Tadi malam, saya dan suami berunding tentang rencana mudik tahun depan apakah masih bisa dilaksanakan atau tidak, melihat kondisi Indonesia sampai saat ini yang semakin aduhai membuat pilu dan greget tak bisa berkata-kata. Saya sangat memikirkan Indonesia, mau tidak mau, karena keluarga ada di sana, terlebih kondisi di Jawa Timur. Saya lalu menghubungi Garuda untuk menanyakan apakah kami bisa refund saja setelah masa berlaku tiket pernah kami perpanjang sampai Juni 2021. Pihak Garuda mengatakan, bisa refund tapi dalam bentuk voucher, tidak dalam uang cash dan masa berlakunya sampai 31 Desember 2021. Mereka juga bilang kalau tiket kami, sudah otomatis diperpanjang lagi sampai Desember 2021.
Mendengar tentang tiket kami yang sudah diperpanjang sampai Desember tahun depan, ada rasa lega, sesaat. Yang masih mengganjal, apakah benar tahun depan keadaan sudah aman untuk bepergian, paling tidak untuk mudik. Sudahlah nanti saja dipikirkan lagi, satu persatu. Semoga saja tahun depan benar keadaan mulai membaik.
Kami lalu berbincang tentang saya yang sampai 5 tahun lebih tidak pernah mudik sama sekali, sejak pindah ke Belanda. Sebenarnya sejak tahun ketiga, kami sudah berencana untuk mudik. Rencana yang sungguh-sungguh. Tapi tahun-tahun berikutnya ada saja sebuah kondisi yang membuat urung untuk mudik. Membuat mudik bukan prioritas lagi. Sampai tahun 2019 pertengahan kami sudah mantab akan mudik. Awal 2020 kami sudah membeli tiket, membeli oleh-oleh, mengabarkan keluarga besar di Indonesia, bahkan sudah membuat daftar makanan untuk dijelajahi, daftar kota untuk didatangi, sudah mendaftar untuk vaksin, segala persiapan sudah matang, lalu datanglah Pandemi. Wassalam gagal lagi. Beginilah jadi perantau, jauh dari keluarga di tanah air, memendam rindu untuk bertemu, ada rasa was-was apakah semua baik-baik di sana, hubungan jarak jauh dengan kawan, saudara, sahabat. Tahun ini, jujur saya melewati hari demi hari dengan perasaan cemas. Mencoba mengalihkan dengan hal-hal lain, tapi resah dan cemas selalu ada. Pikiran bercabang ke mana-mana. Kondisi mental saya naik turun sejak awal tahun.
Berbicara tentang hubungan jarak jauh, kami lalu teringat tahun 2014 saat berhubungan beda benua. Enam bulan sebelum menikah dan 6 bulan setelah menikah. Mungkin karena saat itu saya sedang sibuk (dan stress pula) perkara tesis dan kerja, jadi hubungan jarak jauh diantara kami tidak membuat saya pusing tujuh keliling. Ditambah lagi banyak dokumen yang musti diurus, dari dokumen nikah sampai dokumen pindah. Wes pokok e 2014 adalah tahun tersibuk selama ini. Kami bisa melewatinya dengan baik minim gontok-gontok an dan tak ada cemburu. Kami fokus dengan kehidupan masing-masing dan mempersiapkan segala sesuatu untuk kepindahan saya ke Belanda. Kami jalani hari demi hari dengan komunikasi yang seefektif mungkin, tidak pernah melakukan video call, bertahan dengan rindu, menyelesaikan semua yang harus diselesaikan. Buat kami, yang paling berat saat itu adalah perbedaan waktu. Saat saya sudah tidur, suami baru pulang kerja, saya malas sekali untuk bangun dini hari kalau tidak ada ujian atau tugas kuliah yang harus dikumpulkan keesokan hari. Saat saya bangun tidur untuk memulai aktifitas, suami masih tidur karena di Belanda masih dini hari. Saat suami bangun tidur dan ada waktu sebelum berangkat kerja, saya sedang kerja atau sedang jam kuliah. Begitu saja muter ritmenya. Makanya kami siasati dengan berkomunikasi lewat email. Atau kalau akhir pekan, kami lebih sering berbincang lewat WhatsApp. Saat itu, suami menelepon 2 minggu sekali.
Seberat-beratnya hubungan jarak jauh kami saat itu, saya pikir lebih berat hubungan jarak jauh saat Pandemi seperti ini. Beda kota, beda provinsi juga musti berpikir ulang untuk bertemu. Beda benua apalagi karena banyak negara saat ini masih menutup perbatasan untuk kedatangan mereka dari negara tertentu dengan visa turis atau mengunjungi keluarga. Hanya yang mempunyai ijin tinggal saja yang bisa masuk ke negara tersebut. Misalkan, di Belanda, saat ini belum bisa menerima kedatangan WNI dengan visa turis atau visa mengunjungi keluarga, kecuali sangat penting misalkan mengunjungi keluarga dekat yang sakit keras atau menghadiri pemakaman keluarga dekat. Itupun harus didukung dengan dokumen yang kuat. Indonesia juga belum bisa kedatangan WNA jika tidak mempunyai ijin tinggal (yang terbaru ada visa yang bisa digunakan hanya mereka yang mempunyai pasangan di Indonesia. Dibuktikan dengan dokumen-dokumen, tentu saja).
Hubungan jarak jauh kami saat itu, sesuatu yang memang kami tahu sejak awal akan terjadi dan kami rencanakan juga tahu kapan berakhirnya. Jadi serindu-rindu nya kami, jika memang ingin mengunjungi, masih bisa. Sedangkan mereka yang sedang berjauhan dengan yang tersayang saat ini, seperti meraba-raba kapan semua ini akan selesai dan kapan bisa bertemu kembali. Ini berlaku tidak hanya hubungan jarak jauh terkait percintaan, juga untuk mereka karena ikatan keluarga, misalkan hidup terpisah dari orangtua.
Saya ada seorang teman yang tidak bisa datang ke pemakaman Bapaknya di Indonesia. Dia masih punya anak bayi di sini, keadaan tidak memungkinkan pulang saat Bapak sedang dalam keadaan kritis. Dia mengikuti proses pemakaman lewat panggilan video. Semoga dia dikuatkan dan diberi ikhlas yang luas.
Buat yang sedang menjalani hubungan jarak jauh, kehidupan pernikahan yang terpisah karena pandemi, tertunda bertemu orangtua dan saudara karena keadaan belum memungkinkan saat ini, semoga kita semua dikuatkan ya. Saya hanya bisa menyertakan doa semoga tidak patah semangat, tidak putus berharap. Meskipun memang jalan di depan masih remang-remang, kapan ini sebenarnya berakhir, sedikit demi sedikit kita tetap bisa memupuk harapan. Jika situasi sudah memungkinkan, kita semua pasti bisa bertemu dan berkumpul dengan mereka yang kita sayangi. Tetap Semangat!
Beberapa hari lalu, Ibu berkata pada saya, “Sejak Pandemi, Ibu mematuhi semua apa yang sekiranya bisa memperpanjang umur Ibu, meminimalkan kemungkinan terkena virus. Apapun itu, semua Ibu lakukan. Keinginan Ibu saat ini cuma satu : bisa bertemu kamu, keluargamu, dalam keadaan sehat dan selamat melewati pandemi ini.”
Ibu saya sampai saat ini dalam keadaan sehat, masih kuat beraktifitas meskipun umurnya sudah sepuh. Saya trenyuh mendengar Ibu berbicara seperti itu. Betapa rindunya Beliau pada kami. Ibu terakhir bertemu kami, awal tahun 2018 saat Beliau berkunjung ke Belanda. Keinginan saya saat ini juga tidak muluk-muluk : tetap sehat selamat sekeluarga melewati pandemi ini supaya bisa bertemu Ibu, adik-adik, keluarga di Indonesia, dan sahabat-sahabat. Itu saja.
Sehat selalu buat kita semua. Jaga diri, jaga keluarga, supaya kita bisa berkumpul dan bertemu dengan yang kita sayangi. Semangat!
-24 September 2020-
Aku juga pengen mudik awal tahun ini jadi ga jadi Den. Semoga Indonesia bisa mengatasi pandemic ini ya, meski entah kapan. Take care Den. x
Terima kasih Ria. Sehat2 selalu di sana seluruh keluarga ya.
Iya ini, jadi ngeblur kapan bisa mudik. Semoga situasi ini bisa terlewati dengan baik. Semangat buat kita, Ria!
mbak aku kok langsung berkaca2 mbaca perkataan ibunya mbak Deny 🙁 ya Allah iya kita semua rindu ya. Aku juga sejak kasus positif nambah tinggi lagi terutama karena tinggal di Jakarta….sudah ga berkunjung ke rumah ibu bapak di Bogor. Nahan-nahan rindu entah sampai kapan 🙁
Kita semua menahan rindu ya Mbak. Yang namanya jauh dari orangtua, apalagi keadaan seperti ini, makin berat. Semoga kita semua diberikan kesehatan yang baik, selamat dan hidup melewati kondisi ini supaya bisa ketemu lagi dengan orangtua dan saudara2. Amiinnn.
Semoga tahun depan bisa mudik ya Den, kami juga pengennya tahun depan mudik meskipun uang tiket yang di-refund Etihad kemarin sudah dialokasikan ke hal yang lain (duh!). Insyaallah tahun depan ada rejeki lagi dan keadaan memungkinkan, semangaaat!!
Semoga tahun depan dunia sudah aman kembali, kita bisa melewati ini semua dengan sehat dan selamat. Semangat Beth! Insya Allah rejeki akan ada buat mudik ya.
Semangat Den, semoga keluarga tetap sehat dan segera bisa kumpul lagi yaaa…
Terima kasih Christa! Sehat2 buat kita semua yaa.
Sehat-sehat buat keluarga baik yang di Belanda dan di Indonesia ya Den… semoga segera tiba waktunya kita bisa bepergian tanpa rasa waswas
Terima kasih Dita. Semoga keadaan yang meresahkan dan memusingkan ini segera terlewati. Sehat dan selamat untuk kita semua.
Aku juga ga bisa datang ke Indonesia untuk pemakaman opa karena pandemi ini. Gak bisa datang ke kawinan sahabat karena pandemi juga. Bener-bener deh, pandemi ini sungguh bikin semua rencana buyar. Aku cuma berharap semoga keadaan ini bisa cepat berlalu, vaksin cepat ketemu… ngga sabar pingin jalan2 lagi yang jauh.
Ya, mari tetap berharap karena konon hidup bisa tetap berjalan itu dari kumulatif harapan.