Santai Saja Jawabnya

Giethoorn

Pernah tidak ada di situasi orang lain mengomentari keadaan kita tanpa tahu fakta sesungguhnya. Jadi asal nyablak gitu. Dan kita langsung panas hati pengen memaki-maki orang tersebut. Saya sih sering. Apalagi dulu waktu jiwa saya masih senggol bacok. Kalau sekarang saya lebih ke santai dan melihat situasi dulu. Tapi jangan salah, satu dua kali kalau keadaan saya lagi capek dan ada yang bikin gara-gara, ya pasti masih gampang terpancing sih. Tapi yang masih elegan, tidak langsung ngegas.

Nah, kalau saya dikomentari oleh orang lain, kadang-kadang ada saatnya saya malah pengen ngerjain balik dan santai jawabnya. Kadang nih ya, orang yang melemparkan komentar tidak menyenangkan itu, sebenarnya menggambarkan ke tidak PD an dia sendiri atau menyuarakan suasana dan keadaan dia sendiri. Makanya, saya sangat berhati-hati dalam memberikan komentar. Jangan sampai curhat colongan haha.

Ini ada beberapa cerita saya dikomentari dan saya jawabnya santai saja meskipun tetap direct ya. Saya emang dari dulu orangnya direct, jarang berbasa basi. Yang melemparkan komentar malah yang jadi bungkam.

GENDUTAN

Sejak tahun kemaren sampai saat saya menulis ini, badan saya memang membengkak. Bukan tanpa sebab, tapi saya tidak bisa sebutkan di sini alasannya. Intinya badan saya memang bertambah beratnya dibanding tahun-tahun sebelumnya. Saya juga sedang tidak berusaha diet dan sampai minimal 3 tahun ke depan, tidak ada niatan untuk menurunkan BB. Ya kalau misalkan bisa turun, saya bersyukur. Tapi saya tidak ngoyo. Suatu hari saat saya sedang ke kota, papasan dengan seorang kenalan. Setelah saling melemparkan salam, terjadilah pembicaraan ini :

Kenalan : Den, badan kamu kok menggendut ya, tapi aku lihat kamu sumringah senyum terus.

Sebenarnya dua pernyataan dia ini tidak ada korelasinya. Tapi ya saya jawab saja

Saya : Ya mbok sini ikutan menggendut juga biar kamu juga selalu sumringah. Jadi mulutnya ga sempat ngatain orang gendut karena sibuk dipake buat tersenyum.

Kenalan : ………………….. *hening

 

IBU RUMAH TANGGA

Suatu waktu di sebuah acara, saya baru saja berkenalan dengan teman dari kawan yang mengundang kami di acaranya. dari awal berkenalan, saya sudah agak malas dekat-dekat dengan dia karena dari awal cerita, dia selalu ngobrol tentang harta benda yang dia punya. Kok ya ndilalah, sebelum saya beranjak pergi ambil makanan, dia bertanya latar belakang pendidikan saya apa. Duh, macam petugas sensus saja.

Dia    : Deny, aku dengar kamu kuliah sampai S2 ya? jurusannya apa?

Saya : Teknik Industri

Dia    : Sekarang bekerja?

Saya  : Kerja di rumah, jadi Ibu Rumah Tangga

Dia     : Sayang sekali kamu sudah tinggi kuliahnya jadi Ibu Rumah Tangga aja. Buat apa kalau gitu kuliah tinggi-tinggi?

Saya   : Kalau Ibu Rumah Tangga kan salah satu tugasnya masak dan cari resep. Baca resep kan butuh bisa membaca. Nah, aku kuliah sampai tinggi ya buat baca resep masakan.

Dia : ……… *tak ada komen selanjutnya

 

SUNAT

Punya suami berbeda kebangsaan pasti ada saja pertanyaan unik yang selalu saya terima. Unik ini maksudnya dari yang memang pertanyaan ingin tahu sampai pertanyaan kurang ajar. Pertanyaan yang menjurus kurang ajar dan tidak sopan salah satunya tentang sunat. Dan ini tidak hanya sekali dua kali saya terima.

Saat saya dan suami sedang mencari baju di salah satu toko, saya disapa oleh seorang wanita Indonesia tentu saja. Dia mengajak berkenalan dan menyebutkan tempat tinggalnya. Setelah berbasa basi sejenak, dia lalu menanyakan tentang sunat :

Ibu itu  : Waktu menikah di KUA atau di catatan sipil?

Saya    : Di rumah Bu

Ibu itu : Maksud saya secara Islam atau beda agama?

Saya.   : Ada apa ya Bu kok bertanya sampai detail?

Ibu itu  : Kalau secara Islam kan pasti disunat dulu ya? Suaminya sudah sunat?

Saya    : Mau nyunatin suami saya Bu?

Lalu saya beranjak pergi. Saya dengar dia menyelutuk :

Ibu itu : Wah ditanya baik-baik kok jawabnya kurang ajar

Saya lalu balik badan mendatangi Ibu itu kembali

Saya : Yang kurang ajar saya atau Ibu ya. Menanyakan tentang area privasi suami saya itu sudah sangat tidak sopan dan tidak tahu malu. Ada kepentingan apa Ibu bertanya seperti itu? *Dengan intonasi jelas dan tegas tapi tetap senyum

Ibu itu : …….. *tak berkata-kata lalu balik badan pergi.

Giethoorn
Giethoorn

 

GENDUTAN BAGIAN DUA

Percayalah, sejak badan saya bertambah beratnya. Tidak hanya satu atau dua orang yang berkomentar, tentu dari orang yang saya tidak kenal dengan baik. Kalau sudah kenal baik, pasti tahu alasannya. Lagipula, saya tidak berhutang penjelasan kepada siapapun kan. Tapi karena saya bahagia-bahagia saja dengan berat yang sekarang, maka seringnya saya jawab santai. Ada orang yang kenal saya waktu awal pindah ke Belanda Setelahnya kami lama tidak saling ketemu. Beberapa bulan lalu kami bertemu kembali. Tidak menanyakan kabar atau apapun, dia langsung komentar (sebut saja dengan rumput) :

Rumput : Wuihhh kamu makin subur aja sekarang. Bahagia banget nih di Belanda?

Saya      : Ya bahagia lah, mau mikir apa. Negara pun sudah ada yang mikir. 

Rumput : Tapi ini beneran lho kamu gede banget dari yang awal-awal datang ke sini

Saya      : Ya itu tadi, aku bahagia banget selama ini sampai mau ngomentarin tentang perubahan badan orang lain pun tak sempat. Soalnya hatiku sudah senang, jadinya ya aku masa bodoh mau orang lain badannya gendut kek, kurus kek. Kan ga ngefek dalam kehidupanku.

Rumput  : ………. *tidak berkata-kata lebih lanjut

 

TIDAK PUNYA MOBIL

Saya pernah menyebutkan beberapa kali ya di postingan dalam blog ini kalau kami sejak tahun 2015 memutuskan untuk tidak mempunyai mobil pribadi. Mobil yang kami punya dijual. Kalau kami sekeluarga membutuhkan mobil, tinggal sewa sesuai kebutuhan. Ada yang harian ada yang jam-jam an. Alasannya karena sehari-hari mobilitas kami cukup terakomodir dengan naik sepeda, jalan kaki, dan naik kendaraan umum. Rumah kami meskipun di kampung, tapi letaknya diantara Den Haag, Delft, dan Rotterdam. Semua bisa ditempuh dengan bersepeda dengan jarak yang tidak terlalu jauh. Dan juga dekat sekali dengan halte tram, halte bus, bahkan stasiun besar. Beroperasinya pun sampai dini hari dan sebelum subuh sudah beroperasi kembali. Nah kalau punya mobil, sayang membayar pajaknya dan kalau tidak sering dipakai mobil gampang rusak. Ada kenalan yang tahu kalau kami tidak mempunyai mobil dan naik mobil sewaan untuk datang ke sebuah acara

Orang itu : Kamu ga minta suami untuk beli mobil? Hari gini ga punya mobil susah lho

Saya         : Kami tinggal dekat kota besar, jadi ga susah sama sekali

Orang itu : Atau suami kamu ga sanggup ya beli mobil? Ga punya uang?

Lho kok mbaknya nge gas gini nanyanya.

Saya         : Punya atau tidak punya uang pun laporannya bukan ke kamu, tapi ke kantor pajak. Kecuali kalau kamu petugas kantor pajak

Orang itu : Sayang banget kamu jauh-jauh ke Belanda kawin sama Bule yang ga punya mobil. Kasihan.

Saya        : Saya sih lebih kasihan ke orang yang sudah jauh-jauh dan sudah lama tinggal di Belanda tapi cara berpikirnya masih seperti katak dalam tempurung dan melihat segala sesuatu dari kebendaan saja. Ya, Mudah-mudahan kedepannya lebih pintar dikit kalau komentar. Atau pas sekolah, mulutnya ga ikutan sekolah, jadinya ga ikut pintar *Saya jawab santai sambil senyum.

Orang itu : ……. *buang muka

 

KOK GA DITEMENIN?

Kalau keluar rumah, saya tidak selalu dengan suami. Ada saatnya saya ingin me time. Nah sewaktu acara Tong Tong Fair (TTF) beberapa bulan lalu, saya janjian dengan beberapa teman ketemu di sana. Tentunya saya keluar tidak dengan suami. Setelah ketemu dengan beberapa teman di sana, kami lalu duduk-duduk dulu di ruangan dekat pintu masuk. Temannya seorang teman menyapa saya, sebut saja namanya ilalang.

Ilalang : Suaminya ga ikut?

Saya    : Nggak, di rumah

Ilalang : Wah tega sekali membiarkan kalian pergi berdua. Kalau suami saya musti ikut ke manapun saya pergi. Kalau dia ga mau ikut, saya seret. Pokoknya musti ikut.

Saya    : Suami saya bukan koper, jadi ga perlu diseret-seret. Dan untungnya juga jodoh suami saya bukan Mbak.

Ilalang  : …… *pura-pura ga dengar lalu mendadak ngobrol dengan sebelahnya

Sebagai gambaran, Den Haag itu kota pemerintahan di Belanda. Hampir semua kedutaan besar ada di sini termasuk KBRI. Penduduknya pun beraneka rupa kebangsaannya. Gampang bertemu dengan orang Indonesia di Den Haag? Di setiap pengkolan pasti ada.

Sebenarnya masih banyak lagi komentar-komentar ajaib yang saya dapatkan selama di Belanda. Tapi yang saya tulis 6 cerita itu dulu. Nanti kalau tidak malas akan saya tulis versi lainnya. Karena sering dapat komentar yang ajaib, otak saya pun jadi terlatih kasih jawaban “kreatif” dalam waktu yang singkat. Pelontar komentar herannya sesama orang Indonesia juga. Mbok yaaa, kalau ketemu ngomongin apa gitu yang lebih berfaedah, jangan cuma bisanya mengomentari fisik atau harta. Selama di sini, saya belum pernah lho dikomentari fisik oleh orang Belanda. Tidak semua orang Indonesia yang di Belanda begini ya, teman-teman dan kenalan saya ya banyak yang baik. Cuma yang ajaib-ajaib saja rasanya yang seperti itu dan saya diberikan kesempatan langka bertemu yang ajaib-ajaib begitu. Jangan-jangan mereka juga menganggap saya manusia ajaib.

Tetapi bertemu dengan tipe manusia yang berbeda-beda membuat saya banyak belajar. Minimal belajar mengendalikan mulut dan berpikir dulu sebelum berkomentar. Dan juga diera digital sekarang ini, membuat saya berpikir berkali-kali sebelum menuliskan sesuatu atau mengomentari suatu hal. Jadi ada remnya dan semacam berkaca juga, jangan sampai saya seperti mereka. Saya tidak pernah keberatan kalau disapa orang. Bertemu dengan orang baru pun tidak masalah buat saya. Hitung-hitung hiburan lah. Asal tidak terlalu menjengkelkan.

Kalian ada yang punya pengalaman seperti saya?

-Nootdorp, 29 Agustus 2018-

Sekilas Cerita Idul Adha 2018

Sate Padang Mak Deny :)))

Rasanya baru kali ini dalam seumur hidup yang namanya jadwal lebaran agak membingungkan buat saya sehingga nyaris terlewat. Minggu lalu, saat kami ke KBRI untuk membuat paspor, saya bertanya ke petugas minggu depan liburnya tanggal berapa. Bapak petugas bilang kalau liburnya tanggal 22 Agustus karena Idul Adha. Ok, jadi saya ingat-ingat tuh tanggal 22 Agustus Idul Adha. Karena harus ambil darah untuk diperiksa, saya buatlah janji dengan Lab deket rumah tanggal 21 Agustus jam 9 pagi. Dan saya bilang suami kalau tanggal 22 saya akan sholat Ied di Al Hikmah, setelahnya mau membuat sate ayam dan sate padang. Sudah ok jadwalnya. Satu lagi alasan kenapa saya tidak terlalu ingat jadwal Idul Adha di Indonesia, karena sudah sejak lama (lebih dari 10 tahun) saya memutuskan untuk tidak pernah lagi ikut berkurban, saya lebih memilih dengan cara yang lain yang sesuai dan lebih nyaman menurut saya. Karena buat saya pribadi (setelah melalui proses pembelajaran yang panjang), makna berkurban tidak hanya pada hari H Idul Adha dan bisa dilakukan dengan cara yang lain.

Nah, tanggal 20 Agustus malam sekitar jam 8 saat saya sudah leyeh-leyeh, seperti biasa saya menuju republik twitter untuk membaca informasi apa saja hari itu. Lalu saya melihat akun KBRI yang menginformasikan kalau sholat Iednya tanggal 21 Agustus 2018 jam 9 pagi. Lho saya jadi bingung. Bertanyalah saya ke grup sahabat-sahabat sebenarnya kapan lebaran. Tanggal 21 atau 22? Saya bertanya ke grup Belanda juga. Ternyata, lebaran di Eropa (beberapa negara saja yang saya tahu seperti Norwegia, Belanda) jatuh pada tanggal 21, sedangkan di Indonesia pada tanggal 22. Jadi KBRI di Belanda liburnya menyamakan dengan libur Indonesia. Tapi saya tetap heran sih, kok beda ya. Biasanya antara KBRI di Belanda dan Indonesia lebarannya selalu sama. Mungkin ada yang tahu kenapanya.

Karena baru tahu dadakan tentang jadwal lebaran di Belanda, ya pada akhirnya saya tidak bisa ikut sholat Ied di Masjid karena sudah ada janji untuk ambil darah di Lab dan tidak bisa dibatalkan. Pada akhirnya sholat sendiri di rumah.

Idul Adha kali ini saya ingin sekali makan sate padang, tapi tidak beli melainkan mencoba membuat sendiri. Niat banget ya, namanya juga kepengen dan sedang niat untuk belajar bagaimana sih proses memasak sate padang. Saya memakai resep dari Just Try and Taste. Agak keder juga sebenarnya karena bumbunya yang supeeeerrr banyak. Meskipun tidak semua saya punya, tapi minimal yang rempah-rempah penting menurut saya, ada di dapur semua. Jadi tidak perlu bersusah payah mencari. Seadanya saja. Baru kali ini saya mencoba masakan baru tapi harus berkali-kali melihat resepnya karena takut ada yang terlewat saking banyaknya bumbu. Biasanya setelah membaca, saya ingat-ingat saja. Perkecualian untuk sate padang.

Sebenarnya proses memasak tidaklah ruwet dan tidak terlalu lama juga. Cuma karena bumbunya banyak, jadi saya mabok duluan. Singkat cerita, setelah keruwetan di dapur (sampai suami saya komen : ini dapur kok seperti habis perang, segala macam ada di atas meja ), jadi juga sate padang karya pertama saya. Karena sudah lama sekali saya tidak makan sate padang dengan rasa yang benar-benar enak, jadi sambil masak, saya mengingat seperti apa rasanya sate padang itu. Ya menurut saya ini rasanya oke, pedas dan rempahnya dapat dan kekentalan bumbunya juga pas. Untuk pemula, tidak terlalu kecewalah saya. Suami juga bilang rasanya enak sekali. Itu saja lebih dari cukup, jadi satenya ada yang makan, tidak sia-sia bertarung di dapur. Malah saya yang akhirnya tidak bisa makan sate padang tersebut karena sudah mabok dengan aroma rempah dan karinya. Jika boleh memilih, lebih baik saya beli saja yang sudah jadi sate padang ini. Ternyata saya tidak cukup kuat dengan aroma yang tajam kari dan rempahnya. Kata sahabat saya “Ya tidak rugilah bayar mahal sate Mak Syukur”

Sate Padang Mak Deny :)))
Sate Padang Mak Deny :)))

Beruntung saya membuat sate ayam juga. Kalau sate ayam sih gancil ya bikinnya. Tinggal masuk ke oven dan bumbunya pun tinggal merem lah. Sate ayam jadi penyelamat, jadinya saya bisa makan. Sate ayam ini menu sekeluarga jadi semuanya bisa makan.

Sate Ayam panggang oven andalan
Sate Ayam panggang oven andalan

Begitulah sekelumit cerita Idul Adha kami. Selamat Idul Adha buat yang merayakan.

Sate Ayam dan Sate Padang
Sate Ayam dan Sate Padang

-Nootdorp, 22 Agustus 2018-

Menua Bersama

Ini salah satu tempat favorit kami nongkrong di dekat rumah. Duduk-duduk pinggir danau sambil lihat angsa berenang dan membawa bekal seperti piknik

Pada tanggal 9 setiap bulan, kami selalu menghitung sudah berapa lama ya kami menikah. Sudah berapa bulan suka dan duka yang terlewati sejak ijab kabul. Ada kesenangan tersendiri mengetahui : oh sudah sekian bulan nih, wah banyak juga ya. Lalu biasanya kami akan sedikit kilas balik apa saja yang sudah terlewati, kisah baik dan buruknya. Apa yang perlu dibenahi kedepan, apa yang perlu ditinggalkan di belakang, apa yang perlu diambil sebagai bahan pembelajaran. Selalu menyenangkan diskusi pada tanggal 9 setiap bulan.

Minggu lalu, pernikahan kami genap berusia 4 tahun. Usia yang masih sangat muda tentu saja. Sampai sekarang kami kadangkala seringnya tak percaya bisa bertahan sejauh ini mengingat rentang perbedaan yang sangat lebar diantara kami. Bukan hanya sifat dan kebiasaan, cara berpikir dan keyakinan akan banyak hal pun banyak sekali bedanya. Namun kami selalu menyadari bahwa pernikahan bukanlah untuk menjadikan sama dua hal yang berbeda, tetapi menyelaraskan perbedaan itu sehingga daya bentroknya bisa diperkecil. Saudara kembar pun mempunyai perbedaan yang banyak, apalagi kami yang dibesarkan ditempat yang saling berjauhan dan membawa banyak hal yang berbeda dalam hidup.

Empat tahun yang terasa sangat cepat karena kami sangat menikmati setiap detik kebersamaan. Kebersamaan yang tidak hanya dilewati dengan tawa bahagia, senda gurau tapi juga terselip pertengkaran, amarah, dan air mata kecewa. Empat tahun, semoga akan menjadi empat puluh tahun kemudian atau lebih. Semoga kami bisa diberikan banyak kesabaran dan saling pengertian yang lebih satu sama lain. Banyak hal baik yang suami contohkan dan akhirnya bisa saya serap, begitu juga sebaliknya. Setiap hari kami belajar banyak hal. Mengenal dia selama empat tahun pernikahan membuat saya banyak bersyukur bahwa Tuhan memberi jodoh seperti dia. Mudah-mudahan dia pun merasa seperti itu. Kami saling mencukupkan, tapi tidak mencoba untuk saling menyempurnakan. Itu saja sudah lebih dari yang saya tuangkan dalam doa selama ini.

Semoga kami selalu dilimpahi kebahagiaan dan kesehatan yang baik kedepannya. Semoga kami bisa mendidik anak-anak kami dengan baik, melihat mereka bertumbuh, sehat, dan bahagia dengan apapun pilihan mereka yang membuat mereka bahagia dan tidak menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi siapapun serta apapun, terutama bagi mereka sendiri. Semoga kami tetap saling bergandengan tangan, menatap dengan penuh cinta seperti saat pertama kami saling jatuh cinta, dan menyandarkan kepala pada bahu  jika salah satunya sedang butuh sandaran, dan mempunyai rejeki yang cukup untuk bisa mewujudkan impian kami melangkahkan kaki dan melihat dunia yang lebih luas. Semoga kami dapat menua bersama dengan penuh rasa syukur. Semoga.

Ini salah satu tempat favorit kami nongkrong di dekat rumah. Duduk-duduk pinggir danau sambil lihat angsa berenang dan membawa bekal seperti piknik
Ini salah satu tempat favorit kami nongkrong di dekat rumah. Duduk-duduk pinggir danau sambil lihat angsa berenang dan membawa bekal seperti piknik

-Nootdorp, 12 Agustus 2018-

Trekking Enam Jam di Cinque Terre – Italia

Manarola - Cinque Terre

Pada saat membuat rencana perjalanan ke Italia, hampir saja saya melewatkan Cinque terre. Padahal saat melihat foto-foto yang bersliweran di IG tentang Cinque Terre, saya mbatin kalau suatu hari ke Italia ingin mampir ke tempat ini. Ternyata saya masih berjodoh dengan Cinque Terre sehingga bisa mengunjunginya pada saat liburan musim panas tahun 2016 sekaligus perjalanan 18 hari di Italia saat suami berulangtahun.

 

Monterosso dari atas
Monterosso dari atas
Monterosso dilihat dari kebun anggur
Monterosso dilihat dari kebun anggur

Hari sebelumnya, kami mampir ke PortofinoKami sengaja memilih untuk menginap di La Spezia yang letaknya tidak jauh dari Cinque Terre dan bisa ditempuh dengan kereta karena penginapan di sana tidak semahal di Cinque Terre. Kami menginap di Airbnb yang berupa apartemen lengkap fasiltasnya. Letaknya pun tidak terlalu jauh dari stasiun kereta api. Kami tidak membawa kendaraan dan lebih memilih naik kereta ke Cinque Terre sengaja karena sudah merencanakan memilih jalur trekking  untuk menyusuri 5 desa yang ada di sana.

Hari itu tidak akan saya lupa. 6 Juli 2016 bertepatan dengan Idul Fitri, salah satu mimpi saya di dunia per jalan-jalan an terwujud. Selepas sholat Ied di apartemen, kami langsung menuju ke Cinque Terre naik kereta. Tiket yang kami beli sudah termasuk dengan masuk Taman Nasional yang merupakan jalur trekkingnya. Kira-kira jam 11 siang kereta yang kami naiki berangkat. Sepanjang perjalanan, saya benar-benar gembira luar biasa, tidak berhenti tersenyum. Rasanya akan ketemu dengan blind date yang selama ini cuma bisa diangan-angan saja.

Kami tiba di desa yang pertama yaitu Monteresso, yang kami pilih sebagai titik awal trekking. Setelah berkeliling sebentar untuk membeli minuman dan makanan sebagai bekal trekking, kami memulai titik trekking dari desa ini. Suhu saat itu mendekati 40ºC saat matahari sudah di atas kepala. Jalur trekkingnya sungguh luar biasa indah. Kami melewati perkebunan anggur dan bisa melihat betapa birunya lautan dari atas. Meskipun medan trekking yang tidak mudah (bagi saya) karena menanjak dan sempit ditambah panas yang luar biasa, tetapi ketika melihat keindahan alam dan satu persatu desa yang kami datangi, memupuskan segala keluh kesah. Ditambah lagi banyak anak kecil yang sliweran di jalur trekking. Bahkan beberapa balita pun saya lihat dengan santainya jalan dan bersenda gurau dengan orangtuanya. Lah kan jiwa kompetitif saya jadi bergelora. Di beberapa tempat, saya melihat beberapa keluarga beristirahat sambil membacakan buku cerita buat balitanya. Berkali-kali saya mengucapkan syukur karena diberikan kesempatan dan kesehatan untuk menikmati dan merasakan semua ini.

Salah satu jalur trekking
Salah satu jalur trekking

Ada satu hal yang saya tidak pernah lupa sewaktu trekking di Cinque Terre selain hawa panas tadi yaitu saya memakai celana bolong haha! Jadi ceritanya dalam perjalanan waktu itu saya tidak terlalu banyak membawa celana dengan bahan yang bisa menyerap keringat dengan baik. Kebanyakan saya membawa rok. Nah sebelum trekking, saya cek berapa derajat suhunya. Ternyata nyaris 40 derajat. Saya lihat dalam koper kira-kira celana mana yang bisa dipakai. Ternyata ada satu celana rumah yang bahannya nyaman, adem. Ya karena ini di Eropa di mana orang-orang akan cuek kamu mau pakai apa, akhirnya saya memutuskan memakai celana rumah itu untuk trekking. Saya tidak memeriksa sebelumnya kondisi celana itu. Setelah pertengahan jalur trekking, saat jalurnya benar-benar menanjak sampai dengkul ketemu dengan janggut (saking menanjaknya), mata saya lihat kok ada yang bolong ditengah celana. Eh ternyata celana yang saya pakai tengahnya bolong besar hahaha! Duh saya langsung tertawa terbahak dan lapor ke suami. Saya tunjukkan bolongnya. Kami lalu tertawa terbahak. Ya sudahlah, selama jalannya santai toh orang tidak tahu kalau saya pakai celana bolong haha!

Vernazza dari kejauhan
Vernazza dari kejauhan
Vernazza
Vernazza
Vernazza
Vernazza

Di setiap desa, kami pasti berhenti. Entah sekedar minum atau makan atau istirahat untuk mengumpulkan tenaga menuju desa berikutnya. Sungguhlah cuaca yang panas saat itu membuat cepat lelah dan anginpun pelit bertiup. Bayangkan saja bagaimana energi tersedot dengan cepatnya.

Corniglia dari kejauhan
Corniglia dari kejauhan
Corniglia
Corniglia
Corniglia
Corniglia
Panas-panas makan ini, Yummm!!. Selama di Italia, hampir setiap hari kami makan Gelatto
Panas-panas makan ini, Yummm!!. Selama di Italia, hampir setiap hari kami makan Gelatto
Corniglia
Corniglia
Manarolla dilihat dari Corniglia
Manarolla dilihat dari Corniglia

CQ14

Kami sampai di desa ke empat yaitu Manarola saat matahari menjelang terbenam. Jadi kami putuskan bahwa Manarola adalah desa terakhir yang kami kunjungi karena selain badan sudah rontok, juga hari sudah beranjak malam. Riomaggiore, desa ke lima hanya bisa kami lihat dari atas kereta. Lihatlah foto Manarola yang saya ambil menggunakan kamera dari Hp, inilah foto yang selama ini selalu membuat saya berkhayal suatu hari bisa datang ke Cinque Terre dan melihat secara langsung desa-desa yang ada di sana yang masuk dalam Unesco World Heritage. Akhirnya saya bisa mewujudkannya setelah sekian lama, pergi bersama suami tercinta. Mimpi jadi nyata.

Manarola - Cinque Terre
Manarola – Cinque Terre
Inilah kami saat trekking di Cinque Terre dan saya memakai celana bolong :)))
Inilah kami saat trekking di Cinque Terre dan saya memakai celana bolong :)))

-Nootdorp, 8 Agustus 2018-

Anak dan Teknologi

Sebelum menulis lebih lanjut, yang saya maksud Teknologi di sini adalah telefon genggam, tablet (ini saya juga bingung menyebutnya apa, tapi biasa disebut tablet kan semacam iPad gitu), televisi, dan komputer. Kata suami saya, semua itu disebut media devices. Saya bingung mencari padanan kata dalam bahasa Indonesia, jadi saya menyebutnya teknologi. Kalau ada yang tahu padanan kata yang lebih tepat, tolong saya dikoreksi dan mohon masukannya ya.

Suatu malam ketika kami ditraktir oleh Mama mertua makan di restoran Indonesia yang tidak jauh letaknya dari rumah, kami menempati meja yang sudah dipesan sebelumnya persis di sebelah keluarga bersama satu anak usia sekitar 5 tahun. Saya awalnya tidak memperhatikan ada yang unik dari keluarga tersebut. Selama menunggu pesanan, Mama kasak kusuk kalau keluarga yang di sebelah meja kami sibuk dengan HP (telefon genggam) masing-masing. Anak sedang menonton kartun, sang Bapak sedang menonton siaran entah apa, dan sang Ibu juga asyik memelototi telefon genggamnya. Mereka dalam posisi sama-sama makan. Namun tidak ada pembicaraan diantara mereka, senyap sibuk dengan HP masing-masing.

Melihat hal tersebut, pikiran saya mulai terusik. Dan terus terang saat itu saya mbatin yang bernada menghakimi. Semacam, wah kok sibuk sendiri-sendiri melototin Hp padahal kan sedang makan. Kenapa tidak mengobrol saja sambil makan. Cerita apalah asalkan tidak terpukau dengan Hp. Dilain tempat lain waktu, saat kami makan di restoran, ada beberapa keluarga juga yang membawa anak berusia dari bayi sampai sekitar 5 tahunan. Nah ada dua meja dari dua keluarga berbeda tentunya yang saya perkirakan usia bayinya sama, kira-kira 7 bulanan. Yang satu bayi duduk anteng (dan makan) di kursi makannya sambil bersenda gurau dengan kedua orangtuanya (yang juga sambil makan). Sedangkan satu bayi duduk anteng dengan melihat tablet didepannya yang memutarkan kartun, sedangkan dua orangtuanya menikmati makanannya. Nah di meja lainnya, anak usia 5 tahun saya lihat sedang urek-urek buku gambar sedangkan orangtuanya makan. Sesekali orangtuanya bertanya ini itu kepada anaknya (yang saya lihat memang tidak makan, atau makannya sudah selesai saya kurang tahu). Jadi anak umur 5 tahun ini anteng di restoran selama orangtuanya makan, dengan melakukan aktivitas menggambar. Nah dari beberapa pengalaman (yang sebenarnya masih banyak sih, cuma saya ambil contohnya saja untuk dituliskan di sini), otak saya jadi sibuk berpikir. Kenapa satu bayi bisa anteng makan dan duduk di kursi makannya dengan cara berkomunikasi dengan orangtuanya, sementara bayi yang lain anteng karena melihat kartun di tablet. Kenapa satu anak usia 5 tahun anteng dengan menggambar, kenapa yang lainnya anteng dengan melihat tayangan di Hp. Pertanyaan saya ini jangan dianggap sedang menghakimi ya, tapi lebih tepatnya ke sebuah pemikiran.

Karena kepikiran, saya lalu bercerita hal tersebut ke grup WA yang isinya perempuan-perempuan perantau di Eropa. Kebanyakan sudah punya anak. Saya bercerita tentang keresahan saya akan anak kecil yang memelototi Hp atau tablet untuk melihat tayangan YouTube atau kartun atau permainan saat makan di restoran. Karena terus terang bukan sekali dua kali saya melihat kejadian seperti ini.

Dari hasil diskusi di grup, memang ternyata banyak sekali alasan yang melatar belakangi memberikan sarana media untuk anak saat makan di restoran atau tempat umum. Benang merahnya adalah supaya anak duduk tenang dan anteng. Belum tentu anak yang diberi tontonan di restoran, di rumah mereka juga dibiasakan seperti itu. Karena suasana rumah dan suasana restoran (atau tempat umum lainnya) berbeda dengan suasana rumah, mungkin anak (atau bayi) jadi merasa tidak nyaman. Jadilah orangtua memberikan ijin untuk menonton di sarana media tersebut supaya anak anteng tidak mengganggu pengunjung lainnya dan orangtuapun enak makannya. Nah dari hasil ngobrol di grup itulah saya jadi ada rasa bersalah telah menghakimi keluarga pertama yang sibuk dengan Hp masing-masing tanpa tahu alasan mereka apa. Menurut kacamata saya, hal tersebut memang tidak ideal karena kebiasaan di keluarga kami kalau makan ya benar-benar makan, saling ngobrol satu sama lain. Apalagi saat makan malam, ya saatnya bercerita tentang kegiatan satu hari. Meletakkan segala macam tekhnologi apapun bentuknya. Jadi sebenarnya saya tidak bisa menghakimi satu perkara benar atau salah karena tidak sesuai dengan standar saya, karena masing-masing keluarga pasti punya aturan masing-masing.

Tujuan dari tulisan ini adalah saya ingin bertanya kepada rekan-rekan blogger atau siapapun yang membaca tulisan ini yang sudah mempunyai anak (balita juga termasuk ya ini) atau jika belum tapi berpengalaman dengan keponakan atau sepupunya atau anak kecil lainnya, untuk bisa memberikan komentar atau gambaran dari beberapa pertanyaan saya di bawah. Sekali lagi saya tegaskan bahwa tidak ada komentar benar atau salah karena masing-masing keluarga punya aturan masing-masing yang bisa jadi berbeda dengan keluarga lainnya. Dari jawaban rekan-rekan, saya akan belajar banyak hal.

  • Anak sudah dikenalkan pada teknologi (TV, HP, Tablet dan Komputer) sejak usia berapa dengan alasan apa. Media apa yang pertama kali dikenalkan?
  • Aturan makan di rumah bersama keluarga seperti apa? Apakah boleh sambil melihat TV, apakah boleh sambil mengecek Hp sesekali ataukah waktu makan memang khusus untuk makan dan ajang saling bercerita antara anggota keluarga?
  • Jika sedang makan di luar rumah (restoran atau warung atau tempat makan lainnya), apa yang biasa dilakukan untuk membuat anak tenang supaya tidak resah sendiri, tidak mengganggu pengunjung lain, dan orang dewasa dalam meja yang sama makannya pun jadi nyaman?
  • Jika memang anak sudah dikenalkan dengan teknologi, berapa lama maksimal dalam satu hari toleransi melihat layar media tersebut?
  • Jika memang anak sudah dikenalkan dengan teknologi, apakah selama melihat layar media selalu ada yang menemani atau dibiarkan saja sendiri atau seperti apa?

 

Pertanyaan-pertanyaan tersebut spontan muncul di kepala saat saya menulis. Jadi saya tidak cek dulu tentang variabel-variabelnya ya. Namanya juga pertanyaan spontan. Apapun pendapat yang masuk, tidak akan menjadikan satu keluarga lebih baik dari keluarga lainnya karena kembali lagi seperti yang saya bilang tadi : masing-masing keluarga punya aturan yang berbeda sesuai dengan kebutuhannya. Mari jadikan pertanyaan-pertanyaan keingintahuan saya tersebut sebagai bahan diskusi karena sayapun akan banyak belajar dari pengalaman rekan-rekan. Terima kasih sebelumnya atas urun pendapatnya.

-Nootdorp,1 Agustus 2018-

 

 

Serba Serbi Musim Panas di Belanda (Tahun 2018)

Judulnya diberi tahun, siapa tahu tahun 2019 ada cerita unik lainnya pada saat musim panas.

Saya akan menuliskan beberapa hal yang terjadi akhir-akhir ini berkaitan dengan musim panas di Belanda. Tentu saja subyektif dari pengamatan, pengalaman saya dan beberapa baca dan melihat berita di TV.

  • Panas Terlama dan Terkering Sejak Tahun 1976

Seingat saya, sejak pulang dari Portugal awal April 2018, Matahari hampir setiap hari nyentrong. Meskipun suhunya masih berkisar di bawah 15ºC (rata-rata 13ºC selama bulan April), tapi rasa ke kulit mulai menghangat. Saya sudah mulai berani keluar rumah tanpa jaket. Hanya kaus lengan panjang. Hujan masih sesekali datang, tapi tidak sering. Memasuki bulan Mei, suhu mulai naik diatas 15ºC, sekitar 17ºC-20ºC. Ini saya mulai merasa gerah. Tapi masih bisa ditolerir. Pada bulan Juni, suhu mulai naik diatas 20ºC dan ini rasanya stabil sampai saat ini. Maksudnya stabil naik diatas 20ºC. Pernah sesekali dibawah itu, tapi tidak banyak. Nah parahnya suhu 24ºC ditambah angin yang tidak terlalu banyak, malah membuat cuaca makin terasa panas. Kalau mengutip kata Maya, Matahari seperti ada 9 saking panas dan nyentrongnya. Mungkin yang di Indonesia berpikir bahwa suhu 24ºC saja kok lebay sekali sih sampai dibilang panas menyengat. Percayalah, panasnya sudah sangat mirip dengan panas di Surabaya, Jakarta dan Makassar. Kenapa saya menyebut 3 kota tersebut, karena memang saya punya pengalaman tinggal di 3 kota yang katanya masuk bagian kota terpanas di Indonesia.

Kalau cerita yang saya sebutkan di atas cuaca masih tergolong Warm, minggu ini sudah masuk ke Tropisch Warm. Suhu sudah mencapai diatas 30ºC. Tiga hari terakhir panasnya ga ketulungan, ga kira-kira, ga masuk akal. Bahkan kemarin dan hari ini, saya menyebut suhu 31ºC di sini rasanya persis saat Surabaya pernah mencapai suhu 42ºC. Waktu itu saya sedang kuliah di Surabaya, jadi tahu persis rasanya blingsatan kepanasan. Sampai saya harus mengungsi ke kampus ngadem di ruangan ber AC, yang parahnya ruangan itu ga ada rasa dingin. Akhirnya saya melipir ke Perpustakaan, mencari ruangan paling dingin. Nah, dua hari terakhir rasanya seperti itu. Serba salah di rumah. Padahal sudah ada tiga kipas angin dan satu AC. Tetap saja rasanya ga ngefek. Akhirnya saya seringnya leyeh-leyeh di halaman belakang memakai pakaian seminim mungkin. Gerah luar biasa. Beberapa hari ini juga kami jadi doyan main air di kolam plastik yang agak besar ternyata ukurannya di halaman belakang. Lumayanlah ngadem sambil mainan air, berenang kecil-kecilan.

Saya yang biasanya tidak suka dengan es teh, beberapa terakhir ini minumnya es teh terus (tanpa gula). Dan rasa haus seperti tidak pernah berakhir. Sampai saya halusinasi ada tukang jual es degan lewat depan rumah. Untungnya saya masih bisa makan soto Madura super pedas sambelnya, dikasih teman. Besok rencana saya ingin buat rujak sepedas mungkin, makan di halaman belakang bawah pohon pakai tikar. Duh sedap!

Soto Madura
Soto Madura

Kamis dan Jumat esok ini, diperkirakan suhu di Belanda akan mencapai 37ºC, bahkan di beberapa wilayah sampai 40ºC. Bisa dibayangkan itu rasanya seperti apa. Semoga kami bisa melewati ini meskipun keringetan, pliket, dan haus sepanjang hari. Menurut sumber berita yang saya baca, tahun 2018 ini adalah musim panas dengan intensitas matahari nongol paling lama dan paling kering sejak terakhir tahun 1976. Jadi ini musim panas terkering sejak 40 tahun terakhir. Ada beberapa wilayah di Belanda (dan juga beberapa negara di Eropa) yang saking keringnya hutan atau rumput sampai terbakar. Bahkan di berita saya lihat, ada beberapa bagian rumah sampai retak karena cuaca yang sangat panas.

  • Kipas Angin Seperti Kacang Goreng

Kipas angin adalah benda yang paling banyak diburu. Saking banyaknya permintaan, penjualannya seperti kacang goreng, laris manis bahkan sejak bulan Juni sudah banyak yang tidak tersedia di gudang. Suami membeli kipas angin sejak musim panas tahun kemarin. Hanya satu, itupun ditaruh diruangannya. Ini kipas angin yang menurut saya harganya tidak masuk akal saking mahalnya. Walaupun memang putarannya kencang, sampai volume 5. Nah, karena tahun ini panasnya lebih membara, beberapa bulan lalu dia memutuskan untuk membeli AC karena kipas angin diruangannya tidak nampol lagi. Akhirnya kipas angin tersebut ditaruh di ruang bawah. Lumayan, semilir angin. Lalu permasalahan lain muncul. Kalau malam hari, panasnya minta ampun. Jam 12 malam sampai jam 2 dini hari saya rasa puncak paling gerah karena saya selalu terbangun. Nah, kami merasa kalau kami membutuhkan dua kipas angin tambahan untuk dua kamar tidur. Untungnya di Hema dekat rumah sedang ada diskon kipas angin, tinggal dua pula. Langsung kami beli semua. Untunglah minggu lalu kami beli dua kipas angin tersebut. Kalau tidak, bakalan bingung kami kemana harus beli kipas angin karena barang ini jadi langka di Belanda. Kecuali beli online, ada yang bisa mengantarkan cepat (informasi dari seorang kenalan).

Walaupun kipas angin yang kami beli di Hema tidak sefantastis kipas angin mahal yang dibeli di Mediamarkt, tapi lumayanlah daripada tidak ada sama sekali. Lagian, ada harga ada rupa. Beli yang murah mintanya kenceng :)))

  • Gedung Tanpa AC

Kalau kali ini cerita dari suami. Karena Belanda ini terkenal sekali dengan intesitas hujan yang sering dan dingin serta berangin, maka gedung-gedung kebanyakan didesain (terutama gedung-gedung lama) tanpa jendela dan tanpa pendingin ruangan. Jadi kebayang kan ya bagaimana rasanya kalau sedang panas cetar seperti sekarang ini. Orang-orang yang kerja di gedung-gedung tersebut seperti dipanggang rasanya saking panasnya. Suami bilang, sampai dulu dia kerja di gedung tersebut tidak konsen sama sekali. Diberi kipas angin pun tidak menolong banyak. Bukan hanya gedung perkantoran, beberapa apartemen meskipun memiliki jendela, tetapi lantainya tidak bisa menyerap panas malah memantulkan panas. Kalau begini, beruntung rumah kami lantai paling bawah terbuat dari ubin. Jadi kalau siang, saya seringnya kelesetan ngadem. Walaupun diberi tatapan penuh tanda tanya oleh suami, ngapain tidur di lantai. Belum tahu aja dia, bayi di Indonesia sudah diajari sejak dini tidur di lantai.

  • Angkutan Umum Penuh Sesak

Ini terutama pada saat akhir pekan yang namanya angkutan umum penuh sesak apalagi tram dan bus yang jurusan ke kota dan ke pantai. Saking sesaknya tram dan bus, saya sampai merasa bukan berada di Belanda tapi rasa di Jakarta saat naikTransJakarta dan KRL. Mau naik ke atas tram saja susah karena orang sudah berdiri di tangga depan pintu masuk. Di dalam tram apalagi, sudah sangat dempet-dempetan. Belum lagi bau badan yang aduhai semerbak beraneka macam aroma. Sebagai catatan, walaupun saya pernah menasbihkan diri sendiri di blog ini kalau malas mandi, tapi sejak panas tak kira-kira, jadi rajin tiap hari mandi. Malah beberapa kali sehari mandi dua kali. Suami saja sampai terheran. Dipikir kesambet Jin dari mana. Dan setelahnya saya pakai deodoran supaya kalau keringetan bau badan tidak menyengat.

  • Kegiatan BBQ an Dimanapun Berada

Kalau cuacaya sedang bersahabat, maksudnya bukan panas yang menyengat, saya senangnya petakilan ke luar rumah. Paling sering ya goler-goler di taman atau danau dekat rumah. Nah, saya perhatikan sepanjang matahari selalu nongol, kegiatan bakar-bakar atau BBQan bukan hanya dilakukan di rumah, tapi di manapun asalkan ada tempat yang memungkinkan. Contohnya : di pinggir sungai, di taman, di danau bahkan di padang rumput. Kalau di danau dekat rumah, sampai ada yang bawa bukan hanya alat pembakarnya tapi juga kompor, wajan dan meja untuk makan. Luar biasa memang. Sementara kami seringnya cuma berbekal gorengan yang saya buat beberapa saat sebelumnya. Misalkan dadar jagung.

Piknik ala kami di danau bawa dadar jagung. Selalu di bawah pohon, maklum saya takut panas haha
Piknik ala kami di danau bawa dadar jagung. Selalu di bawah pohon, maklum saya takut panas haha
Sewaktu BBQ an di rumah teman
Sewaktu BBQ an di rumah teman
  • Jadwal Undangan Akhir Pekan Penuh Sejak Dua Bulan Sebelumnya

Sebelum memasuki musim pans, jadwal undangan di akhir pekan kami sudah penuh sampai dua bulan ke depan. Jadi sejak Juni sampai akhir Juli jadwal sudah terisi sejak bulan Mei. Di sini kalau mengundang atau janjian minimal sebulan sebelumnya. Dan dalam pilihannya cuma ada dua : bisa datang atau tidak bisa datang. Tidak ada pilihan Insya Allah (pilihan ngambang). Kalau memang nanti dekat acara atau pas hari H ada sesuatu yang sangat penting yang tidak bisa ditinggalkan dan mendadak, ya itu sudah diluar kuasa dan pihak pengundang akan sangat mengerti jika ada keadaan mendadak lalu ada yang membatalkan kedatangan. Mengapa konfirmasi kedatangan sangat diperlukan, itu menyangkut salah satunya dengan konsumsi yang akan disediakan.

CERITA TAMBAHAN

Ini tidak berkaitan langsung dengan poin-poin di atas. Tapi karena terjadi di musim panas, maka lebih baik saya tuliskan jadi kapan-kapan bisa dibaca ulang. Jadi kemarin saya bertemu dengan salah satu dosen saat saya kuliah S2 di Surabaya. Beliau ini Professor dalam bidang Data mining atau Metaheuristik saya juga tidak jelas pasti. Yang pasti dua mata kuliah itu tingkat kesulitannya sudah diatas rata-rata, buat saya. Nah, Beliau pernah mengajar Statistik dan ketika perkenalan satu persatu mahasiswa yang ada di kelas, saat giliran saya selesai, Beliau langsung bilang, “Deny, kamu tidak usah ikut kuliah saya. Sudah pasti kamu lulus. Nanti kalau kamu ikut kuliah saya, kalau saya ada yang tidak benar menjelaskan kamu protes terus dan teman-temanmu jadi tidak percaya diri karena nilaimu selalu bagus. Statistik itu usah lho, kecuali buat kamu karena kamu lulusan sana.” Saya waktu itu langsung bingung, ini Beliau becanda atau serius ya, karena nada bicaranya serius sekali. Setelah kelas, saya langsung menghadap Beliau menanyakan perihal yang dikatakan di kelas. Tetap dengan nada yang serius Beliau menjawab, “Ya terserah kamu. Saya tidak mewajibkan kamu ikut kelas saya.” Makin ga jelas haha. Setelah 2.5 tahun di sana, makin kenal saya dengan Beliau yang ternyata suka becanda tetapi wajahnya serius. Nah, Beliau ini juga yang memberikan rekomendasi ke saya saat mengajukan double degree ke NTUST Taiwan. Saya lolos tapi ada beberapa pertimbangan akhirnya tidak saya ambil dan memilih menyelesaikan kuliah S2 saya tetap di kampus yang sama.

Nah, Beliau sedang liburan ke beberapa negara di Eropa sekaligus ada tugas kerja di Paris. Beliau mampir ke Belanda dan menyempatkan untuk ke Den Haag. Beliau dan istri setelah kami tunjukkan beberapa tempat di Den Haag kota, lalu kami undang makan malam di rumah. Senang sekali saya ketemu dengan Pak Budi, nama Beliau. Banyak cerita-cerita bermakna yang Beliau dan Istri sampaikan pada kami. Selain itu, Beliau juga aktif menulis di beberapa kolom di koran, baru saja menyelesaikan novelnya, serta aktif di grup musik. Saya suka kagum dengan orang seperti Beliau. Serasa energinya tidak habis dan talentanya banyak. Semoga saat saya ke Surabaya dan ke kampus untuk mengambil ijazah, saya bisa bertemu lagi dengan Beliau.

Menu saat makan malam lupa saya foto saking menyenangkannya pembicaraan kemarin. Kami menikmati urap sayur, sambel trasi, sambel goreng pete, ayam panggang, tahu tempe goreng. Seperti inilah penampakannya kalau sedang arisan dalam satu piring.

Menu tadi malam
Menu tadi malam

Oh iya, sebelum menutup postingan yang ternyata lumayan panjang ini, Anggur di halaman belakang berbuah sangat lebat. terbayang di bulan Agustus nanti kami pesta anggur saking banyaknya.

Penampakan Anggur-anggur di salah satu sisi halaman belakang
Penampakan Anggur-anggur di salah satu sisi halaman belakang

Musim panas akan berakhir masih sekitar satu bulan lebih. Semoga kami semua yang di sini kuat melewati setiap harinya, diberikan kesehatan yang baik dan tidak tumbang sakit karena panas yang menyengat. Musim panas kali ini adalah keempat buat saya dan super luar biasa dahsyat panasnya.

Bagaimana cuaca di tempat kalian?

-Nootdorp, 25 Juli 2018-

Bavaria Road Trip dan Kastil Neuschwanstein

Kastil dilihat dari atas jembatan

Akhir bulan Juni sampai akhir minggu pertama di bulan Juli 2018 kami melakukan perjalanan darat selama 12 jam dari tempat tinggal kami ke daerah Bavaria di Jerman (Jika ingin tahu lebih jelas tentang Bavaria, bisa dibaca di sini). Perjalanan darat yang saya maksud adalah dengan menggunakan mobil. Bisa dikatakan ini adalah liburan musim panas walaupun sebenarnya liburan ini dalam rangka merayakan ulang tahun suami. Kami berangkat hari minggu jam setengah tujuh pagi, waktu dimana para tetangga nampaknya masih tertidur dengan pulas. Hari sebelumnya, kami datang ke undangan ulang tahun anak seorang teman. Acaranya meriah dengan hidangan yang luar biasa enaknya (penting ini), maklum yang punya acara Ibunya orang Indonesia jadi bisa dipastikan makanan melimpah ruah. Kami pulang terlebih dulu setelah perut kenyang, tentu saja, dan tak lupa membungkus.

Memilih hari minggu untuk petualangan 12 jam naik mobil menuju Bavaria adalah pilihan tepat. Sepanjang perjalanan lancar, baru setelah Frankfurt jalan lumayan tersendat tetapi tidak sampai macet yang mengesalkan. Aman terkendali. Kami berhenti sebanyak 4 kali untuk makan siang, isi bensin, istirahat sejenak, dan ke toilet. Secara keseluruhan, perjalanan kami sangatlah lancar tanpa hambatan. Walaupun mobil yang kami sewa (kami memutuskan untuk tidak punya mobil sendiri sejak lama) tidak ada fasilitas AC, tapi hal tersebut tidak mengurangi riang gembira kami selama perjalanan, dengan konsekuensi jendela mobil dibuka. Kebayang dimusim panas yang sangat menyengat seperti saat ini, membuka jendela mobil sama saja terkena hawa panas dari luar. Tapi daripada pengap di dalam, hitung-hitung seperti road trip jaman dulu saat belum ada AC. Sebenarnya lama perjalanan kalau tidak pakai berhenti sama sekali hanya butuh waktu 8 jam. Tapi ya kan tidak mungkin kalau tidak berhenti. Maklum, tulang tidak muda lagi, butuh untuk diluruskan setelah duduk dalam waktu yang lama.

Selama 5 hari kami menginap di Munich atau München dalam bahasa Jerman. Munich adalah ibukota Bavaria. Karena liburan kali ini dalam rangka ulangtahun suami, maka seperti kebiasaan kami, semua yang mengurus adalah yang berulangtahun, termasuk hotel. Jadi saya tidak bertanya secara detail tentang hotel yang akan kami tempati. Yang saya dapatkan gambarannya adalah letaknya di pusat kota. Ternyata sesampainya di sana, ada saja kejadian diluar kuasa. Air di WC nya yang mengalir terus, beberapa kali menghubungi resepsionis dijawab akan segera diperbaiki yang nyatanya sampai akhir kami kembali ke Belanda tetap saja tanpa solusi. Walaupun bisa digunakan secara normal, tapi suara air lumayan terdengar sayup dimalam hari. Keluhan-keluhan lainnya bersifat minor, jadi ya anggap saja seni selama liburan.

BERKELILING di PUSAT KOTA MUNICH

Selama di Munich, kami jalan kaki mengelilingi pusat kotanya dan juga naik metro serta tram ke beberapa tempat yang agak jauh dari pusat kota. Kami mengunjungi Olympiapark yang menjadi tempat dilaksanakannya Olimpiade tahun 1972. Tempatnya sangat luas. Saking luasnya saya lebih memilih menunggu suami yang dengan semangatnya menelusuri hampir seluruh tempat ini, termasuk lapangan sepakbolanya.

Olympiapark dilihat dari atas bukit
Olympiapark dilihat dari atas bukit

Masih satu area dengan Olympiapark, ada museum BMW. Sayang waktu kami ke sana pada hari senin, museumnya tutup. Jadi yang bisa dilihat adalah galeri BMW nya. Saya tidak masuk, menunggu diluar duduk di rumput di bawah pohon.

BMW Welt (Foto oleh suami)
BMW Welt (Foto oleh suami)

Di Munich, saya sempat janjian untuk bertemu dengan Mbak Dian yang tahun kemarin saya datangi kota tempat tinggalnya yaitu Salzburg (ceritanya ada di sini). Selain itu, saya juga ketemu Mindy yang terakhir ketemu sewaktu di Berlin (ceritanya di sini). Foto kami ketemuan bersama tidak saya tampilkan di sini ya. Senang sekali bisa bertemu lagi dengan mereka berdua diantara jadwal liburan kami. Meskipun waktu bertemunya tidak lama, tapi pembicaraan kami seperti biasa sangatlah bermakna.

Munich
Munich
Munich
Munich
Munich
Munich
Munich
Munich

DACHAU

Salah satu tempat yang ingin dikunjungi suami adalah Dachau Concentration Camp Memorial Site. Sebenarnya saya tidak terlalu suka mengunjungi kamp konsentrasi karena selalu membuat saya sedih dan berpikir berkepanjangan setelahnya yang berujung kepala saya pusing. Entahlah, jika berhubungan dengan Hitler, hati dan pikiran saya tidak kuat membayangkan apa yang terjadi pada masa itu.

Dachau Concentration Camp Memorial Site
Dachau Concentration Camp Memorial Site

Benar saja, baru memasuki satu penjara, saya sudah tidak sanggup meneruskan ke seluruh area. Saya bilang suami, lebih baik kami menunggu di bawah pohon dekat pintu masuk sambil main-main di rumput. Sedangkan suami menyusuri seluruh areanya. Sekitar 2.5 jam kami di sana. Masuk ke sini, gratis.

Dachau Camp Concentration
Dachau Camp Concentration

Kastil Neuschwanstein

Salah satu tujuan utama kami adalah ke kastil Neuschwanstein. Sudah lama saya melihat dan membaca di internet tentang keindahan kastil ini. Apalagi melihat fotonya yang tampak megah dan menjulang dengan warna putihnya. Semakin penasaran ketika membaca blog Dixie menceritakan tentang kastil ini. Waktu itu saya berdoa semoga suatu saat berkesempatan ke sini. Musim panas tahun ini, kesampaian juga mengunjungi kastil yang menjadi sumber inspirasi Walt Disney untuk beberapa ceritanya. Kami membeli tiket online (saya sarankan membeli tiket secara online untuk menghindari antrian yang panjang apalagi saat musim liburan). Kami berangkat jam setengah tujuh pagi dari hotel karena perjalanan akan memakan waktu lebih dari 1.5 jam. Jam setengah sembilan pagi kami sudah sampai di parkiran lalu menuju loket untuk menukarkan tiket dalam bentuk fisik.

Ditiketnya akan tertera jam berapa kita bisa masuk ke dalam kastil. Jangan sampai telat ya karena kalau telat, tidak akan bisa masuk dan harus membeli tiket ulang. Lebih baik 15 menit sebelum waktunya, sudah menunggu didepat pintu masuk. Untuk menuju ke kastil ada dua cara. Jalan kaki menanjak selama kurang lebih 30 menit atau naik kereta kuda yang harus membayar jumlah pastinya saya tidak tahu. Kami memilih jalan kaki sambil menikmati hawa segar pagi hari dari hutan kanan dan kiri jalan. Jalan menanjak pun kami lalui dengan sesekali menyanyi dan bersenda gurau.

Jalan menuju kastil
Jalan menuju kastil

Sesampainya di halaman kastil, kami masih punya waktu satu jam untuk menunggu. Saya pergunakan waktu tersebut untuk foto sana sini. Beruntungnya saat itu cuaca sedang bersahabat, tidak terlalu terik maupun tidak hujan.

Pemandangan dari halaman kastil
Pemandangan dari halaman kastil

Selama tour di dalam kastil, akan ada pemandu yang menjelaskan semuanya. Saat pertama masuk, saya sangat deg-degan. Seperti ketika saat pertama kali saya akan melihat Menara Eiffel secara langsung. Karena selama ini saya hanya membaca dan melihat di internet tentang kastil Neuschwanstein lalu sekarang bisa menjejakkan kaki di dalamnya, rasanya benar-benar campur aduk. Luar biasa terharu. Dan benarlah seperti yang saya baca, kastil ini memang indah sekali. Selama di dalam, tidak diperbolehkan mengambil foto. Hanya di balkon selesai tour boleh memfoto area sekeliling kastil. Selama di dalam kastil, saya benar-benar terbengong dengan karya manusia yang luar biasa indah. Takjub. Dinding penuh lukisan, bahkan ada satu ruangan yang berisi lukisan angsa yang berjumlah ratusan atau ribuan saya lupa yang menginsipirasi film Frozen. Saya bersyukur diberi kesempatan ke tempat yang sejak lama saya ingin kunjungi dan pada akhirnya bisa mengunjungi bersama keluarga.

Pemandangan dari atas kastil
Pemandangan dari atas kastil
Pemandangan dari atas kastil
Pemandangan dari atas kastil
Dari jembatan di depan sana, bisa melihat kastil dengan sudut yang paling baik
Dari jembatan di depan sana, bisa melihat kastil dengan sudut yang paling baik

Untuk bisa memotret atau melihat kastil secara keseluruhan, bisa dilakukan di jembatan seberang kastil. Kita harus berjalan menanjak lagi, sekitar 10 menit. Untuk masuk ke jembatan inipun harus melewati penjaga supaya tidak terlalu banyak pengunjung di atas jembatan. Saran saya jika ingin mengunjungi kastil Neuschwanstein, datang lebih pagi lebih baik karena saat kami kembali ke parkiran mobil, antrian untuk bisa ke jembatan, mengular. Antrian di loket, mengular.

Jalan menanjak menuju jembatan
Jalan menanjak menuju jembatan
Kastil Neuschwanstein dilihat dari atas jembatan
Kastil Neuschwanstein dilihat dari atas jembatan
Kastil dilihat dari atas jembatan
Kastil Neuschwanstein dilihat dari atas jembatan

Saat turun menuju parkiran mobil, hujan datang. Kami berteduh di restoran karena memang sudah saatnya makan siang. Selesai makan, hujan masih saja turun. Kami lalu nekat berlari menerobos hujan melewati jalan yang berbeda saat kami datang. Kali ini kami memilih jalan di dalam hutan. Meskipun agak berkerikil dan licin, tapi meminimalkan terkena air hujan. Selesai juga menuntaskan rasa penasaran saya tentang Kastil Neuschwanstein. Pengalaman yang tidak pernah akan saya lupakan.

FüSSEN

Jika sudah sampai di Kastil Neuschwanstein, mampirlah ke Füssen. Kota kecil yang berjarak hanya 5 menit berkendara. Meskipun kota ini kecil, tetapi menyusuri kotanya seperti ada daya tarik sendiri yang susah dijelaskan. Sungai yang berwarna hijau, bangunan-bangunan yang berwarna warni, dan latar belakang pegunungan. Füssen tidak terlalu banyak dikunjungi oleh turis, bahkan pada musim liburan seperti saat musim panas. Füssen juga salah satu kota yang termasuk dalam Romantic Route di Jerman

Fussen
Fussen
Fussen
Fussen
Fussen
Fussen
Fussen
Fussen
Taman di Fussen
Taman di Fussen
Fussen
Fussen

 

TEGERNSEE

Tujuan terakhir kami adalah ke danau Tegernsee. Karena saat ke sana sedang mendung, rencana untuk naik kapal mengelilingi danau kami batalkan. Akhirnya kami berjalan kaki menyusuri setengah danau. Lumayan juga untuk melunturkan lemak makanan yang banyak selama liburan.

Tegernsee
Tegernsee

 

MAKANAN DI BAVARIA SELAMA LIBURAN

Beberapa foto di bawah ini adalah beberapa makanan (yang sempat saya abadikan) yang kami makan selama liburan, Jangan tanya namanya apa, karena saya tidak ingat sama sekali. Yang saya ingat adalah makanan yang kami beli di restoran halal, isinya sate ayam dan sate kambing. Selain makanan itu, saya tidak ingat. Yang penting masih dalam kategori bisa saya makan.

Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria
Makanan di Bavaria

Begitulah cerita liburan dalam rangka ulangtahun suami dan juga liburan musim panas kami. Perjalanan kembali ke Belanda juga lancar jaya selama 12 jam meskipun panasnya luar biasa menyengat. Sesampainya di Belanda, kami langsung menuju ke Pempek Elysha, seperti biasa tempat yang pertama kami setelah kami liburan.

Langsung kalap di Pempek Elysha
Langsung kalap di Pempek Elysha

Semoga suami yang berulangtahun selalu diberikan kesehatan yang baik, umur yang berkah dan sehat serta bahagia bersama kami sekeluarga. Sampai membaca cerita liburan kami selanjutnya.

-Nootdorp, 20 Juli 2018-

Membalas Komentar di Blog

Ini postingan pendek selingan karena sebenarnya saya sedang menulis tentang liburan kami awal bulan ini, trus mendadak saya mengantuk lalu males meneruskan. Jadi daripada nanggung sudah buka laptop, mending sekarang posting yang pendek-pendek saja tentang membalas komentar di Blog.

Sejak punya blog ini yang ditulis berdua dengan suami (pada awalnya, sekarang sih saya sendiri yang nulis. Berasa blog milik sendiri meskipun dia yang bayar haha), saya berkomitmen untuk membalas setiap komentar yang masuk yang berkaitan dengan setiap postingan yang kami tulis. Kenapa seperti itu? Saya mikirnya mereka yang sudah meninggalkan komentar, pada umumnya sudah meluangkan waktu untuk membaca tulisan dan meluangkan waktu untuk menulis komentar. Kalau saya tidak membalas komentar, rasanya kok ya seperti tidak menghargai. Apalagi setelah kenal dengan Mas Cumi Lebay Almarhum, Beliau selalu bilang, sempatkanlah untuk membalas komentar yang masuk karena mereka yang memberikan komentar sesungguhnya sudah meluangkan waktu untuk membaca dan mengetikkan komentar. Jadi mereka ada rasa dihargai. Mas Cumi yang blogger kondang saja atau Noni yang banyak pengikut blognya pasti membalas setiap komentar yang masuk, saya yang blogger anak kemarin sore masa iya sok-sok an tidak membalas komentar yang tidak terlalu banyak. Lagipula saya memang senang membalas komentar jadi tahu sudut pandang sesama blogger atau siapapun yang membaca terhadap tulisan kami. Kadang jadi bisa berdiskusi juga ataupun ada masukan dan ide baru. Jadi seru.

Hal tersebut kembali kepada kebijakan masing-masing pemilik blog ya. Kalau saya, memang sebisa mungkin pasti akan membalas setiap komentar yang masuk karena selama ini komentar yang spam secara otomatis masuk ke folder spam. Blog kami juga tanpa melalui moderasi jika ingin memberikan komentar. Alasannya sederhana : saya malas untuk memoderasi, tidak mau membuat pekerjaan di blog makin bertambah. Toh selama ini komentar yang masuk tidak terlalu banyak yang aneh (mungkin karena yang saya tulispun topik yang tidak aneh-aneh). Ada beberapa yang tidak sreg di hati, ya tetap saya tanggapi sesuai apa komentarnya. Dan kalau tanpa moderasi juga enak buat yang komentar, karena bisa saling membaca komentar yang sudah masuk. Apalagi saya ini kan lama sekali kalau balas komentar yang masuk. Harus duduk depan laptop baru bisa balas. Saya tidak membiasakan diri untuk melihat layar Hp terlalu lama. Apalagi kalau siang hari, saya batasi sekali berinteraksi dengan Hp kecuali benar2 sangat senggang sekali. Waktu luang saya diatas jam 7 malam, baru saya nikmati dengan Hp atau media sosial atau membaca buku. Tergantung mana yang sreg ingin saya lakukan. Pengennya sih ada tukang pijat ya, leyeh-leyeh sambil dipijat.

Dari sekian tulisan di blog, ada satu tulisan yang memang sengaja komentar-komentar yang masuk tidak saya balas karena setelah saya baca secara keseluruhan, komentar yang ada di sana lebih mengarah ke opini pribadi tentang apa yang akan mereka lakukan berdasarkan isi postingan tersebut. Jadi karena terlalu subyektif, lebih baik saya tidak balas. Hanya komentar punya Dita yang saya balas karena ada nama idola kami bersama. Anthony Bourdain. Postingan yang saya maksud bisa dibaca di sini yang intinya berisi pendapat saya tentang kesepakatan dengan suami untuk sangat meminimalisir -bahkan kalau bisa, tidak- memposting foto anak di media sosial sampai mereka bisa berpendapat sendiri mau atau tidak fotonya ditaruh di media sosial milik orangtuanya.

Buat rekan blogger atau siapapun yang sudah membaca blog kami dan sudah meluangkan waktunya untuk menuliskan komentar atau menanggapi isi tulisan, saya ucapkan terima kasih. Apalagi mungkin agak sulit ya menulis komentar di blog kami ini entah karena kendala teknis. Saya sebisa mungkin akan membalas komentar yang masuk. Maaf kalau misalkan ada yang kelewatan. Mungkin mata saya sedang siwer. Kalau komentarnya tidak muncul, mungkin masuk spam dan saya memang biasanya akan mengecek folder spam lalu mengeluarkan pada kolom komentar. Kalau jawabnya lama, mohon pengertian juga. Maklum di sini harus membagi badan dan pikiran serta waktu untuk mengerjakan antara hobi menulis dan membaca dengan pekerjaan dalam dunia nyata yang hanya dikerjakan berdua dengan suami. Jadi setelah pekerjaan selesai, baru bisa nyaman duduk depan laptop membalas komentar. Sebisa mungkin akan saya balas. Menulis adalah hobi saya, jadi selama saya masih bernafas, saya akan terus menulis blog. Syukur-syukur suatu hari nanti ada kesempatan untuk menulis buku lagi.

Yuk tetap semangat menulis di blog!

Kalau kamu bagaimana dengan kebijakan membalas komentar di blogmu?

-Nootdorp, 16 Juli 2018-

Teman dan Sahabat Adalah Perkara Rejeki dan Jodoh

Bands of Friendship

Saya adalah orang yang susah sekali menyatakan ke orang lain bahwa dia adalah teman saya kalau memang kami belum akrab sekali. Lebih susah lagi mendeklarasikan persahabatan. Buat saya, yang namanya bersahabat itu haruslah sudah teruji jarak dan terlebih waktu. Butuh bertahun-tahun lamanya buat saya bisa dengan nyaman menyebutkan bahwa dia atau mereka adalah sahabat saya. Saya juga bukanlah orang yang gampang masuk ke dalam suatu lingkungan baru. Memang pada dasarnya saya orang yang lebih nyaman sendiri. Saya bukan anti sosial, jelas tidak. Tapi saya butuh proses agak lama untuk mengenali lingkungan baru. Kalau tidak satu frekuensi, lebih baik saya sendiri daripada memaksakan diri bergaul tapi tidak nyaman di hati. Dari dulu saya tidak pernah ada ketakutan untuk tidak mempunyai teman karena saya percaya yang namanya pertemanan akan selalu melewati seleksi alam. Kalau tidak satu frekuensi, begitu saya menyebutnya, maka akan gugur dengan sendirinya.

Menuliskan kalimat terakhir di atas bukanlah perkara mudah. Saya sudah melewati suka duka, babak belur, bahagia kecewa dalam pertemanan bahkan persahabatan. Awalnya jelas membuat kecewa luar dalam dan membuat kepercayaan terhadap orang lain menjadi pudar. Ketika persahabatan saya berakhir dengan tidak baik walaupun saya mengakhirinya dengan proses yang baik, berbelas tahun lalu, saya mengalami krisis kepercayaan bukan hanya terhadap diri sendiri tetapi juga terhadap orang lain. Butuh waktu lama untuk memulihkan dan menyembuhkan lukanya. Menyembuhkan patah hati karena masalah cinta buat saya lebih mudah dibandingkan patah hati karena persahabatan. Benar, luka karena cinta paling lama satu bulan sudah pulih kembali tapi kalau karena persahabatan, butuh beberapa tahun hingga bisa bangkit lagi. Bukan karena saya menggantungkan kebahagiaan di atas nama persahabatan, tetapi lebih kepada rasa percaya dan sesuatu yang sudah kami lalui bersama selama bertahun-tahun, tahu baik buruknya secara mendalam karena menjadi diri sendiri yang apa adanya. Satu persahabatan berakhir, lalu saya memulai membuka diri untuk mengenal sebanyak-banyaknya orang supaya lebih tahu banyak tentang karakter orang. Dari sekian banyak yang hadir dan pergi dalam hidup saya, akhirnya saya dan empat orang lainnya bertahan sampai sekarang. Mereka lah sahabat saya selama 19 tahun ini. Kami dipertemukan saat awal kuliah, sudah melewati asam manis dan segala macam pertengkaran yang menyakitkan. Bersyukurnya kami masih tetap bersama sampai saat ini meskipun komunikasi kami hanya melalui Whatsapp karena kami berbeda kota tinggal satu dengan lainnya. Saya sangat beruntung dan merasakan anugrah yang besar memiliki mereka, memiliki satu sama lain.

Bands of Friendship
Bands of Friendship

Seiring berjalannya waktu, bertambahnya umur dan pengalaman yang menempa, hati dan pikiran saya pun mengalami proses penerimaan jika ada hal yang tidak sesuai dengan harapan. Saya lebih bisa berdamai dengan diri sendiri, berpikir lebih panjang dan menikmati proses hening saat ada hal yang diluar jangkauan. Teman datang dan pergi, namun sahabat akan selalu ada saat senang maupun susah. Kehidupan manusia sangatlah dinamis. Begitupun yang namanya pertemanan. Salah satu seleksi alam yang terjadi adalah saat teman berganti status. Dari sendiri, sudah menikah, memiliki anak, mungkin ada yang bercerai, memilih untuk tidak menikah, dan memilih untuk tidak memiliki anak. Ketika satu lingkar pertemanan yang dimulai dari status yang sama, dalam hal ini misalkan dimulai saat usia sekolah atau kuliah, maka semakin bertambah umur maka satu persatu teman yang memutuskan untuk menikah akan berganti status lalu yang memutuskan untuk memiliki anak pun kembali berganti status.

Saya yang menikah saat umur 33 tahun, yang disebut usia telat untuk ukuran Indonesia, memang rasanya menjadi aneh ketika berkumpul dengan teman-teman kuliah atau SMA yang menikah saat rentang usia 20an. Ketika mereka dengan spontan membicarakan tentang anak, sekolah anak, perkembangan anak, serba serbi rumah tangga, saya hanya menjadi pendengar setia. Rasanya memang tidak menyenangkan seorang yang belum berumahtangga ada dalam lingkup pembicaraan itu. Ada perasaan seperti tersisihkan. Beberapa kali saat diajak ketemuan, saya memilih untuk bilang tidak bisa dengan berbagai alasan, misalnya ada acara ini dan itu. Kembali lagi, karena perasaan tidak nyaman karena kami sudah berbeda status dan bahan obrolan kamipun berbeda jadi saya merasa tidak nyambung. Ini yang saya namakan salah satu seleksi alam. Saya tidak mau memaksakan diri saya untuk tetap dalam lingkaran pertemanan itu karena saya sudah merasa tidak nyaman. Kami tetap berteman, tapi perlahan dan pasti semakin menjauh. Butuh legowo buat saya menerima bahwa memang kami sudah berbeda. Saya tidak pernah menyalahkan keadaan, tidak pernah menyalahkan mereka, maupun menyalahkan diri sendiri. Yang saya lakukan hanyalah membuka mata dan pikiran bahwa kami memang sudah tidak satu frekuensi lagi. Saya yang memutuskan menjauh. Jodoh saya dengan mereka tidak bisa dilanjutkan lagi.

Saat saya sudah menikah, beberapa sahabat saya belum menikah. Karena saya sudah mengalami betapa tidak menyenangkannya berada diantara mereka yang sudah menikah saat saya belum menikah karena obrolan yang tidak nyambung, maka obrolan kami pun tetap seperti biasa saat saya belum menikah. Walaupun sesekali saya selipkan cerita seputar rumah tangga, itupun tidak banyak. Hanya selingan saja. Saat saya sedang ingin curhat tentang permasalahan yang pelikpun, mereka tetap ada buat saya. Begitu juga sebaliknya, saat mereka sedang ingin cerita tentang hal yang penting, akan tetap saya dengarkan tanpa mencoba menjadi seseorang yang nampak lebih pintar atau lebih berpengalaman. Kami tahu batasan masing-masing secara otomatis dan saling menghormati status yang berbeda saat ini.

Di Belanda, teman saya tidak banyak. Bisa dihitung. Teman baik, ada beberapa. Sahabat, saya tidak punya. Boleh dibilang, suami saya merangkap sebagai sahabat saya juga selama di sini. Saya tidak berusaha keras untuk mencari teman di sini. Saya lebih nyaman ketika pertemanan terjadi karena ada hal-hal yang membuat kami terhubungkan. Saya memang tidak berusaha menonjol dalam lingkungan sosial di Belanda. Tidak berusaha supaya terkenal. Saya menjadi seorang Deny yang melakukan apapun tanpa dipaksakan atau memaksakan diri, melakukan sesuatu yang membuat nyaman. Ya menjadi diri saya sendiri tanpa perlu pengakuan banyak orang. Buat saya, perhatian dan memperhatikan orang-orang yang mengenal saya atau saya kenal dengan baik, itu lebih penting.

Ada beberapa teman di sini yang statusnya berbeda dengan saya. Adakalanya saya tidak bisa keluar bersama mereka, hal tersebut tidak membuat saya lantas menjadi cemburu. Karena saya sadar, bahwa saya sekarang berbeda dengan mereka dan saya tidak mau membuat mereka mengerti keadaan saya. Saya mengerti bahwa mereka juga butuh waktu bersama yang kadang tidak bisa melibatkan saya. Dengan keadaan seperti ini, saya sangat mengerti. Apakah saya lantas marah dan menyalahkan mereka karena kami tidak bisa jalan bersama lagi seperti saat satu atau dua tahun lalu? Tentu saja tidak karena kembali lagi ke pemahaman bahwa kami sekarang berbeda. Saat ada kesempatan kami bisa keluar bersama, saya tidak akan mendominasi pembicaraan dengan kondisi saya sekarang. Berbicara topik sewajarnya saja, toh banyak sekali yang bisa dibahas.

Butuh hati dan pikiran terbuka ketika suatu perubahan terjadi dalam jalinan pertemanan atau persahabatan. Kita tidak bisa menyalahkan siapapun bahkan keadaan. Saling mengerti, saling komunikasi, dan saling menempatkan diri melihat di posisi orang lain adalah hal yang bisa membuat pertemanan dan persahabatan menjadi nyaman. Jika memang hal tersebut tidak bisa dilakukan lagi, ya musti menerima dengan lapang dada bahwa memang sudah tidak sejalan lagi, berjodoh hanya sementara dan bukan rejekinya. Harus dengan legowo bahwa pertemanan atau persahabatan tidak bisa berjalan seperti dulu lagi. Tidak perlu menyalahkan apapun atau siapapun. Tidak perlu menuding dia salah atau aku yang benar. Tidak perlu memaksakan standar kita hanya untuk membuat kita benar. Apa yang menjadi standar kita belum tentu sama dengan standar orang lain. Saya selalu mengingat kata-kata ini : Everyone you meet is fighting a battle you know nothing about. BE KIND. ALWAYS

Berteman dan bersahabat adalah perkara rejeki dan jodoh. Itu yang selalu saya yakini. Buat saya, teman ada yang datang dan pergi silih berganti. Kalau bisa dan layak untuk dipertahankan, maka akan saya perjuangkan. Kalau tidak bisa dan tidak mampu lagi saya perjuangkan untuk bertahan, maka saya akan ikhlaskan untuk pergi dan berlalu. Hubungan persahabatan dan pertemanan yang dipaksakan, yang datangnya tidak lagi dari hati, lebih baik direlakan untuk pergi. Semoga persahabatan saya selama 19 tahun ini dan tahun-tahun kedepan adalah rejeki dan jodoh saya sampai kami menua bersama.

Bagi yang mempunyai sahabat dan teman yang sudah klik, semoga langgeng selalu.

-Nootdorp, 11 Juli 2018-

Cerita Seputar Lebaran 2018

Selamat Lebaran 2018

CERITA LEBARAN

Tahun ini adalah lebaran keempat saya di tanah rantau, bersama keluarga kecil kami. Setiap mendekati lebaran, selalu ada rasa sedih karena jauh dari keluarga di Indonesia. Rindu suara takbir berkumandang di seluruh penjuru desa, rindu sholat Ied di tanah lapang dekat Masjid, rindu berkunjung ke sanak saudara dan tetangga, rindu pada almarhum Bapak, rindu pada keluarga, dan yang tidak kalah penting adalah rindu memakan masakan khas keluarga di desa. Apapun itu, yang berhubungan dengan lebaran di kampung halaman, membuat saya rindu. Hanya satu yang tidak saya rindukan adalah : pertanyaan “kapan.” Apapun jenis pertanyaannya, kalau sudah didahului dengan “kapan”, sudah sejak lama akan saya jawab dengan sangat tegas. 

Lebaran tahun ini bertepatan dengan hari yang istimewa di keluarga kami. Sejak jauh hari sudah saya niatkan untuk masak yang istimewa, beda dengan hari-hari biasanya. Selain untuk menghadirkan suasana lebaran di rumah kami, juga untuk merayakan hari istimewa tersebut. Meskipun ini bukan masakan khas lebaran keluarga saya di Indonesia, tapi tetap minimal berbau lebaran. Terciptalah sate ayam, lontong, acar, rendang, lodeh manisah tahu tempe kacang panjang, telor bumbu petis, dan sambel goreng kentang pete. Semua saya masak sendiri dan dibantu suami yang mencuci peralatan masak, menyapu dan mengepel rumah. Semua kami kerjakan berdua. Supaya rumah bersih seperti akan menerima tamu selayaknya lebaran. Walaupun pada kenyataannya tahun ini tidak ada acara apapun di rumah. Tidak seperti lebaran tahun kemarin, rumah kami dikunjungi banyak kenalan dan teman

Sate manggang di oven. Prakyis, bisa disambi memasak lainnya
Sate manggang di oven. Praktis, bisa disambi memasak lainnya
Telor bumbu petis. Baru pertama kali ini bikin, tapi rasanya sama dengan yang biasa Ibu buat. Lumayan buat pemula *narsis masakan sendiri :))
Telor bumbu petis. Baru pertama kali ini bikin, tapi rasanya sama dengan yang biasa Ibu buat. Lumayan buat pemula *narsis masakan sendiri :))
Formasi lengkap menu lebaran
Formasi lengkap menu lebaran
Formasi lengkap menu lebaran
Formasi lengkap menu lebaran
Setelah saling bersilaturrahmi di piring
Setelah saling bersilaturrahmi di piring

Untuk berbagi kebahagiaan lebaran, kami hantarkan paket sate ayam (plus lontong, saus kacang, dan acar) ke para tetangga, Mama mertua (plus rendang) dan keluarga adik-adik suami (ipar-ipar saya). Mereka senang karena katanya rasanya enak dan kami gembira karena berbagi kesenangan dihari yang fitri dengan orang-orang di sini. Suamipun bisa makan sampai nambah berkali-kali. Lengkap sudah. Terbayar ruwetnya di dapur.

Tahun ini saya tidak bisa sholat Ied di Masjid Al Hikmah seperti tahun kemarin. Jika sesuai rencana, suami akan mengantarkan saya ke Masjid hari Jumat pagi karena sholat akan dimulai pukul 9 pagi. Tapi Jumat pagi rencana tidak bisa terlaksana karena kondisi yang tidak memungkinkan. Akhirnya saya sholat di rumah saja.

Meskipun tidak ada kerabat dan teman yang berkunjung ke rumah, dan tidak ada kue khas lebaran, tapi tidak mengurangi kebahagiaan dan syukur kami karena masih diberikan kesempatan merasakan lebaran tahun ini, sekeluarga, dalam keadaan yang sehat dan bahagia. Terima kasih juga untuk teman-teman yang mengucapkan selamat lebaran maupun mengirimkan kartu lebaran pada kami. Perhatian yang sangat berarti.

HALAL BIHALAL

Seminggu setelah lebaran, kami berkunjung ke rumah teman dekat saya yang berada di Provinsi Limburg, hampir dua jam berkendara dari rumah. Kunjungan kali ini dalam rangka kumpul teman, anggap saja halal bihalal. Kami sampai jam setengah tiga sore. Sebenarnya acara dimulai pukul 2 siang sampai 8 malam. Tetapi undangan yang sudah konfirmasi dua bulan sebelumnya bisa datang jam berapapun asal diantara waktu yang ditentukan. Ketika kami sampai, makanan sudah siap dan pemilik rumah sedang membakar sate lilit dan sate ayam. Ini juga bisa disebut pesta kebun karena tempatnya di kebun belakang rumah. Wah, acara tersebut benar-benar berlimpah makanan. Saking banyaknya makanan, sampai tidak bisa saya makan semua. Melebihi acara hajatan variasi makanannya. Lumbung yang ada dalam perut sudah terisi semua. Naga-naga yang ada dalam perut saya pesta pora. Meskipun acara ini bukan potluck karena makanan disediakan semua oleh pemilik rumah, tetapi saya terbiasa membawa makanan. Apapun yang kira-kira saya mood memasaknya. Kali ini saya membawa lumpia isi rebung, wortel, dan tahu. Ini lumpia andalan saya. Gampang membuatnya. Undangan yang datang lainnya juga rata-rata membawa makanan. Makin berlimpah ruahlah makanan yang ada di sana.

Lumpia yang saya bawa
Lumpia yang saya bawa
Glekk banget kan ini. Sate lilit, ayam betutu, lontong, telur balado, sambel matah. Foto pinjam dari tuan rumah
Glekk banget kan ini. Sate lilit, ayam betutu, lontong, telur balado, sambel matah. Foto pinjam dari tuan rumah
Foto pinjam dari tuan rumah
Foto pinjam dari tuan rumah

Sate lilit

Tidak semua makanan saya foto saking banyaknya. Saya fokus makan. Diantara semua makanan yang ada, favorit saya dua di bawah ini. Soto Madura dan Bakso. Soto Maduranya super lekker! Teman saya si pemilik hajat yang masak Soto Madura ini. Isinya segala macam jerohan komplit. Gajih pun bertebaran memenuhi panci. Baksonya wenaakk, pentolnya krenyes-krenyes. Mengingatkan akan bakso kristus raja di Surabaya (siapa pernah makan di sini?)

Soto Madura isi daging dan jeroan
Soto Madura isi daging dan jeroan
Bakso Super lekker!
Bakso Super lekker!

Ada pecel dan urapan juga. Perut saya sudah tak mampu menampung semuanya. Seperti biasa, sebelum pulang, bungkus membungkus pun jadi semacam tradisi kalau ada acara semacam ini. Dan tuan rumahpun sudah menyiapkan makanan ekstra untuk bisa dibungkus. Karena bungkusan inilah, saya tidak usah masak selama dua hari. Saking banyaknya makanan yang bisa dibawa pulang. Saya juga bisa sarapan seperti di Indonesia. Sarapan gorengan haha! Itupun ketika kami pulang sekitar jam setengah tujuh malam, ada undangan datang bawa bebek oven segede gaban. Makanan datang seperti air bah, tidak berhenti.

Sarapan saya, yang bagian gorengannya saja haha. Kapan lagi bisa sarapan seperti di Indonesia. Sarapan gorengan
Sarapan saya, yang bagian gorengannya saja haha. Kapan lagi bisa sarapan seperti di Indonesia. Sarapan gorengan

Kami pulang dengan perasaan yang riang gembira. Bukan hanya karena makanan yang berlimpah ruah, tetapi juga bisa bertemu beberapa teman dekat dan berkenalan dengan orang-orang yang baru. Saking terlalu fokus dengan makanan, sampai tidak sempat menggosip. Biasanya kalau ada acara kumpul-kumpul di Belanda ini, kental dengan dunia pergosipan. Mulut sibuk ngunyah, makanya ga sempat dipakai buat nggosip.

Oh ada satu cerita. Jadi diantara tamu undangan, ada satu orang yang saya kenal karena sudah beberapa kali bertemu sebelumnya. Sebut saja Mbak. Mbak orangnya baik. Terakhir ketemu Januari tahun lalu. Nah Mbak datangnya satu jam setelah saya. Waktu Mbak datang, posisi saya berdiri membelakangi dia dan sedang mengunyah sate lilit. Waktu dia mendekat, saya dengar suaranya. Lalu saya balik badan. Mbak lihat saya lalu, “Deny, kamu hamil yaa. Wah Selamat!!,” dengan raut muka sumringah. Karena mulut saya masih penuh, saya telan dulu makanan yang dalam mulut sambil mbatin, “untung mulut lagi ngunyah, kalau ga, tak kunyah pisan lho Mbak.” Kemudian saya jawab, “Nggak Mbak, aku lagi ga hamil sekarang. Memang badan lagi melebar ke mana-mana. Perut juga show off kayak gini. Jadi kayak orang hamil ya.” Mbak lalu jawab, “Oh maaf ya Deny sudah membuat kamu ga nyaman dengan omonganku.” Selalu ada cerita disetiap acara.

Sebelum tulisan ini diakhiri, saya mau pamer rawon. Lama tidak masak rawon, sekalinya masak yang prosesnya agak perjuangan juga (musti ngerendem kacang hijau dulu supaya numbuh jadi kecambah pendek, bikin telor asin), begitu makan duh rasanya terharu sendiri. Suami sampai nambah tiga kali *mas, doyan opo kelaparan :)))

Rawon komplit
Rawon komplit
Blendrang Soto Madura yang tinggal kenangan
Blendrang Soto Madura yang tinggal kenangan

Inilah cerita lebaran dari tanah rantau. Semoga suatu hari entah kapan, kami bisa merasakan lebaran bersama keluarga di Indonesia. Menabung keyakinan semoga suatu saat jadi nyata.
Mohon maaf lahir batin, semoga kita dipertemukan dengan Ramadan dan Lebaran tahun-tahun selanjutnya dengan amalan dan ibadah yang lebih baik.

-Nootdorp, 25 Juni 2018-