Seperti layaknya lebaran-lebaran tahun sebelumnya, setelah saya menetap di sini. Sepi, tak ada bedanya dengan hari-hari biasanya. Kecuali kalau ikutan sholat di Masjid Al Hikmah di Den Haag atau ikut halal bihalal di rumah dinas Dubes, baru berasa suasana lebaran. Tapi karena saya tidak ke mana-mana, jadi ya biasa saja suasana lebaran tahun ini.
Awalnya saya sudah berencana akan ikutan halal bihalal. Namun saya cukup sadar diri dengan situasi yang tidak memungkinkan, akhirnya ya di rumah saja. Tahun ini adalah tahun ketiga saya tidak puasa Ramadan. Kangen pastinya ikutan puasa. Mudah-mudahan tahun depan bisa kembali puasa Ramadan.
Tidak ada rencana pasti apakah saya akan memasak khusus untuk lebaran, seperti tahun-tahun sebelumnya. Masih belum tertebak situasinya. Tapi H-1, ternyata cukup kondusif keadaan di rumah, secepat kilat saya memasak dengan bahan-bahan yang ada di freezer dan di kulkas. Intinya tidak memaksakan diri. Bisa masak, bersyukur. Kalau tidak, ya makan yang ada saja. Niatnya saya memasak yang agak banyak, jadi bisa diantar ke tetangga-tetangga.
Di Belanda, lebaran jatuh pada hari selasa, 4 Juni 2019. Lebih cepat satu hari dari lebaran di Indonesia. Suami berinisiatif bekerja dari rumah, jadi tidak berangkat ke kantor. Katanya supaya saya tidak terlalu sedih lebaran jauh dari keluarga, padahal dia ingin makan siang mewah haha.
Singkat cerita, inilah hidangan lebaran yang bisa saya masak. Kecuali rendang yang beli dari kateringan padang di Den Haag, selebihnya saya masak sendiri. Lodeh labu siem tahu, sambel goreng kentang ati, telor petis, sate ayam, lontong, dan opor ayam tahu. Terharu juga dengan waktu yang tidak banyak bisa masak beberapa macam. Kami sekeluarga makan siang bersama, merayakan lebaran di rumah.
Sorenya saya menghantarkan makanan-makanan tersebut ke beberapa tetangga, supaya mereka juga ikut merasakan suasana lebaran lewat masakan Indonesia. Mereka mengucapkan selamat lebaran pada saya. Dalam bahasa Belanda, lebaran adalah Suikerfeest : pesta gula, karena lebaran identik dengan makanan yang manis-manis.
Lingkungan rumah kami memang tetangga lumayan guyub. Maklum, mungkin karena di kampung. Jadi mengantarkan makanan satu sama lain adalah hal yang biasa. Para tetangga kami mayoritas Belanda karena lingkungan orang lokal, bukan pendatang. Paginya, seorang tetangga yang saya antarkan makanan menyapa saat saya terburu-buru jalan,”Deny, kalau kamu sering memberi saya makanan Indonesia yang enak-enak, badan saya nanti jadi melebar.” Saya anggap sebagai pujian.
Begitulah cerita lebaran tahun ini. Selamat hari raya Idul Fitri, selamat merayakan kemenangan. Mohon maaf lahir batin atas segala khilaf komen, menjawab komen, status, postingan yang tak berkenan, maupun perbuatan di dunia nyata. Semoga bulan syawal ini membawa keberkahan buat siapapun, dibukakan pintu kemudahan untuk yang sedang diuji dan kesabaran untuk menjalaninya. Semoga kita selalu bersyukur atas sekecil apapun nikmat yang dititipkanNya dan musibah sebagai pengingat untuk menundukkan hati.
-Nootdorp, 11 Juni 2019-
Mohon maaf lahir dan batin, Mbak Deny
Sama2 ya Fran, maaf lahir batin juga
Selamat Lebaran dan mohon maaf lahir batin ya, Den..semua makanannya kelihatan enak banget
Maaf lahir batin juga ya Inong. Enak itu masakanku, kan masakan sendiri dipuji sendiri haha. Makasih.