Beberapa waktu lalu, ada berita yang cukup menggemparkan tetapi tidak cukup mengejutkan (terutama bagi saya) bahwa penduduk Indonesia yang menempati posisi paling bawah dari hasil survey tentang berjalan kaki. Kenapa sampai menggemparkan, karena tidak menyangka hasilnya menempatkan Indonesia pada posisi paling buncit. Kenapa tidak mengejutkan, ya karena memang pada kenyataannya tidak hanya di kota besar, tetapi di pedesaan setidaknya sampai 3 tahun lalu saat saya masih di Indonesia, semakin sedikit orang berjalan kaki. Ke sawah sambil bawa pacul pun naik sepeda motor. Paling tidak ini gambaran desa yang saya kenal. Mengesampingkan tentang metode sampling dan lain sebagainya dari sisi Statistik, harus diakui bahwa hasil survey tersebut seharusnya bisa menjadi bahan perenungan.
Pada tulisan kali ini, saya tidak akan membahas satu persatu faktor-faktor yang menyebabkan kenapa orang Indonesia malas berjalan kaki yang mengakibatkan malas bergerak juga. Saya ingin berbagi cerita dari pengalaman sebagai seorang pejalan kaki (hampir) sejati selama tinggal di Indonesia yang di”paksa” untuk bergerak dengan berjalan kaki.
Sejak kecil, saya memang sudah suka sekali yang namanya olahraga, terutama lari. Kemungkinan besar kesukaan saya tersebut muncul karena melihat Bapak yang juga suka lari pagi. Berbagai macam jenis olahraga pernah saya coba dari karate, bulutangkis, renang, lari, taekwondo, voli, bersepeda, bahkan yang paling gampang yaitu jalan kaki. Dari hasil coba-coba sampai menekuni yang lumayan bertahan adalah karate, lari, jalan kaki, bersepeda, dan renang. Yang lainnya bubar jalan karena ternyata tidak sesuai dengan minat (termasuk ikut aerobic pun tidak lama bertahan).
Kalau saya dan Bapak menjadi anggota keluarga yang rajin olahraga, tidak begitu dengan Ibu dan kedua adik saya. Bahkan rasa-rasanya saya tidak pernah melihat kedua adik saya punya ketertarikan dengan olahraga. Kalau Ibu, sewaktu Bapak masih ada, sesekali ikut Bapak jalan kaki di pagi hari. Setelah Bapak meninggal, hampir tidak pernah saya melihat Ibu olahraga jalan kaki di pagi hari ataupun melakukan olahraga lainnya. Kedua adik saya sangat lihai mengendarai sepeda motor, berbeda dengan saya yang memang penakut kalau naik sepeda motor. Meskipun secara resmi mereka punya sepeda motor sendiri saat kuliah, tetapi mereka sudah punya SIM saat umur 17 tahun (benar kan ya umur 17 tahun sudah bisa punya SIM? Lupa-lupa ingat). Sedangkan saya “dipaksa” punya SIM oleh Ibu saat umur sekitar 22 tahun, itupun hampir tidak pernah saya pakai karena lebih memilih jalan kaki atau naik sepeda kalau mau ke mana-mana atau naik kendaraan umum kalau tempatnya agak jauh. Sedangkan Ibu dan kedua adik saya sudah terbiasa mau ke warung yg jaraknya beda 5 rumah saja naik sepeda motor. Ini kejadian nyata lho, bukan membesar-besarkan. Kalau saya tanya kenapa tidak jalan kaki saja atau kalau males ya naik sepeda. Jawabannya : males dan biar cepet. Kalau jalan atau naik sepeda, lama. Akibatnya mereka jadi malas bergerak juga kalau di luar rumah. Kalau di rumah masih tertolong bergeraknya dengan bersih-bersih rumah.
Karenanya, saat adik saya datang ke Belanda beberapa bulan lalu, sudah pasti dong ke mana-mana saya ajak jalan kaki atau naik sepeda, wong kami tidak punya mobil pribadi. Kalau tujuannya jauh, baru saya ajak adik naik kendaraan umum. Awalnya dia sepertinya menikmati kegiatan menggerakkan tubuh lewat jalan kaki dan bersepeda. Lama-lama muncul juga kata-kata “aku hari ini di rumah saja, ga ikut keluar. Kemarin jalan kakinya jauh, sekarang capek” hahaha menyerah juga akhirnya dia. Ya bagaimana, selama di Indonesia hampir tidak pernah olahraga, begitu diajak jalan kaki langsung njarem kakinya.
Saya bisa maklumi kenapa berjalan kaki di Indonesia bukan menjadi hal yang diminati. Setidaknya ini dari pengalaman saya. Ada beberapa alasan misalkan : belum merata trotoar untuk pejalan kaki. Kalaupun ada, malah dipakai jualan pedagang kaki lima ataupun jadi tempat parkir. Jadi kalau mau jalan kaki agak was-was terserempet kendaraan bermotor. Selain itu, debu dari kendaraan dan panas yang menyengat membuat malas untuk jalan kaki. Dan yang paling menyebalkan adalah resiko disuit-suitin sama mulut-mulut usil. Oh ada satu lagi, ada anggapan kalau berjalan kaki (dan naik sepeda) itu masuk ke lapisan masyarakat yang tidak mampu ekonominya. Yang terakhir ini pengalaman saya waktu diberi sepeda oleh Bapak kos saat kembali kuliah di Surabaya. Jadi sewaktu saya naik sepeda ke kampus, ada beberapa orang yang menyelutuk,”Mbak, kok naik sepeda sih. Ga beli sepeda motor saja? Kan kelihatan lebih elit.” Yang tentu saja saya malas menjawabnya. Sewaktu saya kerja di Jakarta, saya rajin lho jalan kaki, setidaknya dari rumah kos sampai ke bis jemputan kantor. Lumayanlah sekitar 1km an. Tapi ya penuh perjuangan, debunya ampun dan harus melipir sangat ke pinggir daripada kena srempet metromini yang ugal ugalan. Selama kuliah di Surabaya juga mau tidak mau harus rajin jalan kaki karena jarak jurusan saya ke jalan besar jauh sekali, belum lagi kalau ke tempat kos, apalagi dari satu jurusan ke jurusan lain juga berjauhan.
Dengan kondisi yang semakin memudahkan orang Indonesia untuk tidak harus keluar rumah jika membutuhkan sesuatu, misalkan aplikasi berbagai macam GO (saya tidak terlalu paham tentang hal ini, hanya menyimak saja dari twitter atau pembicaraan di wa grup) dan semakin gampangnya untuk bisa membeli sepeda motor dengan uang muka yang ringan, maka keinginan untuk berjalan kaki pun menjadi semakin mengecil. Mudah-mudahan meskipun badan tidak diajak bergerak lewat jalan kaki, tetapi tetap bergerak dengan sarana yang lain, olahraga yang lain. Karena sayang sekali ya selama kondisi tubuh masih memungkinkan untuk bergerak tetapi tidak dibuat bergerak, yang ada ya ke badan jadi tidak segar atau bahkan mungkin menjadi ringkih gampang sakit.
Ketidakbisaan saya naik sepeda motor dan sudah terbiasa jalan kaki ataupun naik sepeda, membawa berkah saat saya pindah ke Belanda. Saya tidak perlu waktu lama untuk menyesuaikan. Jadinya malah sangat girang sekali karena pada akhirnya tinggal di negara yang sangat ramah dengan pejalan kaki ataupun pengguna sepeda. Di sini, pejalan kaki dan pengguna sepeda mempunyai jalan masing-masing, jadi berasa aman dan nyaman. Belum lagi udaranya juga mendukung (kalau cuaca sih harus nrimo ya kalau seringnya hujan dan angin besar). Dan yang pasti, saya belum pernah disuitin kalau pas lagi jalan kaki. Surga lah buat saya yang sangat menyukai jalan kaki dan naik sepeda.
Saya sempat singgung di awal tentang kesukaan saya dalam berolahraga yang tentu saja membuat segar dan fit di badan karena peredaran darah lancar yang berpengaruh juga ke mood, membuat gembira hati. Setahun terakhir, saya mencoba olahraga baru, yaitu Yoga. Awalnya karena saya ingin cuti dulu dari olaraga lari, tetapi saya ingin menggantinya dengan olahraga lainnya. Karena sering membaca tulisan Noni tentang Yoga, akhirnya saya berkirim pesan ke Noni bertanya lebih lanjut tentang Yoga. Sekitar awal Januari tahun ini, saya sempat ikut kelas percobaan Yoga yang letak studionya tidak jauh dari rumah. Tapi karena ada satu hal, saya tidak bisa ikut kelasnya secara tetap. Akhirnya saya cari-cari di YouTube panduan berYoga dan mulai mengikutinya. Saya jadi suka, meskipun yang saya lakukan adalah gerakan-gerakan dasar ya bukan yang tingkatan susah. Setidaknya tetap membuat badan saya bergerak meskipun cuti sebentar dari lari. Nah, kesempatan ikut kelas Yoga akhirnya datang bulan Agustus. Saya mendaftar untuk 10 kali pertemuan, seminggu hanya sekali, sisanya latihan sendiri di rumah. Lumayan lah ini jadi lebih tau tentang teknik-teknik berYoga yang benar dan kok ya pas biayanya ditanggung asuransi (meskipun tidak 100%).
Yang terpenting buat saya itu adalah badan tetap selalu bergerak, tidak duduk diam di sofa sambil mainan Hp sepanjang hari. Apalagi sejak saya tidak bekerja dan masuk musim gugur pula. Sewaktu saya masih bekerja, pulang pergi ke tempat kerja total 23km naik sepeda. Itu bisa 3 kali dalam seminggu. Nah sekarang karena naik sepeda jarak jauh sudah berkurang porsinya (naik sepeda jarak dekat saja), akhirnya jalan kaki yang saya tambah. Kalau biasanya 2 kali dalam seminggu maksimal 7km, sekarang saya tambah jadi 4 kali dalam seminggu tetap 7km. Sisanya saya gunakan untuk Yoga, sesekali renang (itupun jarang), bersih-bersih rumah dan taman. Saya ini paling tidak bisa melihat rumah kotor, inginnya tiap hari dibersihkan. Tapi ya gempor juga ya harus membersihkan 3 lantai belum taman depan belakang haha. Tapi kalau sedang datang malasnya ya cuma yang kelihatan kotor saja yang saya bersihkan 😅
Intinya, saya selalu mengingatkan pada diri sendiri untuk tidak malas bergerak, dengan catatan badan saya tidak sedang sakit parah ya. Selama masih memungkinkan dan sehat, tidak ada alasan untuk duduk manis sepanjang hari di sofa atau leyeh-leyeh di kasur. Apalagi sudah masuk musim gugur begini, godaan buat bermalasan semakin besar karena udaranya dingin dan hari terang semakin berkurang jamnya. Bergerak dan olahraga buat saya sudah jadi semacam kebutuhan. Ada yang kurang rasanya di badan kalau tidak bergerak aktif. Bukan karena ingin kurus atau langsing atau apalah itu, tapi memang karena ingin sehat dan bugar. Saya selalu percaya, badan punya mekanismenya sendiri untuk tahu berat idealnya berapa asal ditunjang dengan gaya hidup sehat dan seimbang. Untungnya suami saya ini doyan sekali berolahraga. Jadi ada motivasi kalau malas sedang kambuh. Malu, dia yang umurnya jauh di atas saya saja selalu rajin berolahraga (setiap hari) sedangkan saya masih dibawah 40 begini kok malas menggerakkan badan. Apalagi kalau lihat orang Belanda kalau hujan pun masih banyak yang olahraga lari (ya termasuk dia). Wah saya kalau hujan mending duduk manis saja di rumah sambil makan jagung rebus haha.
Yuk ah Den, bergerak!
Selamat berakhir pekan semuanya, jangan lupa bergerak ya!
Kalau kalian, suka bergerak yang seperti apa?
-Nootdorp, 27 Oktober 2017-
Mba, aku jadi iri sama kamu yang bisa jalan kaki dengan mudah dan enaknya di Belanda hahaha. Aku sama suami suka jalan kaki cuma ya itu seperti yang mba jelasin di atas, sarana dan prasarananya belum benar-benar mendukung disini jadinya kita hanya bisa jalan kaki ke pasar atau kompleks, paling jauh ya kompleks seberang rumah. Sampai2 ada ungkapan, orang yang jalan kaki saja bisa ditabrak apalagi yang bawa kendaraan sendiri. Kalaupun ke mall, kita suka ke mall yang parkirannya agak jauh jadi bisa sekalian jalan kaki lebih lama. Kalau ke luar kota, kita berdua berusaha jalan kaki terus.
Aku juga suka jalan kaki, karena gak kuat lari 😀 Sekarang di jalan-jalan utama di Jakarta seperti Sudirman Thamrin, trotoarnya besar-besar dan gak ada pedagang kaki lima dan pengendara motor yang menyerobot naik, jadi aku suka tuh jalan jalan di trotoar trotoar besar kayak gitu 🙂
Karena naik 8kg, gw berusaha jalan kemana mana. Di tempat tinggalku yang jalan ke Gramedia atau Rumah sakit kayaknya aku seorang hahahaha *GR* that is 1K one way.
Kalo mgantor juga gitu, jalan ke stasiun 1.2K sampe bintaro bela belain naik bus in trans selain gratis *halah* saya harus jalan sekitar 600m sampe rumah.
Ongkos naik ojek jadi bisa buat bayar kelas Salsaaa! ahey! Irit apa pelit mungkin kere tapi banyak mau beda tipis kadang kadang
Ini kiky ^-^
Kalau di sana, jalan 1KM itu sesuatu lho Mbak. Nampaknya langka. Pengalaman diri sendiri soalnya. Dapat tatapan aneh haha.
Itu namanya irit berbonus sehat. Lumayan bisa dapat dua olahraga kan. Kalo kepepet aja Mbak naik ojeknya.
aku mulai sepedaan lagi ke kantor. mayan, bolak-balik nyaris 20km udah gitu harus ngelewatin jembatan jadi ada bagian nanjak sekitar 15 menit. jadi untuk sementara yoga, renang, lari dan spin class-nya berenti dulu 🙂 tapi ya kalo abis pulang kantor, apalagi abis sepedaan aku pasti goler2 sejam main game di hp 😀
Wiihhh kalo ada tanjakannya lumayan juga itu genjotnya ya. Bikin makin berotot betis nya hehe.
Hahaha, iyaaa bener. Aku dulu kalo nyampe rumah setelah sepedahan dari dan ke tempat kerja, langsung selonjoran nikmaaatt banget. Trus badan nempel males gerak haha.
kemaren aku mudik 2 bulan.. awalnya masih jalan dari kampus ke rumah, 1,5 km-an.. panase kentang2 + debu + ngelewatin tps… alamaaaaak… setiap pulang langsung makbruk, lelah hidung jiwa raga rasanya… lama2 karena sepanjang jalan dapatlah tawaran ojek opo becak yaaa tergoda juga, Den… lantas demi apah jadi males manja grup.. mau ke tempat yang deket2 naik motor, yg jauh2 yaaa naik ojol – ojek onlen… pas mbalik, naik sepeda 8km ae langsung njarem… hahahaha ampuuuuuuuuun
Ancene panase iku lho ga nguati. Clekit2 kemringet plus berdebu pula. Akupun palingan kayak dirimu lek nanti pulang. Ga tahan panas lalu ngojek haha. Mumpung isok manja :))) Lek nang Situbondo palingan yo numpak becak hahaha koyok ratu ae *mumpung
Fyi, pedestrian di Jakarta esp ring 1 diperbaiki hampir serentak. Analisaku karena antar kantor atau area publik makin masuk akal dijangkau jalan kaki dan memfasilitasi wisatawan domestik / mancanegara yang lagi pada jalan-jalan di Jakarta.
Kalau malas jalan kaki, menurutku tergantung orangnya. Keluarga intiku dan suami juga Teona Alhamdulillah gak masalah dengan jalan kaki. Lagipula olah raga jalan kaki malas, mosok jalan kaki ngider di mall rajin.
Ga bisa dibilang seperti itu juga Frany. Karena aku mengalaminya dan bukan sesederhana masalah malas atau tidak malas jalan kaki. Seperti yang aku sebutkan dalam tulisan, banyak faktor yang mempengaruhi. ga bisa langsung hantam dibilang masak kalo jalan kaki ngider mall rajin trus jalan kaki diluar mall ga rajin, ga bisa bilang seperti itu. Kayak pengalamanku dan Noni (di kolom komentar), kami suka banget jalan kaki. Masalahnya sarana dan situasinya yang ga mendukung. Kalau sepanjang rute jalan kaki itu jalannya ga aman, misalkan trotoar ga ada ataupun ada tapi malah dipakai jualan kaki lima, trus kita jalan di pinggir jalan raya, resiko ketabrak juga besar atau keserempet. Atau yang seperti Noni bilang, ada resiko dijambret juga. Jadi jalan kaki di Indonesia itu bukan hanya dilihat tentang mau atau tidak mau, tapi dilihat secara keseluruhan. Sarananya mendukung ga. Kalau ga mendukung, ya kalo aku mending naik kendaraan karena bagaimanapun keselamatan dan kenyamanan masih jadi pertimbangan utama.
Emang agak susah kayanya ya buat ngebiasain untuk jalan kaki di Indonesia akhir-akhir ini, terutama pas motor (dan ojek) merajalela. Ditambah juga kondisi lingkungan dan cuaca yang kurang mendukung. Herannya kalo orang Indonesia liburan ke negara yang mengharuskan jalan mereka kuat aja. Kepaksa kali ya hihi. Mama aku juga gitu kemarin, selama di sini alhamdulillah dia seneng-seneng aja jalan. Balik ke rumah ya balik lagi ke kebiasaan lama
Aku diajarin sama mertua tiap pagi jam 9.15 pantengin TV di salah satu channel buat ikutan senam aerobik hahaha (nama programnya nederlands bewegen ato apa gitu). Selain itu, kebetulan fabian hobinya juga wandelen Den (walau buat dia berarti cuma duduk trus didorong sambil nikmatin pemandangan wkwk) jadi setidaknya dalam sehari aku harus keliling sama dia, lumayanlah jadinya ada pergerakan buat aku. Kali kebiasaan jalan pas hamil kebawa juga sama dia ya (ga nyambung hahaha)
Iya, di Indonesia itu tentang sarana dan situasi yang agak ga mendukung. Jarang trotoar yang nyaman, panas, berdebu ga aman dll. Jadi makin kompleks situasinya. Kalau misalkan sarana dan situasinya mendukung kayak di sini, aku yakin banyak kok yang mau membiasakan diri jalan kaki.
Waahh enak itu kalau tiap hari ada kesempatan keluar rumah jalan kaki. Setidaknya tetap bergerak ya badan. Aku yang suka heran itu orang2 sini hujan gerimis pun tetep jalan-jalan ya sama anjingnya. Totalitas sekali mereka.
Aku sih suka ya Den jalan kaki, tapi aku males selain alasan yg km sebut diatas. Aku takut copet, diserempet kendaraan, belon panasnya gak nanggung Medan ini. Gak kuat. Makanya kalau jalan kaki pagi aku beneran didalam komplek, gak berani keluar2.
Iya bener Non, di sana sarana dan situasinya yang terkadang ga mendukung keinginan buat berjalan kaki. Apalagi kayak di Medan, beuuhh jalan di trotoar aja seringnya di bentak disuruh minggir sama bentor. lah gimana ini haha. Aku sering digituin dulu kalo pas tugas ke Medan. Jadi bingung ini trotoar buat pejalan kaki atau buat bentor haha.
Huahhaa iyaaaaa Den. Gak cuma bentor pun yg bentak. Ngeri
Benar kak!
Saya juga jalan kaki ke kampus yang berjarak 15 menit.
Teman-teman pada heran karena bagi mereka itu jarak yang cukup jauh.
Kalau saya sih, ya diakalin berangkat lebih awal.
Lagian berjalan kaki ke kampus saya memiliki banyak misi (hehehe),
1. Hemat bensin
2. Mau olahraga biar ga ngantuk di kelas
3. Sekalian diet
Tapi yaa seperti yg kakak bilang di atas. Saya sih bukannya malas, tapi miris saja, hak pejalan kaki benar2 belum diperhatikan di Malang sini. Banyak area ramai dengan jalan yang sempit, bahkan markah jalan mepet sekali dengan bangunan.
TOP banget!
Iya, hak pejalan kaki memang belum diperhatikan. Sarananya masih belum diperhatikan dengan seksama.
saya tiap hari kerja pergi pulang jalan kaki mbak den. masing2 kurleb 20 menitan. total saya jalan kaki 40 menit. pengen sih bisa sepedaan ke kantor. tapi sayang jalanan di padang gak ramah buat pengendara sepeda. bisa2 saya diserempet hehehe.
untung saya gak berani bawa motor. bisa2 saya termasuk kategori yang malas jalan kaki 😀
cerita mbak den tentang sodaranya mbak yg ke warung aja pake motor itu sama persis sama adekku. beli lontong ke warung aja pake motor
saya sendiri gak pernah olahraga. makanya saya jalan kaki supaya badan tetap gerak 😀
ini aja udah jalan kaki tiap hari tetep aja tambah endut. gimana kalo gak jalan kaki 😀
Waahh enak banget itu Mayang kalo PP ke kantor rumah bisa ditempuh berjalan kaki. Selain sehat, juga ngirit ongkos kan.
Itu yg paling penting mbak. Irit ongkos
wah mbak, jadi diingetkan neh udah lama gak olahraga >.<
Emang jadi masalah gak pernah jalan ini mbak kalau mau liburan. Kemana-mana kan kita pake angkutan umum yang harus ke terminalnya dulu ya. Udahlah capek, panas lagi, hahaha. Sampai kepikiran, kalau punya uang lebih liburannya pengen naek taxi aja gak usah naek subway 😛
Kalau tempat liburannya terjangkau dan nyaman untuk jalan kaki mending jalan kaki Niee. Lumayan sekalian bisa memperhatikan lingkungan sekitar lebih seksama dan lebih puas. Biasanya malah nyasar ke spot2 bagus yg non turistik. Kalau di Korea kayaknya terjangkau kalau jalan kaki ya.
Ya, malesnya sih karena trotoarnya banyak yang kurang bagus dan lebar, jadi mau jalan-jalan juga susah.
Iya bener
suka bergerak asal, kadang – kadang kalo lagi duduk terus di kantor, inget untuk berdiri ambil minum, ke toilet, etc. Tapi, sekarang lagi cukup rutin gym 😀
Semangat nge Gym!! biar makin jauh jalan kaki ke tempat liburan berikutnya haha.
haha mbaa bikin kepikiran mau liburan 😀