Masih tentang cerita seputaran tahun baru, ada cerita yang sayang kalau tidak dituliskan di blog. Bukan cerita yang fantastis, tapi sebagai dokumentasi saja.
Tradisi di Belanda kalau malam tahun baru itu makan Oliebollen. Saya menyebutnya roti goreng karena memang mirip roti goreng yang ada di Indonesia. Hanya kalau Oliebollen variasinya ada beberapa. Ada yang tanpa kismis, ada yang pakai kismis, ada yang diisi coklat dan variasi lainnya. Terus terang, sejak makan pertama kali beberapa tahun lalu, lidah saya tidak terlalu cocok dengan Oliebollen. Malah saya lebih suka makan Berlinerbollen, karena isinya Vla tapi tidak terlalu manis.
Stan yang jualan Oliebollen biasanya sudah ada sejak awal Desember. Bahkan disekitar tempat tinggal saya, sejak bulan November sudah buka. Nah, di Den Haag kota, ada satu stan besar yang katanya Oliebollennya terenak se Den Haag (atau se Belanda ya saya lupa). Saya sudah pernah beli, tapi ya menurut saya rasanya sama dengan lainnya haha. Mungkin bagi yang suka rasanya enak ya.
Nah, tanggal 31 Desember suami masih ngantor. Dia berencana beli Oliebollen dan Berlinerbollen di stan ini pas makan siang. Lah, ternyata antriannya panjang. Akhirnya dia mengurungkan niatnya beli di sini, malah beli di toko roti. Dia pulang lebih awal karena kantornya sudah tutup jam 4 sore.
Sejak sore, suara jedar jedor petasan sudah terdengar. Meskipun menurut saya tidak seramai tahun kemaren, tapi tetep juga was was kalau jalan sore trus ketemu anak-anak, lalu dilempar petasan. Tentu saja tidak kejadian ya, cuma imajinasi saya saja. Setelah bangun tidur siang, tiba-tiba saya ingin makan pisang goreng. Karena saya juga harus membeli ayam untuk dibuat ayam panggang sebagai lauk nasi kuning keesokan harinya, akhirnya kami jalan-jalan sore sekalian beli pisang khusus pisang goreng dan beberapa keperluan untuk nasi kuning.
Setelah selesai makan malam, saya mulai menggoreng pisang. Haduuh aromanya menggoda. Jadi camilan malam tahun baru kami perpaduan Belanda dan Indonesia, bercengkrama akrab di piring haha. Kami makan camilan sambil melihat kembang api yang mulai banyak terlihat dari kejauhan.
Jadi, rumah kami ini kan semacam komplek kluster, tidak langsung pinggir jalan raya. Di dalam komplek ini, kebanyakan adalah rumah dari para orang tua (Oma Opa) dan juga tidak jauh dari sini ada rumah jompo. Karenanya, suara petasan dan jedar jeder tidak terlalu nyaring terdengar dari rumah. Ditambah lagi, kami tinggal di kampung. Syukurlah, jadi seisi rumah nyenyak tidur sampai keesokan harinya tanpa ada yang terbangun (kecuali saya yang memang menunggu pertunjukan kembang api jam 12 malam). Saya dan suami sudah selimutan di kamar sejak jam setengah 10 malam. Ya seperti malam-malam sebelumnya, tidak ada bedanya apakah malam tahun baru atau tidak, jam tidur selalu sama. Kalau suami langsung tidur, saya masih menunggu jam 12 malam. Lumayan satu jam dalam satu tahun melihat pertujunjukan gratis kembang api dari dalam kamar.
Keesokan paginya saya mulai memasak untuk keperluan syukuran. Harusnya syukuran ini sudah dilaksanakan seminggu sebelumnya. Tapi karena saya ambeien, akhirnya diundur. Dan ya kebetulan pas sekalian awal tahun. Kali ini syukuran untuk dua hal penting yang sedang diamanahkan pada keluarga kami dan sekalian syukuran awal tahun semoga sepanjang tahun 2019 ini berkah untuk kami sekeluarga, diberikan kesehatan yang baik dan dijauhkan dari marabahaya.
Saya membuat tumpeng nasi kuning dengan lauk pelengkapnya : orek tahu tempe, mie goreng kuning, urapan sayur, ayam panggang bumbu rujak, sambe goreng kentang pete, irisan telur dadar, dan perkedel. Seperti biasa karena tidak punya cetakan tumpeng, saya memanfaatkan karton yang dibentuk tumpeng. Kalau kepepet kan bisa kreatif. Jadi kami serumah makan siang tumpeng ini. Berasa seperti syukuran betulan karena ada acara doa bersama dan potong tumpeng.
Selain dibuat tumpeng, saya juga memberikan nasi kotak ke para tetangga, saudara-saudara dan Mama mertua. Bagi-bagi rejeki dan memberi tahu mereka tentang syukuran apa yang kami lakukan. Dan kok yaa kalau diingat kembali, selama tiga tahun kebelakang, setiap hari pertama awal tahun, saya selalu membuat nasi kuning syukuran dan memberi hantaran nasi kotak. Sampai Para tetangga bertanya apa ini tradisi di Indonesia setiap awal tahun, sampai mereka hafal haha. Sebenarnya bukan tradisi ya, kebetulan saja.
Begitulah cerita awal tahun baru kami yang diawali dengan syukuran. Semoga keberkahan menyertai langkah kita semua di tahun ini.
-Nootdorp, 11 Januari 2019-
Wahhh.. aku ngiler lihat nasi kuningnya.. Nanti kalau kumpul2 lagi sama temen2 Indonesia, aku mau request masak nasi kuning aja.. sama lauk2nya tentu hihi..
Waktu di Indonesia, aku ga doyan lho nasi kuning haha entah kenapa. Eh begitu di sini, jadi doyan banget makanya sering masak. Anomali emang :)))
Bisa gitu yaaa btw, aku dah info ke temen2 indonesia disini, kapan2 bikin nasi kuning yukk.. ada yg komen, hayukkk pas 17-an agustus.. lama bet yakkk
hahaha gpp Inly, lama yang penting bisa makan nasi kuning komplit
Hahaha.. aku ga sabaran nunggu, Den
Rajin ya mbak buat nasi kuning dengan banyak lauk. Biasa aku buat cuma 2 lauk aja, capek ngerjainnya untung suami suka.
Duhh nasi kuningnya mbak Deni sungguh menggoda iman di malam gini , mbak itu masak semua sendiri? Atau ada yg bantu kah?
Terima kasih. Iya semua masak sendiri, di sini ga ada yang mbantuin. Palingan suami bantu2 nyuci peralatan masak. Tapi kalau masaknya, ya semua sendiri
rajin tenan memang kok yaa… ak kalau dadi tetangga mb Deni seneng, sering dapat hantaran 🙂
Haha Mbak, kalo ada niatnya aku rajin. Kalau pas datang malesnya, yo males nemen Mbak. Ini sudah dua kali hari minggu kami makan di luar, males masak soale :)))