Toleransi menurut pandangan saya adalah saling menghormati terhadap perbedaan yang ada, tahu batasan, tidak memaksakan kehendak pribadi, serta bisa menempatkan diri terhadap situasi yang tidak ideal.
Jumat minggu lalu ada acara perayaan ulang tahun keponakan yang berusia 9 tahun. Dia gadis kecil yang manis, selalu tersenyum, dan beberapa minggu lalu memenangkan turnamen gymnastic pada urutan kedua di Amsterdam. Saya ingin memberikan sesuatu yang spesial. Berbekal kenekatan dan ilmu yang pas-pasan dalam dunia per-oven-an, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk memberikan kue ulang tahun buatan saya sendiri sebagai hadiah. Ini kali pertama seumur hidup saya membuat kue ulang tahun dan mendekorasinya sendiri. Walhasil jadinya ya masih acakadut. Tetapi begitu saya serahkan kepada Chimene, nama keponakan, dia sangat senang. Orangtua Chimene yang adalah ipar, serta Mama mertua terkagum dengan kerajinan tangan saya, mengatakan kreasi yang saya buat bagus adanya. Tentu saja saya senang bukan kepalang, berharap rasanya juga cocok untuk mereka.
Tamu-tamu berdatangan, acara demi acarapun sudah terlewati, termasuk pemotongan kue. Kata mereka yang makan, kue buatan saya enak. Ah, kembali rasanya senang. Kemudian seorang lelaki, teman dari ipar saya mengedarkan makanan. Dari jauh saya melihat kalau itu adalah daging, roti, dan keju. Saya tentu saja tidak bisa mengambil bagian dagingnya. Pertama karena saya tidak makan segala jenis daging, yang kedua tentu saja karena saya tidak tahu itu jenis daging apa. Tetapi ketika lelaki itu sampai didepan saya, dia mengatakan kalau ada yang ikan “This is fish and i think it’s safe for you” entah mengapa ketika lelaki itu mengatakan hal tersebut, saya jadi terharu. Dia tidak tahu kalau saya tidak makan daging, karena kami belum pernah bertemu sebelumnya, yang dia tahu adalah saya tidak diperbolehkan memakan daging babi sebagai seorang muslim. Dia melihat saya berbeda dari yang lain.
Mengingat kebelakang, keluarga suami juga pada awalnya merasa tidak nyaman dengan kehadiran saya yang tentu saja berbeda dengan mereka. Wanita muslim berjilbab yang akan menjadi anggota keluarga besar. Namun saya tahu bahwa ini adalah bagian dari proses untuk bertoleransi. Saya sebagai pendatang baru dan berbeda dari yang lain harus bisa menempatkan diri. Apa yang tidak bisa saya makan atau lakukan, akan saya beritahukan diawal. Misalkan : saya tidak bisa makan ditempat yang dimenunya ada makanan yang mengandung Babi, atau saya tidak bisa melakukan cium pipi kepada lelaki yang bukan Muhrim, meskipun cium pipi tiga kali adalah ciri khas di Belanda. Pada akhirnya mereka bisa menerima saya secara perlahan dengan mulai melakukan penyesuaian disana sini. Contohnya : kalau ada acara makan di Restoran, mereka akan mencari yang tidak ada menu yang mengandung babi. Karenanya, pada saat Mama mertua ulang tahun, kami makan malam di Restoran Indonesia yang halal. Bagaimana bentuk toleransi saya kepada mereka? Misalkan : jikapun ternyata mereka menghidangkan menu yang mengandung babi kepada tamu jika ada acara disalah satu rumah anggota keluarga, saya tidak akan makan, dan tentu saja saya tidak akan protes. Itu bentuk penghormatan saya dan berusaha untuk bisa menempatkan diri pada posisi yang tidak ideal.
Suatu ketika, Mama mertua pernah bertanya tentang jam berapa saya bangun tidur dipagi hari. Saya menjawab sekitar jam 5 sampai setengah enam. Mertua kaget, kenapa pagi sekali. Saya menjelaskan bahwa selain untuk menyiapkan bekal makan siang suami, saya juga harus melaksanakan sholat subuh. Setelahnya kami berbincang tentang berapa kali sembahyang yang saya laksanakan dalam sehari. Dilain waktu, ketika Papa mertua meninggal dan ada upacara kremasi, saya juga mengikuti setiap prosesnya sampai selesai. Saya berdoa sesuai agama saya, dan mereka tidak menolak kehadiran saya pada acara tersebut. Bahkan ada salah satu anggota keluarga yang menanyakan apakah diperbolehkan dalam Islam untuk menghadiri upacara tersebut. Saya menjawab, buat saya tidak masalah, karena tidak keluar dari Aqidah.
Memang semuanya butuh proses, tidak bisa instan. Saya yang sebagai orang baru dinegara ini harus belajar banyak untuk bisa menempatkan diri dan bersikap. Apa yang tidak perbolehkan oleh agama, akan saya hindari dengan cara yang santun. Hidup sebagai pendatang memang tidak mudah, tetapi juga jangan dibuat sulit. Hidup memang tidak selalu semanis kue ulang tahun. Tapi jika perbedaan dapat bersanding dengan manis seperti hiasan pada kue ulang tahun, maka semua akan terlihat indah, itupun tergantung dari sudut mana kita melihatnya. Bertoleransi terhadap perbedaan bukan sesuatu yang susah, jika kita tahu batasannya. Intinya, jangan rewel kalau pada kenyataannya kita punya banyak keterbatasan. Terbatas bukan berarti kita tidak bisa bergerak dengan leluasa. Seringkali kita tidak bisa menyatukan perbedaan dan membuatnya menjadi sama, tetapi berdamai dengan perbedaan adalah jalan yang bisa kita lakukan.
-Den Haag, 12 April 2015-
Semua foto adalah dokumentasi pribadi
jadi pengen nyicip kue nya… hahaa… dasar si tukang lapar…
toleransi itu memang indah ya Den…
perbedaan itu indah ketika saling menghormati
Bener sekali Key, toleransi itu indah kalau menyikapinya juga benar
aku mau rekomendasiin mbak den nonton film india: bajrangi bhaijaan. Suka film india nggak mbak? 🙂
Aku suka film India, tapi pilih2 haha. Terakhir suka itu My Name is Khan. Iya, aku kemaren sempat baca reviewmu tentang film ini. Thanks yaa rekomendasinya 🙂
Temenku ada yg orang Inggris agamanya Islam. Dia sendiri keturunan Pakistan. Pas baru pertama kenalan, ga ngeh dia Muslim. Tapi lama2 penasaran kok tiap diajak pergi ke bar bareng, selalu pesen jus ato cola… aku tanya aja, eh terus dia bilang “Iya kalo di agama gue ini gak boleh”. Tapi dia yg biasa aja gitu lho, suka pergi ke night club, suka dance juga, tapi ya menjauhi minuman keras. Salut aku sama dia. Kita temen2 sekitar dia juga toleran, kalo ada yg ngadain party pasti nyediain juice kotakan ato cola, dan kalo dia gak minum bir kita ga pernah maksa juga. Seneng liatnya. Kalo di Indonesia kan peer pressure gitu lho mbak. Kalo nolak sesuatu pasti malah makin diajak. Disini enggak.
Iya bener. Disini begitu kita bilang “Maaf saya ga bisa makan atau minum ini karena ga boleh diagama…” mereka akan mengerti dan ga mengucilkan ataupu malah memaksa menyodorkan. Makanya disini aku belajar tentang makna toleransi dalam arti sebenarnya. Dulu di Indonesia kan masuk kalangan mayoritas ya. Jadi ga pernah ngeh dengan hal-hal seperti ini. Sekarang disini apapun selalu jadi bahan pembelajaran buat aku. Menempatkan diri selama tidak menabrak apa yang aku percaya. Simpel sih sebenarnya toleransi itu. Ga seruwet para ukhti dan akhwan kemukakan hehe.
salam kenal ya mbak deny. semoga selalu bisa istiqomah dilingkungan barunya dan semoga selalu diberi kemudahan oleh Allah SWT 🙂
Salam kenal 🙂 saya manggilnya apa ya ini :)… Amiinn terima kasih doanya
panggil bayu aja mbak, walopun saya perempuan. secara nama bayu itu biasanya untuk laki2 ya hehehehe…….
Sama berrati kita Mbak Bayu, Aku juga nama laki-laki, Deny hehehe
nice posting mbak..tentu saja saya merasa kurang lebih sama. Nek di supermarket beli daging, yo ndelok mburine, apa saja bahannya. Roti yo ndelok isine, hehe terakhir beli makan siang diluar saya sudah pengen banget nyoba yang isi hete kip fillet, eh habis semua yang kip. yo wis, akhirnya pilih yang telur dan mayonaise doang #saai.. hahaha..
Suwun Mbak. Iyo, kita musti bisa menempatkan diri. Yang susah ya dibikin gampang aja. Ruwet lek semua dibuat susah 🙂
Kuenya tampak cantik & lezat. Toleransi emang wajib kan yah. Untukmu agamamu untukku agamaku 🙂
Terima kasih Frany 🙂 Iya benar, Untukmu agamamu, Untukku agamaku ^^
Toleransi ini aku sudah ngerasain sejak lama sih kan dulu aku kuliah di satya wacana yang notabene univ kristen, sekolah s2 juga di univ katoliki. Nyampe sini harus membaur ke keluarga suami yang notabene katolik bener. Tapi aku salut banget sama mereka, kan kalau seminggu seklai tiap hari rabu malam kami setor muka dan perut ke mertu, mereka ngerti bahwa kami nggak makan babi dan minum minuman beralkohol. Jadi masak pun disessuaikan. Well, sudah lama juga sih Mama mertua gitu, sejak anaknya satu mencelat jadi mualaf hehehe
Kalau masalah makan di restoran halal, kalau memungkinkan yaa pasti kami pilih resto halal. Tapi disini hampir tidak ada. Lagian kalau nunggu ada resto halal kami nggak bakalan makan di resto. Lhaa wong semua ada babinya, yaa gimana gudangnya salami sama wine hehehe. Jadi kami ya Bismillah aja sebelum makan. Untung daging-dagingan juga kami akhirnya beli yang ada di supermarket biasa. Pernah beberapa kali beli di toko daging halal tapi sampe rumah dagingnya biru dan bau. Aku jadi takut. Toh islam tidak menyulitkan. Jadi kami ya sekarang pokoknya bukan babi dan bebas wine. Tentang gimana nyembelihnya, wallahualam aja. KAlo beli roti ya lebih hati-hati, harus nanya dulu pake lemak babi atau nggak.
Sama Nggi, aku sejak disini yo akhirnya menurunkan standard halal. Intine ga sesuai lah dengan Standard MUI hahaha. Sing penting restorane ga jual menu babi wes cukup buatku. Mbuh lek nang mburi ternyata nggawe minyak babi yo wallahuallam yo mosok aku interogasi sampek mburi barang, opo maneh mikir sampe ke masalah nyembelih, kalah tukang jagal hehehe. Pokoknya pintar-pintar menyikapinya ya kita. Betul, Islam tidak menyulitkan, yang penting kita tahu batasannya. Suwun wes sharing pengalamanmu sehari-hari menyikapi toleransi di Italia 🙂
aku jadi menurunkan standard ke level terbawah ketoke hahaha pie neeh… belum sanggup jadi vegetarian atau pescerian.. Apalagi aku sama carlo doyan makan… Pokoknya masih ada batasannya. Terus terang, aku sempet stress awal-awal makan disini. Ngelu ndase pokokmen. Semua ada babinya. Beli roti tawar aja mesti hati-hati. Mau makan di resto dari 20 menu yang bisa kemakan cuma 2 menu. Di resto pizza juga gitu. Lhaaa pieee.. Makanya akhirnya mending masak dewe nang omah. Ketaun jelas bahan apa yg dipake. Kalo kangen mkn diluar ya sesekali, paling sushi lagi sushi lagi hahaha..
lhaaa iku, mangkane aku sering masak timbangane melas ga bisa makan di restaurant. Bener, sama denganmu ujung2nya makan sushi lagi sushi lagi. Lha piye maneh timbangane ngiler. Ngempet engko dadi bisulen hihihi
Itu kuenya cantik mau dung tante..
Wah alhamdulilah den, senang ya kalau punya keluarga yang care gitu.
Sini Tante Ria, satu suap aja 🙂 Masih saling adaptasi kami Ria. Jadi kalau ada yang tidak sesuai, memang sering aku bicarakan dengan keluarga disini, begitu juga sebaliknya
Semoga sabar dan istiqomah….iya, soal makanan dan salam pipi itu kadang kompleks juga, been there done that…umumnya mereka respek, tp untuk orang2 tertentu itu juga jadi penjaga jarak, gapapa….di sana tidak ada komunitas muslim di belanda, misal di mesjid2? mungkin mereka bisa membantu dalam penyesuaian..
Ada pastinya Fee, tapi aku yang belum mendekat mencari hehe… Penyesuaian selama ini sebatas yang aku bisa lakukan sendiri dulu
Tante Deny aku minta kuenya dong 😀
Siniii *suapin sesendok haha
hebat ih mbak Deny, baru pertama bikin kue ultah tapi bisa sebagus itu, seperti ahlinya beneran loh *kasih 2 jempol* 😀
masalah toleransi memang terasa sekali ya sejak kita pindah ke luar negeri, mudah-mudahan kita tetap terus istiqamah ya mbak Deny 🙂
Terima kasiihh Adhya… Kalau lagi kepepet, biasanya bisa *senjatanya emang selalu kepepet. Insya Allah Istiqomah, amiinnn
Toleransi itu memang indah yaaa 🙂
Betul Allisa, perbedaan itu indah kalau disikapi dengan benar 🙂
kuenya cakeppppp 🙂
ehh tapi emang bener sih, harusnya perbedaan itu bukan bikin jurang kan ya 🙂
Terima kasih Noni 🙂 Kalau menurutku juga iya. Perbedaan itu indah kok 🙂
Kalo aku yg pernah bikin terharu tuh waktu ibu dan adik berkunjung ke Australia, ceritanya besan nengok besan.. Nah, mertuaku tuh bukan hanya memastikan tidak ada produk makanan dari babi, tapi juga beli rice cooker yg lebih gede, biar nasi yg tersedia cukup katanya.. Terharu kan.. Soal pemakaman, aku juga pernah menghadiri pemakaman orang tua sahabat M yg udah seperti keluarga, aku juga mengikuti semua prosesinya sebagai tanda penghormatan, dan berdoa sesuai keyakinanku saja.
Iya Emmy, hal-hal yang bisa kita anggap biasa kalo di Indonesia, menjadi mengharukan kalau diperantauan yang berbeda budaya dan agama. Hangat rasanya baca ceritamu Emmy, karena mertuamu memperhatikan secara detail tentang kebutuhan anggota keluarganya yang berbeda 🙂
Wah kue nya cantik ya, hebat walau pertama bikin, memang ketika kita di luar ternyata rasa toleransi itu kadang diluar dari expectacy kita… saya aja tahun lalu ke rumah tante nya MB sudah disiapkan menu KFC segala karena ya demi menghormati kami .. padahal kami tak request sebelumnya loh tapi mereka sudah aware diawal.. jadi terharu kan ya.. 🙂
Kalau hidup merantau, terkadang bikin jadi kreatif Siti, terima kasih 🙂 Senang ya kalau kita diperlakukan demikian. Selayaknya kita juga tau diri dalam bertindak kalau sedang dinegara orang ^^. Senang tau ceritamu Siti 🙂
Nice cake deny, looks yumm. Saya sepakat sama kamu perihal toleransi, saya kira yang komen selanjutnya juga akan mengatakan hal yang sama 🙂
Terima kasih Ruru 🙂 Toleransi sebenarnya gampang, karena kita sendiri yang tau mana batasannya