Judulnya ngeri-ngeri sedap ya :). Tenang, ini tulisan santai dan tidak dalam kapasitas membicarakan rumah tangga orang lain. Saya mau membicarakan kehidupan rumah tangga sendiri. Saya sering sekali mendapatkan pertanyaan tentang hal-hal yang berkaitan dalam rumah tangga kami yang lamanya baru bisa dihitung dengan jari tangan plus jari kaki (dalam bulan). Pertanyaan ini bukan hanya datang dari keluarga dan teman, bahkan juga orang yang baru dikenal. Beberapa hal yang mereka ingin tahu karena saya menikah dengan lelaki yang tidak sebangsa. Suami saya tetap seorang manusia biasa, hanya berbeda warna kulit, warna rambut dan kewarganegaraan, itu yang selalu saya tegaskan kepada siapapun yang melihat suami saya dengan pandangan yang luar biasa. Awalnya mungkin karena penasaran, walaupun tidak dapat dipungkiri juga beberapa menanggapi dengan suara sumbang. Setiap rumah tangga berbeda dalam cara mengelolanya karena masing-masing punya kebutuhan yang tidak sama. Berharap dengan tulisan ini saya tidak perlu lagi menjelaskan panjang lebar dan tinggal copy link ketika ada yang bertanya.
PEMBAGIAN TUGAS KERJA
Kami mengibaratkan rumah tangga ini adalah teamwork, dimana kekompakan dan kata sepakat perlu dikedepankan. Tapi hal tersebut juga tidak berlaku saklek, semuanya bisa didiskusikan. Maklum saja semua harus dikerjakan sendiri, jadi perlu adanya pembagian tugas, kalau tidak ya legrek kalau semua harus dipusatkan pada satu orang. Kapan waktunya bersenang-senang kalau misalkan semua printilan dibebankan kepada salah satu pihak, simpelnya seperti itu. Suami sebelum menikah dengan saya juga sudah terbiasa mengerjakan semuanya sendiri, saya juga mantan anak kos yang apa-apa dikerjakan sendiri.Β Dalam pembagian kerja, pada pos-pos tertentu memang sudah ada kesepakatan siapa mengerjakan apa. Misalkan kamar mandi dan wc itu tugas suami dalam membersihkan karena saya tidak suka berkutat didua tempat tersebut dan dia mengajukan diri sejak awal akan mengambil tugas disana. Tetapi jika suami sedang sibuk dan waktunya membersihkan, mau tidak mau akhirnya saya yang mengerjakan (daripada kotor kan ya). Menyeterika baju saya juga tidak terlalu suka, akhirnya kami membagi tugas menyetrika 50%-50%. Kami menyetrika setiap tiga minggu sekali ketika baju yang siap disetrika sudah menggunung. Tetapi ketika saya sedang capek atau repot memasak, suami dengan senang hati akan menyetrika semuanya. Begitu juga kalau suami tidak sempat, saya yang akan melaksanakan tugas menyetrika. Semua tanpa paksaan karena melihat siapa yang longgar ya dia yang mengerjakan pekerjaan yang belum sempat tersentuh.
Dalam urusan makan ada waktu-waktu tertentu kami berbeda keyakinan. Ketika sarapan, kami menyiapkan menu masing-masing. Saya bangun tidur langsung minum perasan jeruk hangat dilanjutkan setengah jam kemudian makan buah (pisang, apel, jeruk, apapun itu yang tersedia dikulkas) lalu menyiapkan bekal suami makan siang untuk dibawa ke kantor (tinggal menata di kotak). Sedangkan suami menyiapkan menu sarapannya sendiri : roti, telur rebus (terkadang diganti keju), yoghurt, dan ketimun. Jadi selama ini saya memang tidak pernah menyiapkan sarapannya. Kalau makan siang saya yang menyiapkan perbekalannya, giliran makan malam dia yang menyiapkan untuk kami berdua sepulangnya bekerja. Makan malam kami cukup simpel yaitu sayuran segar (salad) dengan dressing dan lauk yang tersedia (tahu, tempe, perkedel atau apapun itu. Kecuali hari rabu lauknya adalah salmon. Kami menyebutnya salmon dating :D). Suami lebih telaten dan lebih banyak ide dalam membuat padu padan sayuran, dibanding saya tentunya.
Saya masak besar untuk lauk pada hari minggu untuk persediaan selama 5 hari kedepan. Misalkan membuat perkedel, dadar jagung, mendol, sambel goreng tempe tahu ataupun menu lainnya buat bekal suami, makan siang saya dan lauk makan malam kami. Suami suka sekali makanan Indonesia jauh sebelum menikah dengan saya. Karenanya memudahkan saya juga dalam menyiapkan masakan dan dia juga tidak rewel tentang makanan. Saya tidak pernah membuat dua jenis masakan. Satu masakan untuk dimakan bersama, beruntungnya dia juga suka pedes. Setiap hari minggu saya memasak dua macam lauk. Kalau memasak sayur senin pagi sebelum saya berangkat sekolah dan kamis pagi. Sedangkan pada hari sabtu dan minggu kadang kami makan diluar atau memasak sekadarnya. Karena saya memang suka memasak, jadi pos memasak ini juga bagian saya. Sementara saya memasak, suami sibuk membersihkan rumah, membersihkan karpet, menjemur baju dan terkadang juga mengepel. Sesekali suami juga membantu mencuci panci dan peralatan masak lainnya kalau dia melihat saya kecapaian, karena yang masuk dishwasher hanya peralatan pecah belah, sendok, garpu. Dengan pembagian seperti itu kami masih punya banyak waktu untuk me time. Dia dengan hobi bermusiknya sibuk dalam ruangan musiknya, saya juga punya kesibukan sendiri. Lagipula kalau rumah kotor dan berantakan, yang merasakan tidak nyaman tentu saja kami berdua, bukan hanya salah satu pihak saja. Jadi segala sesuatu yang terjadi di rumah adalah tanggungjawab kami berdua.
BERDISKUSI, BUKAN MEMINTA IJIN
Entah karena mempunyai persamaan pandangan atau dasarnya memang kami tidak suka saling mengekang, karenanya semua yang berlangsung selama ini adalah cenderung berdasarkan hasil diskusi bukan hasil meminta ijin. Misalkan ketika dia akan membeli suatu barang “aku mau beli X nih, gimana menurut kamu?” setelahnya kami akan berdiskusi penting tidaknya, skala prioritasnya, kegunaannya dan sebagainya. Ataupun ketika saya akan pergi ke suatu tempat bersama seorang teman “aku nanti mau ketemu A di stasiun jam 12 sepulang sekolah dan setelahnya kami mau jalan-jalan sampai jam 5, jadi dinner aku sudah ada dirumah,” tanpa harus menambahkan kata-kata “boleh ga?” kalau saya terlambat, cukup berkirim pesan bahwa saya akan terlambat berapa lama sampai di rumah. Hal tersebut juga berlaku sebaliknya pada suami. Kalau salah satu dari kami keberatan, bisa disampaikan mengapa tidak sepaham. Semuanya bisa didiskusikan. Bagaimanapun kami adalah individu yang mempunyai kehidupan masing-masing sebelum menikah. Karenanya kami juga butuh waktu untuk bersama teman masing-masing tidak harus selalu runtang runtung sepanjang waktu. Toh kami juga tahu sejauh mana batasannya. Ada saatnya kami menghabiskan waktu berdua, ada saatnya juga kami ingin punya waktu sendiri.
PENDAPAT YANG DITERIMA
Ketika saya menjelaskan semua yang tertulis diatas saat ada yang bertanya, reaksi positif dan negatif yang saya terima. Pendapat positifΒ ketika mereka memuji pembagian kerja yang kami terapkan ataupun mengedepankan diskusi dalam banyak hal. Tetapi tidak sedikit juga komentar negatif yang saya terima.
Saya dikatakan sebagai istri yang tidak berbakti dan mengabdi ketika melibatkan suami dalam pekerjaan rumah tangga. Menurut mereka adalah tugas istri dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Saya selalu malas berdebat kusir kalau ujung-ujungnya selalu melibatkan dalil-dalil agama. Saya selalu menjawab bahwa suami ridho, ikhlas, senang dan penuh suka cita mengerjakan itu semua. Tidak ada satupun diantara kami dipaksa mengerjakan apapun. Yang penting adalah senang. Kalau kami sedang ingin leyeh-leyeh saja seharian, ya kami akan melakukan itu seharian. Dan saya tetap tidak paham dibagian mana letak salahnya, sampai saya dituduh istri yang tidak berbakti. Lebih baik mengerjakan secara bersama-sama diiringi rasa senang daripada menyanggupi untuk mengerjakan semua sendiri tapi mengeluh yang ujung-ujungnya cemberut sepanjang hari karena kecapaian. Ada satu teman di sekolah yang menyelutuk kenapa saya tidak bisa menjadi istri seutuhnya dan tega membiarkan suami menyiapkan makan malam kami berdua padahal dia sudah kerja seharian. Saya sampai terperanjat ketika dia bilang seperti itu, speechless tidak tahu bagaimana harus menanggapinya. Toh saya juga tidak harus menjawab semua pertanyaan atau pernyataan, apalagi yang menurut saya tidak terlalu masuk akal.
Lalu masalah keluar rumah, mereka bilang bahwa seyogyanya istri harus meminta ijin ketika keluar rumah, bukan hanya memberitahukan. Sebelum suami memberikan ijin, istri tidak bisa keluar rumah.Β Menurut pendapat saya, kenapa harus seperti itu, apakah selalu kewajiban istri untuk selalu meminta ijin suami, bagaimana dengan suami, apakah tidak mempunyai kewajiban yang sama? Ketika jawaban yang seperti itu saya lontarkan, penghakiman selanjutnya yang keluar adalah saya dikatakan terlalu menjunjung feminisme, yang kemudian diakhiri dengan dalil-dalil agama (lagi). Tenang saja, saya mengetahui dengan pasti ajaran-ajaran agama yang saya anut. Sejauh mana boleh atau tidaknya suami istri memperlakukan satu sama lain. Patuh tidaknya seorang istri pada suami bukan hanya dilihat pada saat ingin keluar rumah dengan meminta ijin. Memberitahukan juga salah satu bentuk penghargaan bahwa salah satu pihak dilibatkan.
Masing-masing rumah tangga mempunyai “dapur” yang berbeda. Masing-masing dapur dikelola sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan. Kita tidak bisa memaksakan dapur kita harus serupa dengan milik orang lain ataupun memberikan komentar bahwa dapur yang ideal adalah milik kita. Manajemen dalam rumah tangga tercipta karena kedua belah pihak ada kesanggupan bersama. Semua rumah tangga mempunyai kondisi idealnya masing-masing dengan segala suka duka didalamnya. Yang harus kita pahami adalah tidak ada alasan apapun untuk menghakimi satu perkara itu baik ataupun buruk hanya karena tidak sama dan tidak sesuai dengan apa yang kita lakukan. Saling menasehati untuk menuju kebaikan itu sangat dianjurkan. Tetapi terkadang antara menasehati dan menghakimi tidak nampak terlihat jelas batasannya. Rumah tangga adalah kerjasama. Ridho suami adalah ridho istri, begitu juga sebaliknya ridho istri adalah ridho suami, bukan berlaku hukum sepihak. Saya suka menganalogikan bahwa setiap rumah tangga itu seperti proses membuat permodelan (ini agak matematika sedikit bahasanya). Model terbaik yang dihasilkan tidak bisa diterapkan pada kasus yang lain karena ada syarat dan ketentuannya, yang biasa disebut teorema. Sebuah model terbaik untuk satu rumah tangga belum tentu menjadi model terbaik untuk rumah tangga lainnya.
Mudah-mudahan ini juga menjadi catatan tersendiri buat saya bahwa yang namanya masih hidup pasti akan selalu ada pro dan kontra. Dan pada dasarnya juga saya tipe orang yang i don’t care what other people said as long as i’m happy dan masih dalam jalur yang benar dan tidak membuat rugi sekitar. Saya akan menerima segala macam komentar, disaring, diambil yang terpenting. Sesimpel itu.
-Den Haag, 15 November 2015-
Aku gak suka cuci piring mbak, karena tempat cuci piring di kontrakan kami yang model ndodok di lantai. Jadi biasanya kalo simbak ART lagi mudik, suamilah yang ambil alih tugas mencuci piring
Berbagi tugas dengan suami, mantab itu.
Aku gak suka cuci piring mbak, karena tempat cuci piring di kontrakan kami yang model ndodok di lantai. Jadi biasanya kalo simbak ART lagi mudik, suamilah yang ambil alih tugas mencuci piring
persiapan nih baca ini sebelum nikah, dari dulu nggak tau kenapa nana suka cowok yg terbiasa masak dan mengerjakan pekerjaan rumah sendiri ngeliatnya sexy mbak hehehe iyalah berumah tangga kan sama2 membangunnya masa semuanya istri yg ngerjain, bener sih team work dan umumnya pria dari sumatera selatan (nana tinggal di palembang mbak) kebanyakan membebankan istri untuk mengerjakan semua kerjaan di dlm rumah dan perempuan yg sekolah tinggi itu masih jarang (dapat cibiran)
Bisa dibicarakan dulu sebelum menikah tentang pembagian tugas ini Na. Karena memang menurutku penting, supaya ga terjadi pertengkaran2 kecil ataupun dongkol dalam hati. Pembagian tugas ini malah kami masukkan dalam salah satu pasal di perjanjian sebelum pernikahan (prenup). Suamiku pas kenal aku, waktu itu aku lagi sekolah S2. Dia langsung semangat untuk sekolah S2 juga. Jadi dia ga merasa terintimidasi malah bikin dia termotivasi untuk kuliah juga. Kami lulus selang 5 bulan, di tahun yang sama, beda negara sih tapinya haha.
Menurutku Teamwork didalam hubungan itu penting banget! Banyak point2 yang juga aku alamin mbak deny… Selama sama Matthias juga aku nggak pernah tuh dilarang ini-itu dan nggak pernah minta ijin kalo mau kemana2. Paling ya saling kasih info aja. Hehe… Matthias juga udah dari kecil terbiasa untuk ngelakuin perkerjaan rumah tangga sendiri. Mungkin karena disini nggak ada mbak Yang ngebantuin kali ya… Jadi mereka lebih mandiri ya.
Bener banget Shinta, dulu aku ngebayangin apa bisa semua dikerjakan cuman berdua ya ga ada yang bantu. Ternyata ya bisa2 aja, rumah ya bersih, masak jalan terus, jalan2 juga oke. Memang intinya kerjasama. Iya ya bener juga, beruntung punya partner yang sudah terbiasa mandiri sejak kecil. Ga ada pilihan ga mandiri soalnya haha.
Haloo Assalamualaikum mba deny π
Tadi aku blogwalking eh kok nyasar kemari dan jleb jleb jleb bertubi2 baca tulisan mba deny yang enak dibaca dan bkin seneb karena content-nya itu aku bangettt!!! hahaha gatel deh pengen komen. dan makin mengharu biru baca2 komen2 sis2 diatas soal “teamwork” . Ya ampun ini mah kejadian ama aku banget.. dan memang betul, mindset di Indonesia sini masih menganut paham2 tempoe doloe kali ya.. kerjaan2 rumah diserahin ke istri.. bahkan cerita teman saya, ada yang dicerai suaminya gegara GAK pinter urus rumah. :”(( kejemm ga tuh??? itu suaminya yg kurang “ilmu” atau gimana ya..
Dan bener banget bahwa sebelum nikah musti ada perbincangan soal visi misi trus tar gimana2nya klo udh berumah tangga.. wkwk jdi nyindir diri sendiri yg agak “careless” π eh tapii aku dulu emang ga tau klo kerjaan rumah itu bukan saklek kewajiban istri #membeladiri
Bener banget dulu2 aku kerjain hampir semua kerjaan rumah.. 90% aku yg handle, dan berbuah dislokasi pundak! wkwk konyolll! ternyata emang fisikku ga kuat buat jadi super-duper-ultra-wonder-woman π
sekarang mah udah kerjain tugas sendiri2.. lebih damai.. lebih punya waktu buat dirisendiri.. bisa maskeran, bisa yoga dirumah.. lol
Anyway, aku baca mba lulusan ITS ? aku jugaa.. aku ex d3troits 2008 tapi :’))
salam kenall ya mba
Halo Waalaikumsalam. Terima kasih ya sudah mampir ke blog kami dan baca tulisanku. Wah, manggilnya siapa nih ga ada namanya π
Yang aku tulis disini bukan hanya mengacu pada mindset di Indonesia. Karena beberapa yang memberikan komentar kepadaku bukan orang Indonesia. Jadi kalau menurut aku itu kembali lagi kepada masing-masing orangnya. Intinya seperti yang aku tuliskan, setiap rumah tangga itu mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Kalau misalkan mereka mampu, ya silahkan tapi jangan mengucilkan mereka2 yang memilih untuk bekerjasama dengan pasangannya dalam pekerjaan rumah tangga. Intinya sih tidak usah saling ngatain π
So sorry ya membaca kondisimu tentang dislokasi pundak. Semoga sekarang makin membaik. Iya aku lulusan ITS. Satu almamater berarti kita π
Ooh gtu tohh mbaa .. soalnya ini disini pun juga masih banyak yang menganggap bahwa istri ngurus tugas rumah bla bla bla.. tapi setelah baca2 banyak referensi soal berumah tangga dalam Islam jadi makin paham.. intinya ya “kerja sama” itu tadi. Rasulullah juga sering bantu2 tugas rumah istri2nya
yang saya sayangkan, pernah dikasih tau kalo ada yang sampe menceraikan istrinya gara2 ga pinter ngurus rumah, ga bisa masak juga sedih dengernya..
betull setuju.. semua tergantung masing2 rules rumah tangga masing2 as long as sama2 ridho ga masalah. asal jangan sampe ada yang merasa “terdzolimi”
hmmm kayaknya kuncinya emang komunikasi deh.. biar sepaham.. sevisi..semisi..
udah berkurang jauhhh banget mbaa ini dislokasi pundaknya.. udah dibenerin dan me-rajin-kan diri yoga.. Alhamdullilah udah enakan.. cuman sayangnya udah gak bisa sok2an kayak wonder woman kayak dulu .. kalo cape istirahat.. ya mungkin “teguran” juga dari Allaah.. sayang badaaan..sayang badan..hehe
Seneng nemu yang sama2 almamater ya mba, ^_^
ohyaaa btw nama saya Riska mbaa
Syukurlah kalau sudah membaik Riska. Semoga menjadi pembelajaran bersama ya π
Menurut aku sih yang penting tidak menyimpang dari syariat Islam. Lain2nya teknislah yaa π
Benar sekali Frany. Setuju.
Ouw, masa’ masih ada orang yang berpendapat bahwa istri harus mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga? Saya sebagai laki2 yang belom menikah aja berpikir, ga mungkin semua dipegang sama istri. Makin ke sini beban rumah tangga makin berat. Belom kalo udah ada anak. Bagi yang mampu memang asik bisa mempekerjakan asisten rumah tangga. Lah bagi keluarga baru yang memulai dari nol, pasti harus berbagi tugas. π Semuanya dibawa enjoy aja. Menurut saya malah pasutri yang berbagi tugas bisa semakin akur. Nanti kalo udah tua, bisa jadi bahan cerita buat anak2nya seperti apa kehidupan berumah tangga “jaman dulu.”
Iya, beda orang beda kepala pasti beda pendapat. Selama masih hidup didunia memang harus siap mengahadapi pro dan kontra. Kembali lagi bahwa setiap pasangan punya metode terbaik yang belum tentu bisa diterapkan pada pasangan yang lain. Jadi memang mestinya masing2 orang bisa menghargai perbedaan. Yaaa, sabar2 saja menghadapi berbagai tudingan π
Hiks kenapa kok aku komen gagal terus >.<
Lha ini masuk Om komennya. Kalo komen lewat Hp memang nampaknya rawan gagal. Tapi kalo komen lewat pc juga belum jaminan berhasil Om hahaha ga ada beda. Terus berjuang ya Om! *ngikik. Thanks Om sudah baca2, dibaca aja aku seneng banget π
Hai Den, pas blog walking langsung eye catching sama postingan ini π
Nice posting Den dan setuju banget.
Aku dan suami juga kayak begini kok, dan menghadapi pro dan kontra yang sama juga. Suka ada yang protes kenapa suami kok mesti ngelakuin kerjaan rumah tangga (yg katanyaaaaa tugas istri) padahal suami ku juga gak protes π
Ya itu lah orang kepo dimana mana, tapi semua balik lagi ke kita yang menjalankan sih ya. Lagian kita juga masih berdua, belum ada anak, ya mending semua di kerjain aja tanggung berdua. Gak berat juga asal ada kerja sama. Hehehe dan aku juga paliiing gak suka kalo mesti bersihin kamar mandi dan Wc jadi tugas itu di hibahkan sama suami *toss* π
Hai May, Thanks π
Yang penting memang masing2 pihak tidak ada keberatan dan ga nggrundel dibelakang karena balik lagi semuanya berdasarkan kesepakatan. Kita aminkan saja yang kepo hahaha. Toss kita Maya, malesss banget berhubungan dengan bersih2 wc dan kamar mandi hahaha. Biarlah jadi tugas para suami *dancing π
Kalau sama-sama kerja trus di rumah masih harus pontang panting ngelakuin kerjaan rumah tanpa pembagian tugas mau kuat berapa lama mbak Den. Yang protes suruh ikutan bantuin aja kali yach daripada ngomong doang hehehehe.. Aku pun suka gregetan kalau yang ngasih nasehat niatan cuma pengen menghakimi. Beda tipis soalnya hehehe..
Iya, bener sekali Adelina. Aku yang ga sanggup seperti itu. Kalau ada yang lain yang lebih sanggup, ya monggo. Tapi kalau aku angkat tangan dadah2 ke kamera haha. RT kan dibangun atas dasar susah senang dijalani bersama. Kalau pekerjaan dibebankan ke satu orang, kapan seneng2nya aku :)))
Diskusi yang menarik, Mbak. π Sebenarnya kalau membicarakan rumah tangga itu ya kayak organisasi atau perusahaan ya, masing-masing punya gaya dan manajemen sendiri (selama hal itu masih sejalan dengan kepercayaan yang kita yakini). Bisa saja cara mengelolanya berbeda dengan rumah tangga lain, tapi nggak berarti A salah dan B benar.
Terkait pekerjaan rumah aku dan suamiku jg gitu sih.. bagi2 tugas. Kami nggak punya ART karena utk saat ini merasa masih bisa mengerjakan berdua. Btw dalam islam juga sebenarnya nggak ada lho disebutkan bahwa istri harus bisa masak dan berkewajiban melakukan semua pekerjaan rumah hehe.. Semua itu kewajiban suami utk memenuhi kebutuhan. Jadi misalnya istri gak bisa masak atau nggak pandai beres2 rumah, kewajiban suami utk menyediakan ART. Yah tapi sebagai istri yg pengertian *ciyee* kan kita gak gitu2 amat ya hehe.. Intinya ya kesepakatan berdua aja. Marriage is indeed a team work. π
Iya bener Icha, makanya aku menganalogikan seperti membuat permodelan (maklum anak Statistika, ga jauh2 dari permodelan haha) model terbaik dari suatu kasus belum tentu bisa diterapkan untuk kondisi lainnya karena teorema pembentuk model itu berbeda2. Gaada yang bener, dan ga ada yang salah. Hanya masalah beda manajemen, seperti katamu.
Iya, aku baru paham tentang An Nisa : 34 setelah diterangkan panjang lebar oleh Fee diatas. Memang istri tidak berkewajiban memasak dan mengerjakan semua pekerjaan RT. Iya bener Icha, kita kan Istri yang pengertian yaa hahaha bantu2 dikitlah hihihi dikit aja π
Kangen baca tulisanmu.., eh ketemu topik ini.. Kita senasib lah Den semuanya yg ditulis di sini.. Kepada semua yg menghakimi, aku bilang aja: “Shut up, bitch*es!” Wwkk..wkk..wwk..!!!
Ahhh, tersanjung dikangenin Emmy π hahaha betuulll Em, pengennnya ngomong gitu. Tapi kadang yang menghakimi ga paham nahasa Inggris, jadinya kan ga lucu kalau ditraslate hihihi. Akhirnya ya aku sanggah dengan mengajak diskusi. Lelah sih, tapi ya sudahlah emang ga mau memaksakan cara pandang saja. Sudah kenyang dituding ini itu π
Ciuuuummm buat Bear, uyel2 gemesshh. Pasti harum banget rumah ya dengan wangi bayi π
Saya pasangan newlywedd, rather than pembagian tugas.. kita lebih sering mengerjakannya bersama sih…:D
Iya, masing-masing RT memang punya sistem kerja sendiri karena satu dengan lain beda situasi dan kondisi. Terima kasih sudah berbagi cerita disini π
Huahaha.. Aku liat yang kartun itu langsung inget suamii. Dia kan di rumah nyaru sebagai dishwasher ke dua.. Hihihi.
Yang soal ijin2, sejauh ini temen2 ku jarang ada yang ijin2 ke suaminya kalau mau pergi. Paling banter kalo janjian itu mereka (termasuk aku) konfirm dulu kalau kita ga ada acara di hari itu (biasa kan suka pelupa yaa). Makanya aku mikirnya emang wajar aja kalau ga perlu ijin2 dulu kalau mau kemana2. Hihi. Ternyata banyak yg ga setuju juga ya? Lol
Hahahah Be, langsung ngakak aku. Akupun paling maleeeesss suruh cuci peralatan perang memasak. Seneng sih masaknya, habisnya itu senep deh lihat tumpukan panci penggorengan :)))
Iya bener Be, konfirmasi soalnya kadang keliwat takutnya sudah ada acara bareng suami. Sebenarnya ijinpun ga masalah kalau memang dirasa perlu ya bagi yang memerlukan, yang jadi masalah kalau ngatain aku itu lho hahaha kan gemesshh sendiri jadinya.
Wah jadi kepengen komentar juga. Alhamdulillah suamiku tipikal yang mau membantu pekerjaan rumah. Rasanya buat kami wajar saja untuk saling membantu dalam pekerjaan rumah karena memang berumah tangga membutuhkan kerjasama, termasuk untuk housechores :). Tapi balik lagi ini emang masalah kebiasaan di setiap rumah tangga yang berbeda satu dengan lainnya. Aku dan adik-adikku sudah dibiasakan membantu pekerjaan rumah oleh ibuku, jadi saat adik laki-lakiku berumah tangga pun dia juga membantu pekerjaan rumah. Urusan bersih-bersih dan menata rumah dia juaranya deh. Percayalah, skill ini amat diperlukan di saat sang istri sedang sakit atau sibuk beradaptasi dengan bayi. When it comes to newborn baby, every extra hands will be very valuable.
Iya benar, kerjasama memang dibutuhkan. Dan memang betul bahwa semua memang balik lagi ke masing-masing kondisi RT yang bersangkutan. Kalau memang mampu untuk dikerjakan istri sendiri, ya monggo. Tapi kan ga perlu juga musti ngatain istri ga berbakti kalau ada RT lainnya yang melibatkan suami. Aku memilih untuk tidak menjadi multitasking wife. Kalau bisa dikerjakan bersama, kenapa maruk dikerjakan sendiri, itu buat kami hehehe. Toss buat kita, sama berarti masalah pembagian kerja π
Deny, aku suka postingmu kali ini. Memang ya beda budaya, dan yang aku nggak suka adalah ketika orang2 memaksakan kehendak dan kepercayaan mereka ke orang lain. Lha kalau dibilang nggak berbakti gara2 menyuruh suami mengerjakan pekerjaan rumah tangga, ya biar mereka sendiri yang berpikir begitu, nggak usah dipaksakan ke kamu pemikirannya.
Lagian di Indonesia ada si mbak / bibi yang bisa bantu. Disini? Belum lagi kalau dua2nya kerja, kok enak kalau kita ngerjain sendiri.
Plis deh. Ini juga alasan kenapa dulu pacaran sama cowok Indonesia kok nggak pernah jadi, mereka rata2 rewel dan manja. Malesin. Cowok disini sudah belajar mandiri karena sudah keluar dari rumah ketika remaja, jadi biasa untuk mengerjakan pekerjaan rumah sendiri.
Pas aku nginap di rumah pacar / dia kemari, kita selalu berbagi tugas, aku yang masak (walaupun dia bisa masak juga), karena aku nggak suka cuci piring haha. Kadang kalau aku capek banget ya dia yang masak dan cuci piring dan gantian begitu, Yah, sama2 ngerti lah.
Sempet pas aku pertama2 tinggal disini kenalan sama beberapa perempuan Indonesia yang menikah dengan orang lokal. ketika aku ajak untuk hang out, mereka alasannya “harus minta ijin suami dulu”. Loh, emang situ di rante sama suaminya kok harus minta ijin? Ini ngomongin keluar siang2 bolong untuk ngopi loh, yang suaminya pun pasti di tempat kerja. Lama2 males jadinya bergaul sama perempuan2 yang jenis ini. Alesannya banyak, dan mereka jg sering prejudice sama perempuan2 yang lain.
Eh maaf jadi curcol.
Suwun Va π Asline tulisanku iki sarat curhatan pribadi haha sekalian sharing pisan ben ora dituduh macem2. Dituduhpun yo ga masalah, wong urip tho ga onok benere hehe.
Akupun akhirnya sekarang berpikir yang sama. Kenapa dulu ga pernah berhasil sampai nikah pas pacaran dengan orang Indonesia, karena setelah ngobrol serius sampai pada masalah RT, yang ada mereka bilang bahwa pekerjaan RT yang musti mengerjakan adalah Istri. Dan aku ga sepaham dengan cara berpikir seperti itu. Bersyukur mereka sekarang menikah dengan yang satu visi misi.
Iya, sama2 ngerti dan bisa mengerjakan bareng enak sakjane. Tapi aku yo ga nyalahno sing kuat nandangi dewe, asal ojok nersulo dan menyalahkan apalagi mencibir yang mengerjakan bareng2.
Nah, lek masalah ijin iki sing ancene aku ga sreg. Maksudku, opo’o wedok sing dituntut ijin, opo’o lanange kok ga. pfhhh ancene serba salah π
Ya ampyuuun udah nulis panjang-panjang komen aku ilang hahaha zz, aku tulis sekali lagi deh mudah2an yang ini nyangkut
Ga usah didengerin yang ngomong miring Den hihi, anjing menggonggong kafilah berlaluuu (sambil kasih sun jauh).
Beruntungnya kamu dapet suami yang mau berbagi tugas (alhamdulillah bojoku juga walopun ogah untuk urusan nyetrika-lah curcol hahaha). Orang asing juga ga semuanya mau berbagi tugas kok, makanya mereka suka nyari istri orang asia – karena stereotipe dan yang di highlight dari wanita asia kan “melayani” suami.
Aku setuju dengan teamwork dalam rumah tangga. Intinya kedua pihak harus sebisa mungkin saling melengkapi ya, ga cuma bisa membebani.
Dulu awal-awal aku pindah kan masih oon (dan males) masak ya, suami karna memang udah biasa ya sepulang kerja dia masak makan malam untuk kami. Tapi karna aku kasian dan juga memang kalo sore punya waktu luang lebih banyak dari dia, akhirnya tugas nyiapin makan malam ini jadi teralihkan ke aku hehe.
Btw kalo di sini 3 minggu ga nyetrika bisa-bisa Drunen punya gunung baru deh wkwkwk. Harus seminggu sekali kalo mau ga berasa berat. Oh dan juga beberapa trik lain: cucian dari dryer langsung dilipet dan untuk kemeja suami beli yang easy iron atau non-iron sekalian
Mentok-mentoknya: menunggu tawaran bala bantuan dari super-oma alias mama mertua hahaha
Hahahaha, Maaaaf Mbak. Sebelum disend, kayaknya musti di copy dulu mbak, biar tinggal paste kalo failed hehehe
Ga didengerin kok Mbak, ini aku tulis hahaha. Ah iya bener mbak untuk masalah sering nyari orang Asia karena ga mau berbagi tugas. Banyak juga kenalan yang seperti itu. Aku sih melayani, dalam bentuk lain hahaha *husshhh opo iki.
Soalnya Mbak Anis ada anak, jadinya musti rajin setrika mbak, kalo ga ya menggunung hehe. Kami kan cuma berdua, jadinya 3 minggu atau sebulan sekali cukupanlah haha *padahal aslinya juga sudah melimpah ruah segitu banyaknya. Enak itu Mbak kalau dibantuin mertua. Nah Mama mertuaku sudah sepuuuhh banget. Yang ada aku bantuin beliau. Sering kasih masakan sih, bukan bantu bersih2 rumah ahahaha *menantu macam apa aku ini
Denyyyyy….aku pun sependapat sama tulisanmu ini dan sama juga sih, suka ada perbedaan pendapat dengan orang lain soal masalah pekerjaan rumah dan perizinan ini. Dan biasanya ujung-ujungnya bakal nyebut ayat dan hadist. Duh, aku angkat tangan deh.
Terus terang aku sering juga sih nge-google soal ini untuk mencari pendapat para ahli agama di luar sana. Dan ternyata memang banyak (tapi gak semua) yang berpendapat kalo hak suami atas istri ya itu…urusan rumah beres dan istri cuma boleh keluar rumah atas izin suami. Pendapat ini tentunya dengan tambahan ayat2 dan hadits yg mendukung. Walaupun begitu aku kok gak sreg,ya. Dan sama kaya kamu, aku gak ngerasa apa yang aku lakukan salah. Sempit amat yak kalo menilai seorang istri cuma dari urusan dapur sama perijinan begini.
Aku ngerasa jaman udah berubah dan ayat/hadits banyak yg diturunkan dalam konteks tertentu yang belum tentu tepat untuk diaplikasikan di jaman sekarang. Ada beberapa hal dalam agama yang sifatnya rigid, tapi ada juga yang seharusnya fleksibel sesuai dengan tuntutan masa. Trus aku dibilang islam liberal deh…ah, ya gak masalah juga sih. π
Toss dulu, aaaah
Tossss berjamaah kita Rika.
Aku sudah kenyanglah dituding ini dan itu. Apalagi sejak menikah sama WNA gini. Sebelum menikah saja sudah dihakimi ini itu karena cara berpikir yang beda. Balik lagi ke kita menurutku itu Rika. Kalo suami dan istri saling Ridho, ya tidak ada masalah sebenarnya. Yang mempermasalahkan kan mereka yang tidak sepemahaman dengan kita, lalu dikeluarkanlah dalil-dalil agama. Aku sih bukan orang yang anti ya kalau dikasih tau. Tapi kalau mereka menutup pintu diskusi dan langsung menghakimi, ya maaf saja kalau aku bilang itu picik. Kalau hanya sekedar copy paste ayat agama, semua orang juga bisa. Tapi kalau mau dibawa untuk berdiskusi dengan berpikiran luas, mungkin tidak setiap orang bisa.
Yang penting kita yang menjalani Happy aja, ga ada saling terpaksa, dan tidak menyalahi aturan agama selama masih dalam koridor Al Quran dan Hadits. Betul bukaann hahaha *toss lagi π
Hihiiii iyalah masing-masing punya “dapur” sendiri dan enggak bisa disamaratakan ya. Hidup bareng itu artinya bertoleransi juga termasuk masalah pekerjaan rumah tangga. Toleransi ketika istri enggak bisa memasak, suami mengambil peran tersebut. Ketika suami enggak bisa ngebersihin kamar mandi, ya udah ikhlas lah istri membersihkan wong kita juga menggunakan kamar mandi itu kan? hheeee… salam Mbak
Hai Astin, terima kasih sudah mampir dan berbagi opini π
Hidup bermasyarakat selayaknya juga bertoleransi ya, artinya kalau ada hal yang ga sama, juga ga langsung dibilang buruk ataupun sebaliknya. Setiap orang kan gaya hidupnya beda π
Baru tau kalo di Belanda banyak juga orang suka ikut campur urusan rumah tangga orang ya. Kirain cuman di Indonesia. Komen ku sih,yang paling tahu tentang pernikahan kita adalah diri kita sendiri. Karena kadang yg terlihat tidak sama dengan kenyataan sebenarnya. Typical suami di Indonesia emang gitu, anti pekerjaan rumah tangga. Dan satu hal lagi…mau ikut ayat ayat or ndak..yang jelas…tidak ada pernikahan yang mudah…peluk Denny. Dan ditunggu cerita kisah cinta ama mas nya…jangan diomelin ya ..emak yg suka penasaran ini..hehehe
Ini general kok Mbak yang komentar. Bukan hanya orang Indonesia yang tinggal di Belanda ataupun orang Indonesia yang tinggal di Indonesia. Ada yang berkebangsaan lain juga. Jadinya aku mikir memang karena berbeda dengan kultur mereka. Iya bener Mbak, pernikahan itu tidak mudah, dan selama kita bisa membuat mudah, jangan juga dipersulit π
Terima kasih ya Mbak π hahaha cerita kisah cinta opooo Mbak hehe wong ngene2 ae π
Tapi iya lho Den, pernah aku cerita ke temen, suamiku santai aja ngejemur baju di depan (krn aku lagi pake daster pendek, misalnya) atau dia panasin air sendiri buat bikin kopi, dia bilang aku nih istri yg ga berbakti hihihihi. abaikan ajalah ya, yg penting sama2 hepi, orang2 mau ngomong apa mah anggap aja radio butut π
Hahaha akhirnya ada teman juga aku, sesama dicap istri tidak berbakti ya Orin *berasa senang banget ya haha. Iya banget, diabaikan. Anggap saja Walkman usang *balik lagi ke Walkman :)))
Setiap orang memiliki pandangan sendiri-sendiri tetapi ketika pandangannya dipaksakan ke orang lain seperti itu nggak benar juga ya. Kalau tugas pekerjaan rumah tangga semua dikerjakan istri dan sistem ini bekerja baik di rumah tangga mereka, belum tentu sistem yang sama cocok dan bisa diterapkan di rumah tangga orang lain kan, hehe π .
Benar sekali Zilko. Aku sampai mengibaratkan model RT iku kayak permodelan semacam regresi.Satu model terbaik yang dihasilkan kan ga bisa diterapkan dalam semua kasus karena model terbaik yang dihasilkan itu ada kondisi dan syarat tertentu, dan ga bisa dipaksakan juga karena akhirnya ga guna *hahaha dasar anak Matematika langsung ngomong permodelan :)))
Ahahahahaha, iya banget!!
Ibaratnya seperti teorema yang biasanya ada kondisi-kondisi yang harus dipenuhi dulu sehingga pesan utama teorema itu berlaku.
Dosenku disini dulu (sewaktu S2) pernah ngomel-ngomel ke mahasiswanya soalnya ketika mengerjakan suatu PR pada memakai suatu teorema (karena pesan utamanya keren dan kinclong, ibaratnya) tanpa mengecek apakah kondisinya dipenuhi atau tidak terlebih dahulu. Akibatnya trus disalahin semua deh itu PRnya, hahahaha….
Iya, betul banget itu Ko. Aku selalu teringat kata2 dosenku di Statistik dulu. Hidup itu kayak membangun sebuah model. Ada banyak hal yang bisa bikin model itu terbaik, dan itupun ga bisa diterapkan ke semua kasus. Teoremanya beda. Dan juga model itu ga abadi, makanya selalu ada model-model terbaru untuk kasus2 tertentu. Emang bener banget deh Matematika ini, filosofinya bisa diterapkan ke kehidupan yang lebih luas haha.
bagi-bagi tugas itu enak ya Den. Moga sih dapat yang seperti…. *sensorrrr*
Kebayangnya sih kalau kayak di rumah dulu, ibu kerja, ayah di rumah. Orang ya pada ngomongin karena seharusnya bla bla bla. Duh. memang susah ya. Ada aja yang diomongin.
Salut sama dirimu dan suami Den. Bisa komunikasi – apalagi soal pendapat itu. Kayaknya banyak yang bertengkar justru karena hal ini kan?
Amiiinnn, semoga dapat sesuai kriteria yang diinginkan Ryan π
Bagi2 tugas buat kami enak. Sama2 capek tapi sama2 seneng juga. Rumah tangga kan dibangun bersama. Tugasnya juga musti dibagi bersama, itu yang cocok dalam RT kami. Sebenarnya apapun model RT itu ga ada yang benar atau salah karena masing2 beda kebutuhan beda kondisi. Yang salah itu seperti yang kamu bilang, addaaa aja yang ngomongin. Memang berkomentar itu ringan dan gampang ya *catatan buat diri sendiri.
Yang sebangsa dan setanah air aja sering berantem kan Yan kalo komunikasinya ga lancar, makanya kami sadar diri karena kami berbeda dalam beberapa hal, jadi untuk mengeliminasi cakar2an ya haha dengan mengedepankan kebebasan berpendapat dan komunikasi
aku sama suami juga bagi tugas.. siapa ngerjain apa.. itu udah dari awal sebelum nikah.. kami nyebutnya perjanjian pra nikah π sampe skrg juga masih berlaku..
Sama kita Eda tentang pembagian tugas *toss. Aku sama suami kan memang bikin perjanjian pra nikah secara tertulis ke notaris karena kami beda warga negara. Nah salah satu poin didalam perjanjian itu ya pembagian kerja dalam rumah tangga ini. Sebenarnya ga dimasukkan dalam poin perjanjian pra nikah sih gpp, tapi sekalian dibikin supaya jelas hak dan kewajiban.
Nice sharing mbak. Senang bisa lihat saling kerja sama, karena buatku namanya menikah tujuannya juga berbahagia bersama, dan kalau tugas dibagi bersama dan ada komunikasi yg baik kan juga bisa membawa kebahagiaan. π
Kalau kami, karena aku yg sering pulang dluan ke rumah, memang banyakan aku yg masak dan bbrp tugas lain, cmm kalau misal kayak kmrin aku pergi ternyata pulang jam 18.00, otw kerumah ngabari suami dan dia bersedia masak (Ps : standard hutspot xixixi…gpp wis, enak kok). Tuinieren dia, soalnya aku ga seneng.
Keep being happy! x
Suwun Mbak Dede. Iyo bener Mbak, aku juga ga pernah mencela siapapun yang berbeda sistem RT seperti kami karena masing2 kondisi dan kebutuhan RT kan berbeda2, ga bisa dipukul rata musti sama. Tapi yo mbalik maneh, omongan uwong kan ancene ga onok mandege.
Hahaha, hutspot tapi lek masak e penuh cinta dan ikhlas yo dadi enak lho Mbak *tambah bojoku masak e mung ngiris2 sayur hahaha.
Hahaha betul, aku yo ikhlas nek maem hutspote (lha ngelih?).. biar hutspot dan iris iris sayur kalo mereka ikhlas, mari kita terima lah ya *aku karo ngguyu mesem* π
Iyo Mbak, timbangane ora mangan. Wong lanang isok masak iku sexy lho Mbak. Wong lanang sing gelem nang dapur masio cuman nggawe mie kuah ae itungane wes sexy menurutku haha.
Ah selalu suka sharing2mu Den π Aku juga menjunjung tinggi semangat “partnership” di hubungan.. semoga nanti kehidupan rumah tangga aku juga berdasarkan “partnership” bukan istri melayani suami lalu suami menafkahi istri seperti pandangan orang kebanyakan di Indonesia. Ya sebenernya yang begitu ngga salah sih, kan terserah masing2… yang jadi salah kalau menganggap model rumah tangga kayak gitu paling benar dan kemudian “menceramahi” model2 rumah tangga lainnya apalagi kalau udah bawa2 ayat… hiiii… ngeri hehehehehe.
Terima kasih Christa. Sharing yang perlu disharing aja π
Setuju sekali dengan pendapatmu. Aku tidak pernah bermasalah dengan model rumah tangga yang lainnya meskipun beda dengan kami, toh kami juga masih proses belajar mana yang cocok mana yang ga pas. Yang jadi agak ga sreg ya kalau ada yang membandingkan dan “ngata2in” (haha bahasanya ngata2in).
Fakta dalam rumahtangga mu miriplah Den sama aku. Aku klo pergi keluar rumah atau ada janji mau ketemu teman, ya tinggal bilang atau sms, gak perlu minta izin suami. Kita berdua mau beli apapun terserah kita, apalagi klo pakai duit sendiri kan. Eh tp ada juga suami yg reseh klo istri beli alat2 make up pdhl hasil keringat si wanita sendiri, temanku Den ada yg begitu.
Kerjaan rumah, mungkin dr sononya sdh begitu perbedaan pola asuh timur dan barat. Aku punya adik cowo 2 .. gak pernah tuh sama sekali masuk dapur, krn bpk juga ga pernah masuk dapur. Dapur urusannya perempuan. Nah beda dg pola asuh barat, pria pun turun tangan utk urusan dapur dan mengasuh anak. Klo urusan dapur dan mengasuh anak cuma jadi urusan istri, kasihan banget sdh mirip pembantulah kita ini perempuan hehehe..
Iya Nel, benar juga mungkin karena faktor kebiasaan. Apa yang diterapkan dirumah akhirnya terbawa sampai dewasa. Aku juga berlaku seperti ini karena melihat Bapak dan Ibukku saling berbagi tugas karena beliau berdua sama-sama kerja. Jadi meskipun kami dirumah ga ada yang bantuin, pekerjaan RT tetap terselesaikan. Aku ga bisa bayangin kalau ibu harus mengurus semua sementara beliau bekerja sampai sore dengan 3 anak dirumah. Bapakku karena anak laki satu2nya dikeluarga beliau, jadi suka dilibatkan sama urusan rumah sejak kecil. Jadinya ga canggung juga melakukan tugas RT. Semoga kita bisa mengajarkan hal sama ya Nel buat keturunan kita nanti.
Ya ampun mba Deny, membaca ini ditengah kegalauan saya sangat menyegarkan sekali… Jujur aja walau nggak didepan saya udah banyak yang nyinyir perihal saya dan suami bekerja. Mudah-mudahan kedepannya suami saya mau diajak kerjasama seperti ini. Pada dasarnya suami siyh mungkin okey-okey saja tapi biasanya sekeliling keluarga besarnya ada aja ya yang nyinyir gitu T_T
Hai Sandrine. Menurut pendapatku, ga usah galau karena yang mengatur rumah tangga adalah kita sendiri. Omongan dari kanan kiri depan belakang dibuat masukan saja, tetapi jangan dimasukkan hati kalau memang tidak berkenan. Aku juga masih belajar untuk ga peduli. Kalau ibuku pernah bilang, orang diluar kalian itu hanya pada taraf melihat tapi yang merasakan ya kalian sendiri. Jadi yang paling tahu apa yang pas buat kalian,terapkan, meskipun ga mudah ya untuk menangkal omongan yang sumbang. Tapi selama pasangan support, akan lebih mudah menjalaninya. Semangat Sandrine!! π
haaasih, ada yah yg begitu.. meuni asal ngomong ><
Pengen rasanya ga dimasukkan dalam hati, tapi ya tetep rasanya clekat clekit. Akhirnya ya dicuekin saja, diambil yang baik2 saja π
halo mbak deny, hihihi ride your own boat mbak. biarin deh orang2 pada komen π
iya sih, kalo di sini, pakemnya itu istri yang ngerjain semua kerjaan domestik. lah kalo pasangan sama sama bekerja, trus sampe rumah cuma istri doank yang ribet lagi, hohoho *nangis darah*
untungnya saya sama partner bisa kerjasama π
Iya bener Na, kalau ada orang yang komentar agak gak enak dihati, aku coba pilih2 lagi mana yang bisa kepake omongannya, mana yang perlu dibuang. Kami yang menjalankan RT ini jadi yang lebih tau mana yang pas mana yang ga.
Syukurlah kalau kalian bisa menerapkan partnership dalam rumah tangga π Kebayang capeknya kalau dua-duanya kerja begitu.
KUrang lebih kita sama Den tp soal masak Matt lebih banyak karena aku ga suka dan males masak dan kita terlalu sering makan keluar hahaha. Masih tinggal di Indonesia soalnya. Trus bersih2 rumah sampai setrika itu dulu sebelum kerja aku yg kerjain semuanya skr ada mba yg bantu (lagi2 karena masih tinggal di indonesia sih ya).
Cuman emang ribet sih ya apalagi kalo dikasih Ayat2, aku kabur aja deh secara males dengerinnya. Selama pasangan kita gak protes kan harusnya gpp ya.
Iya Non, dinikmati saja selama masih tinggal di Indonesia hahaha. Asal dua duanya saling merasa hepi sebenarnya ga ada yang salah lho menurutku model rumah tangga yang seperti apapun itu. Dan sebetulnya juga ga perlu tinggi hati dan merasa lebih baik dibanding yang lain karena memang kondisi masing-masing rumah itu beda kebutuhannya.
Ahhh Matt keren sekaliii jago masak. Aku senang dengar kalo ada suami-suami yang memasakkan istrinya π
Oh my.. Di kepala gw kok langsung muncul tipe-tipe orang yang memberikan penghakimannya ya Den. Hahahaha. Stereotyping nih gw.
Secara itu ya kan yang punya rumah tangga sendiri udah menjalani dengan bahagia kok ya orang lain yang repot.
Hahaha iyo Dan. Terkadang hal seperti ini memang ga bisa kita cegah karena masih hidup didunia ya pro kontra pun masih bersliweran. Tapi mustinya kita juga saling belajar untuk tidak meninggikan hati ketika melihat yang lain berbeda dengan kita. Toh yang menjalaninya (harapannya adalah) hepi-hepi saja. Ngene iki koyok nggawe permodelan Dan, model yang terbaik dalam suatu hal belum tentu tetap menjadi model terbaik dalam hal yang lain karena kondisinya kan beda *doohh dadi ngomong permodelan *maklum ga isok adoh2 dari angka hahaha
Saya selalu malas berdebat kusir kalau ujung-ujungnya selalu melibatkan dalil-dalil agama ==> ya iyalahhhh…gw bacanya juga kesel ih!
Plus ya OOT dikit, saya juga bingung sama ibu-ibu yang suka posting kira-kira betapa hebatnya dia sebagai Multitasking women, masak iya, betulin genteng iya, berkebun iya, bla bla bla…di post, lalu di share socmed yang dia punya. Isi timeline sama!
Where’s the team work? menurut saya mereka bukan hebat, failed at team work!
Hahaha iya Mbak, aku itu orangnya anti ceramah, soalnya bapak ibukku pun ga pernah nyeramahin aku. Pendekatannya musti beda kalau mau menasihati aku, jangan lewat dalil-dalil agama π
Sebenarnya aku cita-cita banget tuh Mbak jadi multitasking woman. Namun apadaya ga cocok dan ga sanggup. Aku kan orangnya dermawan, bagi2 tugaslah sama suami. Nanti kalau suami ga ada kerjaan, makan gaji buta dong hahaha *gajinya dikasih dibikinin sambel terasi sama istrinya :)))
Iya betul, aku setuju Den, rumah tangga itu memang teamwork. Terus budaya timur dan budaya barat juga berlainan. Wanita di Western culture lebih memiliki authority dan equality dalam memutuskan masalah di dalam kehidupan sehari-hari. Jadi kalau ada orang yang berpikiran tidak enak dengan jawaban kamu, mungkin orang itu menilai dengan menggunakan budaya dia. Jadi janganlah di ambil hati, dan kamu juga berhak untuk tidak menjawab setiap pertanyaan orang π
Iya betul Sastri, memang akhirnya aku merenung kenapa komentar seperti itu muncul, karena tidak sama dan tidak sesuai dengan cara pandang mereka. Menurutku itu sah-sah saja karena setiap orang bebas berpendapat ya. Tapi aku merasa keberatan kalau yang keluar bukan hanya opini untuk berargumen secara luas tetapi mungkin sebagai pembenaran pribadi. Dan aku juga ga mau menuduh macam2. Benar sekali yang kamu bilang, ga semua pertanyaan musti dijawab dan ga semua pernyataan musti ditanggapi π
Kalau saya lihat masih di koridor yang sesuai kok…
Saya jarang harus ngeluarin senjata ayat tapi untuk menghadapi istri2 yg suka banget main ayat, seharusnya mereka lebih membaca surah An Nisa 34 : “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Alloh telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”
Ayat ini menjelaskan kewajiban suami memberi nafkah istri.
Nafkah :
*makanan dan minuman–> siap makan (bukan bahan mentah), proses masaknya kira2 kewajiban istri atau bukan?
*pakaian–> pakaian bersih rapi siap pakai
*tempat tinggal —>rumah dan segala isi dalam keadaan baik, jadi bila kotor ataupun berantakan, untuk membersihkannya tugas suami atau tugas istri? :))
kalau suami ga sanggup urus, solusinya tinggal cari pembantu, karena nasehatnya bila menikahi istri yang terbiasa dg adanya pembantu pun suami wajib menyediakan pembantu.
Kenapa? Karena peran istri disini adalah ibaratnya tenaga ahli. Tugas mereka yg utama : mendidik anak. Kira2 bagaimana bila tenaga ahlinya 50% waktu habis untuk ngurus perintilan rumah, akan berkurang kah kualitas konsentrasi pada anak. Juga mendapat beban psikis. Akhirnya jadi cape dan emosi mudah naik. Menghasilkan anak yang kerjanya dimarahi dan ga maksimal menerima ilmu dari ibu.
Biasanya banyak yg defensif. Karena kondisi suami mereka tidak demikian, jadi berusaha mencari pembenaran2 lain. Seperti dapat lebih banyak pahala. Eh lala, kok mencari pahala dari mengurangi pahala kewajiban utama sebagai pendidik? Singkat kata artinya salah pilih iman, itu salah siapa…hehe…
Istri meminta ijin suami krn memang tanggung jawab keamanan dan mendidik istri sepenuhnya di suami. Kalau ada apa2 dia yg akan lebih berat diminta pertanggung jawabannya. Misal, istri keluar ternyata malah main judi–>dia juga ikut ketiban berdosa. Kalau suami pergi keluar rumah ternyata untuk judi istrinya ga ikutan kena dosa. Apapun yg dikerjakan suami dia ga akan kecipratan apa2. Enak kan sebetulnya.
Terima kasih banyak Fe tentang pencerahannya untuk An Nisa 34. Aku benar-benar meresapi poin per poin yang kamu terangkan. Mencoba berpikir pelan-pelan supaya selalu kuingat dan bisa kuterapkan. Penjelasannya gamblang sekali dan mudah dimengerti. Akupun berpendapat yang sama bahwa seorang istripun harus tetap punya waktu lebih untuk meningkatkan kualitas dirinya. Dan meningkatkan kualitas diri inipun banyak caranya.
Benar sekali yang kamu katakan tentang pahala itu Fe. Ujung2nya memang selalu disangkutin dengan pahala. Dan aku selalu bilang selama suami ridho, Insya Allah itu berpahala, walaupun caranya berbeda dengan mereka. Toh aku juga tidak buta-buta sekali dengan Al-Qur’an. Aku tahu mana batasan benar ataupun salah karena peganganku adalah Al-Qur’an dan Al-Hadits. Tapi aku juga ga mau terlalu ngotot dengan mereka Fe karena memang menurutku cara pandang kami sudah berbeda. Jadi aku selalu bilang ke diri sendiri, biarlah kami cari pahala dijalan masing-masing hehehe
Untuk masalah ijin, selama aku memberitahukan apa yang akan kulakukan diluar rumah, itu sudah kuanggap cukup. Kalau memang ada salah satu pihak merasa keberatan, bisa diomongkan bersama dan cari jalan keluarnya seperti apa π
Sekali lagi terima kasih banyak Fe buat penjelasannya. I really appreciate it π
Sama-sama..sy biasa menjelaskan itu agar bnyk perempuan muslim indo tdk lg didera rasa bersalah krn pandangan yg terkesan memberatkan peran mereka. Mau mrk terima syukur kl ga ya silahkan merangkap asisten kembali. Ada bnyk terbangun dan sependapat..melihat dampaknya pd anak. Tp mrk tdk bisa berbuat apa2. Di kondisi bkn berarti hrs ganti atau mengubah suami ya lol. Org dewasa mah sdh ancient…ga gampang dibelokin. Cuma paradigma pendidik ibu2 ini jd berubah. Mrk mendidik anak2 laki mrk utk ga manja leyeh2 bila ibunya gabruk2an. Naudzubilah.Jd bila suatu saat si anak laki dpt istri yg tdk bs multitasking atau beres2 setidaknya si anak laki2 itu tahu itu bkn tugas istri..dantdk menuntut terlalu bnyk pd istri yg akhirnya bisa berakhir cekcok atau mlkkan hal2 yg dilarang.
Agak kaget juga bacanya bahwa masih ada orang yg beranggapan bahwa membagi tugas rumah bersama pasangan dianggap istri yg tidak bertanggung jawab. Aku produk jaman dulu yg orang tuanya dua duanya bekerja dan di rumah kita bekerja sama, jadi seperti inilah aku mengerjakan keadaan rumah sama dengan mu dan juga teman teman ku baik yg di Indonesia atau disini, teamwork karena itulah mengapa manusia hidup bersama, ya untuk berbagi, berjalan sejajar dan saling menghargai, betul ga?
Eh Den btw aku gagal terus klo bikin perkedel, begitu digoreng pasti berantakan padahal dah pake putih telur dan tips tips lainnya dari internet atau verbal dari teman
Sama Yang, aku juga produk orangtua kerja. Jadi yang kuterapkan sekarang persis banget dengan apa yang aku lihat dari kedua orangtua. Bapak ga sungkan2 turun ke dapur bahkan mencuci baju anak2nya. Betul banget, saling menghargai dan berbagi. Ya mungkin buat mereka yang beropini lain cara menghargainya berbeda dengan kita Yang. Mudah2an saja istiqomah dijalannya π
Bikin Perkedel selama di Belanda aku pakai caranya Mbak Yo, Yang diresep ini https://lofoodie.wordpress.com/2015/04/24/perkedel-kentang/ kata Mbak Yo kuncinya dijenis kentangnya. Pilih yang vastkokend aardappel jadi ga gampang pecah. Trus putih telurnya ga usah dikocok jadi lebih mengikat dan ga bikin penggorengan kotor dengan busanya. Dibagian komen banyak tips2 yang dikasih Mbak Yo. So far, berhasil kuterapkan. Mudah2an kali ini berhasil ya Yang buatmu π
Pertama, bacanya waah menu makanan sehat di keluarga mbak ya, kita juga harus banyakin makan buah nih. AKu pribadi gak pernah pacaran ama orang Indonesia, laa ditolak mulu,Β΄gak sesuai dengan standard pria Indonesia mungkin aku. AKu setuju mbak, orang luar lebih flexible dan bisa diajak teamwork ya, bukan berarti pria Indonesia gak, tapi mungkin jarang ya. Intinya kalau nikah dengn orang luar itu ‘We are teamworks, but we are also individual being’.
Iya, mumpung buah dan sayur disini variasinya berlimpah dan harganya juga terjangkau juga lebih fresh akhirnya pesta sayur dan buah π
Kalau aku kebalikannya, pacaran mulu sama orang Indonesia tapi ya gagal selalu hahaha curhat colongan, mungkin sama ya alasannya, ga sama cara pandang. Kenal sama suami eh bersyukur langsung jadi. Iya betul Lulu, aku bandingkan dengan mantan2 dulu, mereka beranggapan bahwa dalam rumah tangga adalah pekerjaan Istri. Suami bantu2 kalau lagi mau. Wah, aku ga mampu kalau seperti itu. Kapan waktunya aku bersenang-senang kalau urusan dalam rumah ga kelar-kelar :D. Sepakat sekali Lulu dengan istilahnya ^^
Aku suka bacanya! Iya nih. Walaupun belum cari suami, dalam mencari pacar aku juga lebih nyari yang bisa diajak teamwork. Buatku relationship itu ya kerjasama, bukan cuma atas dasar cinta doang. Begitu juga kalo udah nikah, entah kenapa di mataku cowok yang bisa semuanya sendiri dan seneng bagi-bagi tugas sama cewek itu menarik dan peluk-able, hahahaha! Kalo bayangin udah menikah dan udah punya anak terus sama suami bener-bener membesarkan si anak (co: suami ganti popok, suami mandiin anak) kan kesannya gimana gitu, aku suka lho liatnya. Disini banyak ya, aku pas ke museum di Amsterdam ngeliat ada bapak-bapak muda yg mendongengi anaknya pake buku cerita. Ngeliatnya gimanaaaaa gitu, naluri keibuan langsung keluar (aku gini-gini juga punya lho, hahaha!) Sayangnya pendapatku ini belum terlalu populer di kalangan perempuan di Indonesia. Masih banyak yang berpikir kalo udah nikah ato bahkan sejak pacaran pun, yg namanya relationship itu cuma enak di perempuan dan bukan masalah kerjasama. Tapi anehnya aku pengen punya pacar (dan suami) orang Indonesia, tapi yang berpikiran maju seperti orang-orang sini dan nggak malu teamwork dan berbagi tugas sama pacar atau istri.
Thanks Crys!
Iya, mungkin pendapat seperti ini belum populer tidak hanya untuk perempuan Indonesia yang tinggal di Indonesia tetapi juga perempuan Indonesia yang tinggal diluar Indonesia. Bahkan perempuan-perempuan dari kebangsaan yang lain. Jadi ternyata pandangan bahwa perempuan harus mengerjakan semua pekerjaan RT itu tidak mengenal asal bangsa. Mungkin pernikahan diasosiasikan dengan pengabdian kepada suami. Kalau aku berpendapat adalah mengabdi itu pada janji pernikahan dihadapan Tuhan.
Semua wanita kan memang punya naluri keibuan Crys π
Kalau tentang lelaki yang mau berbagi tugas rumah tangga dengan istri itu mungkin karena faktor kebiasaan. Kalau di LN (ya aku taunya sekitaran Eropa sini, ga punya banyak kenalan dibenua lainnya) setahu aku mereka keluar rumah sejak usia 18 tahun, hidup mandiri. Jadi sudah terbiasa mengerjakan semuanya sendiri. Jadi ga canggung lagi. Sedangkan lelaki Indonesia, meskipun tidak semua ya, terbiasa ada yang bantu-bantu dirumah jadinya itu terbiasa sampai dewasa yang pada akhirnya berpandangan bahwa tidak semestinya tugas suami itu ikutan repot ngurusin pekerjaan rumah tangga. Apalagi kalau sudah seharian bekerja.
Tapi ya itu tadi, kembali kepada kebutuhan masing-masing orang.
Kalo kebutuhan aku sih, butuh cowok yang mandiri. Yang ga rewel kalo aku jujur aku ga mau ngelakuin A, tapi mau aku ganti ngelakuin B yang aku enjoy. Yang fleksibel juga soal pembagian kerja. Pokoknya yang bisa diajak diskusi soal macem2 lah. Doakan semoga dapet pacar yang begitu ya. Pasti ada lah orang Indonesia yang value-nya seperti itu.
Berbahagialah orang berumah tangga yang suka saling berbagi pekerjaan dan saling menghormati. Memang tak jaman lagilah satu pihak menjajah pihak lain.
Terima kasih Pak Alris. Inipun kami masih belajar terus mana yang pas dan mana yang kurang pas dengan tujuan kami. Kebetulan model yang Pak Alris sebutkan terakhir tidak cocok dengan cara hidup kami, makanya tidak kami terapkan. Ternyata kok ya enak begini, bagi tugas π
Amiiinnn pasti ada Crys diantara berjuta lelaki Indonesia. Mepet aja ke anak Teknik. Sepengalamanku bergumul sama anak2 Teknik selama 8 tahun, mereka tipikal yang ga rewel tentang pembagian kerja. Ga merasa superior dan ga canggung juga. Pepetin aja anak teknik hahaha.
*pepet pepet anak Engineering*