Saya adalah orang yang susah sekali menyatakan ke orang lain bahwa dia adalah teman saya kalau memang kami belum akrab sekali. Lebih susah lagi mendeklarasikan persahabatan. Buat saya, yang namanya bersahabat itu haruslah sudah teruji jarak dan terlebih waktu. Butuh bertahun-tahun lamanya buat saya bisa dengan nyaman menyebutkan bahwa dia atau mereka adalah sahabat saya. Saya juga bukanlah orang yang gampang masuk ke dalam suatu lingkungan baru. Memang pada dasarnya saya orang yang lebih nyaman sendiri. Saya bukan anti sosial, jelas tidak. Tapi saya butuh proses agak lama untuk mengenali lingkungan baru. Kalau tidak satu frekuensi, lebih baik saya sendiri daripada memaksakan diri bergaul tapi tidak nyaman di hati. Dari dulu saya tidak pernah ada ketakutan untuk tidak mempunyai teman karena saya percaya yang namanya pertemanan akan selalu melewati seleksi alam. Kalau tidak satu frekuensi, begitu saya menyebutnya, maka akan gugur dengan sendirinya.
Menuliskan kalimat terakhir di atas bukanlah perkara mudah. Saya sudah melewati suka duka, babak belur, bahagia kecewa dalam pertemanan bahkan persahabatan. Awalnya jelas membuat kecewa luar dalam dan membuat kepercayaan terhadap orang lain menjadi pudar. Ketika persahabatan saya berakhir dengan tidak baik walaupun saya mengakhirinya dengan proses yang baik, berbelas tahun lalu, saya mengalami krisis kepercayaan bukan hanya terhadap diri sendiri tetapi juga terhadap orang lain. Butuh waktu lama untuk memulihkan dan menyembuhkan lukanya. Menyembuhkan patah hati karena masalah cinta buat saya lebih mudah dibandingkan patah hati karena persahabatan. Benar, luka karena cinta paling lama satu bulan sudah pulih kembali tapi kalau karena persahabatan, butuh beberapa tahun hingga bisa bangkit lagi. Bukan karena saya menggantungkan kebahagiaan di atas nama persahabatan, tetapi lebih kepada rasa percaya dan sesuatu yang sudah kami lalui bersama selama bertahun-tahun, tahu baik buruknya secara mendalam karena menjadi diri sendiri yang apa adanya. Satu persahabatan berakhir, lalu saya memulai membuka diri untuk mengenal sebanyak-banyaknya orang supaya lebih tahu banyak tentang karakter orang. Dari sekian banyak yang hadir dan pergi dalam hidup saya, akhirnya saya dan empat orang lainnya bertahan sampai sekarang. Mereka lah sahabat saya selama 19 tahun ini. Kami dipertemukan saat awal kuliah, sudah melewati asam manis dan segala macam pertengkaran yang menyakitkan. Bersyukurnya kami masih tetap bersama sampai saat ini meskipun komunikasi kami hanya melalui Whatsapp karena kami berbeda kota tinggal satu dengan lainnya. Saya sangat beruntung dan merasakan anugrah yang besar memiliki mereka, memiliki satu sama lain.
Seiring berjalannya waktu, bertambahnya umur dan pengalaman yang menempa, hati dan pikiran saya pun mengalami proses penerimaan jika ada hal yang tidak sesuai dengan harapan. Saya lebih bisa berdamai dengan diri sendiri, berpikir lebih panjang dan menikmati proses hening saat ada hal yang diluar jangkauan. Teman datang dan pergi, namun sahabat akan selalu ada saat senang maupun susah. Kehidupan manusia sangatlah dinamis. Begitupun yang namanya pertemanan. Salah satu seleksi alam yang terjadi adalah saat teman berganti status. Dari sendiri, sudah menikah, memiliki anak, mungkin ada yang bercerai, memilih untuk tidak menikah, dan memilih untuk tidak memiliki anak. Ketika satu lingkar pertemanan yang dimulai dari status yang sama, dalam hal ini misalkan dimulai saat usia sekolah atau kuliah, maka semakin bertambah umur maka satu persatu teman yang memutuskan untuk menikah akan berganti status lalu yang memutuskan untuk memiliki anak pun kembali berganti status.
Saya yang menikah saat umur 33 tahun, yang disebut usia telat untuk ukuran Indonesia, memang rasanya menjadi aneh ketika berkumpul dengan teman-teman kuliah atau SMA yang menikah saat rentang usia 20an. Ketika mereka dengan spontan membicarakan tentang anak, sekolah anak, perkembangan anak, serba serbi rumah tangga, saya hanya menjadi pendengar setia. Rasanya memang tidak menyenangkan seorang yang belum berumahtangga ada dalam lingkup pembicaraan itu. Ada perasaan seperti tersisihkan. Beberapa kali saat diajak ketemuan, saya memilih untuk bilang tidak bisa dengan berbagai alasan, misalnya ada acara ini dan itu. Kembali lagi, karena perasaan tidak nyaman karena kami sudah berbeda status dan bahan obrolan kamipun berbeda jadi saya merasa tidak nyambung. Ini yang saya namakan salah satu seleksi alam. Saya tidak mau memaksakan diri saya untuk tetap dalam lingkaran pertemanan itu karena saya sudah merasa tidak nyaman. Kami tetap berteman, tapi perlahan dan pasti semakin menjauh. Butuh legowo buat saya menerima bahwa memang kami sudah berbeda. Saya tidak pernah menyalahkan keadaan, tidak pernah menyalahkan mereka, maupun menyalahkan diri sendiri. Yang saya lakukan hanyalah membuka mata dan pikiran bahwa kami memang sudah tidak satu frekuensi lagi. Saya yang memutuskan menjauh. Jodoh saya dengan mereka tidak bisa dilanjutkan lagi.
Saat saya sudah menikah, beberapa sahabat saya belum menikah. Karena saya sudah mengalami betapa tidak menyenangkannya berada diantara mereka yang sudah menikah saat saya belum menikah karena obrolan yang tidak nyambung, maka obrolan kami pun tetap seperti biasa saat saya belum menikah. Walaupun sesekali saya selipkan cerita seputar rumah tangga, itupun tidak banyak. Hanya selingan saja. Saat saya sedang ingin curhat tentang permasalahan yang pelikpun, mereka tetap ada buat saya. Begitu juga sebaliknya, saat mereka sedang ingin cerita tentang hal yang penting, akan tetap saya dengarkan tanpa mencoba menjadi seseorang yang nampak lebih pintar atau lebih berpengalaman. Kami tahu batasan masing-masing secara otomatis dan saling menghormati status yang berbeda saat ini.
Di Belanda, teman saya tidak banyak. Bisa dihitung. Teman baik, ada beberapa. Sahabat, saya tidak punya. Boleh dibilang, suami saya merangkap sebagai sahabat saya juga selama di sini. Saya tidak berusaha keras untuk mencari teman di sini. Saya lebih nyaman ketika pertemanan terjadi karena ada hal-hal yang membuat kami terhubungkan. Saya memang tidak berusaha menonjol dalam lingkungan sosial di Belanda. Tidak berusaha supaya terkenal. Saya menjadi seorang Deny yang melakukan apapun tanpa dipaksakan atau memaksakan diri, melakukan sesuatu yang membuat nyaman. Ya menjadi diri saya sendiri tanpa perlu pengakuan banyak orang. Buat saya, perhatian dan memperhatikan orang-orang yang mengenal saya atau saya kenal dengan baik, itu lebih penting.
Ada beberapa teman di sini yang statusnya berbeda dengan saya. Adakalanya saya tidak bisa keluar bersama mereka, hal tersebut tidak membuat saya lantas menjadi cemburu. Karena saya sadar, bahwa saya sekarang berbeda dengan mereka dan saya tidak mau membuat mereka mengerti keadaan saya. Saya mengerti bahwa mereka juga butuh waktu bersama yang kadang tidak bisa melibatkan saya. Dengan keadaan seperti ini, saya sangat mengerti. Apakah saya lantas marah dan menyalahkan mereka karena kami tidak bisa jalan bersama lagi seperti saat satu atau dua tahun lalu? Tentu saja tidak karena kembali lagi ke pemahaman bahwa kami sekarang berbeda. Saat ada kesempatan kami bisa keluar bersama, saya tidak akan mendominasi pembicaraan dengan kondisi saya sekarang. Berbicara topik sewajarnya saja, toh banyak sekali yang bisa dibahas.
Butuh hati dan pikiran terbuka ketika suatu perubahan terjadi dalam jalinan pertemanan atau persahabatan. Kita tidak bisa menyalahkan siapapun bahkan keadaan. Saling mengerti, saling komunikasi, dan saling menempatkan diri melihat di posisi orang lain adalah hal yang bisa membuat pertemanan dan persahabatan menjadi nyaman. Jika memang hal tersebut tidak bisa dilakukan lagi, ya musti menerima dengan lapang dada bahwa memang sudah tidak sejalan lagi, berjodoh hanya sementara dan bukan rejekinya. Harus dengan legowo bahwa pertemanan atau persahabatan tidak bisa berjalan seperti dulu lagi. Tidak perlu menyalahkan apapun atau siapapun. Tidak perlu menuding dia salah atau aku yang benar. Tidak perlu memaksakan standar kita hanya untuk membuat kita benar. Apa yang menjadi standar kita belum tentu sama dengan standar orang lain. Saya selalu mengingat kata-kata ini : Everyone you meet is fighting a battle you know nothing about. BE KIND. ALWAYS
Berteman dan bersahabat adalah perkara rejeki dan jodoh. Itu yang selalu saya yakini. Buat saya, teman ada yang datang dan pergi silih berganti. Kalau bisa dan layak untuk dipertahankan, maka akan saya perjuangkan. Kalau tidak bisa dan tidak mampu lagi saya perjuangkan untuk bertahan, maka saya akan ikhlaskan untuk pergi dan berlalu. Hubungan persahabatan dan pertemanan yang dipaksakan, yang datangnya tidak lagi dari hati, lebih baik direlakan untuk pergi. Semoga persahabatan saya selama 19 tahun ini dan tahun-tahun kedepan adalah rejeki dan jodoh saya sampai kami menua bersama.
Bagi yang mempunyai sahabat dan teman yang sudah klik, semoga langgeng selalu.
-Nootdorp, 11 Juli 2018-
Sumpah kak, aku penasaran sama penulis blog ini. Seraya setelah saya membaca ini saya ngerasa kok alurnya sama persis sama kehidupan saya. Cuma saya masih muda dan prosesi saya masih sampai tahap awal, buat kedepannya ga tau apakah bakal sama seperti kakak lagi atau ngga. Kak, aku bener2 ngalamin demikian… Kak tau ga, aku cari blog2 macam ini jarang sangat. Malam ini aku ga tau kenapa aku coba cari situs demikian. Entah apa yang mengarahkan aku sampai sini itu pasti udah rencana tuhan nge jawab semua pertanyaanku tentang kehidupan dan sahabat. Aku kesini juga karena aku punya seseorang yg belum pernah aku kenal sebelumnya tapi kita udah kaya berasa ini orang yg aku cari.. Gitu kak, dia hadir juga membuat sikapku bisa berubah lebih baik… Sumpah kak, aku ga habis pikir ternyata ada orang lain yg punya cerita hidup sama…
Tetap semangat ya!
Sama dgn ku, dgn bertambahnya usia semakin lebih bisa menerima keadaan yg tidak sesuai harapan.
Akupun begitu teman ada beberapa, teman dekat ada dua orang (berteman sejak pertama kali tinggal di Belanda) aku bukan orang yg gampang bercerita, dan tidak menonjol pula, biasa biasa saja. Aku bercerita apa saja di blog, sedangkan teman teman ku di Belanda tidak membawa blog ku. Jadi sepertinya kalian yg membaca blog kuku lebih tau cerita kami sekeluarga dari pada teman dekat sekali pun, hihihi
Wah, berarti kami lebih banyak tahu dibanding sahabatmu di Belanda ya Yang haha.
Sahabat terdekatku, ada 2 orang. Ini yang bener2 tahu busuk2nya deh hehe.. diluar itu, ada beberapa temen yang dulu pas kerja bareng di WO yang memang benar2 dekat. Selain itu memang seleksi alam banget buat aku..
Diluar itu, gak pernah banget kebayang punya teman2 blogger.. dan sekarang tambah banyak teman2 dr ngeblog
Ngeblog memang banyak berkah ya, ketemu dan kenal dengan orang2 yang berbeda. Bisa menjalin silaturrahmi dan nambah pertemanan. Semoga langgeng Inly pertemanan kita yang diawali dari blog (semoga ketemu dalam dunia nyata juga)
Aminnnnnnn
Setuju mba… dan semakin lama semakin kerasa, usia segini tambah susah menemukan sahabat yang bener-bener sreg. Kalaupun menemukan orang yang “satu frekuensi”, biasanya mereka sudah punya circle of friendsnya sendiri, dan aku bukan tipe orang yang suka jadi “newcomer” begitu.
Bener banget ini. Semakin nambah umur, kuantitas teman menjadi ga penting lagi yang penting kualitas. Akupun ga suka jadi new comer. Kayak berasa masuk ke rumah orang yang sudah rame banyak orang di sana.
Nanti aku jawab komen di blogmu ya. Ini aku mau jawabin komen2 di sini dulu.
Karena udah beberapa kali pindah-pindah, susah buatku me-maintain pertemanan, pada dasarnya aku ini malas 😀 Tapi semenjak baca tulisan tentang friendliness aku santai aja soal nyari teman dan melanggengkan pertemanan. Ga mengharapkan apa-apa dari pertemanan, mau jalan hayuk, mau sendiri-sendiri untuk sementara juga hayuk. Aku juga orangnya legowo aja kalo memang pertemanan udah ga bisa dipertahankan. Terasa ringan, dan tiap kali ketemu biasanya haha hihi senang selalu 🙂
Toss Dit, akupun males memaintain pertemanan karena ya males aja hahaha. Akupun hidup berpindah2 makanya ga ngoyo2 banget cari teman karena mikirnya ya nanti pindah lagi. Pengalaman yang mengajarkanmu jadi enteng sekarang ya Dit. Jadi ga kebanyakan mikir. Thanks sudah bercerita ttg sudut pandangmu mengenai teman dan sahabat
Deny,
habis baca tulisan ini tadi pagi aku langsung chat sahabatku: woiy, kita udah sahabatan 16 tahun lho. Walaupun ada 1.5th kita berantem trus saling diem n gak komunikasi sama sekali. Tapi abis itu sejak sama2 di Jakarta, komunikasi dibenerin dan saling minta maaf… terus solid deh sampe sekarang. Dia ini sahabat yang kuceritain di postingan blog terbaruku, Den ❤️
Betul banget yaaaa memang salah satu rejeki itu berupa pertemanan / persahabatan yang langgeng. Buat langgeng itu nggak mudah, diperlukan rasa saling mengerti, mengalahkan ego sesekali utk kebaikan.. daaaan masih banyak lagi kali ya. Saling support sama keadaan temennya.. baik itu kondisi / status yang berubah.. or bisa apa aja bentuknya.
Semoga kita termasuk orang2 yang punya rejeki ini terus ya, Den
Thanks Dila sudah berbagi cerita tentang persahabatanmu. Wah 16 tahun itu juga ga main2 ya apalagi pernah ada konflik serius ditengah2. Keren kalian bisa saling memaafkan dan bersahabat lagi.
Amiinn Dil, semoga salah satu sumber rejeki kita adalah sahabat dalam suka dan duka dan juga teman2 disekeliling kita.
Hooh Den, jujur yang bab menyelesaikan konflik serius itu sih yang bener2 bikin terharu.. ehehheehe.
Aamiin, Deny ❤️❤️❤️
sudah lama saya gak komen di sini
alasannya sih simpel
postingannya gak bisa tampil full di WP reader saya
well eniwei
saya punya sahabat dekat
waktu itu saya pernah gagal nikah sama seorang perempuan
pas kawan saya ini pengen nyari jodoh
ya saya sodorin aja perempuan tadi
padahal saya sendiri saat itu juga lagi jomblo
wkwkwk
ya alhamdulillah mereka sampe saat ini langgeng
hehehe
Karena blog kami adalah WP.org jadi memang tampilannya tidak full dalam wp reader Harus diklik ke websitenya.
Wah jodoh memang ga bisa ketebak ya arahnya. Malah dia berjodoh dengan sahabatmu. Semoga langgeng
My husband is my only best friend and probably the only friend too, that I have, for the past years.
How sweet
Kamu ga punya teman lagi selain suami Tyk saat ini? Apakah orang2 yang ada sekarang dalam lingkungan pergaulanmu belum cukup layak memenuhi standarmu untuk dijadikan sebagai teman? Kalau sahabat memang tingkatannya lebih tinggi daripada teman makanya biasanya kita pasang standar yang sangat tinggi. Misalnya kayak aku yang memang ga bisa semena2 bilang ini sahabatku. Sahabatku untuk saat ini ya 4 orang yang selama 19 tahun kami bersama. Ini diluar suami ya memang otomatis kujadikan sahabat sejak kami menikah apalagi di Belanda aku ga ada sahabat. Kalau teman, standarkupun cukup tinggi, tapi ga semenjulang standar sahabat.
Standarku sebenarnya biasa2 aja sih. Mungkin reply-ku sebelumnya kurang terelaborasi dgn baik. Tapi aku disuruh menjelaskan lbh detil jg bingung, hehehe. Setelah kupikir2 lg, aku ya pny kok teman, tp jarang ketemu (palingan setahun sekali). Chat pun juga nggak tiap hari. Jadi ya teman yg bertemu tiap hari kayak teman di tempat ngajar gitu, ya aku nggak punya.
setuju deh semua.. bener juga soal sakit karena teman, hiks
kalau sahabat dekat kita sama’an, punya temen yg awet dari kuliah sampai sekarang..
tapi buat aku, sohib paling deket ya suami, kelamaan bertemen ^^, jadi kayak diari hidup..
Iya, kalian 20 tahun bersama ya. Jadi kayak diari hidup. Aku sama suami baru 4 tahun, jadi yang kenal luar dalamku dan busuk2ku kayaknya 4 orang sahabatku dibanding suami hahaha. Paling ga untuk saat ini ya. Entah kalau nanti terbongkar *ngakak
iya, 20 tahun jadian, sebelumnya sohiban lama, parah kan.. lebih tau dia ttg hidupku kayanya, wkwkwkwk…
Teman bisa banyak, tapi sahabat susah untuk banyak. Sahabat terasa lebih dalam, banyak empatinya.
Benar Pak Alris, setuju. Sudah lama ga nulis Pak, gimana kabarnya? Sehat? Semoga sehat2 selalu ya Pak bersama keluarga
Baru berasa temen itu kaya jodoh kira-kira pas kuliah. Sebelumnya ga terlalu merasa karena (sepertinya) selalu punya teman dekat. Di kuliah awal-awal punya temen-temen deket yang kemana-mana bareng, lalu tiba-tiba sesudah libur panjang, beberapa teman menjauh. Kuliah jauh dari rumah dan temen dekat menjauh, jadi lebih sensitif dan sedih 😀
Ya, konsepnya seperti jodoh karena ga ketebak. Seperti rejeki karena datang dan perginya pun ga disangka2. Semoga teman atau sahabat yang ada saat ini langgeng ya hubungannya
Amien mba 😀
Sepemikiran sama ka Deny, toss!! Kenalanku banyak dan sampai saat ini aku belum nemuin true friend yg bisa memahami aku luar-dalam tanpa suka ngeblame. Yg sepemikiran ada, tp gak dalam semua hal. Aku setuju sama kata Aristotales: “sahabat kita adalah diri kita sendiri” dan mulai nerapin ini ketika udah capek curhat truz diblame orang.
Orang yg kelihatan gak punya temen biasanya self supportnya kuat
Terima kasih sudah berbagi quotenya Aristoteles. Semoga kamu juga bisa menemukan jodoh dan rejeki pertemanan ya, yang tulus dan ga suka nge blame
Amiin
saya sll mempunyai teman di setiap masa yg smp sekarang bisa disebut sahabat –org yg meski g ketemu lama, g tiap hari komunikasi tp tetep nyambung dan nyaman kalo ketemudan cerita.
temen deket dr blog jg ada. tp pernah satu masa ada sahabat yg posesif banget. jadi kalo lg sama temen lain dianya keliatan g suka. semenjak itu, jadilah saya lari2an. bikin blog baru, main di sosmed dg temen2 yg beda. sampai sekarang msh juga begitu. dan bikin g nyaman banget..
Benera Tin, kualitas persahabatan bukan ditentukan dari seringnya ketemu langsung tapi dari kenyamanan dan komunikasi yang baik.
Kamu pernah ngobrol dengan sahabatmu tentang ketidaknyamananmu itu?Mungkin kalau dibicarakan bisa saling ketemu jalan tengahnya bagaimana dan jadi tahu satu sama lain maunya gimana. Semoga ketemu ya solusinya
setuju sih mbak, semuanya akan melewati seleksi alam.
aku punya beberapa grup teman. dan grup ini berteman sejak kami SMP, SMA, berpisah karena kuliah, tapi ya tetep berteman hingga saat ini.
ada satu sahabat, yang aku klik banget sama dia. kami hampir mirip dalam segala hal. hobi, makanan kesukaan, idola jaman abg dulu, bahkan kakek kami berdua juga berteman. tapi sayang, karena satu insiden, akhirnya kami ‘putus’. dan setelah tidak saling menyapa dalam beberapa tahun lamanya, kami bisa mulai berteman dari awal lagi tanpa ada beban apapun. tanpa berusaha ikut campur kehidupan masing-masing. dia nggak usik prinsipku, dan aku nggak usik prinsipnya dia. dan alhamdulilah, lebih enjoy.
berkenalan lalu berteman itu mudah, menjaga agar pertemanan awet itu yang susah
Keren ih “mulai berteman dari awal lagi”. Aku memaafkan tapi memilih untuk berhenti berteman dan sepertinya dia mengerti keputusanku untuk gak berteman sama dia lagi. Dulu aku menyayangi temen cewek dan keluarganya dengan tulus. Tapi ternyataa, hahaha. Makanya kubilang ujian, sering lulus ujian tapi ada juga yang gagal ujian kayak gini.
Setuju Na, menjaga pertemanan itu yang memang butuh usaha khusus. Nah semakin tua aku semakin malas. Makanya aku suka mikir, yang ada ajalah sekarang. Ga ngoyo2 lagi tentang nambah2.
Thanks Na sudah berbagi cerita tentang persahabatanmu. Berarti statusnya ganti ya dari sahabat menjadi teman. Tapi keren kalian bisa saling memaafkan dan memulai dari awal. Semoga langgeng kali ini.
Na, aku beberapa kali komen di blogmu ga sukses. Gagal mulu.
nyari sahabat yang susah mbak 🙂
mending cuma punya 1 sahabat tapi ngertiin kita luar dalem
ngomong2 makasih banyak mbak atas kiriman kartu pos dari portugal. cantik ^_^
Bener Mayang, setuju sama pemikiranmu. Wah sudah sampai ya kartuposnya. Sama2 Mayang
^_^
Perspektif saya, teman /sahabat = ujian. Sahabat teruji waktu bahkan sejak kami masuk TK nol kecil hingga sekarang atau kami sama – sama melewati perjuangan yang sulit baik sekolah / kuliah / kerja dan tetap langgeng berteman hingga sekarang. Sementara teman, orang yang ada di sekitar kita atau sekedar berteman tapi gak dekat. Kenalan hanya kenal tanpa berinteraksi intens. Menurutku hubungan sahabat lebih rumit dan butuh keluasan hati. Sementara selama hidup, saya baru sekali berhenti berteman karena pada akhirnya saya ditunjukkan oleh Yang Maha Kuasa bahwa dia gak pantas jadi Teman saya. Berat untuk berhenti berteman namun kalau dilanjutkan ya buat apa juga?! Saya suka berteman dalam sebutan genk atau squad kali ya bahasa sekarang. Selama saling mendukung dan gak rempong.
Sebenarnya kalau mau ngomongin ujian, seluruh aspek dalam hidup itu ujian. Bahkan pasangan dan anak pun ujian.
Berarti kamu kebalikanku Fran, aku ga nyaman kalau dalam genk. Entah, merasa ga nyaman aja. Tapi memang orang beda2 ya. Orang yang ga kenal aku dipikirnya aku gampang berteman karena selalu “nampak” dalam sosialisasi. Padahal kenyataannya ga kayak gitu. Entah kok orang ngeihatnya kayak gitu. Semoga kamu langgeng ya dengan teman2 dan sahabat2mu sekarang
Mbak Deny ini sama banget kayak aku, menghargai persahabatan diatas segalanya, termasuk hubungan cinta. Kalau aku putus pertemanan dengan orang lain, kelihatan dari luar pasti tough, padahal sebenernya sedihnya minta ampun. Itu karena aku tipe orang yang sekali dalam hubungan (baik itu pacaran ataupun sahabat), bisa jadi loyal sekali, makanya kalau pertemanan ada yang lepas, rasanya sedih banget bisa sampe beberapa minggu.
Disini pun aku cari teman juga nggak ngoyo. Emang masih punya beberapa teman baik dari jaman kuliah S2, tapi yang udah pindah kota atau pulang ke Indonesia biasanya jadi jarang ngobrol. Namanya juga udah punya kesibukan sendiri. Jadi ngobrolnya suka kadang2 aja, gak tiap hari Sekarang, pacarku merangkap jadi temanku juga. Pengen cari teman cewek yang baru, tapi susah banget, mulai dari mau ketemu gak jadi jadi sampai emang malas keluar cari teman baru.
Toss Crys!Patah hatinya beneran lebih dari patah hati dengan pacar.
Nambah umur memang makin ga ngoyo dalam berteman. Seadanya aja. Mau mulai lagi itukan butuh usaha khusus dan menjaganya apalagi. Energi sudah terkuras di tempat kerja kalau kamu,sedangkan aku terkuras di rumah. Semoga yang ada sekarang ini aja langgeng ya.