Ada rasa yang membuncah karena kisah cinta super kilat yang dimulai 5.5 tahun lalu telah membawa kami pada tahun kelima perkawinan. Senang tak terperi, syukur yang terucap bertubi, gembira, dan rasa haru mewarnai beberapa hari ini.
Seminggu lalu, saya membuka laptop lama untuk mencari satu dokumen. Membuka satu persatu folder, mata saya terantuk pada folder perjalanan kisah kami berawal, sampai pernikahan. Membaca kembali salinan surat elektronik, sontak membuat mata saya berkabut. Rasa haru menyeruak dan melemparkan ingatan ke 5.5 tahun lalu. Siapa sangka ketika banyak orang yang meragukan hubungan kami, pun kami sendiri saat awal pernikahan, sekarang ikatan ini semakin kuat. Siapa sangka bahwa kami mampu membuktikan pada kami sendiri bahwa 5 tahun pernikahan yang kata banyak orang adalah masa-masa kritis, telah terlewati dengan baik.
Kisah kami tidak selalu berjalan mulus dan tidak seindah foto banyak pasangan yang terpampang di media sosial. Ada hari sangat sulit dilewati, ada hari rasanya ingin menyerah, namun lebih banyak hari berisi suka cita dan selalu mengingat kembali apa sebenarnya yang membuat kami di awal memutuskan untuk menikah. Kami saling mencintai, itu yang mudah-mudahan selalu terjaga, sampai kapanpun. Segala terjal perjalanan, gelombang, batu, dan kerikil yang selalu ada di depan, mudah-mudahan bisa selalu kami lewati dengan berjuang bersama. Mudah-mudahan kami tak pernah meninggalkan satu sama lain dan selalu berjuang bersama.
Kami memilih untuk tidak terlalu banyak bercerita tentang hubungan kami di ruang umum, pun tidak terlalu sering menaruh foto berdua, hanya sesekali saja. Itulah cara kami menikmati setiap momen dalam kehidupan rumah tangga. Waktu berlalu sangat cepat, jadi setiap detiknya kami manfaatkan sebaik mungkin. Ada satu yang selalu kami pegang selama ini, bahwa setiap masalah yang terjadi, jangan sampai terhembus keluar rumah. Hadapi dan selesaikan bersama di dalam rumah. Tidak perlu banyak cerita pada keluarga, teman, bahkan mengumbar ke media sosial. Tidak perlu.
Lima tahun belumlah waktu yang terlalu panjang dalam perhitungan kuantitatif membina rumah tangga. Namun, bukankah dalam berumah tangga yang terpenting adalah sama-sama belajar untuk menjadi lebih baik setiap saat, tidak menyoal satu tahun, lima tahun atau berpuluh tahun. Selama lima tahun ini, kami merasa menjadi pribadi yang lebih baik dan memberi kebaikan satu sama lain. Kami berubah bukan untuk menarik perhatian pasangan. Kami berubah untuk diri sendiri. Jika perubahan dilandasi oleh kesadaran sendiri, maka manfaatnya akan terasa buat sekitar. Begitupun yang kami lakukan. Kami tidak pernah saling menuntut pasangan untuk lebih mengerti, tapi saling introspeksi berbicara dari hati ke hati dan kepala dingin mengakui serta minta maaf jika melakukan kesalahan serta tak pernah pelit untuk saling memuji. Kami saling menghormati, bukan selalu menuntut. Kami selalu belajar dari kesalahan dan menjadikannya lecutan untuk lebih baik dalam melangkah.
Kami selalu merasa jatuh cinta. Merawat dan menumbuhkan perasaan berjuta kupu-kupu yang menggelitik perut. Kami masih sering melemparkan kata-kata rayuan gombal yang entah kenapa tetap saja membuat saling tersipu. Kami merawat cinta ini berdua, bersama, dan terus menerus. Kami tetap saling menomor satukan kepentingan satu sama lain karena kami mengawali rumah tangga ini berdua dan pada akhirnya nanti, saat yang lainnya memilih dengan hidup masing-masing, kami akan kembali berdua. Kami tak pernah lupa untuk saling jatuh cinta karena cinta juga yang menjaga kami sampai akhir nanti.
Lima tahun, waktu yang belum panjang dalam berumah tangga. Namun lima tahun ini buat kami berlalu sangat cepat. Jika dijalani bersama orang yang tepat, segala suka duka bisa dilalui, memang tidak mudah, tetapi relatif lebih mudah. Semoga akan banyak tahun didepan yang akan kami tempuh bersama dalam banyak tawa, sesekali menangis, pertengkaran, perbedaan pendapat, dan tatapan mata yang selalu jatuh cinta. Semoga kami diberikan umur panjang dan kesehatan yang baik sehingga bisa menjalani tidak hanya lima tahun, sepuluh tahun, dua puluh tahun, atau berapapun lamanya yang sudah menjadi takdir kami bersama sampai nanti ujung waktu.
Buat suami : Terima kasih untuk lima tahun ini. Terima kasih dengan kesabaran dan pengertian luar biasa, selalu ada ketika saya ingin bercerita, menangis, marah, bergembira, ataupun sekadar ingin diam. Terima kasih kamu selalu menemani pada saat-saat tersulit hidup saya dan saat-saat paling bahagia. Terima kasih, karena hanya bersama kamu, saya bisa membicarakan apapun tanpa ada rasa kawatir. Terima kasih atas segala dukungan kamu. Terima kasih sudah menjadi pasangan dalam gelak tawa dan duka nestapa. Mari kita jalani terus hari-hari kedepan, menua dengan penuh cinta, bahagia, dan sehat bersama.
Minggu lalu, saya membaca cuitan seorang sahabat di twitter yang menampilkan sebuah artikel dari Kumparan, menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara paling santai di dunia. Saya tertarik, lalu membaca lebih lanjut isi tulisan tersebut. Ternyata survey dilakukan pada 15 negara yang terpilih dengan memasukkan beberapa variabel seperti suhu, jumlah hari libur, berapa banyak spa yang dimiliki. Riset ini dilakukan olah agen perjalanan asal Inggris. Untuk membaca berita lebih lengkapnya, silahkan klik di sini.
Sebagai lulusan Statistik, kalau ada survey yang hasilnya menetapkan “Ter” atau “Paling” biasanya saya tergelitik untuk mencari tahu sampai detil misalkan bagaimana cara pengambilan samplenya, menggunakan metode apa, lalu berdasarkan apa variabel-variabel yang ada ditetapkan, dan masih panjang lagi. Tapi untuk survey kali ini, alih-alih mencari tahu lebih dalam, saya malah tergelitik mengomentari fenomena di sekitar (dan juga yang saya alami) berhubungan dengan bagaimana santainya orang-orang (juga saya) di Indonesia dalam menyikapi sesuatu, bahkan yang mendekati bahaya. Oh ya, setelah berita tersebut dirilis kumparan, tidak sampai hitungan jam, meme-memenya pun langsung keluar. Sukses membuat saya tertawa terpingkal di pagi hari. Kreatif sekali. Silahkan cari di twitter, berserakan di mana-mana.
Kembali lagi, tidak ada hubungannya dengan isi survey, saya ingin menceritakan beberapa hal tentang bagaimana santainya beberapa orang di Indonesia. Ini berdasarkan pengalaman (dan pengamatan) pribadi.
Gempa
Tidak bermaksud untuk menjadikan musibah sebagai bahan becanda, tapi ini adalah cerita pengalaman pribadi saya saat bekerja di Jakarta. Waktu itu, entah tahun berapa lupa, terjadi gempa yang cukup kuat di Jakarta. Seingat saya waktunya adalah sore menjelang maghrib. Ruangan saya di lantai 2. Saat sedang khusyuk meneliti angka-angka di PC, tiba-tiba saya merasa kok lantainya agak getar lalu meja kerja sedikit bergeretak. Posisi duduk saya di kubikel. Saya melihat dengan ekor mata, rekan-rekan satu ruangan bergegas ke luar. Malah ada satu Manager yang mengajak saya segera ke luar, “Ayok Den, cepetan turun!” Waktu itu saya pikir kenapa sih orang-orang kok buru-buru mau turun, mau jajan bakso depan kantor atau bagaimana. Biasanya kalau sore memang ada rombong bakso depan kantor.
Tak berselang lama, Saya agak tersadar. Lho jangan-jangan ini gempa ya, makanya orang-orang kok pada cepet-cepetan turun. Saya langsung menyambar dompet (dan lupa Hp ada di mana), jalan tetep santai malah sempat ke ruangan sebelah cari teman saya apa sudah turun. Kalau saya pikir sekarang, kok yaaa sik klewas klewes nyari teman. Sesampainya di lobby, saya lihat semua sudah berkumpul di halaman kantor. Saat saya buka pintu, semua langsung tepuk tangan dan bos saya menyelutuk, “loe mampir beli soto mie dulu apa gimana nih lama banget.” Bwuahahaha. Radar saya terhadap bencana memang agak tidak sensitif. Bayangkan, gempa yang kuat seperti itu saya masih santai di dalam lalu klewas klewes ke luar ruangan. Untung ga rubuh itu bangunan.
Nah, yang satu ini saya baca dari cuitan salah satu penulis di Indonesia. Sahabat saya yang memberi tahu. Jadi sewaktu gempa yang lumayan kencang hari Jumat malam di Banten, goncangannya terasa sampai Bandung (entah Jakarta terasa tidak ya). Nah Penulis ini masuk ke sebuah toko, lalu terasa gempa. Panik, dia lari ke halaman. Lalu tiba-tiba ada yang minta foto bersama. Hahaha kok yaaa dalam keadaan panik begitu sempat-sempatnya minta foto bersama. Santai sekali hidupnya.
Pesan Makanan
Ini adalah salah satu kelakuan santai yang paling tidak saya sukai. Dulu jika sedang mengantri di restoran cepat saji, sambil antri saya melihat-lihat daftar menunya apa yang biasanya terpampang besar di atas. Jadi ketika sudah sampai depan kasir, saya langsung menyebutkan pesanan lalu membayar.
Namun tidak semua orang yang mempunyai pemikiran yang sama. Begitu panjangnya antrian, banya orang sampai depan kasir masih mulai membaca satu persatu menunya, menimbang-nimbang, gamang, resah, ragu, dan seterusnya. Nampaknya sewaktu dalam antrian dia sedang sibuk menguras kamar mandi sampai tidak sempat membaca dulu menunya apa. Begitu sampai depan baru membaca satu persatu. Rasanya pengen tak bisiki : Sampeyan sehat? kok menyebalkan pol-polan.
Ada lagi yang nyaris sama dengan kejadian di atas, yaitu saat membayar angkot. Saya itu paling jengkel kalau ada penumpang bemo (waktu di Surabaya), bukannya mempersiapkan uangnya sebelum turun. Jadi saat turun, sibuk mencari uang di tasnya. Kalau sebentar sih tidak masalah. Seringnya nyari ngubek sana sini lama sekali seperti ada galian sumur saja dalam tasnya.
Obrolan Sesama Kasir
Nah, kejadian ini ada di kota saya. Terdapat sebuah supermarket yang paling besar di kota tempat orangtua saya tinggal. Supermarket ini terkenal dengan barang-barangnya yang lengkap serta harganya yang murah. Tapi, tidak ada yang sempurna di dunia kan, begitu juga di sini. Kalau sudah membayar di kasir, lamanya ngalah-ngalahin orang pacaran yang menunggu kepastian kelanjutan hubungan seperti apa (lah kok curhat selipan masa lalu). Pasalnya, 4 kasir yang ada bisa saling ngobrol satu sama lain. Mereka ini seperti ada dalam dunia sendiri. Jadilah kami sebagai pembeli selain gregetan dengan lamanya pelayanan, akhirnya juga ikutan mendengarkan gosip seputar rumah tangga. Haha nyambi. Ya Tuhan, per lambean yang waktu itu belum ada, masih kalah jauh dengan 4 kasir ini. Super santai seng ada lawan.
POM Bensin
Saya ini kan sukanya mengamati. Selain mengamati, iseng-iseng juga menganalisa kelakuan orang. Pernah mengalami ketika sedang membeli bensin di POM, lalu antrian depan kita bukannya dengan sigap menutup wadah bensin di sepeda motor, melainkan dengan gerak yang super lamban justru melakukan kegiatan lainnya? Saya sering menjumpai seperti ini. Persis di depan saya, ada yang dengan santainya menutup tanki bensin, menutup jok, lalu ngaca, membetulkan letak jilbab, membetulkan letak kaca spion, lalu bayar trus baru pelan-pelan pergi. Saking lamanya nunggu, saya pikir dia melanjutkan kegiatannya dengan menyulam, merajut, memandikan anak, memasak, lalu tidur. Lha lapo seh kok sempat-sempate ngoco, mbenakno lipstick, senyam senyum nang spion. Mbok pikir sing nang mburimu iki adalah bayangan semu masa lalu? santai men uripmu.
Saat Penangkapan Terduga Teroris
Ingat kejadian proses penangkapan terduga teroris di Sarinah, Jakarta?. Saya mengikuti dari sini. Mengikuti lewat twitter, saya ikutan tegang. Seperti biasa, saya membahas dengan sahabat-sahabat saya di wa grup. Dasar twitter ya, di tengah ketegangan seperti itu, adaaa saja foto-foto lucu yang bermunculan. Orang-orang ini benar-benar santai luar biasa masih sempat-sempatnya membahas hal-hal yang kocak. Nah diantara beberapa foto yang beredar, yang membuat saya dan para sahabat tergelak adalah para pedagang di sekitar Sarinah yang seperti tidak terganggu dengan aksi baku tembak tersebut. Dalam foto yang beredar, ada tukang sate yang masih mengipasi sate jualannya, pembeli yang terlihat santai makan, penjual minuman keliling yang tetap menjajakan dagangannya, bahkan ada yang dengan santainya selfie dengan latar belakang petugas yang sedang siaga memegang senapan. Nyowomu iku onok piro, kok nduwe nyali. Koen ga wedho onok peluru nyangsang ta yok opo. Saya rasa mungkin hanya ada di Indonesia pemandangan ini bisa kita jumpai. Orang makan sate sementara tak jauh dari tempat dia makan sedang genting terjadi proses penangkapan teroris. Luarrr biasa haha.
Itulah beberapa kejadian yang menggambarkan bahwa banyak orang Indonesia sangat santai dalam segala situasi, bahkan saat genting sekalipun. Yang saya tuliskan di atas hanya segelintir cerita saja.
Silahkan berbagi cerita di kolom komen, kejadian apa yang pernah kalian temui atau mungkin kalian sendiri sebagai pelakunya yang mengindikasikan kalau hidup di Indonesia itu memang santhayy. Kalau susah menulis di komen, mungkin bisa dituliskn di blog masing-masing. Lumayan kan jadi ide postingan.
Beberapa minggu lalu saya bertemu seorang kenalan yang entah kapan terakhir kami berbincang secara langsung. Sayapun sudah tak mengikuti lagi kabarnya seperti apa. Setelah saling bertukar kabar, dia bertanya apakah saya pernah mudik. Saya jawab kalau mudik bukan prioritas, setidaknya dalam beberapa tahun ini. Lalu tanpa diminta, dia berbicara panjang lebar agak “menceramahi” kasihan Ibu saya kalau tidak pernah mudik, harusnya saya bisa menyisihkan uang untuk ditabung supaya bisa mudik, bahkan memberitahu bahwa jalan-jalan sekitar Eropa harusnya bukan jadi prioritas karena mudik lebih penting.
Bisa saja saya langsung nyolot karena segala yang dia “sarankan” tersebut tidak sesuai dengan kondisi saat ini dan karena saya punya alasan khusus kenapa mudik tidak menjadi prioritas. Bisa saja saya bilang bahwa kalau mau, tiap tahun saya mampu pulang ke Indonesia. Bisa saja saya memberi penjelasan -sejelas-jelasnya-. Tapi saya memilih tersenyum saja lalu permisi. Saya tidak berhutang penjelasan apapun atas pilihan-pilihan yang saya putuskan, termasuk padanya, yang ternyata setiap tahun pulang ke Indonesia. Saya tidak harus menjelaskan apapun karena toh yang ingin dia dengar hanyalah hal-hal yang sesuai pikirannya.
Seringnya ketika berbeda pilihan, orang langsung menganggap hal tersebut tidak baik, apalagi jika memakai standar pribadi. Kenalan saya tersebut memilih untuk setiap tahun pulang ke Indonesia, sedangkan saya tidak. Menurutnya, ketika saya memilih untuk memprioritaskan tidak pulang, itu adalah hal yang salah karena kasihan Ibu. Padahal kenyataannya tidak sesuai dengan asumsinya. Mustinya, jika tidak tahu alasan akan suatu keputusan atau perkara, tidak perlu memberikan pendapat lalu seolah-olah memberi masukan padahal sebenarnya justru menyalahkan. Hal ini juga saya amati saat berbeda tentang pilihan politik (apapun kondisinya). Hal-hal yang mendasar jadi terlupakan ketika pilihan politik kita berseberangan dengan orang lain, teman, kenalan, bahkan orang terdekat. Prinsip tak mengapa putus hubungan pun menjadi sebuah hal yang lumrah. Sangat disayangkan. Namun hal tersebut kembali lagi pada masing-masing individu. Tidak semua orang demikian, meskipun banyak yang memilih seperti itu.
Di era media sosial seperti sekarang ini, orang makin gampang menuding ini salah dan itu salah jika ada hal-hal yang tidak sesuai standar pribadi mereka. Banyak sekali keributan tentang berbeda pilihan ini, misalkan : memilih memberi ASI vs susu formula, operasi caesar vs melahirkan per vaginal, BLW vs menyuapi, memilih menikah vs melajang, memilih tidak olahraga vs rajin olahraga, bahkan sampai memilih punya anak vs memilih tidak punya anak. Semua hal ini jadi bahan keributan yang rak uwis uwis. Kalau mau dijabarkan secara panjang, contohnya akan banyak sekali. Banyak yang memilih untuk mengkritisi, tapi tidak sedikit juga yang memilih untuk menyinyiri *haduh bahasa opo iki. Beda ya antara nyinyir dan kritis. Saking bedanya terlalu tipis, banyak yang terjebak, maksudnya kritis malah jadinya nyinyir.
Saya menulis seperti ini kok kesannya suci banget, tidak pernah nyinyir dengan pilihan orang lain. Jangan salah, saya sering nyinyir, apalagi kalau melihat ada yang berbeda dengan standar hidup yang saya jalani. Saya masih suka nyinyir kalau melihat ada yang ngejembreng uang di media sosial (padahal kan uang dia, tidak berhutang pada saya), nyinyir kalau ada yang menampilkan perbincangan intim dengan pasangan di media sosial, bahkan nyinyir kalau ada yang terlalu memuja-muja anaknya setinggi langit (padahal ya anak dia sendiri, wajar kalau dipuji. Masa mau memuji anak tetangga). Kalau saya pikir lagi, ya kenapa saya musti terusik dengan pilihan orang lain yang berbuat demikian, toh tidak merugikan saya. Mungkin saja memang hal tersebut adalah cara mereka membagi kebahagiaan. Ataukah saya nyinyir karena sirik? atau karena merasa “lebih” dari mereka tapi tidak melakukan hal yang sama? ataukah saya nyinyir karena beda standar? atau ya hanya ingin nyinyir saja? pasti jawabannya salah satu dari yang sudah saya tuliskan.
Masih menjadi PR besar buat saya untuk menjaga pikiran, tangan, dan mulut supaya tidak gampang menghakimi pilihan orang lain yang berbeda dengan apa yang saya putuskan. Beruntung beberapa bulan ini kesibukan saya mulai bertambah, jadi fokus teralihkan dari yang suka mengamati kemudian nyinyir, jadi berkurang banyak. Berkurang lho ya, bukan nihil. Mudah-mudahan kedepannya saya semakin bisa menahan diri dan berpikir panjang sebelum menghakimi pilihan orang lain. Hal ini termasuk pilihan seseorang (yang saya kagumi karena karyanya) tidak melakukan vaksin untuk anaknya. Bukan Andien, saya biasa-biasa aja dengan Beliau meskipun belajar banyak juga dari ilmu-ilmu yang dibagikan.
Kuncinya cuma satu sih sebenarnya, saling menghormati. Standar kebahagiaan masing-masing orang kan berbeda. Kalau yang satu memilih beda dengan apa yang sudah kita putuskan, lalu kenapa musti “terusik.” Toh tidak saling merugikan. Kalau sudah merasa bahagia dengan pilihannya, ya sudah nikmati saja. Tidak perlu mengutuk orang lain yang beda jalan hidupnya. Contohnya : Jika memilih untuk punya anak dan merasa bahagia dengan keputusan tersebut, ya jalani dengan sukacita. Tidak perlu memperolok mereka yang memutuskan untuk tidak punya anak. Tidak usah merasa tinggi hati serta jumawa karena merasa lebih bahagia dari yang memilih tidak punya anak. Sebaliknya pun, jika sudah nyaman dengan pilihan tidak ingin punya anak dan bahagia dengan jalan tersebut, silahkan jalani dengan gembira. Masing-masing pihak tidak perlu koar-koar dengan pilihan yang sudah diputuskan dan dijalankan, apalagi saling memperolok. Selama ini saya selalu berpikir bahwa yang namanya bahagia, tidak perlu digembar gemborkan, orang pasti bisa merasakannya.
Saya suka dengan apa yang ditulis Beth di blognya, “People have different standard for happiness. Some are happy with children, some are happy without children.” Hal inipun berlaku untuk versus – versusan lainnya. Standar kebahagiaan masing-masing orang berbeda. Jalurnya sudah berbeda, kenapa musti saling memperolok? Bahagialah dengan apapun yang sudah dipilih, jalani dengan tenang tanpa harus saling cela.
Masing-masing orang mempunyai alasan sendiri kenapa memilih sesuatu. Mungkin saja karena sesuai kondisi dan situasi saat itu, mungkin saja memilih sesuai kesadaran, bahkan mungkin saja memilih karena tidak punya pilihan. Kita tidak pernah tahu perjuangan atau cerita apa yang membawa mereka pada pilihan tersebut. Kita tidak pernah tahu.
Cerita yang santai saja kali ini ya, setelah sebelumnya membahas hal yang terlalu serius. Belanda seminggu ini kembali panas. Tentu saja saya menyambut dengan riang gembira. Bagaimanapun, sebagai anak tropis dan lahir besar di pesisir, kalau cuaca di Belanda menghangat itu rasanya ingin sujud syukur setiap saat. Maklum saja, dibandingkan panas yang sebenarnya, Belanda lebih sering hujan, mendung, dingin, angin, dan bisa 4 musim terjadi dalam satu hari. Jadi, buat saya kalau cuaca menghangat, berkah luar biasa.
Sebenarnya ini bukan kali pertama Belanda mengalami panas sampai seminggu pada tahun ini. Sebelumnya saat kami di Kroasia, Belanda terkena heatwave.
Hari ini, saat saya menulis, suhu sampai 33°C. Konon, kamis sampai 39°C. Walaupun hari ini panas, untungnya masih ada angin semilir. Jadi tidak terlalu gerah. Biasanya kalau sedang panas, saya sudah blingsatan merencanakan pergi ke sana sini. Tapi seminggu ini saya sudah berencana untuk anteng di rumah saja sambil memamah biak haha.
Untuk memenuhi rencana makin menambah berat badan, saya sudah menyiapkan asupan yang penuh lemak, seperti bakso, mie ayam, dendeng balado, kikil pedas, dan masih ada menu-menu lainnya. Ada juga yang menyehatkan, macam rujak buah. Ya lumayan lah untuk menambah cadangan lemak menghadapi musim dingin nanti haha.
Kalau di rumah saja, selain menyiapkan asupan perut, juga kesempatan untuk main air karena suhu diatas 30°C. Kalau di bawah itu, terlalu dingin. Cemal cemil juga tetap berlanjut karena saya sudah punya beberapa camilan dari Indonesia. Satu persatu camilan tersebut dikeluarkan, seperti wafer Superman, Malkist, Silverqueen. Saya agak kecewa karena rasa wafer Superman tidak seenak jaman saya masih SD. Selain rasa, bungkusnya pun tidak warna merah dan bentuknya lebih langsing. Mungkin Supermannya sudah diet *kriik kriikk.
Mungkin ada yang penasaran apakah jajanan itu ada di Belanda. Oh tentu saja tidak ada karena saya beli di Indonesia lalu pake Jastip sewaktu Rurie mudik . Lumayan, harga teman jadi tak terlalu mahal. Ini lho hasil jastipan saya, sekalian pamer (bandeng dan otak-otaknya gratisan dari Rurie) *haha pamer kok jastipan panganan.
Calon-calon anggur di halaman belakang pun sudah mulai nampak. Biasanya bulan Agustus kami akan panen, kurang lebih 10kg. Lumayan banyak untuk ukuran nanam sendiri. Anggur-anggur tersebut tidak kami jual melainkan diberikan ke para tetangga, saudara, dibuat selai dan dimakan sendiri.
Ya sudah, begitu saja cerita singkat kali ini. Kalau sudah mood, saya akan nulis yang agak serius lagi. Kalau kalian suka membaca tulisan saya yang serius, yang santai-santai saja, atau yang seperti apa? *bwuahaha macam banyak yang baca aja, Den!
Oh ya, beberapa blogger menyampaikan keluhan dan masukan tentang susahnya meninggalkan komentar di blog kami. Terus terang, saya tidak tahu permasalahannya di mana karena saya tidak pernah mengotak atik settingan. Hanya update yang perlu diupdate. Jadi mohon maaf ya, kalau susah berkomentar. Terima kasih karena sudah menyempatkan membaca dan berusaha menulis komentar.
Cuaca di tempat kalian bagaimana?
Update : saking panasnya (pas update ini suhu 38°C, saya jemur sprei, sarung selimut, handuk2 semuanya kering dalam waktu ga sampai 3 jam. Kipas angin yang lumayan bagus di rumah pun ga ada rasanya. Akhirnya sore kami ngadem dari satu toko ke toko lainnya. Lumayan 1.5 jam kena ademnya AC haha. Hikmah panas, jadi bisa ngerasakan AC di toko :)))
“Den, aku nanti mampir kosmu ya. Mau belajar Sholat.”
Seorang teman yang saya kenal saat dibangku SMA, tiba-tiba berkata seperti itu saat berpapasan di gang ketika saya pulang kuliah. Rumahnya tidak jauh dari tempat saya ngekos. Saya mengiyakan tapi di kepala saya timbul pertanyaan, “kok dia mau belajar sholat, kenapa ya?” Sore hari, dia ke tempat saya. Dia belajar wudhu, belajar mengenakan mukena, dan belajar gerakan sholat. Saya dan beberapa teman mengajarinya tanpa banyak bertanya. Dia ingin belajar, kami mengajari dan memberitahu apa yang ingin dia ketahui. Dia juga mengatakan, kalau waktunya sholat Maghrib dan Isya ingin ikut berjamaah dengan kami. Sejak saat itu, dia rajin datang ke kosan dan sholat berjamaah bersama saya dan teman-teman.
Saya sudah lama tidak bertemu dengannya sejak kami lulus SMA. Meskipun rumah kami tidak terlalu jauh, tapi kami kuliah di kampus yang berbeda. Jadi saya tidak tahu kabar apapun tentangnya sampai suatu hari dia bilang ingin belajar sholat. Saat dia selesai belajar sholat pertama kali, saya tanya kabarnya bagaimana. Dia hanya menjawab singkat, “baik Den. Aku ingin belajar tentang Islam. Tolong ajari aku ya.” Banyak sebenarnya yang ingin saya tanyakan saat itu, terutama kenapa dia ingin belajar tentang Islam. Apakah dia ingin pindah agama? Tapi saya simpan sendiri pertanyaan tersebut. “Yuk kita belajar bareng-bareng. Akupun butuh belajar banyak tentang Islam.” Setelah beberapa lama dia belajar ke sana dan ke sini, suatu hari saya mendengar kabar kalau dia sudah masuk Islam.
Setelah berbelas tahun lamanya, hari ini saya kembali teringat dengan ceritanya. Pertama kali dalam hidup saya, tahu proses dari awal seorang kawan memilih agama secara sadar dari perjalanan panjang, kegelisahan dan pergulatan batin meninggalkan agama sebelumnya, dan berproses dengan banyak belajar serta bertanya. Pernah terlontar perkataan pada saat itu, “saya iri dengan kamu karena berani mengambil langkah memilih agama sesuai kata hati dan proses pembelajaran serta pencarian. Sedangkan saya, beragama karena warisan keluarga turun temurun.”
Beragama di Indonesia bukanlah tentang sebuah pilihan tetapi kewajiban. Itupun agama yang didapat bukan karena proses pencarian melainkan karena meneruskan dari agama turun temurun di keluarga. Agama warisan. Selain itu, beragama dan berkeyakinan menjadi sebuah kewajiban karena harus tercantum saat ingin mendapatkan kartu identitas sebagai seorang penduduk. Lalu bagaimana dengan orang yang memilih tidak beragama dan tidak berkeyakinan? Tetap harus memilih dari daftar agama resmi dan keyakinan yang diakui di Indonesia.
Dalam proses beragama, sayapun seringkali mengalami pergolakan batin dan banyak mempertanyakan ajaran agama yang pada akhirnya saya pilih secara sadar, untuk saat ini, walaupun awalnya saya dapat dari warisan keluarga. Itupun setelah saya belajar, mencari dan tetap mempertanyakan banyak hal, sampai saat ini. Salah satu alasan kenapa sampai sekarang saya tetap belajar dan tidak pernah berhenti bertanya tentang ajaran agama saya, supaya saya semakin mengenal agama yang saya pilih. Bukan hanya terima jadi lalu merasa ini adalah agama yang paling benar di muka bumi.
Sebelum memutuskan berjilbab, saya mengalami dilema besar. Bertanya dan melakukan pencarian kenapa dan hukumnya apa sebenarnya jilbab itu. Belajar dan mencari tahu sejarahnya bagaimana. Sampai saat ini setelah hampir 10 tahun lamanya mengenakan Jilbab, saya tetap menggali lebih dalam tentang jilbab. Saya tidak pernah berhenti dan tetap dahaga ilmu dengan apa yang saya pilih sampai sekarang. Saya berproses dan tidak tahu kedepannya proses yang saya lakukan sekarang akan menuju pada jalan ke arah yang mana. Saya tidak pernah tahu.
Bukan hanya tentang perjalanan agama dan spiritual saya yang berproses, cara berpikir sayapun seiring bertambahnya umur mengalami banyak sekali proses pembelajaran. Dulu saat mendengar ada yang pindah agama dari A ke B, B ke A, A ke Z, Z ke K, selalu timbul pertanyaan, kenapa ya? lalu mencoba menebak sendiri alasannya dari kabar yang berhembus. Mendengar dan tahu ada teman atau kenalan yang awalnya mengenakan jilbab lalu mencopotnya atau buka copot jilbab, rasanya ingin nyinyir kenapa kok seperti labil tidak punya pendirian. Dari proses pembelajaran dan melewati perjalanan hidup, akhirnya saya pada satu pemikiran bahwa semua pasti ada alasannya. Mereka yang memutuskan berpindah, melalui proses pencarian, perjalanan dan pergulatan yang saya tidak tahu apa. Jadi saya tidak punya hak untuk menghakimi apapun.
Beragama, berTuhan, memilih tidak beragama dan mempercayai selain Tuhan, semuanya berproses, melalui perjalanan panjang, pergolakan batin, pengalaman hidup yang sifatnya sangat individu dan menjadi urusan pribadi. Kecuali kita ada di sana saat seseorang memutuskan berpindah (apapun konteksnya), kita tidak pernah tahu pergumulan seperti apa yang terjadi sebelumnya. Kita tidak punya hak menghakimi. Memutuskan berjilbab, melepas jilbab, semuanya pun berproses. Mereka melewati sebuah perjalanan dan proses batin yang kita tidak tahu seperti apa. Kita tidak berhak untuk menghakimi.
Saat seseorang datang padamu ketika dia sedang dalam pergolakan batin, temanilah. Rangkul dan dengarkan apa yang menjadi kegelisahannya. Berkomentar saat memang diminta pendapat. Jika tidak, dengarkan saja apa yang dia utarakan dan apa yang ingin dia ceritakan. Bawalah dia dalam doamu supaya proses pencarian dan pergolakan batinnya membawanya pada titik yang bisa membuatnya lebih damai dan menjawab semua keresahannya selama ini.
Jika kita memilih beragama, bukan berarti kita pantas untuk merasa lebih dari yang memilih tidak beragama. Jika kita mengenakan jilbab, tidak ada alasan untuk menjadi tinggi hati dan memandang sebelah mata mereka yang memilih tidak berjilbab. Saat kita mendengar seseorang melepaskan jilbab, tidak perlu dengan jumawa memberi pelabelan ini itu. Mereka berproses, mari kitapun menghargai apapun yang sudah mereka putuskan saat kita tidak menjadi bagian dalam proses yang mereka jalani.
Saat teman saya memilih untuk pindah agama, yang bisa saya lakukan adalah sama-sama belajar dengannya dan membawa dalam doa semoga yang sudah dia lalui sampai dititik saat itu menguatkan dia untuk melangkah dalam pilihannya. Saya tidak pernah menanyakan alasan kenapa dia memutuskan pindah agama karena dia tidak pernah menyebutkan. Seyogyanya memang kita tidak usah terlalu mencampuri terlalu jauh sesuatu yang kita tidak tahu dengan pasti. Tidak perlu menduga-duga apakah orang pindah agama karena pernikahan, perceraian, kekecewaan akan suatu hal atau yang lainnya. Pun berlaku ketika seseorang memutuskan menggunakan atau melepas simbol keagamaan. Simpan saja pendapat kita dan tidak perlu menduga terlalu jauh, apalagi sampai menghakimi. Kita tidak ada di sana saat mereka sedang berproses.
Beragama, berTuhan, memilih tidak beragama dan mempercayai selain Tuhan, mengenakan atau tidak mengenakan simbol sebuah agama, semuanya adalah urusan pribadi dan melalui sebuah proses pencarian. Punya hak apa kita menilai benar atau salah?
Tahun lalu saat kami membatalkan rencana mudik ke Indonesia, lalu tercetuslah ide untuk ke Kroasia saat musim dingin. Menghindari cuaca dingin sesaat di Belanda. Namun rencana tersebut pun berubah, akhirnya malah kami ke Malta. Negara yang tak kalah indahnya. Akhirnya tahun ini kesampaian juga ke Kroasia.
Seperti yang sudah saya tuliskan pada postingan sebelumnya, saat pergi saya sempat tertahan di Bandara Schiphol terkait dengan paspor dan visa. Jadi, Kroasia ini adalah negara yang tidak masuk dalam daftar negara Schengen tapi bisa dikunjungi jika kita mempunyai visa Schengen. Untuk hal ini lebih lengkapnya bisa baca di website resmi yang membahas tentang visa Kroasia. Saya mempunyai kartu ijin tinggal di Belanda dengan batas waktu tertentu (bisa diperpanjang menjadi tak terbatas waktu setelah lima tahun sejak mendapatkan kartu ijin tinggal, asal sudah memenuhi persyaratan), jadi bisa digunakan untuk bepergian ke negara-negara Schengen maupun ke negara-negara non Schengen tapi bisa menggunakan visa Schengen, salah satunya Kroasia.
Dari pihak maskapai, ketika melihat paspor saya dan kartu identitas, mereka memastikan terlebih dulu apakah saya bisa terbang ke Kroasia. Lama sekali mereka cek sana sini, telpon sana sini. Wah saya mulai deg-degan, takut kalau saya yang salah informasi dan terlalu PD bisa ke Kroasia tanpa visa. Setelah kira-kira 20 menit, ternyata benar, bahwa saya bisa ke Kroasia dengan menggunakan ijin tinggal di Belanda. Ok, permasalahan pertama selesai.
Saat di Imigrasi, lagi-lagi pihak Imigrasi Belanda harus melakukan pengecekan yang lumayan lama. Telpon sana sini sambil dahi mengernyit, cek di komputer mereka, tanya beberapa hal ke saya. Sampai sekitar 20 menit, akhirnya saya diperbolehkan lewat. Artinya valid informasi yang saya baca. Pfiuuhh, begitu saja sudah membuat lutut bergetar lho. Padahal jelas-jelas ada di website resmi informasi hal ini, tapi gara-gara cek sana sini yang lama, sempat membuat saya jadi tidak PD juga.
Akhirnya, bisa juga saya pergi sekeluarga ke Kroasia. Ya, tidak lucu kalau misalkan saya harus pulang balik ke rumah sementara yang lainnya bisa terbang haha.
PULA
Pula adalah kota terbesar di wilayah Istria dan kota kedelapan terbesar di Kroasia. Kota ini dikenal dengan bangunan Romawi kuno. Yang paling terkenal diantaranya adalah Pula Arena. Beberapa hal tentang Pula sudah saya tuliskan pada postingan sebelumnya.
Di bawah ini adalah beberapa tempat yang kami datangi selama di Pula.
VERUDELA
Tempat kami menginap adalah wilayah tepi laut yang bernama Verudela. Wilayah ini indah sekali. Karena saya mempunyai ikatan emosi dengan yang namanya kapal (maklum, saya ini anak pesisir. Rumah orangtua memang daerah pesisir), kalau melihat kapal rasanya senang bukan kepalang. Nah, selama di Verudela, setiap saat bisa melihat kapal lalu lalang hilir mudik, juga kapal yang sedang bersandar, girangnya bukan main.
Kegiatan kami kalau sedang tidak ke mana-mana, selain berenang di pantai (dan kolam renang) juga jalan-jalan sepanjang pinggiran laut sampai menuju ke Pelabuhan. Meskipun ya panas tidak karuan, tapi semua senang melihat birunya laut dan bermain air laut.
PULA ARENA – ROMAN AMPHITHEATRE
Pula Arena adalah Roman Amphitheatre, yang merupakan terbesar nomer 6 di dunia. Amphitheatre ini memang besar sekali dan masih terawat dengan baik. Letaknya persis di sebelah laut, makin membuat Amphitheatre ini nampak cantik. Setiap mengunjungi Amphitheatre, saya dan suami selalu duduk sambil memandang sekeliling lalu kami membayangkan bagaimana para Gladiator dulunya bertarung di sana, lalu terdengar sorak sorai dari penonton. Tidak terbayangkan.
TEMPLE OF AUGUSTUS
ARCH OF THE SERGII
BRIJUNI
Jika sedang berada di Pula dalam waktu yang tidak sebentar (paling tidak minimal 2 hari), sempatkan juga untuk mengikuti tour kapal yang bisa singgah ke beberapa pulau yang ada di sekitar Pula. Kami naik kapal, ikut tour selama 5 jam. Dalam rentang waktu tersebut, kami singgah ke Pulau di dekat Brijuni, sebuah taman nasional. Selama di pulau tersebut, selain berenang, kami juga bisa menjelajah seluruh pulaunya, melihat beberapa binatang dan juga masuk ke dalam hutan. Konon, kata pemandu tournya, Angelina Jolie mempunyai property di pulau ini berupa hotel. Tour yang kami ikuti dikenakan biaya €30 per orang dewasa dan diberi makan siang (memilih apakah menu ikan atau daging). Paket – paket tour ini banyak dijumpai di pelabuhan di dekat Pula Arena.
PULA AQUARIUM
Pula Aquarium adalah Aquarium terbesar di Kroasia, letaknya di Verudela. Lumayan dekat dengan apartemen tinggal kami, jalan kaki hanya 10 menit. Pula Aquarium cukup unik karena letaknya berada dalam benteng Austro-Hungaria yang dibangun pada tahun 1886. Benteng ini mengalami proses revitalisasi sejak tahun 2002 sampai saat ini. Beberapa bagian dari benteng dipergunakan untuk kunjungan umum, sedangkan bagian lainnya masih dalam proses untuk dipergunakan kebutuhan aquarium dan pengunjung.
Aquarium Pula terkenal unik karena selain memperlihatkan dan memperkenalkan hewan-hewan laut Adriatik, juga memperlihatkan sejarah tentang benteng. Pada beberapa dindingnya ada foto-foto dan keterangan tentang sejarah benteng Austro-Hungaria “Verudela”. Pengunjung tidak hanya belajar tentang hewan laut, juga belajar tentang sejarah. Untuk masuk, pengunjung dewasa dikenakan biaya 100 kuna dan anak-anak dibawah 3 tahun gratis.
Ada satu ruangan yang khusus memperlihatkan tentang sampah-sampah plastik yang ada di laut mediterania. Berapa banyak sampah, bagaimana cara supaya kita bisa mengurangi sampah plastik, juga diperlihatkan penyu-penyu yang mati karena memakan sampah plastik. Suasananya sangat menyentuh karena lagu yang diputar cukup mendayu. Saya sampai mbrebes mili saat di ruangan itu.
ROVINJ
Jika datang ke Istria Peninsula, yang tak boleh dilewatkan adalah Rovinj. Kota yang mendapat julukan “The Blue Pirl of Adriatic” memang mempunyai daya tarik khusus bagi turis salah satunya adalah bangunan yang berwarna warni dan letak kota yang melingkar dengan ikon gereja. Menurut saya, Rovinj kotanya lebih turistik dibandingkan Pula. Jangan lupa untuk menyusuri kota tuanya karena kita seperti diajak membayangkan kehidupan masa lalu di kota ini. Sangat menyenangkan menyusuri jalan setapak dengan batu jalan yang sangat apik. Jika mempunyai waktu lebih, bisa menyeberang ke pulau terdekat dari Rovijn, duduk-duduk menikmati makanan lokal sambil menyesap wine atau minum bir, atau hanya sekedar melepas lelah duduk di bangku dermaga sambil melihat deretan kapal yang berjajar rapi serta kapal yang datang dan pergi.
UMAG
Umag terletak 2.5 jam perjalanan menuju utara dari Pula dengan menggunakan bus. Sekitar 10km dari perbatasan Slovenia. Kami tertarik pergi ke Umag karena tidak ada alasan khusus sebenarnya. Hanya tertarik saja dengan kota yang dikenal “the Croatian gate to Europe”. Setiap tahun, pada bulan Juli, Umag adalah tuan rumah turnamen Tennis ATP Croatian Open. Kami jalan-jalan seputar Umag tidak terlalu lama. Hanya disekitar pusat kota, pelabuhan, menyusuri kota tuanya, membeli roti sebagai makan siang, makan di taman kota, lalu kembali ke terminal bus untuk kembali ke arah Pula tetapi mampir ke Rovinj.
Kota tua Umag mengingatkan saya akan tipe kota-kota yang ada di Italia. Gang yang tidak terlalu besar, banyak jemuran baju (tapi tetap nampak apik gangnya), resik, dan menarik.
Seperti itulah gambaran liburan kami selama di Istria Peninsula, Kroasia. Benar-benar masih melekat di hati, indah laut dan pantainya serta makanannya. Saat kembali ke Belanda, saya pikir semua lancar-lancar saja. Lagi-lagi saya harus kembali berurusan dengan Imigrasi dalam waktu yang lama. Sebelum itu, saya terkena random check. Jadi sewaktu masuk bagian check yang seperti tabung, nah satu petugasnya mengajak untuk minggir. Saya pikir akan diperiksa dalamnya jilbab, seperti biasanya. Eh, ternyata tidak. Dia bilang saya terkena random check, jadi diperiksa lebih dalam. Ada satu lembar kertas dioles-oles ke kulit tangan, lalu kertas tersebut dimasukkan ke alat deteksi. Saya tidak asing lagi dengan hal ini karena sering melihat diacara Border Security. Wah itu beneran lutut saya langsung lemes. Biasanya saya melihat di TV hal seperti ini, lalu mengalami sendiri, deg-degannya luar biasa. Selama satu menit menunggu hasilnya rasanya kayak beberapa tahun lamanya. Walaupun saya tahu kalau hasilnya tidak bermasalah, tapi yang namanya alat kan bisa saja error ya. Syukurlah, baik-baik saja. Setelah di ruang tunggu, saya tanya suami, dia tahu ga saya terkena random check tadi. Eh ternyata dia tidak tahu karena ribet sendiri dengan barang-barangnya. Hadeh! padahal istrinya sudah mau pingsan rasanya karena deg-degan.
Urusan check selesai, eh pas di Imigrasi lagi-lagi petugasnya lama sekali mengecek paspor dan kartu ijin tinggal saya. Dia telpon sana sini, nanya ke kolega sebelahnya sambil menunjuk paspor dan kartu identitas saya, klak klik komputer sambil dahi berkerut, lalu setelah 20 menitan selesai juga. Paspor dan kartu ijin tinggal diberikan kembali ke saya. Lika liku mempunyai paspor hijau, jadi banyak cerita.
Selesai sudah liburan di Kroasia. Banyak cerita, banyak hal-hal yang bisa dibagikan, dan tentu saja menambah pengalaman kami sekeluarga dengan segala hal-hal yang terjadi selama liburan. Semoga kalau ada rejeki uang dan waktu bisa kembali ke Kroasia untuk mengunjungi taman-taman nasionalnya yang terkenal sangat indah.
Kami baru saja datang dari liburan awal musim panas 2019. Tujuan kali ini adalah Kroasia, tepatnya kami menginap di Pula, salah satu kota di wilayah Istria Peninsula, yang merupakan kota terbesar kedelapan di Kroasia. Selama lebih dari seminggu dengan membawa dua koper, kami tidak hanya berdiam diri di Pula, melainkan juga melakukan perjalanan menggunakan bis umum mengunjungi beberapa kota lainnya yaitu Umag, Rovinj, dan Porec, serta ke pulau lain yaitu Brijuni.
Tujuan liburan kali ini selain melaksanakan rencana yang sempat tertunda tahun lalu, juga dalam rangka ulang tahun suami. Niatnya ingin mencari cuaca yang lebih hangat dibandingkan Belanda, nyatanya selama kami di sana malah terkena gelombang panas yang melanda hampir sebagian besar negara-negara di Eropa (Barat). Bahkan dalam dua hari suhunya mencapai 39°C dan kami memutuskan tidak ke mana-mana. Melakukan kegiatan yang tidak jauh dari apartemen tempat kami tinggal, yaitu : berenang, bermain di pantai, dan leyeh-leyeh di dalam apartemen menikmati AC. Maklum, di rumah kami tidak ada AC jadi kami menikmati semaksimal mungkin dinginnya AC *haha norak, kalau panas gini memang jadi kangen AC. Intinya liburan kali ini betul-betul santai tidak ngoyo harus ke semua tujuan wisata.
Sebelum memutuskan untuk ke Pula dan beberapa kota yang ada di sana, saya melakukan riset kecil-kecilan, Kroasia bagian mana yang untuk kali pertama nyaman untuk dikunjungi. Nyaman dalam artian bisa mengakomodir kebutuhan semua anggota keluarga misalkan tidak terlalu rame (oleh turis) karena sudah masuk musim panas (ini keinginan saya, karena seperti biasa, kepala suka pusing mendadak kalau ke tempat yang ramai. Maklum, biasa tinggal di kampung), ingin melihat laut, ada hal-hal yang berkaitan dengan sejarah, dan juga faktor child friendly (-berdasarkan standar kami- terutama kontur kotanya yang tidak terlalu naik turun serta banyak taman). Pula akhirnya jadi pilihan karena mencakup hal-hal yang kami inginkan, meskipun penerbangan dari dan ke Belanda hanya satu kali dalam sehari.
Selama lebih dari seminggu di Pula, kami sangat suka dengan kota ini. Kota kecil namun rasanya hangat oleh penduduk lokal yang suka sekali tersenyum dan tidak sungkan-sungkan untuk menolong. Apakah ini karakter orang Kroasia? Entahlah. Oh ada satu lagi, turis Asia nyaris tidak saya jumpai selama di sini. Terang saja, mereka mungkin lebih memilih Dubrovnik dan Zagreb.
Untuk tempat-tempat yang kami kunjungi selama di Pula (dan beberapa kota lainnya) akan saya tulis terpisah. Kali ini saya akan menuliskan beberapa hal tentang Kroasia pada umumnya dan wilayah Istria Peninsula khususnya, serta pengalaman kami selama di sana.
Mata Uang
Mata uang Kroasia adalah Kuna. Nilai tukar Kuna terhadap Euro adalah 1 Kuna = 0.13 – 0.14 Euro. Bagaimana dengan harga makanan (mencakup buah dan sayur serta bahan makanan lainnya)? Relatif lebih murah dibandingkan Den Haag dengan standar tempat yang sama.
Transportasi Umum
Transportasi umum di Pula sangatlah gampang, dalam kota maupun antar kota. Setahu saya adalah bus. Entah ada kereta atau tidak. Menurut informasi yang saya dapatkan, di Pula tidak ada kartu paket transportasi harian maupun mingguan. Adanya yang bulanan. Karenanya kami beli tiket bus per sekali jalan. Harganya sama, jauh dekat dalam kota, yaitu 11 Kuna (sekitar €1.5)
Standar bis kota di Pula, nyaman. Ber AC meskipun jika sedang penuh, AC hanyalah basa basi semata. Sopir bis bisa menggunakan bahasa Inggris, jadi memudahkan jika mau bertanya tentang rute. Cara menyetir mereka, selama kami di sana, santai tidak ugal-ugalan. Di dalam bus mempunyai tempat khusus untuk stroller dan kursi roda.
Untuk tiket bus antar kota, bisa langsung dibeli di stasiun bus. Namun jika musim liburan atau puncak musim panas, lebih baik membeli melalui website mereka. Diantara beberapa perusahaan bus antar kota yang ada, kami lebih merasa nyaman dengan bus Arriva. Busnya besar, lebih lega, AC nya terasa, dan gratis wifi. Sedangkan bus lainnya AC nya abal-abal. Dalam cuaca yang terik, perjalanan dari Pula ke Umag selama 2.5 jam sangatlah uji nyali, bermandikan keringat. Untung suasana aman terkendali dan untungnya lagi perjalanan kembali ke Pula kami mampir-mampir jadi bisa berganti-ganti bis *Jawa banget ya, masih untung saja.
Pantai
Tipe pantai di Istria Peninsula adalah pantai berbatu, bukan pasir. Jadi ya pintar-pintar kita saja cari posisi leyeh-leyeh supaya pantat tidak ngganjel di batu. Disarankan mempunyai sepatu untuk berenang, supaya kaki tidak sakit tertusuk batu-batu yang ada di bibir pantai. Harus saya akui, pantainya memang indah sekali. Di bawah ini salah satu contoh bibir pantai yang berbatu. Sebenarnya saya ada contoh foto bibir pantai yang lebih landai dan berkerikil, sehingga aman buat anak-anak, tapi tidak saya tampilkan karena tampak dekat dan banyak yang berjemur. Saya takut kena tuntut karena memposting tanpa ijin (karena dari jarak dekat).
Air Minum
Air kran di Istria Peninsula layak dan bisa diminum. Jadi jangan khawatir. Beda dengan Malta yang air krannya tidak bisa diminum.
Sewa Sepeda
Mempunyai rencana berkeliling Pula dengan bersepeda? Jangan khawatir, banyak sekali tempat persewaan sepeda baik pribadi maupun milik pemerintah. Pula kontur kotanya tidak terlalu naik turun, jadi memungkinkan berkeliling Pula dengan bersepeda.
Bahasa
Bahasa yang dipakai penduduk setempat adalah bahasa Kroasia yang juga merupakan salah satu bahasa resmi di EU. Bahasa Kroasia juga digunakan di Bosnia Herzegovenia, Serbia, beberapa wilayah di Montenegro, beberapa wilayah di Romania, dan satu wilayah di Austria (Burgerland). Jangan khawatir, bahasa Inggris tetap bisa dipergunakan di sini, terutama untuk berkomunikasi dengan kalangan muda (dan di wilayah turistik). Untuk generasi Oma Opa, sepertinya tidak paham (dari pengalaman saya). Bahasa Kroasia menurut telinga saya terdengar seperti bahasa Jerman. Ada beberapa kata yang saya tebak-tebak artinya dan ternyata benar.
Turis
Seperti yang sudah saya singgung pada awal tulisan, selama di sini saya tidak melihat turis Asia. Mungkin kalah pamor dibandingkan Zagreb dan Dubrovnik. Dan penduduk lokalpun nyaris tidak saya lihat yang bermuka Asia. Bahkan saya tidak menjumpai restoran China, Jepang, apalagi Korea di daerah pusat turis. Seringnya yang kami jumpai adalah turis dari Jerman dan mereka yang berbicara dengan aksen British. Selain itu, meskipun sudah memasuki musim panas, namun di Pula tidak terlalu ramai oleh turis. Mungkin belum.
Penginapan Tempat Kami Tinggal
Kami sengaja tidak tinggal di hotel selama di Pula. Kami memilih tinggal agak melipir dari pusat kota dan lokasinya di dekat pantai. Pilihannya banyak, tentu saja. Setelah pilah pilih, akhirnya kami memutuskan untuk tinggal di kawasan Verudela. Di sini terdapat komplek apartemen yang letaknya di pinggir laut. Jadi di apartemen ini terdapat kamar tidur cukup besar, ruang tamu, ruang makan, kamar mandi, dan dapur yang lengkap. Meskipun konsepnya adalah apartemen, tapi pelayanannya seperti hotel. Setiap hari ada karyawan yang membersihkan dan membawa handuk-handuk bersih, jika memang ingin ganti handuk.
Letak apartemen yang kami tempati tidak jauh dari kolam renang dan pantai. Jadi setiap saat kalau kami tidak keluar, bisa memandang laut dan hilir mudik kapal. Meskipun banyak anak-anak, herannya selama di sini saya tidak merasa keberisikan, bahkan berasa sunyi. Selain itu, komplek ini menyediakan tempat bermain anak dalam ruangan yang bersih dan bagus. Ada karyawannya juga yang menemani anak-anak yang bermain di sana. Kami puas sekali selama tinggal di sini. Transportasi ke pusat kota dan ke stasiun bus juga gampang dan sampai dini hari.
Tentang Istria Peninsula
Istria adalah semenanjung terbesar di Kroasia dan terletak di bagian paling barat. Istria merupakan tujuan yang sangat populer dikalangan turis karena letaknya yang dekat dengan Italia, Slovenia, dan Austria. Istria mempunyai garis pantai yang besar, penuh teluk kecil dan lebih besar dengan ratusan pulau. Kontur semenanjung Istria juga sangat menarik, dengan sejumlah kota kecil dibangun di atas bukit di sekitar Istria.
Istria menjadi bagian dari Kroasia setelah Perang Dunia Kedua karena sebelumnya milik Italia, sehingga secara budaya (serta makanan), sangat dipengaruhi oleh budaya Italia. Itu disebut “Terra Magica” di zaman Romawi. Istria jauh lebih kebarat-baratan daripada bagian Kroasia lainnya karena sejarahnya.
Makanan
Nah ini bagian favorit saya, bercerita tentang makanan. Setiap wilayah di Kroasia mempunyai karakteristik makanan yang berbeda. Tergantung letaknya di mana apakah pinggir laut atau yang di dataran tinggi.
Begitu juga di wilayah Istria Peninsula, karakteristik makanannya tentu saja makanan laut dan makanan Italia (Akhirnya bisa makan makanan Italia lagi, yang otentik, setelah road trip kami ke Italia tahun 2016). Jadi jangan heran jika dijumpai restoran Italia di mana-mana. Namun begitu, ada beberapa makanan yg memang merupakan khas Pula. Diantaranya adalah Ikan Sea Brass yang digoreng kering beraroma kuat bawang putih, disajikan dengan campuran kentang dan bayam. Ada juga yang disajikan dengan kubis oseng yang rasanya asin kecut. Rasanya enak, saya suka (walaupun kata suami : ini lebih enak kalau ada nasi putih hangat dan sambal terasi ya haha).
Makanan khas Pula lainnya adalah beef steak yang disajikan di atas roti kemudian diguyur saus jamur serta mustard. Sayuran pendampingnya adalah acar wortel serta oseng terong. Ini juga enak, dagingnya lembut sekali.
Selebihnya selama di sana saya pesan makanan Italia seperti Spaghetti seafood, risotto cumi hitam, pizza, dan sajian bermacam-macam aneka jenis makanan laut dalam satu piring besar. Suami juga mencoba beberapa bir lokal. Nah, makanan di foto terakhir itu adalah favorit saya karena dalam satu piring besar berisi lengkap aneka makanan laut. Benar-benar puas dan rasanya luar biasa enak. Saya sangat senang selama di sana karena bisa sepuasnya makan makanan laut. Mumpung ya, tidak masak sendiri.
Jajanan khas Pula saya hanya mencoba satu macam yaitu semacam pastry yang diisi adonan putih telur dan gula. Rasanya tentu saja manis, tapi tingkatannya sedang. Tidak semanis kue-kue di Belanda.
Ada teman saya yang bertanya apakah di Pula ada restoran Indonesia? Sejauh mata memandang disekitar pusat turis, saya tidak menemukan. Saya memang sengaja tidak mencari informasi tentang ini. Prinsip saya, selama masa jalan-jalan, lebih baik saya jauh-jauh dari makanan Indonesia. Ini waktunya saya mengenal makanan lokal tempat tujuan liburan. Kalau mau cari restoran Indonesia, di Den Haag ga kurang, tinggal pilih semua lengkap. Nah kalau liburan nyarinya tetap makanan Indonesia, kok ya saya merasa rugi. Itulah kenapa setelah tinggal di Belanda, kalau kami liburan saya tidak pernah lagi membawa sambal karena tidak semua makanan perlu dan layak dikasih sambal. Selain itu, supaya tidak merusak rasa asli makanan tersebut. Ini pendapat pribadi buat saya sendiri ya. Kalau ada yang beda ya monggo. Makanan kan masalah selera. Beda dengan ketika saya pergi ke Berlin bersama teman-teman Indonesia, kami memang sengaja mencicipi berbagai macam makanan di restoran Indonesia, karena sebelumnya saya sudah beberapa kali ke Jerman dan sudah mencoba beberapa makanan khas Jerman.
Lavender, Truffle dan Olive Oil
Istria Peninsula terkenal juga akan hasil alamnya yaitu Lavender, Truffle dan olive oil. Kalau ingin membawa apa yang khas dari wilayah ini, bisa dipertimbangkan dari tiga yang khas tersebut.
Begitulah sekilas gambaran tentang Kroasia, khususnya Pula dan kota-kota sekitarnya serta cerita singkat pengalaman kami selama di sana. Tentang tempat mana saja yang kami kunjungi selama di sini, akan saya buatkan tulisan terpisah. Nanti juga akan saya ceritakan tentang saya nyaris tidak bisa masuk ke Kroasia perkara paspor hijau dan visa, serta terkena random Check saat akan pulang ke Belanda. Pengalaman yang menegangkan. Jadi, silahkan menyimak ya. Kroasia sangatlah indah. Ingin rasanya mengunjungi semua kota. Mudah-mudahan jika ada rejeki uang dan waktu, bisa kembali ke Kroasia, menjelajah bagian lain terutama wisata alamnya.
Memenuhi janji terhadap diri sendiri, bukan hanya lebih rajin membaca buku ditahun ini, tetapi juga rajin menuliskan di blog buku-buku apa saja yang sudah tuntas dibaca. Supaya tidak menumpuk di belakang dan malah membuat malas menuliskannya (lalu hanya berakhir menjadi wacana), saya akan membuat tulisan tentang buku setiap tiga bulan sekali. Untuk Q1 2019 (Januari – Maret 2019), saya membaca tuntas 10 buku. Menurut saya ini kemajuan dibandingkan tahun kemaren apalagi kesibukan saya di rumah sekarang bertambah. Mencuri waktu membaca buku di tengah hiruk pikuk pekerjaan rumah tangga.
Beberapa buku tersebut akan saya bahas beberapa :
MEMPELAJARI KEMBALI TENTANG ISLAM
Tahun 2019 ini saya niatkan untuk serius mempelajari kembali tentang Islam. Saya tidak berkiblat pada siapapun, benar-benar mengosongkan diri ketika nawaitu untuk belajar. Melepaskan segala ilmu yang saya dapatkan sebelumnya supaya kepala dan otak saya mau dan mampu menerima ilmu. Supaya saya tidak terjebak dalam ke-sok tahu-an. Buku yang pertama saya baca adalah Islam yang Saya Anut dari M. Quraish Shihab. Dalam buku ini dikupas satu persatu dasar-dasar Islam dari Rukun Iman, Rukun Islam, tata cara Sholat, Zakat dll. Bahasanya yang mudah dipahami, tidak ndakik ndakik, dan menjabarkan secara runtun dan terperinci tentang dasar Islam membuat niat belajar kembali tentang Islam tidaklah berat dan memberatkan.
Buku lainnya, meskipun tidak terlalu berkaitan erat dengan ilmu keislaman tapi masih ada irisannya yaitu tentang spiritual yaitu buku Hidup Itu Harus Pintar Ngegas dan Ngerem, kumpulan tulisan Emha Ainun Nadjib. Topik yang diangkat dalam buku ini bermacam karena merupakan kumpulan tulisan yang sudah dipublikasikan maupun yang ada di website maiyahan, tapi secara garis besar selama hidup kita musti tahu menempatkan diri. Maksudnya adalah tahu kapan harus mempertahankan pendapat, tahu kapan harus menundukkan hati dan memperlambat langkah. Sepertinya mudah, tapi kadang dalam pelaksanaannya susah.
PARENTING
Ada tiga buku tentang parenting yang saya baca pada tiga bulan pertama tahun ini. Five Minute Mindfulness Parentingmengupas tentang bagaimana menjadi orangtua tidaklah gampang, tapi juga jangan dipersulit. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk tidak melupakan bahwa orangtuapun adalah seorang individu, jadi tetap harus menyisakan waktu untuk diri sendiri, memenuhi diri sendiri dengan banyak cinta sehingga akan memberikan banyak cinta juga untuk keluarganya. Buku ini juga mengingatkan bahwa apa yang dilakukan oleh anak sesungguhnya adalah cerminan yang dilakukan oleh orangtua. Ingin anak kita sopan, mulailah dari diri sendiri dulu sebelum menuntut mereka untuk sopan. Mereka meniru dan mencontoh apa yang ada di depan mata, setiap hari. Ada kutipan dari buku ini yang saya suka :
“Your children model their behavior on your behavior. If you use your phone or screens incessantly, then do not be surprised when their technology usage mirrors or exceeds your own”
Buku kedua adalah Indahnya Susahnya Jadi Ibu. Sesungguhnya jika belum siap menjadi Ibu janganlah coba-coba karena menjadi Ibu tak seindah yang ditampilkan oleh selebgram-selebgram yang bergentayangan dengan tampilan kesempurnaan mereka sebagai sosok seorang Ibu. Menjadi Ibu itu capek, betul. Menjadi Ibu itu melelahkan, tidak salah. Menjadi Ibu menjadikan dunia jungkir balik, betul pada awalnya karena harus beradaptasi dengan hal-hal baru dan dengan manusia mungil yang tergantung 100 persen dengan kita. Namun ada banyak hal juga yang bisa dipelajari ketika status Ibu sudah menempel pada kita. Kelucuan-kelucuan yang spontan hadir serta hal-hal menyenangkan lainnya. Menjadi Ibu menjadi menyenangkan jika menjalaninya secara sadar. Buku ini mengupas secara apik dan lucu tentang pengalaman penulis (dan mungkin mewakili banyak Ibu diluaran sana) sehari-hari menghadapi bayi dan toddler. Saya seperti bercermin ketika membaca buku ini.
Parenting Without Borders adalah salah satu buku parenting yang saya suka. Memang benar bahwa setiap anak itu unik dan setiap orangtua punya gaya parenting masing-masing. Buku ini mengupas banyak hal tentang tipe parenting di beberapa negara. Membuka mata saya bahwa tiap negara mempunyai garis merah tentang khas parenting yang ada di dalamnya. Juga dijabarkan baik buruknya gaya parenting setiap negara tersebut. Misalkan : di Amerika anak diajarkan untuk percaya diri dengan menjadikan mereka berlomba-lomba menjadi nomer satu (disekolah dan lingkungan akademis), sementara di beberapa negara Eropa malah mengajarkan bahwa bermain lebih dikedepankan karena jika mereka gembira maka ketika berhadapan dengan akademis tidak akan merasa terpaksa dan meminimalisir depresi. Selain itu dengan bermain bisa diajarkan banyak hal misalkan kerjasama tim, belajar memecahkan masalah dan lain sebagainya. Buku ini sangat saya rekomendasikan untuk dibaca bagi yang tertarik dengan topik parenting.
Menjadi orangtua sampai kapanpun mustinya tak pernah berhenti untuk belajar, meskipun pada prakteknya akan banyak trial and error. Yang penting sudah ada bekal ilmu dan tak lelah untuk terus memperbaiki diri, koreksi diri dan belajar lebih baik hari demi hari. Saya selalu mengingat apa yang disarankan Maureen : Keep Learning. Belajar dan selalu belajar setiap saat supaya hari ini lebih baik dari hari kemarin. Tidak ada orangtua yang sempurna, saya pun tidak berambisi untuk menjadi sempurna. Yang saya harapkan bisa memberikan kasih sayang yang tulus, mempunyai stok sabar dan tegas yang berlimpah serta stok waktu dan cinta yang tak terbatas.
NOVEL
Laila S.Chudori adalah salah satu penulis favorit saya. Semua bukunya sudah saya baca. Laut Bercerita adalah novel yang ditulis dengan latar belakang kisah nyata yang terjadi pada jaman Orba khususnya tragedi ’98. Kisah para aktivis yang hilang, tentang keluarga mereka yang menunggu dan menuntut keadilan sampai saat ini, dan kisah mereka yang kembali tapi melalui beberapa perlakuan yang mengerikan. Mata saya semakin dibuka dengan banyak hal menyakitkan yang terjadi saat Orba. Pada bagian akhir Laut Bercerita membuat saya menangis. Membayangkan bagaimana menjadi keluarga mereka yang hilang tanpa diketahui nasibnya. Jika disuruh memilih, lebih baik tahu mereka meninggal dan bisa dikuburkan daripada tidak tahu kepastian nasibnya bagaimana, apakah masih hidup atau sudah mati, berharap setiap saat mereka pulang kembali ke rumah.
FILOSOFI
Filosofi Teras adalah buku pertama yang saya baca tahun ini. Terus terang tertarik baca buku ini awalnya karena penulisnya, Henry Manampiring, yang merupakan twitter crush saya haha *ngaku. Bukan hanya perkara tampang ya, tapi menurut saya, dia ini pintar dan cerdas. Makanya saya suka. Lalu ketika gencar dipromosikan Filosofi Teras karena dijanjikan bahwa bukunya tidak seperti buku filsosfi pada umumnya yang berat, makin tertariklah saya baca. Ternyata benar, buku ini enak dibaca karena dihubungan dengan kejadian sehari-hari. Stoicism adalah akar dari Filosofi Teras. Sebuah Filosofi yang mengajarkan untuk tidak terlalu mengambil pusing hal-hal yang di luar kendali kita dan lebih fokus dengan hal-hal yang bisa kita kendalikan. Ternyata, suami saya pernah mempelajari Stoicism ketika mengerjakan tesisnya (jadi salah satu bahan dalam tesisnya) dan dia punya beberapa buku yang membahas Stoicism. Saya makin tertarik mempelajari lebih dalam filosofi ini.
Yang lebih penting, Filosofi Teras bukanlah buku motivasi yang bahasanya indah-indah. Penulisnya menyelipkan beberapa contoh yang seringnya malah membuat senyum-senyum bahkan terbahak. Buku ini serius tapi juga banyak lucunya.
LAIN – LAIN
Buku L’art de la Simplicite : How to live more with less cukup menarik dengan cara penulisan yang mudah dimengerti. Beberapa ide dan gagasan bagaimana kita bisa merasa hidup yang lebih dengan mengurangi atau mereduksi kepemilikan terhadap barang. Misalkan untuk rumah : disarankan jika rumah tidak terlalu banyak aksesori yang dipajang. Selain supaya rumah lebih nampak lapang, juga dengan keberadaan banyak barang (yang sebenarnya tak terlalu penting secara fungsi), bisa menyerap energi kita. Akibatnya, orang yang berada dalam rumah yang banyak barangnya akan cepat merasa lelah, sering mempunyai pikiran yang negatif dan sebagainya. Intinya, jangan terlalu melekatkan hidup kita terhadap barang-barang. Semakin sedikit yang kita punya, semakin lebih yang kita rasakan. Kalau dituruti, memiliki barang-barang dan terlalu lekat, tidak akan pernah habis dan terpuaskan. Miliki sesuai kebutuhan dan fungsinya.
Itulah beberapa buku yang sudah selesai saya baca ditiga bulan pertama tahun 2019. Semoga Q2 2019 tidak terlalu banyak bedanya secara jumlah. Yang pasti ada beberapa buku yang benar-benar menarik yang sudah saya baca di Q2. Tunggu review selanjutnya, edisi Q2 2019
Buku apa yang paling menarik sampai saat ini yang sudah kalian baca tahun 2019?
‘I create a world that children fill with their own imagination.’
-Dick Bruna (1927-2017)-
Begitulah yang dilakukan oleh Dick Bruna, seorang penulis dan ilustrator dari lebih 124 buku bergambar, kelahiran Utrecht Belanda. Belanda selain terkenal dengan kincir angin, keju, tulip, dan beberapa ikon lainnya, juga dikenal dengan karakter kelinci kecil yang bernama Nijntje. Karakter ini diambil dari Kelinci yang dalam bahasa Belanda adalah Konijn. Konijntje berarti kelinci kecil. Konijntje yang lebih dikenal Nijntje lahir pada tanggal 21 Juni 1955. Nijntje juga dikenal dengan sebutan Miffy, karena tidak semua orang selain Belanda bisa menyebutkan Nijntje (baca : Naince).
Dick Bruna menuliskan cerita dengan karakter Nijntje berdasarkan kisah sehari-hari sehingga mudah dipahami olah anak-anak. Nijntje yang dikisahkan dalam bukunya adalah seorang kelinci kecil yang hadir pagi hari setelah malam sebelumnya seorang malaikat datang dan berkata pada keluarga Plaus (keluarga kelinci) bahwa akan ada kelinci perempuan yang akan hadir ditengah keluarga mereka. Pada akhirnya Bapak dan Ibu Plaus memberi nama kelinci tersebut Nijntje dan sejak saat itu si kelinci adalah anak dari keluarga Plaus.
Karakter Nijntje adalah penggambaran dari keseharian anak-anak yang tidak jauh dari aktivitas bermain, berkegiatan dengan keluarga, mengajarkan cara menyeberang jalan, dan aktivitas harian lainnya. Dalam buku-bukunya, Dick Bruna melalui Nijntje selain bertujuan menghibur anak-anak dengan cerita-ceritanya, juga sebisa mungkin mengajarkan mereka tentang dasar-dasar bersikap. Misalkan tentang berucap terima kasih, meminta maaf, mengantri, mengucapkan selamat ulang tahun, membuang sampah pada tempat yang sesuai dan sebagainya. Nijntje tidak hanya populer di Belanda, di Jepang juga ada satu museum Miffy. Bahkan ada satu kereta di Jepang yang interiornya penuh dengan gambar Miffy
Akhir tahun 2019, kami akhirnya bisa juga ke Museum Nijntje di Utrecht. Bersama seorang teman dan putrinya, lebih dari 4 jam kami bersenang-senang di sana. Saya memang sudah jatuh cinta dengan Nijntje sejak membaca beberapa bukunya. Tak heran, setelahnya saya suka gemas sendiri kalau ada barang yang ada Nijntjenya dan berakhir dengan membeli *bukan khilaf tapi sengaja beli :)))
Tips :
Saya sarankan untuk membeli tiketnya secara online. Selain karena harganya lebih murah (kalau tidak salah ingat bedanya €2 lebih murah dibanding beli langsung), juga untuk menghindari antrian panjang apalagi jika musim liburan dan libur sekolah. Tiket online bisa dibeli melalui website mereka. Saat membeli tiket tersebut kita juga bisa memilih rentang waktu sesuai dengan yang kita inginkan. Dan pastikan kita tidak telat datang sesuai waktu yang kita pilih.
Anak dibawah usia 2 tahun, gratis. 2-17 tahun serta dewasa jika membeli tiket online €6 per orang.
Ada beberapa pilihan tiket sesuai kebutuhan. Misalkan tiket dengan anggota keluarga, tiket bersama sekolah, dan sebagainya.
Jika datang pada hari kerja, pengunjung tidak seramai pada akhir pekan. Namun hal tersebut tak berlaku saat musim liburan dan libur sekolah karena setiap hari ramai pengunjung.
Bersyukurnya kami waktu itu membeli tiket secara online dan datang pada hari kerja jadi tidak ada antrian.
Fasilitas dalam museum ini juga lengkap. Ada loker, tempat khusus menaruh stroller, menaruh tas, dan jaket, ruang khusus untuk menyusui dan memanaskan makanan (disediakan microwave), ruang khusus tempat mengganti popok. Tidak itu saja,ada juga ruang khusus tempat makan.
Tips :
Jika tidak ingin membeli makanan di restoran Nijntje Museum yang terletak tepat di depan museumnya, kita juga bisa membawa bekal. Ada ruangan khusus tempat kita bisa makan bekal yang kita bawa. Tidak itu saja, kita juga bisa menggunakan microwave yang disediakan.
Jika ingin makan siang pancake Nijntje, kita bisa makan siang di restorannya, dengan harga yang (menurut saya) tidak terlalu murah untuk sepiring Pancake.
Kami waktu itu membawa makanan sendiri. Jadi lumayan, selain bisa mengirit, juga bisa sembari leyeh-leyeh sejenak. Tapi jangan dibayangkan bekal yang kami bawa semacam nasi liwet lengkap dengan ayam goreng sambel trasi ya. Kami cukup membawa roti keju dan roti coklat haha *pembaca pun kecewa. Kalau ada yang berencana ke Nijntje museum dan akan bawa bekal lengkap, monggo lho tidak ada larangan. Kalau saya sih lebih kepada ringkesnya saja.
Jadi dalam Nijntje Museum ini isinya apa? banyak sekali. Anak-anak seperti diberikan semacam surga buat mereka. Bukan hanya bermain, tapi juga bisa berimajinasi. Misalkan di ruangan rumah sakit, mereka bisa memakai baju yang disediakan, menggunakan stetoskop. Ada yang pura-pura menjadi pasien tidur di ranjang pasien, ada yang menjadi dokter. Di ruangan lain, ada baju pemadam kebakaran, polisi dll. Jadi mereka bisa berimajinasi tanpa batas. Semua yang ada di Nijntje museum bisa dipegang dan dimainkan.
Selain itu, mereka juga bisa bereksperimen dengan layar sentuh. Memasangkan gambar-gambar balok, mewarnai, atau bahkan menggambar. Ada juga pojok cerita yang bisa kita gunakan untuk mendongeng menggunakan boneka tangan.
Untuk orangtua yang mendampingi, mereka pun bisa bercerita kepada anak tentang ruangan yang mereka kunjungi. Setiap ruangan akan ada keterangan hal-hal apa saja yang bisa kita eksplorasi. Museum ini terdiri dari dua lantai.
Pengunjung museum ini meskipun mayoritas adalah anak-anak dengan pendampingnya, tapi banyak juga yang berminat dan tertarik dari kalangan dewasa tanpa anak. Mereka berkunjung ke sini karena tertarik dengan karakter Nijntje.
Buat kami, waktu 4 jam berlalu sangat cepat karena betul-betul menikmati suasana dan hal-hal yang ada di dalamnya. Menikmati mungkin kata yang terlalu sederhana. Kami sangat antusias mencoba segala macam yang ada di sana.
Nijntje museum terletak tidak jauh dari stasiun Utrecht. Bisa ditempuh dengan jalan kaki ataupun naik bis. Jika ada yang berencana berlibur ke Belanda dan membawa anak, bingung mau diajak ke mana, bisa dicoba berkunjung ke Nijntje Museum.
Karena hari ini Nijntje berulang tahun, jadi saya akan ucapkan selamat ulang tahun.
Gefeliciteerd met je Verjaardag Nijntje. Alle beste wensen!
Hari ini adalah Hari Bapak (atau tergantung manggilnya apa, bisa ayah, papa dll) di Belanda. Kalau hari Ibu dirayakan setiap bulan Mei minggu kedua pada hari minggu, maka hari Bapak dirayakan setiap bulan Juni minggu kedua pada hari minggu. Berdasarkan pengamatan saya, euforia hari Bapak dari iklan-iklan maupun diskon-diskon yang ditawarkan tidak semeriah pada saat hari Ibu, meskipun ya gemanya tetap terasa.
Hari Bapak di rumah ngapain saja? Tidak ada acara khusus haha. Saya bangun pagi untuk lari (hei, saya sudah mulai kembali lari. Senangnya. Tadi pagi bisa 5km), satu jam kemudian sudah di rumah lalu suami gantian lari. Daripada nganggur, saya kemudian bersih-bersih halaman depan dan belakang. Setelah suami sampai rumah, kami semua lalu makan pagi bersama.
Sebelum makan pagi, kami bersama-sama mengucapkan hari Bapak lalu memberinya kado. Aslinya ada kado lainnya, tapi karena pesannya mendadak, walhasil barangnya belum sampai haha. Jadi ya kado yang ini saja .
Setelah itu suami ke luar karena ada acara. Saya leyeh-leyeh (baca : beberes), mandi lalu makan siang. Oh ya, menu weekend kami adalah rawon pake kohlrabi, kacang panjang dan daging.
Sorenya setelah semua bangun tidur, kami jalan-jalan ke Den Haag. Sudah terbiasa hidup di kampung, kalau ke Den Haag apalagi weekend, pulangnya pasti agak pening kepala. Ramenya ga ketulungan. Dan disetiap pengkolan, pasti kedengeran obrolan dalam bahasa Indonesia.
Setelah mendapatkan barang-barang yang dicari, kami lalu makan malam di restoran. Menu yang kami pesan : Cap Chay, Daging bumbu Shicuan, dan Yakitori (fotonya blur karena grogi ditunggu yang mau makan sudah tak sabar). Makan di restoran inipun kayak makan di warteg, isinya banyak orang Indonesia. Kembali ke rumah, bersih-bersih lalu jam 8 malam rumah senyap. Penduduknya sudah dikamar masing-masing.
Een hele fijne vaderdag voor alle vaders! Vooral mijn man, Jij bent geweldig! Selamat hari Bapak untuk semua para Bapak. Dan spesial untuk suamiku, kamu Bapak yang hebat!
— sekali-kali muji suami di blog 🙂
Begitulah akhir pekan sekaligus perayaan hari Bapak dikeluarga kami. Semoga akhir pekan kalian juga berkesan ya.