Beberapa waktu lalu di twitter, ada topik yang membuat saya bernostalgia. Jadi mengingat hal-hal kocak tentang pengalaman naik pesawat pertama kali. Saya besar dikeluarga yang suka bepergian, terutama Ibu. Tapi, belum pernah sekalipun kami naik pesawat. Biasa naik bis, kapal laut, atau numpang mobil saudara. Paling mewah adalah naik kereta kelas ekonomi. Mewah karena kalau ke Jakarta naik kereta ekonomi, Ibu selalu masak banyak trus dibuat nasi bungkus. Jadi kami makan di kereta berbekal nasi bungkus buatan Ibu. Wahh, itu rasanya mewah sekali. Entah kenapa, berkali lipat enaknya. Padahal ya, kereta ekonomi pada jaman itu, sudahlah panas, tidurpun di lantai kereta beralaskan koran. Tidur di bangku kereta, sempit. Jadi lebih nyaman tidur di lantai kereta, beralaskan koran, lalu dilangkahi orang-orang yang lalu lalang dan para pedagang. Haha masa-masa itu. Indah untuk dikenang, tapi kalau disuruh mengulangi, saya tidak mau. Lagipula, katanya sekarang kereta ekonomi sudah jauh lebih nyaman.
Jadi tahun 2005, sebelum diwisuda, saya sudah diterima kerja di salah satu perusahaan Multinasional (sekarang PMA) yang ada di Surabaya. Sewaktu tandatangan kontrak kerja, saya diberitahu kalau sudah didaftarkan training di AC Nielsen – Jakarta, hari kedua kerja. Dikasih tau juga akomodasi dan lain-lainnya. Waahh, saya berasa keren sekali waktu itu dan juga rasa tak percaya baru masuk kerja sudah dikirim training. Saya naik Garuda Indonesia, makanya norak dan berasa keren. Tidak pernah naik pesawat sebelumnya, pertama langsung Garuda Indonesia dan dibiayai kantor pula.
Hari H tiba, saya naik taksi dari tempat kos. Naik taksi saja saya sudah merasa sangat keren karena dibayari kantor. Norak-norak bergembiralah intinya waktu itu haha. Berasa keren sejak awal. Hari itu, pertama kalinya saya tau yang namanya Bandara Juanda. Kalau lewat sih pernah beberapa kali sebelumnya. Tapi belum pernah sampai masuk ke dalamnya. Turun dari taksi, saya melongo, wah besar dan megah sekali. Lalu saya tersadar dan jadi deg-degan, semoga tidak nyasar. Oh ya, saya tidak pergi sendirian ke Jakarta, melainkan dengan rekan satu team dan manager. Pagi harinya kami sudah janjian akan bertemu di mana untuk sama-sama Check In. Sambil tetap deg-degan dan norak karena melihat Juanda pertama kali, akhirnya saya bisa menemukan mereka.
Saat Check In, meskipun judulnya tetap sama-sama, tapi kenyataannya sendiri-sendiri majunya. Saya pikir dikolektifkan. Saya urutan paling belakang, jadi deg-degan sendiri. Sampai depan, saking sudah tidak konsen, ditanya tiket pesawat, saya berikan briefing training hahaha padahal sudah saya siapkan lho. Cuma karena satu map, jadi salah kasih.
Selama di Bandara, saya diam saja beribu bahasa. Kalau tidak ditanya, ya saya tidak bersuara. Anak baru pun ya saya ini, tidak paham juga yang dibicarakan rekan kerja dengan manager itu apa. Saya juga bukan tipe orang yang suka basa basi atau sok-sok bisa masuk dalam pembicaraan. Sudahlah diam saja, daripada ketahuan ga pahamnya. Intinya selama menunggu masuk pesawat, saya ngintil mereka terus.
Tibalah saat masuk pesawat, ya itu pertama kali juga saya tahu dalamnya pesawat secara nyata. Sebelumnya cuma tahu dari film. Saat mulai pasang sabuk pengaman, sebelum Pramugari mempraktekkan, saya kembali resah. Duh gimana caranyaaa ini pasang sabuk pengamannya. Manager duduk sebelahan dengan rekan kerja. Sementara saya duduk terpisah namun masih satu deret. Saya yang awalnya pasang muka sok tahu, lalu bingung nengok kanan kiri, akhirnya menyerah bilang, “Bu, saya tidak tahu caranya pasang sabuk pengaman ini.” Manager saya biasa saja mukanya, lalu membantu memasangkan dan memberi tahu bagaimana cara melepaskannya.
Lalu pesawat tinggal landas, nah itu terharu sekali saya. Rasa : benar-benar naik pesawat nih, nyata! Tak berapa lama, pramugari mulai memberikan roti dan minuman sebagai camilan. Saat itu, saya tidak paham kalau itu diberikan sebagai salah satu fasilitas. Saya pikir seperti di bis, diberikan trus disuruh bayar kalau diambil. Jadi, setelah diberikan roti dan minuman, saya tidak langsung makan. Takut disuruh bayar hahaha. Ya maklum karyawan baru masuk dua hari, mana punya uang banyak ya kan. Di kepala saya, kalau berhubungan dengan Garuda Indonesia, pasti mahal semua. Wong tahun segitu tiket Surabaya – Jakarta pulang pergi, mahalnya tidak karuan. Jadi roti dan minuman tersebut tidak saya sentuh sama sekali. Sewaktu pramugari datang lagi untuk mengambil sampah plastik, saya mikir kok roti saya tidak diambil ya. Padahal kalau tidak makan, kan diambil saja, jadi saya tidak harus bayar. Ah, ya sudahlah pikir saya. Nanti kalau semua penumpang turun, pasti diambil juga dan saya tidak disuruh bayar.
Sewaktu bersiap-siap turun, manager saya bilang roti yang tidak dimakan bawa saja, taruh di tas. Nanti bisa dimakan di taksi. Saya bilang dengan polosnya : Memang sengaja tidak saya makan Bu, biar tidak usah bayar. Manager saya yang pada awalnya mukanya datar-datar saja, langsung tertawa ngakak “Den, itu dikasih rotinya. Kamu makan saja, ga akan disuruh bayar. Kan sudah dibayar kantor tiketnya.” Duh!! Muka saya berasa panas, entah berubah jadi merah apa tidak. Saya tersenyum kikuk, malu hahaha. Kocak bener kalau diingat.
Pengalaman naik pesawat pertama kali yang tidak akan pernah saya lupakan. Kocak, norak, berasa keren, tapi banyak bersyukur juga karena bisa naik pesawat pertama kali tanpa harus bayar sendiri.
Tahun depannya, saya pindah kerja di Jakarta. Di perusahaan baru ini, 70% pekerjaan saya di luar kantor. Jadi dalam 1 bulan, 20 hari selalu bepergian untuk perjalanan kantor seluruh Indonesia, 10 hari di kantor. Seseorang yang jarang sekali naik pesawat, menjadi orang yang sehari-hari akrab dengan bandara, pesawat, pramugari dan transit. Di kantor ini, fasilitas pesawatnya adalah Garuda. Dari GFF Blue sampai kelas Platinum saking seringnya bepergian. Lumayan, beberapa kali poinnya bisa saya tukarkan tiket untuk liburan. Kerja sering naik pesawat kadang sampai bingung sendiri, hari ini ada di kota mana, bangun tidur langsung kaget takut ketinggalan pesawat. Selama bepergian dengan pesawat, belum sekalipun ketinggalan pesawat. Tiga kali nyaris telat, malah dipindah ke kelas bisnis Garuda Indonesia. Wow, rejeki nomplok. Lumayan pas rute panjang : Jakarta – Makassar, Jakarta Manado, Jakarta – Medan. Lumayan bisa merasakan kelas bisnis haha. Karena kerja di kantor ini pula, saya jadi tahu banyak kota di Indonesia yang selama ini hanya tahu dari TV. Jadi punya kesempatan menyaksikan keindahan alamnya dan keragaman kulinernya.
Kalau bepergian sendiri tidak dibiayai kantor, saya naiknya pesawat yang terjangkau kantong harganya. Pernah naik Adam Air, Lion Air, Merpati, Air Asia, Tiger Air, Citilink, Sriwijaya, Mandala.
Pertama kali buat paspor, saya naik pesawat ke negara tetangga : Malaysia. Setelahnya, beberapa kali ke luar negeri (sampai akhirnya takdir mengirimkan saya tinggal di Belanda) dengan pesawat yang berbeda seperti Luthfansa, Etihad, Singapore Airlines, Ryan Air, KLM, Kroatia Air, beberapa saya lupa yang pesawat sekitaran Eropa.
Harusnya tahun ini naik pesawat ke Indonesia. Tidak jadi karena Pandemi. Naik pesawat terakhir kali ke Kroasia tahun kemaren. Tahun ini kami pergi liburan cuma dalam negeri saja.
Panjang juga ya cerita pengalaman pertama saya naik pesawat. Banyak kocaknya sih.
Cerita kalian sendiri bagaimana, pertama kali naik pesawat kemana perginya, pesawat apa, apakah ada cerita unik lucu dan menarik?
-25 Agustus 2020-
Saya pertama kali naik pesawat terbang tahun 1997. Pesawat Merpati Jakarta ke Padang. Menakjubkan, sewaktu saya melihat kumpulan awan di angkasa dari pesawat terbang.
Wah iya Pak Alris, kumpulan awan di atas sana memang selalu membuat berdecak kagum. Pak apa kabar? Lama tidak menulis blog, semoga sehat2 yaa sekeluarga.
Aku pernah dong ketinggalan pesawat, waktu mau liburan dari NY ngunjungin temen di Greensboro. Gara-garanya aku udah sampe gate-nya, lalu bukannya ngantri boarding aku malah liat2 kuteks 😀 😀 😀
Semenjak itu aku jadi trauma dan selalu paling depan ngantri di gate.
wuahaha perkara kuteks yang dilihat2, ketinggalan pesawat taruhannya :))) padahal tinggal berangkat ya. Gate sudah depan mata.
Pengalaman yang akan selalu dikenang ya mbak 🙂 aku senyum baca bagian khawatir disuruh bayar. Soalnya aku pernah ngerasain juga walau beda tempatnya.
Pas dipindahin ke kantor wilayah, aku yang terakhir kali naik pesawat sekian tahun lalu, langsung dinas luar seminggu full naik belasan pesawat. Harus mendampingi atasan pula. Alih-alih aku yang ngurusin atasan, yang ada atasan ngajarin cara check in, pilih kursi, nitip bagasi dsb. Untung bosnya baik. Saat masuk ke lounge juga jadi agak-agak norak gitu hahaha.
Hahaha Om, asli sekarang kalau diingat2 lagi, ketawa2. Dipikir bis kota yang dilempar barang trus kalau kita ambil disuruh bayar :))) ya namanya ga pernah naik pesawat ya kan.
Wahhh pasti bos terkagum2 : canggih juga ini anggota timku haha. Wah, aku juga pertama masuk ke Lounge Garuda, berasa keceee dan keren sedunia, norak tanpa batas :)))
gara gara tulisan ini dapat ide update blog! tks Den!
Lumayan ya Mbak, bisa jadi bernostalgia :)))
Kalau pertama kali naik pesawat di Indo lupa aku deh haha, yg kuingat naik pesawat pertama kali ke LN tujuan Belanda, nah disampingku orang India kali bau ketek dong haha .. untung si cowo turun di Malaysia, ganti pesawat siksaan berikutnya, aku duduk ditengah kanan kiri bule gede2 haha, dulu mana tahu ada pilih2 bangku kan, beli tiket di tarvel ya iya iya aja 😆 mau ke toilet sungkan minta keluar, trus ga tau nyalain tv di depan haha clingak clinguk kanan kiri pengen tau caranya. Kaki ku bengkak banget krn cuma duduk lama, ga gerak kemana-mana, ke toilet paling sekali aja.
Wahhh sebelahan sama yang bau ketek, itu musibah banget. Kebayang gimana mualnya. Nel, aku dulu juga ga ngerti cara nyalain TV. Segala tombol dipencet, ga bisa. Begitu sudah bisa, ga ngerti cara nyolokin headset nya hahaha asli norak.
wah gak inget karena dulu pas masih 1 tahunan pertama kali diajak naik pesawat, pesawatnya Merpati, masih ada fotonya di Album, menurut cerita dikenalin ma keluarga di kampung di solok sumbar sana karena orangtua asalnya dari sana tapi menikah di Jakarta dan baru bisa pulang pas dah punya anak 1.
Merpati kayaknya sudah ga ada ya sekarang. Pada masanya, berjaya itu Merpati. Terima kasih sudah berbagi cerita. Kecil2 sudah merasakan naik pesawat ya.
Ahahaha kok aku juga ngakak sih pas baca roti takut disuruh bayar!!! Dan sambil membayangkan suara dan ekspresi mbak Deny, makin cekikikan lah aku.
Aku pertama kali naik pesawat pas bayi. Kan lahirnya di Palembang, lalu sebulan setelah lahir, aku pulang naik pesawat ke Jakarta. Saking kecilnya aku dulu, aku ditaro di keranjang rotan yang untuk taro parcel Lebaran itu loh mbak. Lalu yang aku sudah ingat, pergi ke Makassar saat TK, naik pesawat. Waktu itu naik Simpati Air sebelum gulung tikar. Tiket pesawatnya masih berupa buku kecil panjang. Kalau punya tiket pesawat tu rasanya keren banget, jadi aku koleksi. Baru kali itu juga aku diajarkan check-in, gimana cara baca tiket pesawat, dll. Diajarin oma. Karena oma dulu pengalaman jadi tour guide, jadi dia fasih sekali soal seluk beluk bandara dan etika di dalam pesawat.
Cerita unik/lucu naik pesawat sih nggak ada. Eh ada ding, agak menegangkan, tapi. Tahun 2012 kami sekeluarga pergi ke New York. Perjalanan panjang sekali karena harus transit 1x di Hong Kong (CGK-HKG, HKG-JFK). Pas menjelang turun di JFK, rupanya sedang angin kencang. Jadilah pesawat harus berputar-putar di udara sekitar bandara karena mau landingnya harus antre. Wah serem banget, pas altitude turun, kadang turunnya cukup drastis, berasa naik rollercoaster.
Hahaha iya aku kalau ingat2 kok yaaa norak banget. Dipikir bis kota apa yang kalau dilempar barang di kursi, trus kalau diambil disuruh bayar :)))
Wahh kebayang Crys satu bulan sudah naik pesawat. Masih ringkih dan mungil banget itu.
Aku dulu punya pengalaman sama kayak kamu yg pesawat muter2 dulu sebelum landing. Horor asli, sampai bersumpah ga mau naik pesawat lagi. Tapi ya, sumpah dilupakan begitu kantor menugaskan haha.
Emang bener horor banget itu. Masih inget jantung mencelos tiap kali pesawatnya menurunkan altitude. Hadeeehhh…