kaya temen main/saudara.
Yang sekarang masih bertahan. Bersyukurnya aku, temen – temen kerja selalu menyenangkan.
Terima kasih Puji 🙂
Wah ini sama kayak Yeye, pernah sekantor sama suami. Kalau yang sekarang mudah2an selalu nyaman ya Ji betah.
Thanks berbagi ceritanya 🙂
Aku sih baru satu kali pindah kerja. Dan dulu pindah kerja dgn alasan waktu itu bosan sama lingkungan kerjanya and bosnya selalu marah marah melulu yang bikin aku merasa tidak dihargai 🙁 pas mengajukan pengunduran diri, eh ternyata si bos sangat kaget dan bilang sangat membutuhkan bantuan aku, plus ditawarin gaji 2x lipat dari gajiku dulu..tapi karena aku emang udah bosan ma lingkungannya n si bos, akhirnya tetap resign dan pindah ke pekerjaan yg sekarang yg alhamdulillah udah 12 tahun berjalan
WOW!! 12 tahun, amazing 🙂 kupikir aku yang hampir 7 tahun itu sudah wow, ternyata ada yang lebih haha. Menyenangkan sekali berarti ya kerjaan yang sekarang. Cocok semuanya. Semoga lancar selalu kerjaannya dan selalu menyenangkan lingkungannya
Aamiin, makasih doanya, Deny
Jadi ikut terharu. Aku yang sedih saat resign dari kerjaan lama yang sudah 5 tahun diizinkan bekerja sambil kuliah. Resign karena keterima di salah satu bank BUMN. Karena 5 tahun terlalu berarti dan dalam buat saya si anak usia awal 20 tahunan yang labil itu.
Semoga segala rencana kedepan berjalan lancar dan sukses ya, Mbak. Semangattt.
Terima kasih Frany suntikan semangatnya 🙂
Berkah sekali itu bisa kerja sambil kuliah karena sistem di Indonesia kan ga banyak yang seperti itu, kecuali kalau kerjanya siang hari dan kuliahnya malam hari. Pasti capek sekali ya. Aku pas D3 pas semester akhir juga sambil kerja kantoran karena mata kuliah tinggal 1. Tapi emmang ampun dije capeknya dan membagi waktu.
Semangat juga untuk kamu Fran di perkerjaan yang sekarang.
Waktu aku dulu mengundurkan diri dari pekerjaan pertama, rasanya biasa aja. Mungkin karena sudah nggak cocok dengan kolega dan sudah diterima sekolah master jadi nggak terlalu bawa perasaan. Malah dulu sehari sebelum keluar, ada kolega yang cari ribut sama aku, wah makin bulat keputusan untuk keluar.
Selama dua kali pengalaman bekerja ini, aku punya kecenderungan untuk nggak terlalu banyak main dengan kolega. Kerja bareng sih iya, tapi aku pikir2 lagi kalau diajak makan malam atau main bareng di luar jam kantor. Gimana ya, aku nggak mau perasaan di luar bekerja nantinya ngaruh ke pekerjaan. Jadi selama masih di jam kantor aku mau2 aja makan siang bareng atau ngobrol ngalor ngidul sama timku. Begitu pulang kantor ya waktu dihabiskan sama pacar dan teman lain. Mungkin kalau aku keluar dari kantor yang ini, perasaanku juga gak akan terlalu baper. Tapi aku masih betah di kantor ini karena suasananya yang enak dan aku masih pengen banyak belajar.
Kalau suasana kerja yang tidak nyaman apalagi ga cocok dengan kolega memang jatuhnya ga terlalu yang merasa kehilangan pas resign. Tapi kalau lingkungannya nyaman, orang2nya menyenangkan, apalagi mendukung kesempatan berkembang dari segi karier, pasti akan kebawa sedihnya kalau pas resign. Kalau yang terakhir ini aku malah hampir ga pernah makan siang bareng sama kolega karena tergantung jam berapa aku masuknya. Tapi karena mereka emang baik banget, telaten ngajarin dan bener2 hangat seperti keluarga jadinya pas hari terakhir perasaan sedihnya kerasa sekali. Padahal aku ga pernah diluar jam kerja jalan bareng sama mereka. Nomer telepon mereka aja aku ga punya kecuali Ibu Manajer. Cuma berinteraksi pas jam kerja saja. Kesan yang timbul dari kedua pihak ternyata sama2 baiknya jadi sama2 merasa kehilangan.