Tahun ini saya datang lagi ke Pasar Raya Indonesia yang memang acaranya digelar setiap tahun. Sejak tahun kemarin, acara ini diadakan di Rijswijk. Tahun-tahun sebelumnya diselenggarakan di Wassenaar. Karena yang di Rijswijk letaknya tinggal koprol dari rumah (congkak, karena saking dekatnya), ya pasti saya dengan sukacita datang lagi. Bedanya, kali ini saya tidak datang rombongan dengan teman-teman seperti tahun kemarin (ceritanya bisa dibaca di sini). Pada tahun ini acaranya diselenggarakan pada tanggal 14 sampai 16 September 2018. Saya datang pada hari sabtunya. Karena suami tidak ikut (seperti biasa, dia tidak suka acara dengan suara bising), jadi kami bertiga ke acara ini.
Kami sampai tempat sekitar jam 2 siang. Mau masuk saja antrinya panjang sekali. Untung kami bisa masuk melalui pintu khusus. Karena saya tidak ada janjian dengan siapa-siapa, saya langsung menuju stan masakan padang namanya Lapek Jo. Sempat saya kabari Crystal kalau saya sudah ada di sana. Siapa bisa bertemu karena Crystal juga di sana. Ternyata belum berjodoh. Saking ramenya.
Sejak jauh hari, saya memang niat ke Pasar Raya tahun ini ingin membungkus sebanyak mungkin makanan yang saya inginkan. Apalagi sejak rencana kami pulang ke Indonesia harus ditunda lagi, jadinya makin ada alasan untuk jajan makanan Nusantara haha. Nah karena niatnya membungkus makanan, dari rumah saya sudah makan siang dulu. Saya memasak lodeh ontong (jantung pisang), pete, tempe dan kacang panjang. Suami sampai nambah-nambah. Beda antara lapar dan enak memang tipis.
Untung saja antrian di Lapek Jo belum terlalu mengular jadi tidak harus lama menunggu. Saya membungkus Ikan bakar padang, tongkol balado setengah kilogram, dan sate kambing untuk suami. Setelah urusan perbungkusan selesai, kami langsung melipir ke stan yang menjual pisang goreng dan combro. Kami makan pisang goreng panas-panas, haduh nikmatnya. Beli dua rasanya ga cukup, pengen nambah tapi ingat pengen jajan yang lain. Sewaktu makan pisang goreng, saya mengabari Ananti siapa tahu bisa ketemuan. Mumpung sedang dalam satu ruangan. Ternyata berjodoh bisa ketemu. Berawal dari membaca blog dia, lanjut sering sahut menyahut di twitter, akhirnya ketemu di dunia nyata. Senang bisa ketemu dia walaupun tidak terlalu lama.
Kami lalu melanjutkan misi berburu makanan. Eh ternyata ada yang memanggil saya. Seorang kenalan. Kami ngobrol sebentar dekat panggung. Haduh, berisik saya sampai pening. Eh tiba-tiba ada Bapak Kedubes persis di sebelah kami ,sedang berfoto. Kenalan saya langsung heboh ingin berfoto juga dan menawari saya untuk foto bersama Pak Kedubes yang saya jawab, “Aku buru-buru nih, mau beli rujak cingur di Warung Barokah. Takut kehabisan.” hahaha congkak sekali mbak ini, foto bersama Bapak Kedubes ditolak demi beli rujak cingur :))) Rujak cingur ini memang enak, meskipun secara selera saya lebih suka rujak cingur Madura yang memakai petis ikan, bukan petis udang. Saya makan rujak cingur ini pada saat makan malam. Pedes memang karena sewaktu mengulek bumbu, saya minta cabe yang banyak. Sudah diingatkan oleh Ibu yang jualan kalau pedas. Saya bilang, “tidak apa-apa Bu. Saya lagi ngidam.” Ibunya hanya senyum ditahan melihat saya. Eh, keesokan harinya perut saya sakit. Beberapa kali harus ke WC. Akibat tidak mendengarkan peringatan Ibu penjual. Tidak apalah, setahun sekali makan rujak cingur.
Kami menjelajahi seluruh stan makanan dan stan-stan non makanan. Kesan saya, penataan stan pada tahun ini jauh lebih rapi dan lebih baik dibandingkan tahun kemarin. Penataan kursi dan meja untuk makan juga rapi. Intinya, semua lebih rapi dan lebih baik dibandingkan tahun kemarin. Meskipun dari stan makanan, tidak terlalu banyak dibandingkan tahun lalu. Tahun ini sedikit. Saya mengamati ada 4 stan yang antriannya panjang mengular. Yang pertama, stan makanan Padang Lapek Jo. Wah ketika kami pulang, sempat melewati stannya (kami pulang sekitar jam 4), antriannya sudah panjang sekali. Sampai penjualnya bilang kalau ada yang mau beli sate padang atau nasi padang musti nunggu setengah jam. Menu yang lainnya masih ada. Stan kedua, pempek Elysha. Ini sih sudah tidak diragukan lagi. Setiap acara pasti antriannya panjang. Padahal tahun ini buka 3 stan, tetap saja antrian membludak. Top memang. Untung dekat rumah restaurannya, jadi saya tidak ikutan antri. Stan ke 3, saya lupa sepertinya stan minuman segala macam es. Itu juga panjang sekali barisan antrian. Nah, stan terakhir ini yang sensasional lama antriannya, yaitu stan martabak namanya The Martabak House. Menunggu pesanan selesai minimal 2 jam. Untung lagi saya bukan penggemar martabak. Jadi terselamatkan dari antrian panjang. Ini yang ngantri sepertinya yang tempat tinggalnya jauh. Daripada pulang dengan tangan kosong kan.
Akhirnya bungkusan apa saja yang saya bawa pulang? Ikan bakar padang, tongkol balado setengah kilogram, sate kambing, rujak cingur, buntil, combro, oseng pare pete teri, botok, dan martabak telur. Banyak ya haha. Amanlah isi freezer. Disayang-sayang jadi pas lagi males masak perbekalan dikeluarkan. Sampai suami saya komentar melihat kami sampai rumah dengan banyak tentengan, “kayak besok mau perang saja menumpuk makanan.” Sebenarnya ada satu pesanan yang akhirnya tidak saya dapatkan yaitu asinan buah. Saking kepinginnya, saya sampai membuat sendiri. Duh, segar sekali setelah ditaruh di kulkas. Isinya : Mangga kemampo, mentimun, nectarin, dan apel hijau.
Percakapan saya dan suami tentang asinan ini (dia mencicipi dan ternyata doyan) :
Ya sudah, itu saja cerita saya tentang Pasar Raya Indonesia tahun 2018. Semoga kami bisa datang lagi ke acara ini tahun depan.
-Nootdorp, 16 September 2018-
Nyetok makanan banyak bukan mau perang, tapi musim gugur dan musim dingin segera datang hahahaha.. kayak fabel aja ya.
Padahal makanan yang segitu banyaknya dibeli cuma bertahan dua minggu. Musim gugur pun baru permulaan haha
Sepertinya seru ya Den acaranya, disini pernah ada semacam bazaar masakan Indonesia tapi skala nya kecil, kayaknya gak seperti yang kamu gambarkan disana.. dan makanan nya rata2 semodel semua, rendang, nasi bungkus, pempek, otak2, kurang lebih gitu.. ngga ada tuh buntil, combro, botok… waaaahh enaknyaaa…
Iya Christa, ini acara besar. Acara nasional lah kalau dianalogikan. Makanya benar-benar seperti pestanya orang Indonesia meskipun yang datang ga ahanya orang Indonesia, banyak juga yang Belanda dan warga negara lain. Kalau yang acara Indonesia skala kecil, nah itu banyak juga. Setiap bulan kayaknya selalu ada.
Hahaha jajanannya memang Indonesia sekali ya,sampai buntil pun ada. Dan enak-enak
sepertinya makanan lodeh lontong itu kesukaan saya..
ontong bukan lontong
“beraryi aseman buah namanya” 😀
tul juga ya mas 😀
setelah kupikir2 memang benar ya haha
iya mbak wkwkwk
Mbuh ya Den, aku kok serasa bisa ikut merasakan kebahagiaanmu ketemu makanan-makanan yang mbok tulis di sini. Huehehehe.
Hahaha yo ngene iki Dan lek wes kesuwen mblenger masak dewe trus begitu ada acara yang isinya kuliner Nusantara, senengnya minta ampun. Mbungkus sampai ga kiro2 :)))
Selera nusantara sekaliii. Strategi mbak Deny bener tuh, membungkus buat perbekalan. Btw lodeh masakan mbak menggoda, aku gak pernah masak lodeh. Nunggu ibuku masak aja trus bekelin atau gosend ke aku. Hehe.
Justru buatku lodeh nih masakan penyelamat. Bisa dibuat makan dua hari berturut. Jadi kalau suami aku tanya weekend masak apa trusdia bilang lodeh, sumringah aku. Masak hari jumat sore, sabtu minggu terbebas dari masak memasak :)))
Wah pasti membahagiakan para perantau ya mba, dan yang jual itu sebagian besar atau semuanya orang Indonesia juga ya mba?
Bahagia banget. Setahun sekali. Dari pengamatanku yang tahun ini, semua yang jual orang Indonesia.
Asik ya, melepas kangen masakan idaman sekali setahun. Antrian pempeknya sampai mengular begitu, ya. Top markotop.
Iya bener Pak. Setahun sekali, makanya dipuas2in. Ini yang jual pempek memang TOP Pak, masakannya enak2. makanya sampai mengular
pinter masak kok yo tetep cari tentengan mb Den??
Pinter masak kan dikalangan keluarga aja Mbak hahaha. Tukang masak pun butuh libur masak, makanya cari tentengan haha
Aku rada menyesal nih kurang survey dan persiapan sebelom ke sana, tau gitu kongkalikong dulu sama Mbak Deny ya supaya bisa bawa pulang makanan dengan maksimal haha. Ngiri banget ga nemu combro hiks hiks, nyobain Lapek Jo enak banget worth the queue, cendol yang ngantri itu juga lumayan tapi tetep enakan cendol indo (yaiyalah), sama nunggu Martabak House sampe 2.5 jam!!! Cuman karena doyan (dan laki doyan juga) jadi worth it lah hehe.. Jadi tau Warung Barokah siplah kapan2 maen ke sana ah, kalo ada rekomen yang enak2 kasitau ya Mbakk hehehe
Aku sebenarnya juga survey2 banget. Emang diniatin pengen ke Lapek Jo. Makanya begitu sampai langsung antri. Combro itupun aku ga sengaja belinya. PAs beli pisang goreng, yang antri di belakangku bilang kalau ada combro, eh aku ikutan beli 3 biji haha latah. Sekarang aku yang penasaran sama martabak house. fenomenal banget. Iya, coba ke Warung Barokah, lumayanlah rujaknya tombo kangen. Siaapp, kalo ada info2 seputar dunia per makan an akan kukasih tahu :))
Aku ke sana Jumat, sepiiii Den hahaha, alhamdulillaah selamat dari segala macem antrian
Tentengan yang aku bawa ada ayam bakar, martabak telor 2 porsi, lupis sama cheesestick.
Ada 1 stand yang surprise banget rasanya lumayan enak dan murah, ayam penyet (well ini lebih ke ayam kremes tulang lunak si) plus nasi kuning komplit harganya €8,5 aja. Posisinya di deket lapek jo (kali kemarin aku skip jajan di lapek jo).
Iya kalau hari pertama rasanya masih sepi ya, soalnya terhitung hari kerja juga. Beruntung Nis, selamat dari antri mengantri :))) aku untungnya cuma Lapek Jo yang antri, itupun ga seberapa lama. Yang lain2 yang aku tentang ga ada yang antri. Beli martabak telur pun di tempat lain bukan di stan yang fenomenal itu hahaha bisa pengsan kami nunggu.
Stan yang kamu maksud bukan stan sunda sebelah lapek Jo itu ya? itu juga rame meskipun ga sampe antri2.
Tahun depan rasanya aku ke sana jumat aja haha.
Hahahha iya Den, akupun tadinya kan emang mo sabtu ke sananya, cuma temenku bisanya Jumay, perubahan jadwal membawa berkah hihi.