Cerita Dibalik Sebuah Nama

“Apalah arti sebuah nama” – begitu yang sering kita baca. Tentu saja nama sangat berarti, kalau tidak maka calon orang tua tidak akan pusing mencari dan memutar otak untuk padu padan nama calon bayi mereka, bahkan buka primbon serta bertanya pada yang dituakan. Jadi, setiap nama pasti punya arti atau bahkan mungkin peristiwa yang ada dibaliknya. Tulisan ini sebenarnya datang dari kejadian yang akhir-akhir ini saya alami, perihal nama belakang. Tapi sebelum masuk dalam cerita tersebut, saya mau merunut sejenak tentang nama saya dan suami.

Nama Depan

Nama depan sekaligus panggilan saya adalah Deny. Untuk orang Indonesia, nama Deny kebanyakan dipakai untuk nama pria. Tidak lazimlah nama Deny disematkan pada wanita. Kesimpulan tersebut saya tuliskan karena setiap ada yang bertanya atau ketika saya menyebutkan nama, hampir seluruhnya berkomentar “lho kok perempuan namanya Deny?” Dari yang awalnya saya antusias menjelaskan tentang nama Deny sampai akhirnya malas menjawab atau memberi jawaban ala kadarnya “anda orang ke sepuluh ribu sekian yang berkomentar seperti itu.” Kalau menulis email, saya sudah menaruh nama lengkap pun masih sering dipanggil Bapak atau Mas, padahal nama belakang saya jelas untuk perempuan. Kalau sedang malas, maka akan saya biarkan. Kalau sedang rajin akan saya jawab dan menerangkan kalau saya perempuan. Kalau yang tidak saya jelaskan dan kami ada hubungan kerja, lalu melanjutkan komunikasi lewat telepon, mereka akan meminta maaf karena sudah menyebut saya Mas atau Bapak, karena sadar begitu ketemu, yang ditemui adalah perempuan atau ditelepon yang terdengar suara perempuan. Deny adalah nama yang terbentuk dari gabungan nama kedua orangtua. Karena penulisannya seperti “deny” dalam bahasa inggris yang artinya menyangkal, pada saat kerja dulu, beberapa kolega dari Eropa dan Amerika banyak yang salah memanggil saya dengan penyebutan deny dalam bahasa Inggris, yaitu “dinai.” Kalau yang bagian ini jelas perlu saya luruskan. Lagian kan ga enak dipanggil keminggris gitu ya.

Lain permasalahan dengan pelafalan, lain juga dengan penulisan. Saya dari dulu selalu rewel dengan yang namanya penulisan nama. Saya selalu memperhatikan penulisan nama orang lain, jangan sampai ketika menuliskan nama, salah eja ataupun salah huruf karena hal ini yang sering terjadi pada saya. Pada bagian atas blog ini jelas-jelas sudah tertulis besar namanya adalah Deny and Ewald. Walaupun demikian masih saja ada yang menulis : deni, denny, ataupun denni. Tidak itu saja, kalau saya menulis email, pasti akan saya tutup dengan nama saya (kalau email formal pasti dengan nama lengkap, kalau email tidak formal pasti nama deny saja). Sudah ditulis nama saja masih sering yang menjawab email menuliskan nama saya dengan salah. Disitu saya merasa semacam lelah *nyemil ote ote.

Nama depan suami juga untuk orang Indonesia agak susah dalam penulisan maupun  pelafalan. Beberapa sepupu saya memanggil mas Ewald dengan “Ewold” yang seharusnya antara penulisan dan pengucapannya sama. Sudah diberitahu beberapa kali tetap saja salah pengucapannya. Akhirnya suami bilang “biarkan saja, variasi panggilan :D” Penulisan nama Ewald juga begitu, Seringnya ditulis jadi “Edwald” oleh beberapa kenalan orang Indonesia, padahal jelas-jelas dia selalu menuliskan namanya dengan Ewald. Menurut suami, nama “Ewald” sendiri bukanlah nama Belanda. Ewald adalah nama Jerman karena memang dari Papa mertua ada keturunan Jerman, selain itu Papa mertua suka sekali dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Jerman (karena dulu sewaktu kerja sering ditugaskan ke Jerman), karenanya anak-anaknya diberikan nama Jerman.

Nama Belakang

Kalau tadi adalah lika liku seputar nama depan, sekarang giliran nama belakang. Nama saya hanya terdiri dari dua kata, depan dan belakang tanpa nama tengah. Sebenarnya nama belakang saya itu tidak ruwet, cuma sering salah penulisannya. Dan saya hampir selalu mengeja. Ini tidak hanya terjadi di Belanda saja tetapi juga di Indonesia. Kalau di Indonesia seringnya salah dengan penulisan, dan saya selalu mengeja huruf per huruf, untuk orang Belanda rupanya nama belakang saya susah disebutkan (dan dituliskan).

Sejak datang ke Belanda sampai sekarang, saya masih memakai nama asli untuk semua dokumen, jadi tidak mengadopsi nama keluarga dari suami untuk nama belakang. Hanya untuk asuransi kesehatan dan tanda pengenal tertera nama belakang suami. Jadi selama ini untuk urusan apapun, saya masih memakai nama sendiri, termasuk untuk keperluan sehari-hari misalkan menuliskan di media sosial.

Di Belanda, nama lengkap yang tertera pada hampir semua dokumen adalah nama belakang (de achternaam), sedangkan nama depan (de voornaam) dan nama tengah (het tussenvoegsel) hanya satu huruf nama depan (inisial). Jadi misalkan ada seorang perempuan namanya Alfa Beta Gama, maka akan ditulis mevrouw A.B. Gama dan kalau dipanggil ya nama belakangnya yaitu mevrouv Gama (mevrouw artinya kalau bahasa Inggris Mrs. Kalau bahasa Indonesia Ibu atau Nyonya mungkin ya). Pada saat berurusan dengan Bank, kantor pemerintahan, rumah sakit, wawancara kerja, atau mengisi formulir apapun, pada umumnya saya menuliskan nama lengkap hanya untuk nama belakang, sedangkan nama depan hanya inisialnya saja (atau saya menuliskan nama depan juga, nanti mereka yang akan menyingkatnya). Nah, kalau saya mendaftar lewat telepon atau ingin konfirmasi apapun lewat telepon, hampir selalu saya mengeja nama belakang karena mereka kesulitan untuk menuliskannya. Begitu juga misalkan saat di rumah sakit atau praktek dokter, ketika memanggil nama saya, mereka selalu mengeja persuku kata nama saya, karena mungkin agak susah untuk diucapkan. Disitu saya sering senyum-senyum sendiri. Bahkan beberapa waktu lalu saat ada urusan dengan Bank, petugasnya bilang “nama belakangnya unik ya, bagus, tapi saya kesusahan menyebutkannya.” 😀

Adopsi Nama Keluarga Suami

Awal datang ke Belanda, suami sudah menanyakan apakah mau memakai nama belakangnya atau tidak. Saya menjawab tidak, saya mau memakai nama saya saja. Dia bilang kalau memakai nama belakang saya mungkin nanti agak kesusahan untuk melamar kerja. Dia berpikir kalau menggunakan nama belakangnya, setidaknya orang akan tahu bahwa saya menikah dengan dia (WN Belanda) dan itu mungkin akan memudahkan mendapatkan kerja. Saya agak tidak percaya saat itu, “masa iya sih,” begitu pikir saya. Selain itu, di Belanda juga tidak diharuskan untuk meletakkan nama belakang suami baik itu untuk surat menyurat ataupun dokumen lainnya, kecuali pada dua kartu yang saya sebutkan di atas. Karena tidak ada keharusan tersebutlah saya tetap memakai nama sendiri. Akhirnya saya membuktikan bahwa teori suami tentang susah mendapatkan pekerjaan ketika tanpa menggunakan nama belakangnya terbantahkan. Saya beberapa kali mendapatkan panggilan wawancara kerja sampai mendapatkan pekerjaan saat ini. Namun tidak dipungkiri juga ketika wawancara kerja saya mendapatkan pertanyaan kenapa tidak memakai nama belakang suami. Bahkan karena saya memakai nama sendiri, kadang mereka tidak tahu kalau saya sudah menikah, karena memang status tidak pernah ditanyakan pada saat mengisi formulir pada saat melamar kerja. Saya akan menjawab ketika ditanya, tetapi kalau tidak ditanya ya saya tidak jelaskan tentang status.

Nama keluarga suami tidak seperti layaknya nama belakang orang Belanda (tentang nama belakang orang Belanda pernah diulas lengkap oleh Mbak Yoyen disini) karena memang ada keturunan dari Jerman. Karenanya nama belakang yang sama dengan nama belakang suami sangat jarang ditemukan di Belanda.

Alasan saya sampai saat ini tidak memakai nama keluarga suami untuk nama belakang saya karena saya merasa tidak terbiasa (mungkin belum terbiasa) dan masih belum perlu. Saya merasa tidak nyaman menggunakan nama orang lain untuk nama belakang (meskipun dalam konteks ini adalah nama belakang suami), dan merasa aneh kalau nama belakang saya tiba-tiba berubah atau bertambah. Memang sampai saat ini masih belum ada keperluan yang sangat mendesak sampai saya harus membubuhkan nama keluarga suami pada nama belakang saya. Entah nanti kalau memang ada kebutuhan yang medesak dan mengharuskan saya membubuhkan nama keluarga suami pada nama belakang, maka akan saya lakukan. Konsekuensinya saat ini adalah saya akan tetap berurusan dengan pengejaan nama belakang yang agak sulit untuk orang Belanda. Tidak mengapa, lumayan untuk melatih otak juga, mengeja nama sendiri.

Punya cerita unik seputar nama?

Catatan tambahan : Membaca komentar Noni jadi teringat kalau kata Ibu saat saya baru lahir diberikan nama Sayekti (nama pemberian dari Mbah Kakung), tetapi beberapa hari badan saya panas sampai hampir kejang. Akhirnya nama Sayekti diganti menjadi Deny. Percaya tidak percaya, sakit panas jadi hilang.

-Den Haag, 18 Agustus 2016-

Foto dipinjam dari http://slideplayer.nl/slide/2827506/

63 thoughts on “Cerita Dibalik Sebuah Nama

  1. Aku dulu juga namanya cuma 1 suku kata, pas bikin KTP kudu 2 suku kata, akhirnya nambah nama papa, jadinya keterusan, sekarang yang cuma 1 kata hanya akte lahir saja.
    Tapi dengan nama ku aja banyak yang salah manggil, INLY, bisa INLI, atau punya INGLI 🙁 hanya karena huruf N identik dengan G ) hahaha.. kadang pasrah aja deh, males benerin, ada yang manggil mas juga kok.. haha

    1. Wah berarti nama KTP dan akte lahir beda ya Inly. Trus paspornya gimana itu? Pakai nama yang mana? Ibuku lagi ngurus paspor agak bermasalah di nama. Paspor lamanya ilang pulak. Pfiuuhh ribet deh.

  2. ih, tiap kenalan pasti ga lgsg ngeh kalo pake nama Rinrin, pas kuliah (mulai dipanggil Orin sm teman2 krn katanya nama asliku susah) udah seneng aja, eh ternyata tetep aja Orin pun dianggap susah, kalo kenalan sm orang baru nggak lgsg ngeh *syedih* hihihihi

    Temen deket waktu kuliah jg namanya Deny dg ‘y’, Den, tapi cowok hehehe

    1. Iya, kalau pakai Y memang kebanyakan cowok haha.
      Wah, padahal Orin lebih gampang dibanding Rinrin ya, tetep dibilang susah :))) maunya apa orang2 itu haha

  3. hahaha soal nama dan panggilan ini bikin ngikiiiik.
    Namaku Eka Situmorang, namabelakang suami adalah SIR, jadinya aku menuliskan namaku Eka Situmorang-Sir, tanpa nama Sir aja udah banyak banget yang manggil aku Mas, Bang, atau Bapak.. apalagi SIR hahaha
    Akhirnya aku akali… kalo nulis nama di email jadinya: Eka Situmorang-Sir (Mrs.),
    Abis itu berkurang sih yang salah manggil 😀 Walo tetep ada yang salah.
    Btw Hai Deny, senang aku bisa mampir sini lagiiii.. Been very hectic >.<

    1. Eka itu juga nama ambigu ya, bisa cowok bisa cewek. Ketambahan SIR makin bingung hahaha. Solusi pintar dengan menambahkan Mrs.
      Hai Ka, senang kamu mampir ke sini. Senang kamu kembali ngeblog lagi. Baca twittermu kegiatanmu banyak banget ya. Aku ngos-ngosan sendiri bacanya :)))

    1. Wah padahal namamu sudah mudah mengingatnya masih ada yang manggi Nelly ya Nel hehe. Iya bener, awalnya semangat membetulkan. Lama2 jadi males sendiri :)))

  4. aku sempat kepikiran, penyebutan namaku oleh orang asing kira-kira gimana ya. Namaku kan jawa banget. Dulu pernah berinteraksi dgn orang iceland dan namaku hampir kepleset jadi “scare” haha

    1. Hahaha Scare :))) Aku suka banget padahal nama Sekar. Soalnya ada sepupuku yang namanya Diajeng Sekar, jadi menginspirasiku kalau punya anak dikasih nama Sekar aja. Tapi kata suamiku susah nyebutnya buat orang Belanda, gugur deh nama Sekar 😀

  5. Kalau aku kebanyakan nama panggilan Den.. hahaha. Sebenernya sih nama panggilan “resmi” nya itu Christa. Tapi entah kenapa di kantor dipanggil lain, temen kuliah dipanggil lain lagi. Kadang2 suka ribet.. dan yang aku baru sadar banget nih menjelang lamaran, keluarga pacar aku panggil aku dengan nama panggilan yg kayak temen2 dan gak semua keluarga aku tau.. sekarang aku lagi sibuk kasih tau pacarku supaya nanti tolong ganti panggilan “Christa” juga pas “minta” aku ke keluarga aku hahaha. Moga2 lancar dehhh :p tapi lagi2 sekarang aku jadi kebayang kalau punya anak, nanti bingung nggak ya dia nama panggilan ibunya ada banyak.. *lho mikirnya jauh banget* hahahahaha

    1. Kalau panggilan beda2 gitu pasti ribet banget ya. Suka kelupaan ga itu kalau ada yg manggil, kelupaan kalau ternyata kamu yang dipanggil hahaha.
      Waahh iyaa sudah menjelang September ini, pasti lagi deg2an seneng menuju hari lamaran ya Chris (ikutan seneng akunya hahaha norak, maklum dulu ga dilamar soalnya :))). Iya, dikasih tau, nanti dikira salah nama sama keluargamu haha. Lancar dan sukses ya Chris acara lamarannya. Trus aku nungguin foto kalian ada di blog, Yiaayy akhirnya tahu R yang mana (haha komenku ini apaaa sihh :D)

  6. kayaknya diawal2 comment aku juga salah dech nyebut namamu hehehe.. maafkan yach #sungkem.

    di keluarga batak pun, kalau menikah dengan sesama orang batak. marga kita langsung berubah menjadi marga suami. kayaknya aneh aja yach kedengeran kalau kita dipanggil ama marga orang lain.

    1. Banyak yang salah Lin, makanya ditulis di sini 😀
      Ah iyaa, kalau keluarga Batak otomatis ya dan wajib. Kalau wajib gitu memang ga bisa ditawar ya, jadi harus menyesuaikan.

  7. Saya dikasih nama oleh adik Ibu. Artinya saya juga gak tau, gak pernah nanya soalnya. Dulu waktu sd mau diganti nama, tapi gak jadi. Nanti dikirain tak menghormati pemberian adik Ibu.
    Sekarang dianjurkan nama memakai tiga nama. Kebanyakan nama belakang masih pakai nama orang tua, atau bagi yang punya marga (fam) memakai nama marga (fam).

    1. Kalau ga ada alasan yang kuat untuk mengganti nama, betul Pak, nanti disangka malah tidak menghormati nama pemberian. Malah timbul prasangka yang tidak2 dalam keluarga. Iya benar, sekarang diajurkan pakai tiga nama, karena pihak imigrasi juga agak rese kalau masalah nama gini. Sedangkan di Indonesia ga semua orang punya nama keluarga, hanya suku tertentu saja yang selalu mencantumkan nama keluarga

  8. nge-cek email lagi, dulu nulisnya Deni ato Deny ya -___-
    eniwei, karena namaku Kiky pun (kalau ngga pake nama belakang) masih banyak yang ngga tau laki ato perempuan.
    bahkan acap kali sales kartu credit/tele marketing nelpon malah suka nanya ini bapak atau ibu.
    Konon suara saya berat, bariton…. :))

    1. Oh iya bener Mbak, Kiki atau Kiky pun memang ambigu antara laki atau perempuan haha. Ohh suaranya bariton ternyata 😀 sexy tuh mbak suara ngebass

  9. Makanya anak-anakku sekarang kuberi nama internasional & klasik, termasuk nama keluarga total 3 suku kata masing-masing maksimum 3 syllables, ga yang susah-susah seperti memakai 2 huruf vokal atau terlalu asing. Emaknya namanya susah & unik jadi capek diplesetin, capek ngeja, cape dibecandain. Definitely don’t want my children to go through the same sh*t huahaha

    1. Iya bener juga, memakai nama Internasional memang akan lebih gampang ya. Aku pernah iseng2 bilang suami nanti kalau punya anak kasih nama Indonesia, trus aku menyodorkan beberapa nama. Lalu dia bilang “haduhh namanya ga familiar banget sama kuping orang Belanda, malah anak kita jadi bahan ejekan temen2nya ntar. Cari aja yang gampang” hahaha. AKu pikir2 bener juga ya. Jangan sampai karena ego orangtuanya pengen ngasih nama unik, malah anak yang nanggung akibatnya kalau sudah sekolah. Soalnya sama, aku juga dulu sering diejek karena namanya laki2 😀

  10. jenengku ora lazim, irena & maureen, irena jadi irine-irina-irene lantas maureen jadi maurin-mauren-moren… jelas jadinya pada salah tulis, Den..

    eits, tapi bukan cuman salah tulis, tapi lebih sering di-salah sangka, maklum jeneng londo penampakan meduro.. wkwkwkwk…

  11. itu katanya keberatan nama klo sakit panas saat kecil, banyak kok yang ganti nama anaknya mbak kalo sakit, aku juga bermasalah pas mau buat paspor untuk umroh nama di paspor harus 3 suku kata sedangkan namaku 2 suku kata jadilah mengambil nama bapak di belakang namaku sampai ganti paspor yang kedua pihak imigrasi gak mau ngeluarin paspor dengan namaku yang 2 suku kata katanya ikut paspor lama padahal semua dokumenku namanya 2 suku kata takutnya nanti bermasalah kalau mau ke US pas apply visa karena ketidaksamaan nama antara dokumen dan nama di paspor

    1. Iya kayaknya keberatan nama. Terlalu berat artinya Sayekti, ga cocok sama aku haha.Ohh paspor umroh harus 3 suku kata ya, baru tahu aku. Aku juga hanya 2 nama. Wah iya benar itu, kalau salah satu dokumen ganti nama begitu, nanti kan bereretnya panjang kalau mau urus dokumen2 lainnya.

    1. Nama dua kata saja agak2 jadi masalah Mbak kalau sekarang di Imigrasi, apalagi yang satu nama ya. Kebayang susahnya

  12. Nama saya ada tiga kata dan tidak sedikit orang yang salah menuliskan kata pertama dan kata ketiganya.
    Kata pertama seharusnya berakhiran -ien tetapi banyak yang tulis -in.
    Begitu juga dengan akhiran kata ketiga seharusnya berakhiran -yady tetapi banyak yang salah tulis menjadi -yadi.
    Saya juga suka memperhatikan nama orang lain sebab saya kurang suka aksi salah tulis untuk nama saya (dan biasanya saya dianggap ribet oleh orang lain haha).
    Dulu saya sering gemes dengan orang yang salah tulis nama saya, terutama kata pertama.
    Lama kelamaan saya belajar “nrimo” juga kalau penggunaannya hanya di chat.
    Kalau untuk hal resmi seperti undangan, surat, atau email, saya akan tegur orang yang salah tulis nama saya itu, haha..
    Dulu sempat disangka anak laki-laki juga karena sempat punya 1 teman laki-laki yang namanya sama dengan saya. LOL.

    1. Wien, terus terang dulu waktu awal2 tahu namamu, aku pikir Wien, pakai “e” itu nama panggilan. Maksudnya ditambahin E gitu haha. Setelah lihat email kami, ternyata nama asli. Karena memang biasanya yang ada tanpa e kan ya. Iya bener Wien, awal2 masih semangat 45 buat ngebenerin yang salah, lama2 capek juga :))))

  13. Nama depanku Dyah, tapi orang sering nulis dengan Diah atau Diyah. Kalau nama belakang Nugrahani, eh sering orang nulis Nugraheni. Bahkan terparah pernah ditulis nurfaini . Jauh kan? Mana di sertifikat pula. Dikembalikan cuma dijanjiin buat diganti. Tapi sampai lulus nggak diganti juga.

    Aku juga termasuk yang sering salah nulis nama Mbak Deny . Maafkan lah 🙂

    1. Oh iya bener, nama Dyah pakai Y itu juga Tricky karena umunya pakai I ya. Huruf Y ini memang kayaknya ga biasa buat orang Indonesia, sama kayak di Belanda ini.

  14. Klo nama saya punya buanyak nama panggilan. Yg paling sering sih di panggil Ibe, diambil dari singkatan nama Bapak saya Ibrahim. Dan semua teman memanggil saya dengan nama tersebut.

    Saya juga sempet salah nulis nama mbak deny. Maaf ya ha ha ha……

    1. Aku ingat, jaman masih kecil suka diolok2 dengan nama Bapak. Dan aku sebelnya bukan main dan marah2 sama yang manggil aku dengan nama Bapak.
      Iya, banyak yang salah nulis namaku, makanya dibikin tulisan ini 🙂

  15. aku trmasuk org yg salah dalam menulis nama mbak Deny, maaf ya 🙂

    btw, kalo pngalaman ku..bukan salah penulisan atau salah eja, tapi salah panggil..saking banyak nya perempuan brnama dini kadang2 pas ngantri pun lagsung maju smua th para dini..hahha bahkan dulu saat msih bekerja di kantor yang lama nama dini nya ada 2 dan kita sama2 dlm 1 tim..akhir ny biar ga trtukar nama panggilan sya di kantor di singkat jd dira gabungan dari dini & nama belakang saya ratna..agak gmn gt sbnr ny tp yaa udh lah 😀

    1. Nama pakai huruf Y itu emang tricky ya, banyak yang salah nulis namaku ternyata 😀
      Bener, nama Dini soalnya banyak yang punya ya. Ah keren juga ya singkatannya jadi Dira, akhirnya beda sama Dini yang lain 🙂

  16. Nama saya mayang mbak. Tapi kalau kenalan sama orang gitu, suka salah dipanggil. Jadi dipanggil maya gitu hahaha. NG-nya hilang 😀 . Dulu sih saya berusaha langsung koreksi, tapi sekarang ini saya biarin aja. Capek juga tiap kenalan musti memperjelas nama sendiri. Padahal udah ditekankan nama MayaNGNGNG, tetep aja dipanggilnya maya

    Kalau saya sih nama belakang pakai nama ayah. Orang minang sendiri sebetulnya ada suku (marga). Tapi tidak digunakan di nama. Cuma beberapa persen saja yang pakai nama suku di namanya kayak ex menteri ppn Andrinof Chaniago misalnya 🙂

    1. Hahaha NG nya ga kedengaran. Kayaknya bagian NG nya harus yang paling ditekankan Mayang 😀
      Aku malah suka pengen nama belakang pakai nama Marga atau Keluarga gitu. Jadi sekalian sebagai identitas juga ya. Di keluarga Jawa sebenarnya ada sih nama keluarga gitu, tapi tertentu aja, ga semua orang Jawa dipakai nama keluarganya.

      1. Udah ditekankan NGnya mbak, tetep aja dipanggilnya maya :D. kan saya jadi capek sendiri, jadi ya udah biarin aja deh 😀

        iya mbak, bagusnya gitu. saya juga bersyukur pakai nama ayah, Biar ada identitasnya 🙂

  17. Iih, samalah, Mbak. Jelas di akte lahir namaku Frany, ada ajalah yg nulis Frani atau lebih parah lagi Fani. Tobat. Tp aku males ribut yg penting aku berusaha gak salah sebut atau tulis nama orang lain.

    1. Setelah aku baca2 komen di sini, ternyata nama yang ada Y nya itu tricky Frany, mungkin karena ga lazim ya, kan umumnya pakai I. Makanya akhirnya sering salah, ya kayak namaku dan namamu gini.

      1. Iya bener, plus namaku cuma 2 suku kata. Jadi pas mau umroh atau mungkin wajib di negara Arab aja kali ya. Jadi nama ketiga, nama Bapakku. Pas aku hamil, kami sepakat nama Teona 3 suku kata dengan nama akhir ya nama bapaknya Teona. Mudah2an ga berubah tu peraturan. Hehe

        1. Aku juga baru mendapatkan informasi tentang umroh wajib 3 kata dari postingan ini Frany, dari blogger lainnya yg komen di sini, trus sekarang kamu. Jadi nambah pengetahuan. Terima kasih. Namaku juga 2 kata, jadi wajib was was ini ntar kalau mau umroh atau Haji

  18. Beberaoa orang Indonesia jarang memakai nama keluarga ya. Ini terjadi di aku. Dari lahir sampe kerja hanya nama depan dan tengah. Aku sangat2 jarang memakai nama keluarga. Beda dengan adik aku dia selalu pake nama depan dan keluarga. Yg lucu kalo bepetgian ke luar negeri bersama. Mama msh dengan nama belakang kluarga dari gadis, adik dengan nama belakang Papa, dan aku cuma nama depan dan tengah. Jangan tanya kenapa begitu sku juga ga ngerti Alasan pribadi aku si nama depan dan tengah aku ga cocok aza kalo digabung dgn nama keluarga hahahaaa… Sejak kawin dan pinda warganegara aku pake nama suami sebagai nama belakang untuk kemudahan birokrasi dan secara pribadi aku memang ga keberatan. Biar kalo traveling aku ga beda sendiri dengan anak2 dan bapaknya juga…lol! Buat aku pribadi Den, memakai nama kluarga suami or tidak, ga merubah pribadi aku sih. Menurut aku ga ada sangkut pautnya gitu jadi ya aku easy going aza memakai nama keluarga suami. Happy Friday, Deny!

    1. Iya Ria, kalau aku amati beberapa suku yang biasanya pakai nama keluarga ya. Kalau di Jawa banyak juga sih yang pakai, tapi ga semua, beda kalau Batak atau Manado mungkin, nampaknya pasti pakai nama Keluarga (soalnya aku ada banyak saudara di Manado pakai nama keluarga gitu). Hahaha berarti keluargamu bisa beraneka rupa nama ya. Btw, aku juga suka nyocok2in namaku kalau ditambahi nama suami di belakang, agak kurang matching, nama belakangku berkesan Jawa soalnya haha.
      Iya bener Ria, mau pakai nama keluarga suami atau nggak itu memang sesuai keperluan, ga merubah pribadi masing2. Ini karena aku merasa masih belum perlu aja jadinya masih pakai nama sendiri. Tapi kita ga tahu kedepannya seperti apa 🙂 Selamat berakhir pekan, Ria!

  19. Waktu lahir nama aku Sonya, Den. Trus dikasih tau temennya ibuku kalau namaku Sonya nanti pas udah gede naik haji pasti diganti namanya. Trus diganti jd nama yg skr. Padahal naik haji ternyata kan gak ganti nama haha.

    Btw aku salah satu orang yg suka salah loh nulis nama kamu . Maaf yaaa

    1. Haha iya Non, banyak yang salah tulis namaku. Makanya sekalian dibuat tulisan ini 😀
      Wah, keren ya temen Ibumu Non, visioner sekali langsung mikir kedepannya pas naik haji haha. Karena komen kamu ini Non, aku jadi teringat kalau dulu pas aku lahir, nama pertamaku itu Sayekti, pemberian dari Mbah Kakung. Trus sakit panas gitu berhari2 sampai hampir kejang. Akhirnya diganti nama Deny, bim salabim panasnya langsung hilang. Percaya ga percaya karena perkara nama haha

  20. Kalo mba Deny mah enak yaaa tinggal pilih mau pake nma belakang dgn nama suami apa gak, hehehe

    Lah aku dlu mba pas SMA, smpat ditawarin guruku untuk ganti nama sekalian di akte krlahiran supaya ada nama blakang (dgn nama papa saya) ktanya untuk kperluan melamar kerja.

    Saking pentingnyaa yaa sebuah nama belakang tuh, ckckck

    1. Kau ga ada kewajiban enak tinggal milih. Wah baru tahu aku pentingnya nama belakang keluarga untuk melamar kerja. Aku selama ini baik2 saja selama melamar kerja di Indonesia tanpa nama keluarga.

      1. Iyaa mba Deny, kata guruku dulu, takutnya pas ada pengumuman siapa yg lulus tes, kalo ada nama yg kembar, mereka (para pelamar yg lulus) malah jadi bingung.. ini kalo nama mreka diumumkan di koran katanya mba Deny

        1. Ohhh kalau yang seperti itu, meskipun ada yang namanya kembar tapi pasti dilihat dari nomer tesnya atau tanggal dan tahun kelahirannya. Soalnya aku dulu kan pernah ikutan tes CPNS, jadi sedikit2 ngerti tapi gagal haha. Tapi memang benar sih,kalau ada nama keluarga jadi identitas, dan ga mungkin ketuker juga

  21. Manggut-manggut. Menarik. Nama turunan dari berbagai bahasa dibacanya suka sama…Maaf, kalau mas Ewald nya asal kata atau turunan lainnya dari mana ya ..kalau bukan Edward? Hm. Banyak juga, kok, kenalan yang merit tapi tetap mempertahankan nama lama dengan berbagai alasan. Hihi jadi ingat kalau disana nama belakang suka dituduh nama keluarga ya. Kasian teman yang dulu cuma punya satu baris nama saja. Atau kebanyakan (kolomnya habis).

    1. Kalau cerita dia, Ewald itu sebenarnya nama Jerman. Papa mertua kan dulu sering ditugaskan ke Jerman, jadi dia suka segala sesuatu yang berbau Jerman, makanya anak-anaknya diberikan nama Jerman. Selain itu dari Papa mertua memang ada keturunan Jerman. Karena itulah nama keluarga suami agak berbeda dengan kebanyakan nama belakang orang Belanda karena tercampyr dengan Jerman. Menarik Fee pertanyaanmu. Coba aku tambahi dalam tulisanku ya.
      Iyaa benar, sampai sekarang pun dipikir nama belakangku itu adalah nama keluarga. Bahkan dulu awal kenal sama keluarga Belanda, mereka pikir nama belakangku itu ya nama Bapakku hehe

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.