Tulisan ini terinspirasi dari Kebablasan Berbagi di Sosmed
Sudah lebih dari sebulan saya sedang “cuti” dari dunia per-Facebook-an. Awalnya karena saya memang sedang fokus untuk ujian bahasa Belanda. Ditambah lagi saya sedang dikejar-kejar dosen pembimbing pada saat itu karena sudah lebih dari 3 bulan tidak menghadap beliau untuk bimbingan. Pastinya saya tidak bimbingan, karena saya menikah, dilanjutkan jalan-jalan sebulan bersama Suami. Otomatis lupa dengan yang namanya Tesis.
Nah, atas nama ingin fokus, saya memutuskan untuk cuti dulu dari hingar bingar dunia Facebook (FB). Selain alasan (sok) serius diatas, saya juga punya alasan (sok) bijaksana. Saya introspeksi diri, sepertinya beberapa waktu kebelakang saya terlalu banyak “pamer” di FB. Merasa banyak hal yang saya posting hanya ingin memenuhi kebutuhan untuk memuaskan ego. Ego ingin diperhatikan maupun cari-cari perhatian. Seringnya yang saya lakukan adalah posting foto jalan-jalan maupun sedang makan dimana atau foto hasil masakan saya. Niatnya memang tulus ingin berbagi informasi tempat-tempat yang bagus untuk dikunjungi, tempat makan yang asik, ataupun berbagi resep masakan. Tapi lama-lama saya kok merasa terlalu berlebihan berbagi infonya. Merasa “kok aku kayaknya pamer gini ya.” Walaupun tidak bisa dipungkiri, dijaman sosial media yang mewabah ini, pamer adalah salah satu modus operandi yang tidak bisa terelakkan *modus operandi, kok kayak penjahat :D.
Alasan yang lain, saya merasa pertemanan di FB sudah tidak sehat lagi. Saya sering membaca status dari beberapa teman yang hawanya tidak positif. Mengeluh, menghujat si Anu, mengomentari si Itu, melontarkan sindiran, bahkan secara terang-terangan mengecam beberapa hal yang sebenarnya jauh dari jangkauan mereka. Jadi teringat beberapa waktu lalu saat Indonesia sedang heboh dengan pesta demokrasi. Saling serang antar pendukung, saling melontarkan status yang tak pantas, merasa (paling) benar sendiri, sampai saling unfriend karena ngotot sampai bertengkar di kolom komentar. Lha kalau sampai seperti itu mereka dapat apa sih. Hanya ingin melampiaskan nafsu semata. Saya yang memang apatis dengan dunia politik, hanya senyum-senyum gerah membaca perang status dan perang komentar. Sementara yang lain sedang berlomba-lomba dengan status dunia politiknya, saya konsisten pasang foto jalan-jalan dan makanan. Lha wong ga paham mau ngomong apa tentang politik. Setelah pesta demokrasi berlalu, beberapa orang tidak bisa move on. Tetap menjadi komentator utama dengan status sinis dan menjatuhkan terhadap pemerintahan sekarang. Ya wes lah ya, mau nuntut apalagi. Masak iya musti gegoleran di aspal, atau nangkring di menara sutet, atau nyemplung ke laut ketika jagoannya ga jadi Presiden.
Pada saat itu, saya sampai (ikut-ikutan) unfriend beberapa orang, karena merasa sudah tidak kuat lagi membaca status yang “menyesatkan”. Beberapa ada yang sampai mengirim email atau mengirim sms “kamu unfriend aku ya, kok ga ada lagi di daftar temenku.” Dan saya menjawab “Iya, aku mau hidupku tenang. Berteman dengan kamu didunia maya bikin jiwaku ga sehat.” Oh, bagi yang belum mengenal saya, jawaban saya memang sadis. Tapi bagi yang sudah tahu, mulut saya memang silet berjalan. Maksudnya saya tidak pintar berbasa-basi. Berbicara apa adanya. Tapi saya melakukan itu juga pilah pilih orang. Tidak pada semua orang saya melakukan hal tersebut. Sebagai orang yang berkecimpung di dunia Marketing, tentunya saya juga lihai untuk berbasa-basi. Intinya, fleksibel lah mulut silet saya. Sudah tahu kapan waktunya bekerja, kapan waktunya diam ^^. Ada yang sampai menelepon Ibu saya menanyakan kenapa saya tidak pernah muncul lagi di FB. Ketahuan kan sebelumnya saya terlalu aktif dan berlebihan di FB, sampai ngilang sebentar saja sudah dicari.
Nah, setelah beberapa waktu cuti dari FB, saya kok merasa lebih nyaman ya. Tidak tahu kenapa, hanya merasa nyaman saja. Tidak lagi harus membaca status-status negatif, tidak lagi harus membaca komentar yang saling menjelekkan, tidak lagi harus membaca status yang merasa benar sendiri, dengan menjelekkan yang tidak segolongan dan sebagainya. Dan lagi, waktu saya lebih produktif. Karena sebelumnya, saya bisa menghabiskan waktu yang lama kalau sudah main FB, beberapa kali sehari. Tentunya tidak semua teman-teman di FB saya yang auranya negatif. Lebih banyak yang menyenangkan kok. Terima kasih buat teman-teman yang tetap menjaga dan menyebarkan energi positif. Sekarang saya bisa memanfaatkan lebih banyak waktu untuk tesis dan mengurus kepindahan saya ke Belanda. Kalau begini, saya merasa ternyata memang perlu untuk mundur sejenak dari keramaian FB. Ya, mungkin memang saya yang salah memilih teman. Atau saya memang sedang jenuh dengan FB dan mencoba membuka arena “pamer” ditempat yang berbeda.
Lalu kemana saya sekarang? Saya kembali lagi menjadi anak (sok) gaul Twitter dan Instagram. Kalau twitter saya senang karena sarat informasi, dan komentar-komentarnya juga lucu-lucu. Selain itu, saya pernah menang kuis di twitter. Lumayan kan dapat hadiah. Kalau instagram, saya senang melihat foto-foto tempat dari seluruh dunia. Keindahan dan cerita dibaliknya. Juga foto-foto masakan. Jadi adem dan merasa termotivasi ingin ke tempat-tempat tersebut, atau mendapatkan inspirasi untuk membuat masakan tertentu. Dan beberapa kali ikut kuis juga di Instagram, tapi tidak menang *lho saya kok jadi semacam wanita pemburu kuis ya 😀
Dan yang terpenting adalah saya punya lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal positif. Ngurusin blog yang sudah dibuatkan Suami salah satunya, karena blog saya sebelumnya mati suri. Berkenalan dengan teman-teman diseluruh penjuru dunia lewat blog. Berbagi cerita, kisah suka, duka dan segala pernak pernik kehidupan. Atau mungkin ada yang mau menyebut saya sedang pamer cerita lewat blog. Iya, saya memang sedang membangun relasi pertemanan lewat “pamer” dengan cara yang berbeda. Membuka wacana saya tentang kehidupan diluar sana. Tidak hanya sekedar status “Haduh hujan nih ga bisa ngapa-ngapain” atau “Ya Tuhan, semoga hari ini semua berjalan lancar” <–mungkin Tuhan punya akun FB ya sampai berdoa pun di FB (semoga saya tidak pernah melakukan ini), atau status-status yang saling menjatuhkan karena merasa golongan mereka paling baik dan memandang orang-orang diluar mereka derajatnya lebih rendah. Atau yang setipe dengan saya, nyinyir.
Sudah tahu kan sekarang kemana kalau mau mencari saya? ^^
Segala sesuatu yang berlebihan itu (pada umumnya) tidak baik. Termasuk berlebihan di Facebook.
Jadi, bagaimana pertemananmu di Facebook?
-Surabaya, 5 November 2014-
2 thoughts on “Cuti Facebook”
Comments are closed.