Pengalaman Menjadi Sukarelawan di Den Haag

Vrijwilliger = Sukarelawan

Menjadi sukarelawan bukanlah hal yang baru buat saya karena pada dasarnya saya adalah tipe orang yang cepat bosan jika tidak melakukan kegiatan jika ada waktu senggang yang banyak. Maksudnya kegiatan disini adalah yang bertemu dengan beberapa atau banyak orang dan melakukan sesuatu yang baru sesuai minat. Dengan menjadi sukarelawan banyak hal baru yang bisa saya dapat dan membuat semakin bertambah ilmu juga pengalaman. Dari masing-masing kegiatan sukarelawan yang pernah saya ikuti, suka dukanya juga berbeda-beda, ilmu dan pengalaman yang didapat pastinya juga berbeda. Tetapi sejauh ini, saya selalu menikmati kegiatan sukarelawan yang sesuai dengan minat serta disesuaikan dengan waktu yang tersedia. Sewaktu kerja di Jakarta, jika sedang tidak ada tugas kantor keluar kota pada akhir pekan, saya selalu menyempatkan diri untuk mengikuti beberapa kegiatan sukarelawan yang memang tidak jauh-jauh dari kegiatan mengajar dan bercerita karena memang saya suka dua hal tersebut. Beberapa kegiatan sukarelawan di Jakarta yang pernah saya ikuti adalah Indonesia Bercerita, Shoebox project, dan mendongeng disebuah rumah baca. Sedangkan ketika kembali kuliah di Surabaya, saya mengikuti Kelas Inspirasi (ceritanya disini). Senang bertemu kenalan baru, berbagi pengalaman dengan mereka, melatih kesabaran ketika bertemu dengan anak-anak, bahkan sering menangis terharu melihat kepolosan serta mimpi-mimpi yang sering diutarakan oleh anak-anak ini saat saya berinteraksi langsung dengan mereka. Pengalaman hidup yang tidak akan terlupakan.

Ketika pindah ke Den Haag, beberapa kenalan memberikan saran untuk mengikuti kegiatan sukarelawan sebagai sarana melatih berbicara bahasa Belanda dan untuk bersosialisasi dengan lingkungan di Belanda. Mama mertua dan suami juga menyarankan hal serupa. Pada bulan kelima sejak datang, saya mulai memberanikan diri untuk membaca dibeberapa website tentang kegiatan sukarela yang ada. Tetapi kebanyakan membutuhkan kemampuan bahasa Belanda. Saya nekat untuk mencoba melamar beberapa dan seperti sudah diduga, lamaran saya ditolak semua karena memang yang mereka butuhkan yang bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Belanda (yang saya lamar memang organisasi yang membutuhkan kemampuan bahasa Belanda selain bahasa Inggris). Sampai pada akhirnya bulan Oktober 2015, ketika guru disekolah bahasa Belanda mengatakan bahwa kemampuan berbicara saya sudah lumayan bagus (dibandingkan ketika baru masuk yang bisanya cuma hitungan dan beberapa kalimat pendek dengan tata bahasa yang acak adut) dan beliau memberikan alamat website organisasi yang mengkoordinasi sukarelawan di Den Haag, barulah saya mempunyai kepercayaan diri untuk mulai mencoba melamar lagi. Setelah memilih dan memilah, akhirnya beberapa lamaran saya kirimkan. Dibawah ini adalah beberapa pengalaman saya menjadi sukarelawan di Den Haag :

Guru Tamu di The World In Your Classroom (The World In Your Classroom)

Saya pernah menuliskan cerita sebagai guru tamu untuk kegiatan TWIYC ini pada tulisan sebelumnya disini. TWIYC adalah sebuah proyek atau kegiatan sukarela yang diprakarsai oleh pemerintah kota (Gemeente) Den Haag yang bekerjasama oleh ACCESS, PEP, The Bridge Hague, Holland Times serta AngloInfo sebagai media partner. The Hague atau yang dikenal dengan Den Haag adalah kota Internasional yang banyak sekali pendatang dari segala penjuru dunia dengan tujuan menetap ataupun bekerja. Pemerintah kota Den Haag melihat sebuah peluang dari keberagaman pendatang tersebut yang bisa dijadikan sebagai sebuah kerja sukarela (vrijwilligerswerk) sebagai sukarelawan (volunteer atau dalam bahasa Belanda disebut vrijwilliger), maka didirikanlah TWIYC. Kegiatan dalam TWIYC ini bertujuan memberikan kesempatan kepada para pendatang untuk menjadi Guest Lecturer dalam waktu satu jam pada siswa berusia 12 sampai 16 tahun disekolah menengah (Middelbare School) diseluruh Den Haag.

Presentasi tentang Indonesia disalah satu sekolah di Voorburg - Belanda
Presentasi tentang Indonesia disalah satu sekolah di Voorburg – Belanda

Sampai pada saat ini saya sudah mendatangi 4 sekolah di Den Haag untuk mempresentasikan tentang Indonesia (dengan tema keragaman kuliner tradisional di Indonesia). Saya senang dengan kegiatan ini karena bisa berinteraksi langsung dengan murid-murid dan guru serta seringkali mendapatkan kejutan-kejutan menyenangkan dari pertanyaan-pertanyaan yang terlontarkan. Senang mendapati mereka sangat antusias untuk mengetahui Indonesia. Seringnya karena terlalu banyak yang bertanya tetapi waktu yang tersedia hanya maksimal satu jam, guru yang berada dikelas membatasi pertanyaan dan murid-murid tetap berebut bertanya. Pada dua sekolah terakhir saya mempresentasikan penuh dalam bahasa Belanda karena murid-muridnya kesulitan mengerti jika saya menyampaikan semua materi dalam bahasa Inggris. Ini menjadi tantangan tersendiri untuk saya karena terus terang bahasa Belanda saya juga masih pas-pasan. Beruntungnya saya dibantu oleh guru jika ada kesulitan dengan beberapa kata.

Sukarelawan di Yayasan untuk anak-anak Difabel (Middin)

Middin adalah yayasan yang bergerak fokus untuk anak-anak difabel (differently abled yaitu anak-anak yang mempunyai perbedaan level fungsi jasmani dan atau rohani). Middin ini ada dibeberapa tempat di Den Haag. Anak-anak yang ada di Middin tinggal disana selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Sewaktu saya melamar, mereka sedang membutuhkan orang untuk membantu didapur sebagai tukang masak, menyiapkan makan malam untuk anak-anak ini serta menemani mereka makan. Karena suka masak, maka saya memberanikan diri untuk melamar. Ternyata pertanyaan pertama dari mereka adalah apakah saya suka memasak dan bisa memasak. Setelah wawancara, saya disuruh datang minggu depannya langsung bekerja untuk masa percobaan.

Berada didapur dengan kolega yang kesemuanya menggunakan bahasa Belanda membuat saya sempat kaget karena tidak bisa mengikuti alurnya. Mereka berbicara cepat sekali, saya sampai terbengong tidak paham yang diterangkan. Tapi hal tersebut tidak berlangsung lama. Setelah beberapa saat, saya sudah menyatu dengan suasana dapur. Memasak untuk anak-anak difabel tidak bisa sembarangan karena mereka mempunyai diet makanan dan minuman. Jadi sudah ada posnya siapa menyiapkan untuk anak difabel yang mana. Dan masing-masing menu harus dibaca dengan sungguh-sungguh supaya tidak ada salah. Disini saya belajar bekerjasama dan dituntut belajar dengan cepat serta konsentrasi yang tinggi. Saat mendampingi anak-anak tersebut makan juga menimbulkan perasaan haru untuk saya. Karena jadwal dari Middin tidak cocok dengan jadwal saya, akhirnya saya hanya bisa datang dua kali dan setelahnya tidak bisa melanjutkan lagi.

Sukarelawan dirumah perawatan untuk orang tua (WoonZorgcentra Haaglanden)

WoonZorgcentra Haaglanden (selanjutnya saya singkat menjadi WZH) adalah yayasan yang menangani orang tua dirumah perawatan (disebut verpleeghuis) yang ada di Den Haag tersebar dibeberapa cabang. Jadi mereka yang tinggal di verpleeghuis karena ada masalah dengan kesehatan (kesehatan badan dan atau daya ingat) tetapi dalam kondisi yang tidak parah. Berdasarkan dari informasi supervisor saya, mereka tinggal disini bisa jadi dalam jangka waktu tertentu atau dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Contohnya : misalkan ada orang tua yang tidak bisa berjalan dengan baik sehingga menggunakan kursi roda tetapi daya ingatnya masih baik dan tidak mempunyai masalah kesehatan yang lainnya, maka beliau tinggal disini dalam jangka waktu tertentu yang nantinya akan ditinjau ulang berdasarkan keadaan yang ada.

Mereka ada yang masih mempunyai keluarga sehingga mendapatkan kunjungan misalkan setiap minggu sekali ataupun dua minggu sekali bahkan bisa sebulan sekali. Tetapi beberapa juga sudah tidak mempunyai keluarga lagi. Untuk tinggal disini, mereka harus membayar yang diambil dari uang tunjangan.

Saya menjadi sukarelawan di WZH dengan waktu kerja dua kali dalam seminggu sejak jam 8 pagi sampai jam 3 sore. Proses menjadi sukarelawan disini sama dengan di Middin yang melewati  wawancara dan masa percobaan. Diawal ditanyakan motivasi menjadi sukarelawan apa, yang saya jawab untuk memperlancar bahasa Belanda dan untuk bersosialisasi dengan lingkungan di Belanda. Dua minggu kemudian ada kontrak kerja yang harus ditandatangani sebagai sukarelawan yang mencantumkan hak dan kewajiban saya serta diberikan tanda pengenal sebagai sukarelawan disana. Oh iya, sebelumnya saya harus mengajukan permohonan verklaring omtrent het gedrag certificate of conduct (ini semacam surat keterangan berkelakuan baik) ke Ministerie van Veiligheid en Justitie (Ministry of Security and Justice) yang biayanya ditanggung oleh WZH.

Vrijwilliger = Sukarelawan
Vrijwilliger = Sukarelawan

Apa yang saya kerjakan disini? Saya mempersiapkan makan pagi dan makan siang untuk 10 orang tua. Sebelumnya saya jelaskan dulu bahwa WZH ini ada digedung yang besar terdiri dari beberapa lantai dan tiap lantai ada beberapa bagian (afdeling). Saya ada disalah satu afdeling. Satu afdeling terdiri sekitar 20 pasien. Nah saya bertanggungjawab mempersiapkan sarapan dan makan siang hanya untuk 10 orang tua. Ada orang tua yang bisa makan diruang makan, ada yang tidak mau. Untuk yang tidak mau, saya mengantarkan makanan ke kamarnya dan mereka akan makan sendiri disana. Ada yang bisa makan diruang makan dan makan sendiri. Ada yang bisa makan diruang makan dan perlu bantuan untuk disuapi. Saya akan menyediakan makanan dulu untuk mereka yang bisa makan sendiri kemudian melanjutkan menyiapkan makanan dan menyuapi bagi yang tidak bisa makan sendiri. Ada pasien yang memang tidak bisa makan dan membutuhkan peralatan tertentu, ini yang melakukan adalah perawat.

Dalam menyiapkan makanan disini saya juga harus berhati-hati. Ada orang tua tertentu yang tidak ada daftar dietnya (jadi tidak ada masalah dengan makanan), tetapi yang lainnya ada daftar dietnya. Saya harus pelan-pelan membacanya supaya tidak salah. Diawal-awal saya harus beberapa kali membuka kamus bahkan bertanya pada kolega kalau ada kata-kata atau instruksi pada daftar diet yang saya tidak mengerti.

Selain menyiapkan makanan, tugas saya lainnya adalah bertanggungjawab terhadap kebersihan ruang makan, menemani para orang tua misalkan : ke fisioterapi, dokter gigi, ke salon, membacakan cerita jika mereka menginginkan, menemani berbicara sambil minum kopi atau teh (bagi mereka yang diperbolehkan mengkonsumsi teh dan kopi).

Kolega saya adalah dokter, perawat, murid-murid yang sedang magang, mereka yang bekerja paruh waktu, koki, mereka yang membantu membersihkan ruangan pasien. Yang menyenangkan adalah saya dikirim dua kali kursus tentang bagaimana cara merawat orang tua dan seluk beluk bekerja dibagian perawatan. Beberapa bulan kemudian saya mendapatkan tawaran untuk bekerja paruh waktu di WZH.

Keuntungan menjadi sukarelawan :

  • Tujuan saya bisa tercapai yaitu memperlancar bahasa Belanda dan terjun langsung ke lapangan bekerja dan bersosialisasi dengan lingkungan di Belanda. Hal ini saya rasakan sekali manfaatnya terutama saat saya ujian Kennis Nederlandse Maatschappij (ujian kemasyarakatan Belanda) ataupun ujian integrasi lainnya (ujian bahasa Belanda inti dan ONA). Kenapa kesannya saya selalu menuliskan untuk belajar langsung (praktik) untuk memperlancar bahasa Belanda? karena sadar kemampuan berbahasa saya yang tidak bisa cepat jika tidak diiringi dengan praktik langsung. Berbicara dengan suami dirumah menggunakan bahasa Belanda tidak cukup untuk saya. Karenanya saya membutuhkan media lain supaya saya bisa mendengarkan bermacam aksen dan telinga saya terbiasakan dengan obrolan bahasa Belanda.
  • Bisa menjadi referensi yang positif saat mencantumkan di CV ketika mengirimkan lamaran kerja.
  • Bisa mengisi waktu luang lebih bermanfaat terutama buat saya yang baru setahun lebih sedikit tinggal di Den Haag supaya mempunyai kegiatan diluar rumah.
  • Di Den Haag, para sukarelawan setiap sebulan sekali, paling lama dua bulan sekali mendapatkan undangan untuk menghadiri semacam acara kumpul bulanan. Jadi saya bisa bertemu dengan sukarelawan lain diseluruh Den Haag serta beberapa pihak dan organisasi yang terkait didalamnya. Hal ini bagus untuk melakukan networking. Selain itu, disetiap pertemuan juga selalu ada materi atau pembicara professional dan pakar dibidangnya yang dihadirkan : misalkan membahas bagaimana strategi untuk mencari kerja di Belanda. Selama ini saya sudah menghadiri dua pertemuan tersebut.
  • Meskipun namanya adalah kerja sukarela, tetapi untuk beberapa jenis pekerjaan, misalkan untuk saya pada Middin dan WZH, ongkos perjalanan diganti. Jadi akan dihitung jarak dari rumah ke tempat kerja kemudian mereka akan mengganti uang transportasinya yang dibayar setiap tiga bulan sekali. Selain itu saya diberikan kontrak kerja sehingga tahu hak dan kewajibannya apa. Satu lagi yang menyenangkan adalah dikursuskan berarti menambah ilmu baru.
  • Belajar banyak hal baru yang berbeda dengan pengalaman kerja maupun latar belakang pendidikan saya di Indonesia. Mendapatkan ilmu baru contohnya saya yang dikirim kursus seperti yang saya ceritakan diatas pada bagian menjadi sukarelawan di WZH. Selain saya mendapatkan manfaatnya, saya juga bisa membantu orang lain juga.
  • Banyak belajar pengalaman hidup, ini saya dapatkan ketika berbicara dengan para orang tua. Mereka akan bercerita tentang banyak hal tentang kehidupan. Membuat saya lebih banyak bersyukur dengan yang saya miliki saat ini. Tidak hanya itu saja, bahkan saya juga bisa belajar sejarah karena mereka sering bercerita tentang sejarah negara tertentu termasuk Belanda.

Saya merasakan ada perbedaannya menjadi sukarelawan di Indonesia dan di Den Haag. Kalau di Indonesia berdasarkan pengalaman saya, organisasi atau wadah atau tempat yang membutuhkan sukarelawan berdiri sendiri-sendiri jadi tidak ada payung besarnya untuk mengkoordinasi (mohon koreksinya jika saya salah). Sedangkan yang saya rasakan di Den Haag, untuk menjadi sukarelawan bisa mendaftar melalui “payung besarnya” atau bisa disebut ada yang mengkoordinasi. Jadi organisasi atau yayasan atau tempat-tempat yang menerima sukarelawan tidak berdiri sendiri, melalui satu jalur koordinasinya.

Bagaimana cara mendaftar untuk bisa menjadi sukarelawan di Den Haag? Kalau saya sejak awal mendaftar lewat DenHaagDoet.nl. Disana banyak sekali pilihan kerja sukarela yang sesuai dengan minat serta beberapa website vrijwilligerswerk yang lain. Untuk pendatang baru di Belanda seperti saya yang memang tujuan jangka panjangnya adalah tinggal disini, jika memang belum ada kegiatan, saya sarankan untuk mengikuti kerja sukarela. Keluar rumah dan melakukan kegiatan yang bermanfaat sangat berguna untuk mengusir rasa kangen kepada keluarga di Indonesia, supaya tidak ngelangut dalam bahasa Jawa. Selain itu, juga bagus untuk melatih kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa Belanda dan bersosialisasi dengan lingkungan di Belanda.

Tulisan ini terinspirasi oleh pengalaman Ailsa menjadi sukarelawan di Irlandia.

Ada yang mempunyai pengalaman menjadi sukarelawan?

-Den Haag, 20 Maret 2016-

Menjelajahi Keindahan Zaanse Schans

Zaanse Schanse. Seandainya cuaca cerah, pasti langitnya bagus sekali

Sejak malam hari, hujan tidak berhenti mengguyur Leeuwarden. Tidak hanya hujan, angin kencang dan sesekali  disertai suara gemuruh dari langit jelas terdengar dari kamar tempat kami menginap. Malam itu kami mengisi waktu dengan berbincang mengenai beberapa hal, termasuk tentang keindahan Giethoorn yang kami kunjungi dipagi hari. Maklum saja, saya masih sangat terpesona dengan desa kecil yang mempunyai 180 jembatan dan rumah-rumah yang unik seperti yang sering saya bayangkan, seperti dinegeri dongeng begitu saya menyebutnya. Tidak heran kalau Giethoorn disebut sebagai Venice-nya Belanda karena serupa dilihat dari banyaknya jembatan yang melintasi sungai didesa tersebut. Cerita kami pergi ke Giethoorn pernah saya tulis disini. Jalan-jalan pada saat itu dalam rangka untuk merayakan ulangtahun saya. Selain Giethoorn kami ingin mengunjungi beberapa tempat lainnya, salah satunya adalah Zaanse Schans.

Pagi tepat pada hari ulangtahun saya, hujan belum juga berhenti malah suara angin terdengar semakin kencang. Saya mengatakan kepada suami untuk dibatalkan saja rencana ke Zaanse Schans. Suami mengatakan, “kita lihat saja nanti,” karena kami akan mampir dahulu ke rumah kenalan dan satu museum. Kami berharap cuaca akan cerah saat tiba di Zaanse Schans. Namun harapan bertepuk sebelah tangan dengan kenyataan karena sesampainya disana, angin semakin kencang dan hujan semakin deras. Kami harus menunggu sesaat dimobil sebelum memutuskan untuk nekat menerobos cuaca buruk tersebut. Akhirnya kesampaian juga saya melihat wilayah yang lengkap dengan beberapa ikon Belanda, salah satunya kincir angin.

Zaanse Schans adalah sebuah kawasan wisata dan museum terbuka yang masih berpenduduk yang terletak tidak jauh dari Amsterdam, masuk diwilayah Zaandam. Jika ingin ke Zaanse Schans dari Amsterdam Centraal (Stasiun Amsterdam) bisa ditempuh dengan dua cara. Pertama, bisa dengan menggunakan bis nomer 391 dan turun dihalte Zaanse Schans. Cara kedua adalah dengan menggunakan kereta kemudian turun distasiun Koog-Zaandijk. Perjalanan dengan menggunakan kereta memakan waktu sekitar 18 menit dilanjutkan berjalan kaki sekitar 17 menit untuk menuju ke lokasi.

Zaanse Schanse. Seandainya cuaca cerah, pasti langitnya bagus sekali
Zaanse Schanse. Seandainya cuaca cerah, pasti langitnya bagus sekali

Menurut sumber yang saya baca (disini), pada abad 18 dan 19 diwilayah Zaan ada sekitar 600 kincir angin aktif. Wilayah ini dikenal sebagai kawasan industri tertua di Eropa barat. Didalam kawasan industri ini dilakukan beberapa pekerjaan industri seperti memproduksi rak, cat, mustar, minyak untuk makanan dan cat, produksi kertas, semua jenis kain, bunga, dan masih banyak lainnya. Pada masa sekarang, kita bisa menikmati keindahan kincir-kincir angin tersebut dengan menggunakan perahu menyusuri sungai Zaan. Sayang pada saat kami kesana perahu-perahu tersebut tidak ada yang beroperasi karena cuaca buruk. Bagaimana tidak, berjalan kaki untuk berkeliling disekitar Zaanse Schans saja susah karena angin yang super kencang, apalagi kalau naik perahu, bisa-bisa nyemplung ditengah sungai.

IMG_1260

IMG_1262

Kincir angin merupakan salah satu ikon dari Belanda selain bunga tulip, sepeda, keju, klompen, ehmm apa lagi ya. Karenanya Belanda juga dikenal sebagai negara kincir angin. Di Zaanse Schans kita bisa masuk ke beberapa kincir angin yang ada dengan membayar (saya lupa berapa) dan mengetahui proses kincir angin berputar serta sejarahnya. Tetapi untuk masuk ke wilayah Zaanse Schanse sendiri, gratis. Saat ini di Zaanse Schans ada 6 kincir besar yang memiliki nama dan fungsi yang berbeda. De Gekroonde Poelenburg, Het Jonge Schaap, De Zoeker & De Bonte Hen (pembuatan minyak), De Huisman (penggilingan rempah), dan De Kat (pembuatan cat). Masih ada beberapa beberapa kincir angin kecil lainnya diwilayah ini. Pada saat itu kami masuk ke dua kincir angin, kalau tidak salah kincir angin yang berfungsi untuk menggerus kapur dan satu lagi untuk menggerus rempah (mudah-mudahan tidak salah ingat karena sudah setahun yang lalu).

IMG_1271
Roda yang berfungsi untuk menggerus.

IMG_1270

IMG_1272

Rempah-rempah. Sewaktu disini ada pengunjung dari Jerman yang bertanya kepada saya "bedanya ketumbar sama merica apa?" berasa lagi dites sama calon mertua :D
Rempah-rempah. Sewaktu disini ada pengunjung dari Jerman yang bertanya kepada saya “bedanya ketumbar sama merica apa?” berasa lagi dites sama calon mertua 😀

Mengelilingi Zaanse Schans kita seperti diajak untuk bisa merasakan pengalaman hidup masyarakat Belanda pada abad ke 18 dan 19. Di tempat ini ada rumah-rumah tradisional asli Belanda, pabrik pembuatan keju dan susu, galangan kapal bersejarah, pabrik timah, toko kelontong berusia ratusan tahun, demonstrasi pembuatan klompen, dan yang menjadi daya tarik utama banyak turis datang kesini tentu saja kincir angin.

Roda didalam rumah kincir angin yang menggerus kapur
Roda didalam rumah kincir angin

IMG_1304

Tangga menuju ke balkon
Tangga menuju ke balkon

Saya beberapa kali mengatakan kalau pada hari dimana ke Zaanse Schans cuaca sangat buruk. Saya melihat dengan mata kepala sendiri ada beberapa turis (ibu-ibu) sampai jatuh dan nyungsep saking tidak kuat menahan angin. Sewaktu kami sedang berada dibalkon rumah kincir angin, maksud hati ingin foto bersama, ternyata kami malah ketakutan sambil menahan badan supaya tidak terseret angin. Kan ga lucu kalau kecemplung ke kali :D.

Foto dari atas balkon
Foto dari atas balkon
Senyum sambil menahan badan supaya tidak terseret angin kebelakang. Demi eksistensi :p
Senyum sambil menahan badan supaya tidak terseret angin kebelakang. Rok sampai berkibar dan suami menahan saya supaya tidak kecemplung. Demi eksistensi ini :p

Ada beberapa tempat lagi yang kami kunjungi. Yaitu museum Albert Heijn (Supermarket di Belanda), tempat pembuatan coklat dan tempat pembuatan keju serta beberapa museum lainnya.

Museum Coklat
Tempat pembuatan coklat
Ada uleg-uleg!
Ada uleg-uleg!
Bentuk coklatnya lucu ya. Nampak seperti asli.
Bentuk coklatnya lucu ya. Nampak seperti asli.
Pabrik pembuatan keju
Tempat pembuatan keju
Pabrik pembuatan keju
Tempat pembuatan keju
Surga keju! Berbagai jenis keju dijual disini
Surga keju! Berbagai jenis keju dijual disini
Mau pilih keju yang mana?
Mau pilih keju yang mana?
Boleh dicicipi dulu sebelum dibeli. Saya sampai kenyang lho cicip sana sini sambil diolesin yang dibotol-botol itu. Rasa kejunya bermacam-macam. Sampai ada keju pedas segala.
Boleh dicicipi dulu sebelum dibeli. Saya sampai kenyang lho cicip sana sini sambil diolesin yang dibotol-botol itu. Rasa kejunya bermacam-macam. Sampai ada keju pedas segala.
Sepanjang meja itu keju-keju yang disediakan untuk dicicipi kalau akan membeli (atau sekedar ingin mencicipi saja)
Sepanjang meja itu keju-keju yang disediakan untuk dicicipi kalau akan membeli (atau sekedar ingin mencicipi saja).

Sayang sekali waktu itu langit sedang tidak bersahabat menampakkan warna birunya sehingga foto-foto yang dihasilkan juga bernuansa abu-abu. Tetapi hal tersebut tidak mengurangi rasa senang saya karena menyaksikan secara langsung keindahan Zaanse Schans dan beberapa hal yang berkaitan dengan ikon-ikon yang ada di Belanda salah satunya adalah kincir angin. Jadi jika ingin melihat dan merasakan tempat yang sangat “Belanda”, datang saja ke Zaanse Schans yang dibuka sepanjang tahun, tetapi waktu yang baik adalah saat musim panas dan musim semi.

Rumah-rumah asli Belanda
Rumah-rumah asli Belanda
Rumah-rumah asli Belanda
Rumah-rumah asli Belanda

IMG_1310

Selamat berakhir pekan!

-Den Haag, 17 Maret 2016-

Semua foto adalah dokumen pribadi

Sebutlah Bahasa Indonesia Secara Utuh dan Benar

SOEMPAH PEMOEDA
Pertama :
– KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGAKOE BERTOEMPAH DARAH JANG SATOE, TANAH AIR INDONESIA

Kedua :
– KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA, MENGAKOE BERBANGSA JANG SATOE, BANGSA INDONESIA

Ketiga :
– KAMI POETRA DAN POETRI INDONESIA MENGJOENJOENG BAHASA PERSATOEAN, BAHASA INDONESIA

Djakarta, 28 Oktober 1928

Sejak tinggal di Belanda dan berinteraksi dengan selain orang Indonesia, tak ayal saya selalu mendapatkan pertanyaan tentang apa nama bahasa nasional yang digunakan di Indonesia. Pertanyaan pertama muncul ketika sesi perkenalan dikelas sekolah bahasa Belanda yang saya ikuti. Masing-masing murid memperkenalkan diri secara singkat serta menyebutkan bahasa nasional masing-masing negara. Ketika giliran saya tiba, saya menutup sesi perkenalan dengan menyebutkan bahasa nasional negara Indonesia adalah Bahasa Indonesia. Guru saya sempat bertanya bukannya namanya adalah Bahasa, bukan Bahasa Indonesia. Saya menjelaskan bahwa yang benar adalah Bahasa Indonesia, bukan Bahasa. Guru saya tersebut akhirnya menjelaskan kalau selama ini jika beliau bertanya kepada orang Indonesia yang dijumpainya di Belanda (termasuk beberapa muridnya dari Indonesia sebelum saya), selalu dijawab bahasa Nasional negara Indonesia adalah Bahasa. Menurut beliau, baru saya yang menjawab Bahasa Indonesia, bukan Bahasa. Karena itu beliau tahunya bahasa Nasional negara Indonesia adalah Bahasa.

Ketika saya memutuskan aktif mengikuti kegiatan sukarelawan disekitar kota Den Haag, pertanyaan tentang bahasa ini juga salah satu yang menarik perhatian sesama sukarelawan ataupun orang-orang ditempat saya mengikuti kegiatan tersebut. Salah satu contohnya ketika saya mempresentasikan Indonesia dibeberapa sekolah di Den Haag (salah satu ceritanya pernah saya tulis disini). Saya mendapatkan pertanyaan dari murid-murid serta guru tentang bahasa Nasional negara Indonesia. Saya menjawab, Bahasa Indonesia. Ada dua guru pada dua sekolah berbeda menyatakan bahwa selama ini mereka tahunya dari yang mereka dengar adalah Bahasa, bukan Bahasa Indonesia. Lalu mereka bertanya bedanya apa antara Bahasa dan Bahasa Indonesia? Saya menjelaskan kalau Bahasa diterjemahkan dalam Bahasa Inggris adalah Language. Sedangkan seperti yang kita tahu, Language itu sendiri didunia ini ada bermacam-macam namanya. Kalau disebutkan Bahasa Nasional Indonesia adalah Bahasa, kan tidak benar sama sekali. Bahasa apa?

Tidak sampai disitu saja pengalaman saya tentang salah kaprah penyebutan Bahasa Indonesia. Akhir tahun 2015, saya sedang aktif-aktifnya mencari pekerjaan. Kebanyakan pada lamaran pekerjaan yang saya tuju (sesuai dengan pendidikan dan pengalaman kerja), saya harus mengisi formulir pada website masing-masing perusahaan tersebut. Saya ingat betul ada dua perusahaan besar yang mencantumkan pilihan bahasa yang dikuasai selain bahasa Inggris (biasanya saya menuliskan, tetapi yang ini sudah ada pilihannya). Saya mencari Bahasa Belanda (meskipun saat itu belum terlalu menguasai betul, tapi saya ingin mencentang pilihan bahasa Belanda (Dutch)), kemudian saya tercenung, ternyata ada pilihan : Bahasa. Saya mencoba menelusuri satu persatu pilihan bahasa lainnya, berharap ada pilihan Bahasa Indonesia. Bahkan Bahasa Malaysia saja ditulis Malaysian (kalau tidak salah ingat). Tetapi pilihan Bahasa Indonesia tidak saya jumpai disana. Firasat saya mengatakan bahwa yang tertulis Bahasa disana maksudnya adalah Bahasa Indonesia. Tetapi saya tidak memilih, karena merasa tidak yakin itu bahasa apa yang dimaksud. Ketika saya mendapatkan email untuk memenuhi panggilan wawancara salah satu diantara 2 perusahaan tersebut, pada saat hari H wawancara, pewawancara menanyakan kenapa saya tidak memilih pilihan Bahasa padahal saya berasal dari Indonesia. Disinilah saya baru merasa jelas, bahwa pilihan Bahasa yang dimaksud adalah Bahasa Indonesia. Saya menjelaskan kalau bahasa Nasional negara Indonesia bukan Bahasa tetapi Bahasa Indonesia. Kemudian dia bertanya sejak kapan dirubah dari Bahasa menjadi Bahasa Indonesia karena selama ini yang dia dan kolega-koleganya tahu adalah Bahasa. Saya menjelaskan setahu saya juga bahwa memang tidak pernah ada perubahan dari Bahasa menjadi Bahasa Indonesia sejak dikukuhkannya Bahasa Indonesia menjadi bahasa nasional negara Indonesia pada saat Sumpah Pemuda (saya baca sejarahnya disini), jadi memang tidak pernah tersebutkan Bahasa sama sekali. Dia manggut-manggut sambil mengatakan “saya baru tahu.”

Dengan beberapa pengalaman yang saya sebutkan diatas (sebenarnya yang saya alami lebih banyak dari yang saya sebutkan, disini saya tuliskan beberapa cerita saja), rasanya sedih ketika mengetahui bahwa Bahasa Indonesia lebih dikenal sebagai Bahasa (saya tidak tahu kalau dinegara-negara lain ya). Apakah mungkin karena kita sendiri yang memperkenalkan ke dunia luar dengan menyebutkannya hanya Bahasa? Apakah kita memang tidak tahu bahwa Bahasa itu tidak sama dengan Bahasa Indonesia? Ataukah kita sedemikian malasnya menyebut Bahasa Indonesia secara utuh dan benar?

Saya mencoba memperbaiki ketidakbenaran tersebut dengan cara yang saya bisa, dengan cara yang paling gampang, dari lingkungan terdekat. Saya selalu bilang ke Suami sejak awal bahwa bahasa nasional negara Indonesia adalah Bahasa Indonesia, saya selalu mengingatkan kepada siapapun orang Indonesia yang menyebut bahasa nasionalnya adalah Bahasa bahwa itu salah, yang benar adalah Bahasa Indonesia. Ketika ada yang bertanya apa bahasa nasional negara saya tercinta Indonesia, saya akan tegas dan secara utuh menjawab Bahasa Indonesia, bukan Bahasa, bukan Bahasa Indo.

Dimulai dari diri sendiri, dimulai dengan cara yang paling mudah untuk menyebarkan hal yang benar tentang penyebutan Bahasa Indonesia secara utuh, dimulai sejak saat ini, supaya siapapun tahu bahwa Bahasa tidak sama dengan Bahasa Indonesia. Bahwa bahasa Nasional negara Indonesia adalah Bahasa Indonesia, bukan Bahasa, apalagi Bahasa Indo karena Indo berbeda artinya dengan Indonesia. Kalau tidak kita sebagai bangsa Indonesia yang menyebarkan hal yang benar, lalu siapa lagi yang akan mengatakan kebenaran tersebut.

Mari kita mulai dari sekarang untuk menyebut Bahasa Indonesia secara utuh dan benar baik secara lisan maupun tulisan. Ingatlah perjuangan para pemuda yang mengikrarkan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional dalam Sumpah Pemuda. Kita tinggal menyebutkan dan mengetikkan Bahasa Indonesia secara utuh dan benar masa iya merasa kesusahan dan malas.

Terima kasih kepada Bapak JS Badudu sebagai Guru dan Tokoh atas jasa dan dedikasi Beliau bagi Bahasa Indonesia. Semoga Beliau mendapatkan tempat yang terbaik. Saya sejak kecil selalu suka membaca deretan kata dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karena kamus tersebut selalu ada dimeja belajar, hadiah dari Ibu yang pada saat itu adalah guru Bahasa Indonesia.

Keterangan tambahan:

Saya suka membaca tulisan Mbak Yoyen terkait dengan Bahasa Indonesia : Berbahasa Satu, Bahasa Ibu, dan tentang penyebutan Indonesia bukan Indo karena artinya berbeda. Saya juga punya pengalaman dengan orang Indonesia yang tidak mau berbicara menggunakan Bahasa Indonesia yang secara tidak sengaja saya temui di Den Haag, ceritanya pernah saya tulis disini.

-Den Haag, 13 Maret 2016-

Gambar dipinjam dari sini

Catatan Akhir Pekan : Membuat Pempek

Hasil Pempek

Sejak kamis malam entah kenapa saya tiba-tiba terbayang pecel tumpang Nganjuk. Kangen sekali rasanya ingin makan pecel Nganjuk yang super pedas diberi sambel tumpang, sambel goreng tahu tempe dan peyek teri yang ditata dipincuk daun. Biasanya saya membeli ditetangga Mbah Putri yang menjual nasi pecel. Setelah makan pecel tumpang dilanjutkan makan bubur sumsum. Menulis ini saja saya harus menahan air liur yang hampir menetes. Makanan sederhana tetapi menjadi istimewa jika jauh seperti ini. Karena persediaan sambel pecel saya habis dan masih belum ada mood untuk membuatnya, akhirnya saya hanya membawa khayalan makan nasi pecel tersebut ke dalam tidur, siapa tahu didalam mimpi kesampaian bisa makan pecel tumpang Nganjuk lengkap dengan bubur sumsum, yang nyatanya saya malah mimpi liburan.

Jumat sepulang kerja, dalam keadaan basah karena kehujanan, sambel pecel tiba-tiba datang lagi sekelebat didalam pikiran. Daripada terus dihantui perpecelan ini akhirnya saya mampir ke toko Indonesia dekat rumah untuk membeli kacang sambel. Sebelumnya saya mampir ke supermarket untuk membeli beberapa sayuran. Ketika melewati rak ikan, mata saya tiba-tiba tertuju pada ikan pangasius yang sedang diskon 50% seberat 250gr. Wah, lumayan pikir saya. Saya berpikir sebentar, bisa dibuat apa ya ikan pangasius ini. Lalu saya teringat kalau ikan pangasius ini bisa menggantikan ikan tengiri untuk membuat pempek. Tanpa berpikir panjang saya langsung membeli ikan tersebut, niatnya ingin bereksperimen membuat pempek menggunakan ikan untuk pertama kali. Entah kenapa saya menjadi lupa tujuan awal ingin mampir ke toko Indonesia, setelah sampai rumah baru teringat niat awalnya ingin membuat sambel pecel lha kok malah belok ingin membuat pempek *duassaarr. Saat suami sampai rumah, saya sampaikan rencana besar dihari sabtu untuk membuat pempek. Dia hanya senyum-senyum melihat saya bersemangat, mungkin dalam hatinya bilang “mudah-mudahan tidak gagal ya” karena ini pertama kali membuat pempek.

Sabtu jam 9 pagi saya mulai menyiapkan peralatan memasak, kemudian mencari resep pempek di youtube. Iya saya baru mencari resepnya pagi itu. Akhirnya saya mengkombinasikan resep yang saya dapat dari masak.TV dan resep pempek dos. Setelahnya saya baru mempersiapkan bahan-bahannya, yang untungnya masih punya persediaan tepung tapioka dan tepung terigu. Saya tidak mengikuti takaran resep yang sudah ada, hanya memakai ilmu perkiraan saja, yang penting takaran untuk tepung terigu setengahnya tepung tepioka. Itupun saya hanya memakai takaran sendok bukan ditimbang. Setelah menggiling ikan, memasukkan telor dan air, kemudian diaduk lagi, tepung mulai dimasukkan. Setelahnya drama dimulai. Rupanya saya terlalu banyak memasukkan air. Akhirnya setelah tepung tapioka didalam wadahnya habis, adonan masih terasa lembek. Saya terdiam sejenak, memikirkan apa yang musti dilakukan. Disaat seperti itu saya merindukan warung atau toko pracangan di Indonesia. Kalau ada yang kurang ditengah memasak, bisa langsung melipir ke warung. Yang sedihnya disini tidak ada, dan masak iya saya harus menunggu toko Indonesia dekat rumah buka dulu jam 12 siang, keburu adonannya ngambek :D.

Saya masuk ke gudang, membongkar segala persediaan disana, berharap terselip tepung tapioka. Kenyataannya saya malah menemukan tepung beras ketan sisa membuat wingko babat. Akhirnya saya nekat memasukkan tepung beras ketan kedalam adonan sebagai gantinya tepung tapioka, logikanya kan sama-sama memadatkan fungsi kedua tepung tersebut. Saya sebenarnya tidak yakin pada logika saya tersebut, sampai pada proses terakhir direbus dan setelah didinginkan, saya coba mencicipi dengan mengiris sedikit. Wah, ternyata rasanya enak *huahaha dipuji sendiri, tapi memang benar rasanya enak, strukturnya tidak keras, lumayanlah untuk ukuran pertama kali membuat pempek yang diselingi drama kehabisan tepung. Beralih ke proses membuat cuko yang juga agak drama. Dari resepnya salah satunya dibutuhkan ebi. Karena tidak punya ebi, tetapi menurut masak.tv juga diperlukan tongcay, saya punyanya hanya tongcay. Jadilah saya hanya menggunakan tongcay, asam jawa dan cukapun hanya tinggal sedikit yang tersisa dari persediaan. Ya dari sisa-sisa tersebut saya mengolah cuko sedemikian rupa, hasilnya enaak sekali sesuai yang saya harapkan.

Hasil akhirnya saya bisa membuat 6 porsi pempek. Lumayan mengiritlah dibanding harus beli, jadinya sekarang punya persediaan, kalau kepengen tinggal menggoreng dari yang tersimpan di freezer. Karena terharu berhasil membuat pempek pertama kali, saya langsung kirimkan fotonya ke Puji, maklum dia yang selalu bersemangat “ngomporin” saya sejak dulu untuk membuat pempek sendiri dan mengatakan kalau membuat pempek itu mudah. Ternyata memang mudah, kalau tidak diselingi drama haha. Tarrraa, Inilah pempek pertama buatan saya yang dinikmati bersama suami 🙂 Karena euforia, siang dan malam saya makan pempek :p

Hasil Pempek
Hasil Pempek lenjer. Bagaimana, lumayan kan? 😀

Hari minggu seperti biasa hari memasak. Karena memang sedang malas, akhirnya saya masak yang gampang-gampang saja untuk lauk beberapa hari kedepan. Saya membuat perkedel panggang. Resepnya sama seperti perkedel biasa, tapi karena malas menggoreng dan malas membentuk bulat-bulat, akhirnya saya panggang saja. Lebih praktis dan mengurangi penggunaan minyak. Suami juga lebih senang perkedel panggang karena lebih sehat tanpa minyak.

Perkedel panggang
Perkedel panggang

Hari minggu ini suami mengikuti lari half marathon (21km) yang diadakan di Den Haag bernama CPC Loop. Tahun lalu kami ikut acara ini bersama, ceritanya pernah saya tulis disini. Tahun ini saya sudah mempersiapkan diri untuk ikut yang 21km juga. Saya sudah mendaftar, sudah latihan selama beberapa bulan, tetapi karena suatu kondisi akhirnya saya harus merelakan tidak bisa mengikuti half marathon. Sedih rasanya, padahal impian saya bisa ikut berlari bersama suami dan karena sudah latihan juga. Tetapi memang tidak bisa dipaksakan karena skala prioritas. Akhirnya suami pergi sendiri. Seperti biasa sebelum lomba lari, dia akan makan spaghetti. Saya memasak spaghetti, dengan sausnya ditambahi jamur dan wortel kemudian ditaburi keju, disajikan bersama daun basil. tomat dan paprika. Menurut dia enak sekali, sampai nambah *enak opo luwe mas :D.

Spaghetti saus tomat wortel dan jamur disajikan dengan taburan keju, paprika, daun basil, dan tomat.
Spaghetti saus tomat wortel dan jamur disajikan dengan taburan keju, paprika, daun basil, dan tomat.

Sedangkan makan siang saya dengan lodeh pedes. Angan-angannya sih membuat lodeh mangut, tapi kan disini tidak ada. Akhirnya mangutnya diganti makarel asap. Rasanya nyaris sama lho, ada sangitnya. Menu begini saja bisa nambah nasi berkali-kali :D.

Lodeh pedes tempe, makarel, pete.
Lodeh pedes tempe, makarel, pete.

Setelah suami berangkat lari, saya melanjutkan belajar bahasa Belanda. Menjelang sore, saya mulai penat belajar, akhirnya melanjutkan membaca buku A Simple Life. Saya suka sekali isi buku ini karena yang ditulis oleh Desi Anwar tidak jauh-jauh dari kehidupan kita sehari-hari. Meskipun menggunakan bahasa Inggris, tetapi kalimatnya mudah dipahami. Seringnya saya manggut-manggut kalau menemukan bagian-bagian yang “menohok” ataupun senyum-senyum kalau membaca bagian yang “lho ini kan aku banget.” Buku yang sangat saya rekomendasikan untuk dibaca. Buku Desi Anwar ini adalah buku ke 10 yang saya baca ditahun 2016 ini. Sedang deg-degan nih menunggu IEP datang *padahal kalau sudah datang juga belum tahu kapan dibacanya 😀.

A Simple Life by Desi Anwar
A Simple Life by Desi Anwar

Begitulah cerita akhir pekan saya dan suami. Oh iya, suami bisa menyelesaikan 21km dengan catatan waktu 1 jam 50 menit. Kata dia lebih cepat 4 menit dibandingkan tahun lalu. Mudah-mudahan tahun depan saya bisa ikut 21km bersama dia dan tidak ada kendala.

Bagaimana cerita akhir pekan kalian? Mudah-mudahan berkesan juga ya. Sedang membaca buku apa saat ini?

Semoga minggu ini dilancarkan segala urusan dan dimudahkan segala yang diharapkan. Selamat hari Senin.

-Den Haag, 6 Maret 2016-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi

 

 

Catatan Perjalanan – Pantai Papuma

Pantai Papuma, Jember

Masih dalam rangkaian Catatan Perjalanan jalan-jalan bulan Agustus – September 2014

Setelah dari Bali (Cerita Perjalanan di Bali bisa klik disini), maka perjalanan kami lanjutkan menuju Kota Ambulu, Kabupaten Jember. Mengapa ke Ambulu? Karena saya dilahirkan di Ambulu. Saya anak pertama dari 3 bersaudara. Kami sekeluarga sebenarnya tinggal di Situbondo. Tapi saya dan kedua adik dilahirkan di Ambulu yang merupakan kota asal Bapak. Ambulu adalah kecamatan di Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Wilayah selatan kecamatan ini berbatasan dengan Samudera Hindia dengan pantai yang terkenal Pantai Watu Ulo dan Pantai Papuma. Kecamatan Ambulu mempunyai luas wilayah 104,56 Km² dengan ketinggian rata-rata 35 m di atas permukaan laut (Sumber : Wikipedia). Kami sekeluarga masih sering pergi ke Ambulu meskipun Bapak dan Mbah sudah meninggal. Ambulu kotanya nyaman, sejuk dengan masyarakatnya yang ramah (ramah yang tulus bukan kepo), setidaknya itu yang saya rasakan.

Mas Ewald ingin mengetahui lingkungan dimana saya dilahirkan dan ingin mengenal lebih jauh saudara-saudara yang ada disana. Kami menginap dirumah Bude karena kediaman Mbah yang biasanya saya dan keluarga tempati jika sedang di Ambulu, dalam tahap renovasi. Sejak sampai di Ambulu, Mas Ewald sudah sangat suka dengan lingkungannya. Tenang, tidak terdengar bising kendaraan lalu lalang, khas kota kecil, apalagi kami tinggal didesanya. Benar-benar nyaman dijadikan sebagai tempat istirahat, kalau malam hanya terdengar suara jangkrik dan kodok, suara adzan mengalun syahdu saat menjelang subuh. Bahkan Mas Ewald sudah punya cita-cita akan tinggal di Ambulu kalau sudah pensiun nanti. Selama 2 hari di Ambulu, Mas Ewald banyak mengenal hal baru. Pertama kali melihat kelapa yang langsung diambil dari pohon. Baru mengetahui tanaman sereh, jahe, dan beberapa tanaman bumbu lainnya yang langsung diambil dari tanah. Makan buah yang langsung dipetik dari kebun. Sayuran yang langsung diambil dari sawah. Dia senang karena semua makanan yang dia makan selama disana segar. Mandi dari air sumur, benar-benar segar dibadan. Saya senang karena bisa memperkenalkan kekayaan alam Indonesia dimulai dari lingkungan terdekat. Saya bahagia karena suami semakin kaya pengetahuannya akan Indonesia.

Salah satu menu makanan di Ambulu yang membuat Mas Ewald nambah nasi : Tahu tempa goreng, sambel trasi, sambel belimbing wuluh, ikan asin, terong goreng, sawi kukus. Menu ini benar-benar menggugah selera.
Salah satu menu makanan di Ambulu yang membuat Mas Ewald nambah nasi : Tahu tempa goreng, sambel trasi, sambel belimbing wuluh, ikan asin, terong goreng, sawi kukus. Menu ini benar-benar menggugah selera. Sawi, terong, cabe, dan belimbing wuluh langsung dipetik dari kebun dan sawah milik Mbah.

Malamnya Mas Ewald bercengkrama dengan beberapa saudara. Dalam satu desa ini, nyaris semua penduduknya masih mempunyai ikatan saudara. Meskipun dengan Bahasa Indonesia yang terbatas, tapi dia sangat menikmati berkumpul dengan mereka. Tertawa, menyimak beberapa hal, dan menceritakan tentang Belanda. Kalau seperti ini, bahasa tidak menjadi kendala utama lagi. Yang paling penting adalah saling memahami. Menjelang tidur, dia berkata bahwa menyenangkan mempunyai banyak saudara, karena di Belanda dia berasal dari keluarga yang sangat kecil. Mas Ewald merasakan kehangatan berkumpul dengan keluarga baru di Indonesia. Jadi memang benar, pernikahan itu bukan hanya tentang cinta 2 manusia, tetapi memperkenalkan budaya dan keluarga yang berbeda.

Keluarga Ambulu, Jember
Keluarga Ambulu, Jember

Keesokan paginya, saya membawa Mas Ewald ke Pantai Papuma yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal kami, hanya 10 menit berkendara.

PANTAI PAPUMA

Sebenarnya di Jawa Timur memiliki banyak sekali pantai-pantai yang eksotis. Papuma adalah salah satunya. Pantai Papuma terletak diwilayah kabupaten Jember Kecamatan Ambulu, tepatnya didesa Sumberejo. Jalan menuju Pantai Papuma harus melewati tanjakan dimana kiri dan kanannya adalah hutan yang sebagian besar ditanami pohon jati, palem, serut dan beragam pohon kecil lainnya. Jalan ini pada saat Agustus kami kesana sedang rusak. Aspal yang berlubang disana sini membuat para pengendara harus esktra hati-hati mengendarai sepeda motor ataupun mobil.

Hutan menuju Pantai Papuma
Hutan menuju Pantai Papuma

Disepanjang Pantai Papuma terhampar pasir putih yang bersih dan indah. Meskipun ombak di pantai ini tidak terlalu tinggi tetapi tidak diperbolehkan untuk berenang karena Pantai Papuma merupakan gugusan pantai selatan yang terkenal dengan ombaknya yang tidak bersahabat. Papuma merupakan singkatan dari Pasir Putih Malikan. Malikan adalah nama yang diberikan Perhutani setelah membuka lokasi wisata ini. Kata Tanjung ditambahkan didepannya menjadi Pantai Tanjung Papuma yang menggambarkan posisi pantai yang menjorok ke laut barat daya. Selain pantai, hutan dikawasan ini juga menjadi daya tarik wisatawan karena ada beberapa hewan seperti orang hutan, ayam hutan, dan burung yang berkeliaran.

Pantai Papuma juga terkenal dengan karang-karang besar yang diberi nama tokoh pewayangan. Tempat makan banyak terdapat didalam kawasan pantai ini. Menu yang ditawarkan tentu saja sekitar makanan laut. Terdapat beberapa penginapan juga yang disewakan oleh pihak Perhutani jika ada wisatawan yang ingin menginap dengan harga yang bervariasi.

Salah satu karang besar yang ada di Pantai Papuma. Karang-karang tersebut dinamai dengan tokoh pewayangan
Salah satu karang besar yang ada di Pantai Papuma. Karang-karang tersebut ditandai dengan diberi nama tokoh pewayangan
Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma
Pantai Papuma
Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma, Jember
Pantai Papuma, Jember

Bagaimana, tertarik untuk mengunjungi Pantai Papuma? Atau sudah pernah ke Papuma?

 

Catatan Perjalanan bulan madu kami selanjutnya adalah Karimunjawa. Pulau Karimunjawa memberikan kesan yang tidak terlupakan buat kami dalam proses pengenalan satu sama lain juga keindahan alam dan lautnya. Ingin tahu ceritanya? silahkan klik disini.

Bersiap menuju kota selanjutnya, Jogjakarta. Pose dulu bersama saudara-saudara
Bersiap menuju kota selanjutnya, Jogjakarta. Pose dulu bersama saudara-saudara

 

-Situbondo, 15 November 2014-

Update : -Den Haag, 1 Maret 2016-

Rumah Tangga Bukan Rumah Makan

Pagi ini sebelum keluar rumah, seperti biasa sembari menunggu jamnya tiba, saya membuka twitter sekedar membaca berita terbaru atau gosip atau mencari kesenangan dengan menjadi pengamat twitwar. Iya, saya memang menikmati sekali segala hal yang disuguhkan twitter. Kemudian tanpa sengaja saya menemukan foto berisi tulisan :

Mengapa Istri harus bisa masak?

Padahal itu rumah tangga bukan rumah makan?

-Pidi Baiq-

Saya otomatis tergelak. Tulisan tersebut melemparkan ingatan akan cerita kedua orang tua saya (yang diceritakan berulang sampai saya dan adik-adik hafal luar kepala), Ibu dan almarhum Bapak. Siapa sangka Ibu yang mempunyai pekerjaan sampingan usaha katering, sebelum menikah adalah wanita yang sama sekali tidak bisa memasak. Wajar saja, kalau merunut dari cerita Mbah Putri, sewaktu kecil tugas ibu adalah bekerja mencari tambahan uang setelah pulang sekolah. Memasak menjadi tugas Pak Lek (adik Ibu) dan Mbah Putri. Ibu adalah anak kedua dari sembilan bersaudara. Meskipun Ibu datang dari keluarga yang cukup (tidak berlebihan maupun tidak kekurangan), tetapi untuk menambah dan membantu perekonomian keluarga, Ibu bekerja serabutan sepulang sekolah. Walhasil yang namanya memasak ataupun mengenal bumbu dapur sama sekali tidak ada dikamus Ibu sebelum menikah. Ditambah lagi setelah merantau ke Situbondo untuk bekerja, Ibu ngekos yang fasilitasnya sudah termasuk makan.

Bapak dan Ibu sejak pertama kenalan sampai menikah membutuhkan waktu yang tidak lama, hanya 6 bulan saja. Mereka bukan hasil perjodohan ataupun kenalan di online dating (ya kali tahun ’80 sudah ada online dating), melainkan murni dari kenalan biasa. Kapan-kapan saya akan ceritakan bagaimana kisah mereka bertemu, yang mengikuti aliran kalau memang jodoh tidak akan kemana. Entah mengikuti jejak orangtua atau memang sudah jalannya, Adik saya menikah dalam waktu 6 bulan sejak kenalan, saya 8 bulan. Oke, kembali lagi ke cerita Ibu dan Bapak. Dalam masa 6 bulan pengenalan tersebut, Bapak sudah tahu kalau Ibu tidak bisa memasak. Tetapi Bapak tidak pernah mempermasalahkannya. Pada saat Ibu diajak untuk berkenalan dengan keluarga Bapak dan oleh Mbah (ibu dari Bapak) diajak ke dapur untuk membantu masak, Ibu sama sekali tidak tahu segala jenis bumbu-bumbu disana. Apakah kemudian Mbah tidak menyetujui Ibu dan Bapak untuk menikah karena Ibu tidak bisa memasak?

Terlahir sebagai bungsu dari 4 bersaudara, Bapak adalah satu-satunya anak lelaki dikeluarga. Semua kakak Bapak (saya memanggil bude) sangat jago memasak. Legendaris sekali masakan mereka dikeluarga besar kami, TOP enaknya. Hal itu disebabkan karena Mbah memang jago masak juga, dan Mbah tidak pernah menyuruh anak-anak perempuannya untuk belajar memasak. Semua datang dari kesadaran sendiri. Bude-bude masuk ke dapur karena mereka ingin belajar memasak, bukan karena memasak adalah sebuah keharusan. Kembali ke pertanyaan sebelumnya : Apakah kemudian Mbah tidak menyetujui Ibu dan Bapak untuk menikah karena Ibu tidak bisa memasak? jawaban Mbah (aslinya dalam bahasa jawa, saya sudah terjemahkan) :

Perempuan itu tidak harus bisa memasak. Namanya Rumah Tangga, semuanya ya dikerjakan bersama. Kalau istri tidak bisa memasak, ya berarti suaminya yang belajar masak, atau keduanya sama-sama belajar masak. Kalau malas dan punya uang, ya beli saja diwarung, kan gampang. Urusan yang simpel jangan dibuat susah.

Ya, kepandaian memasak ternyata bukan kriteria utama Ibu diterima sebagai menantu. Bapak yang sejak SMA sudah hidup ngekos dan memang sudah biasa ikut membantu memasak Mbah, tumbuh sebagai lelaki yang terbiasa didapur. Jadi, yang mengajari Ibu memasak sejak kawin adalah Bapak dan Bude-bude. Memperkenalkan satu persatu segala bumbu dapur dan resep masakan. Saya selalu ingat cerita ini : suatu hari, Ibu ceritanya ingin sekali membuat soto ayam untuk Bapak. Berbekal dari catatan resep yang diberitahu bude, mulailah Ibu mengolah soto ayam sepulang mengajar. Ketika Bapak pulang kerja, dengan bangganya Ibu berujar kalau nanti malam menunya spesial, yaitu soto ayam. Bapak tentu girang bukan kepalang. Saat yang dinanti tiba. Ketika soto ayam dihidangkan, kening Bapak sempat berkerut melihat soto ayam yang tersaji di mangkok. Tapi itu tidak berlangsung lama karena setelahnya Bapak berujar, “wah, terima kasih ya, kamu sudah memasak soto ayam buat saya. Saya senang sekali soto ayam kali ini sangat spesial karena warnanya berbeda dari biasanya. Tapi tidak masalah, yang penting namanya soto ayam.” Saya bertanya kepada Bapak memang sotonya berwarna apa. Soto ayamnya ternyata berwarna hijau karena Ibu mengulek seledrinya berbarengan dengan bumbu halus lainnya. Saya kalau teringat cerita itu selalu tertawa. Karena Ibu sendiri selalu menceritakan dengan ditambahi guyon-guyon lainnya. Bapak tetap menyantap soto ayam tersebut sampai tandas, yang dikemudian hari Bapak menyebutnya soto ayam rasa seledri.

Tetapi sejak saat itu Ibu semakin tertantang untuk belajar memasak. Bukan karena Bapak yang menuntut, tetapi karena Ibu memang ingin belajar memasak. Keinginan yang datang dari dalam hati, bukan karena tuntutan. Secara perlahan tapi pasti, akhirnya Ibu semakin mahir memasak. Tetapi kalau Ibu sedang capek atau malas, giliran Bapak yang memasak. Saat Ibu sering sakit, Bapak yang memasak untuk seluruh anggota keluarga, setiap hari sampai Ibu sembuh. Sampai sebelum Bapak meninggal, beliau tetap rajin memasak. Ada satu masakan Bapak yang membuat kami anak-anaknya selalu kangen. Kami menyebutnya nasi goreng super pedes Bapak. Bumbunya sangat sederhana : bawang putih, cabe rawit hijau dengan jumlah yang sangat banyak, garam diulek ditambah dengan daun jeruk. Juara sekali sekali rasa pedasnya, sampai telinga kami berdengung kalau makan nasi goreng Bapak, tapi rasanya joss gandoss enak. Walaupun saya mencoba membuat sendiri, tetapi selalu beda rasanya dengan buatan Bapak. Nasi goreng inilah salah satu hal yang membuat kami selalu merindukan Bapak.

Nasi goreng bumbu dasar dari bapak dengan modifikasi ala saya.
Nasi goreng bumbu dasar dari bapak dengan modifikasi ala saya.

Sering saya bertanya kepada Bapak, kenapa sebelum menikah dan tahu kalau Ibu tidak bisa memasak tidak membuat Bapak menyurutkan langkah?

Saya mencari wanita untuk dijadikan Istri, bukan Koki

Itu jawaban Bapak. Pertanyaan yang sama pernah saya lontarkan ke suami sebelum kawin “kalau saya tidak bisa memasak, apa kamu masih mau meneruskan rencana perkawinan kita?” suami tergelak kemudian menjawab, “pertanyaanmu aneh, kita kan akan kawin, bukan interview jadi tukang masak di restoran. Lagian kan saya bisa memasak. Kalau kamu tidak bisa dan tidak mau masak, saya tidak masalah memasak untuk kita.” Tetapi karena saya selalu kangen makanan Indonesia (dan kalau beli terus mahal), jadinya ya saya dengan senang hati masak makanan Indonesia. Giliran dia masak yang sesuai keahliannya, makanan Belanda dan Eropa (cerita tentang pembagian memasak dengan suami sudah pernah saya tulis disini). Bukan tanpa sebab saya mempertanyakan hal tersebut, karena ketika punya hubungan dengan lelaki-lelaki sebelum suami, pasti ada pertanyaan, “kamu bisa masak ga?” Kan njeketek kalau setiap pacaran ditanya seperti itu. Atau selalu ada celutukan, “Ibuku masakannya uenaakk lho, mudah-mudahan kamu bisa masak seenak Ibuku ya.”

image1-14Entah kalimat dalam foto tersebut sarkastis ataupun kalimat sesungguhnya, tetapi saya melihat dari sisi kehidupan saya dan lingkungan terdekat. Menurut pendapat saya, Istri memang tidak wajib untuk bisa memasak. Kalau bisanya hanya memasak mie instant, ya terimalah sesuai keadaan yang ada. Memasak mie instant juga butuh keahlian lho, tetap saja namanya memasak. Kalaupun suatu hari istri ternyata ingin belajar memasak, berarti memang dia ingin, bukan dituntut. Memasak untuk keluarga itu paling enak dengan penuh rasa cinta karena sampainya juga penuh cinta, tidak menyoal rasanya seperti apa. Tetapi jika istri tidak bisa memasak bukan berarti dia tidak punya rasa cinta ataupun tidak perduli kepada keluarga. Meskipun memang menyenangkan kalau bisa menyajikan makanan hasil olahan sendiri ke keluarga, selain lebih hemat juga (mudah-mudahan) lebih sehat. Tetapi kembali lagi, menurut saya itu tidak mutlak, apalagi di Indonesia disetiap pengkolan pasti ada warung, restoran atau tukang jual makanan yang aduhai enak rasanya. Kalau istri tidak bisa atau tidak mau memasak, tidak ada salahnya juga lho para suami turun ke dapur untuk belajar masak atau bergantian masak untuk keluarga. Memasak itu bukan hanya tugas istri. Rumah tangga itu tidak sama algoritmanya antara satu dengan lainnya seperti yang pernah saya tulis disini (terima kasih untuk komentar-komentar yang mencerahkan). Karena tidak sama tersebut, maka tidak elok juga rasanya menyerang istri-istri yang tidak bisa memasak, atau para suami yang membandingkan istri-istri yang jago memasak. Semua istri itu hebat dengan segala kekurangan dan kelebihan masing-masing, jago atau tidaknya dia memasak bukan menjadi persoalan utama.

Bagi lelaki yang sedang mencari istri dengan kriteria harus bisa memasak, semoga kembali berpikir ulang dan bijak terhadap kriteria yang ditetapkan. Memang tidak salah mempunyai keinginan seperti itu, wong masing-masing orang pasti punya kriteria idaman. Saya hanya teringat ucapan Bapak saja, “mau cari istri atau cari koki.”

Den Haag, 25 Februari 2016-

catatan seorang istri yang sudah sebulan lebih sedang muaaales masak, males semales malesnya, berharap tukang nasi goreng atau tahu tek-tek atau tahu campur lewat depan rumah, atau ada warung kepiting saos padang disebelah rumah.

Cerita Seputar Kesehatan Gigi

Saya sangat suka memperhatikan bagian dari muka orang. Hal pertama yang selalu menarik perhatian adalah alis. Saya selalu terkagum dengan mereka yang mempunyai alis asli lebat dan rapi. Maklum saja, alis saya pas-pasan, jadinya suka kalau melihat ada orang yang mempunyai alis bagus. Mungkin karena terlalu terobsesi dengan alis, seringnya tanpa sadar selalu terlontar ucapan “alisnya bagus” kepada orang yang saya temui dengan alis yang menurut kriteria saya bagus. Sampai ada seorang teman yang ketika datang ke perkawinan kami menyebut bahwa saya tertarik sama suami pertama kali pasti karena alisnya, yang memang saya amini selain karena dia pria berkacamata *saya suka klepek-klepek kalo lihat pria berkacamata 😀. Karena beralis minimal, saya beberapa kali belajar membuat alis supaya nampak lebih bagus, bukan dengan mencukur tetapi dengan menambah ketebalannya menggunakan pensil alis, dimana berakhir dengan bentuk yang tidak memuaskan. Akhirnya ya pasrah saja punya alis pas-pasan dan mengagumi mereka yang bisa membentuk alis dengan bagus menggunakan pensil alis. Sewaktu kawin dulu, saya tidak mau alis dicukur oleh perias. Selain alis yang menjadi daya tarik sehingga saya memperhatikan muka orang, gigi juga menjadi salah satu parameter buat saya berlama-lama memandangi muka.

Berawal dari gandrung menonton film dan drama Korea, yang entah kapan itu awal mulanya, saya jadi suka memperhatikan gigi setiap bertemu orang. Maklum saja, pemain film dan drama Korea selain kulit mukanya yang bisa membuat nyamuk dan lalat terpeleset, giginya juga sering membuat saya terkagum, meskipun dibalik gigi bagus mereka mungkin perawatannya super intensif atau bahkan mungkin sudah melalui proses kosmetik gigi. Saya suka dengan gigi yang rapi dan sehat karena kalau gigi cantik itu relatif ya, maksudnya warna gigi bukan yang harus putih seperti cat tembok terus saya mengkategorikan menjadi gigi cantik, bukan seperti itu meskipun saya juga ingin punya warna gigi yang putih paripurna. Menurut saya, gigi sehat itu lebih penting dan jikalau memungkinkan juga rapi.

Sejak kecil, saya dan adik-adik sudah dibiasakan untuk pergi ke dokter gigi oleh Ibu. Awalnya karena salah satu adik saya harus dipasang kawat gigi karena selain bentuk giginya yang tidak rapi, setelah diobservasi oleh dokter ternyata bisa mengganggu kesehatan mulutnya. Dari situlah kami sekeluarga akhirnya menjadi rajin ke dokter gigi, paling tidak satu tahun sekali. Karena disiplin mengikuti instruksi dokter gigi dan memang sejak kecil kami tidak dibiasakan memakan makanan yang mengandung banyak gula, contohnya coklat dan permen, bersyukurnya sampai sekarang keadaan gigi kami sekeluarga dikategorikan bagus karena belum (jangan sampai) mengalami proses tambal gigi dan tidak ada yang berlubang. Yang paling saya kagumi adalah gigi Ibu, diusianya yang sudah lebih dari 60 tahun, gigi Ibu kondisinya masih bagus, rapi, tidak pernah sakit gigi sekalipun dan tidak ada tambalan sama sekali, warnanya giginya juga cerah. Oh iya, sejak kecil kami juga tidak dibiasakan minum kopi ataupun teh, mungkin karena itu juga yang menjaga warna gigi meskipun tidak bisa putih cemerlang tetapi minimal masih cerah. Satu-satunya keluhan dengan gigi dikeluarga saya adalah karang gigi.

Pada saat usia SMA, saya pernah punya ambisi untuk pasang kawat gigi. Waktu itu saya menganggapnya keren karena melihat teman-teman SMA kawat giginya berwarna warni. Ternyata setelah saya tahu, prosesnya menyakitkan dan tidak ada keren-kerennya sama sekali serta dimarahi oleh dokter gigi karena saya dianggap tidak bersyukur karena sudah punya gigi rapi malah mau pasang kawat gigi. Ketika kuliah, saya tetap rajin ke dokter gigi yang tempat prakteknya ada diklinik kampus. Selain karena harga konsultasinya terjangkau untuk anak kuliahan yang statusnya ngekos, juga karena tempatnya tidak jauh dari jurusan dan fasilitasnya juga bagus. Senangnya saat sudah bekerja, biaya kontrol ataupun membersihkan karang gigi ternyata diganti oleh kantor. Tentu saja saya memanfaatkan fasilitas kantor tersebut semaksimal mungkin. Enam bulan sekali pasti saya kontrol ke dokter gigi, entah hanya sekedar kontrol biasa maupun membersihkan karang gigi. Perasaan saya selalu senang saat keluar dari ruangan dokter gigi, merasa kalau gigi bersih dan mengetahui jika gigi sehat itu senang luar biasa, berasa enteng mulutnya, bukan enteng pengen ngatain orang ya LOL 😀. Datang ke dokter gigi selalu menjadi bagian yang dinanti karena bersyukurnya sampai sekarang belum pernah punya pengalaman buruk dengan dokter gigi.

Sewaktu pertama kali pindah ke Belanda, suami sempat ragu untuk memasukkan dokter gigi ke asuransi kesehatan saya dengan alasan karena saya tidak ada riwayat sakit gigi maupun bermasalah dengan gigi. Akhirnya diambil jalan tengah, dokter gigi akan ditambahkan ke asuransi kesehatan setelah diobservasi terlebih dahulu. Pertama kali datang ke dokter gigi di Den Haag setahun lalu, setelah dicek sana sini, dokternya bilang gigi saya bagus kondisinya hanya sedikit bermasalah dengan gusi yang mengakibatkan saya harus datang lagi untuk pemeriksaan menyeluruh. Setelah datang kedua kali dan diperiksa secara intensif (hampir satu jam) ternyata permasalahan dengan gusi tidak terlalu parah yang kemudian saya diberi tahu cara menyikat gigi yang benar dan dianjurkan mengganti sikat gigi manual menjadi sikat gigi elektrik. Jadi sudah setahun ini saya menggunakan sikat gigi elektrik. Dengan kondisi gigi yang baik-baik saja, jadwal ke dokter gigi hanya perlu setahun sekali. Dokter gigi saya ini orangnya gaul. Diruangan dia selalu diputarkan musik sesuai permintaan pasien. Jadi sewaktu saya datang pertama kali, ditanya mau diputarkan musik apa. Saya iseng saja bilang kalau ingin dengar Bon Jovi, lah ternyata dia punya lho. Sewaktu datang kedua kali, saya minta diputarkan Coldplay, dia juga punya. Curiga dia ini mantan penyiar radio kampus :D.

Kebiasaan memperhatikan gigi orang dikemudian hari mengakibatkan karma buat saya. Tidak disangka tidak dinyana, ternyata suami dan Mama mertua ketika pertama kali bertemu saya yang dinilai pertama kali adalah gigi. Ini pengakuan jujur terlontar dari suami dan Mama mertua setelah saya pindah ke Belanda. Ternyata penilaian yang merupakan bagian screening tersebut dilakukan diam-diam dan mereka tidak merencanakan bersama alias misi masing-masing. Mama mertua dengan terus terang mengatakan kalau sejak pertama bertemu saya langsung tertarik mengenal lebih jauh karena gigi saya (nampak) sehat dan rapi. Menurut beliau, kalau seseorang giginya sehat, artinya dia juga pandai menjaga kesehatan anggota badan yang lainnya. Saya mahfum beliau sampai berpendapat seperti itu karena gigi beliau dan anak-anaknya sampai sekarang kondisinya bagus dan terjaga dengan baik.

Saya tidak ada kiat muluk-muluk dalam menjaga kesehatan gigi. Sikat gigi setelah makan besar dan sebelum tidur (jadi saya sikat gigi 1-3 kali sehari, tapi ya seringnya 2 kali). Saya menyikat gigi dengan cara yang sudah diajarkan oleh dokter gigi : sebelum menyikat gigi, membersihkan sela-sela gigi dan gusi dengan alat pembersih khusus, semacam tusuk gigi tapi ada bulu-bulu halusnya. Hal ini dilakukan untuk membersihkan sisa makanan yang tidak terjangkau oleh sikat gigi supaya tidak mengendap disitu. Kemudian membersihkan sela gigi dengan benang, Jika memakai sikat gigi elektrik sikatnya tidak boleh ditekan ke gigi (jadi ditempel secara normal saja, tidak perlu ditekan) dan setiap gigi diberi waktu 3 detik, setelahnya sikat dipindah ke bagian gigi lainnya, seterusnya sampai keseluruhan gigi selesai disikat. Menyikatnya bukan hanya pada bagian gigi saja, tetapi didekatkan juga ke area gusi supaya gusi juga ikut dibersihkan. Setelah selesai menyikat gigi dan berkumur dengan air, ditutup kumur dengan cairan kumur mulut. Jangan lupa juga untuk membersihkan lidah juga karena lidah salah satu tempat sumber berkumpulnya kuman yang menyebabkan nafas tidak sedap. Saya juga menjaga pola makan yang seimbang, tidak suka memakan makanan yang manis, tidak minum teh kopi dan minuman bersoda (kalau ini karena kebiasaan), banyak makan sayur dan buah.

Kalau gigi sehat, mulut terjaga kesehatannya, dan nafas tidak bau, rasanya senang selain juga hemat kan karena tidak perlu sering-sering ke dokter gigi. Jadi semangat juga untuk senyum ala tiga jari seperti foto blogger kondang dibawah ini 😀

Fotonya nyolong dari twitter @Arievrahman
Fotonya nyolong dari twitter @Arievrahman

Ini cerita sisipan, jumat malam kami mendapatkan kunjungan dari blogger Arif Rahman yang punya blog Backpackstory. Jadi ceritanya dia dan istri (namanya Gladies) yang menikah seminggu lalu sedang bulan madu ke beberapa negara di Eropa, salah satunya Belanda. Akhirnya berkunjunglah mereka ke tempat kami. Saya memasak beberapa masakan Indonesia yang gampang-gampang saja masaknya (ayam panggang, urap-urap, tumis pedes cumi asin pete, tahu tempe goreng, dan sambel trasi). Eh, ternyata Gladies kangen makan Indomie kuah, akhirnya dia masak sendiri Indomie kuah pakai sawi, telur, bakso dan potongan cabe rawit. Ternyata lidah Indonesia memang ga bisa bohong ya, kangennya malah sama Indomie (saya juga sering begini :D).

Kembali lagi ke masalah pergigian, kalian punya cerita atau pengalaman tentang kesehatan gigi?

-Den Haag, 21 Februari 2016-

Sumber foto pertama : http://www.123rf.com/stock-photo/molar_tooth.html

Perayaan Tahun Baru Cina 2016 di Den Haag

Sabtu 13 Februari 2016, kami berkesempatan untuk menyaksikan kemeriahan perayaan Tahun Baru Cina 2016 di pusat (centrum) kota Den Haag. Acara ini berlangsung dari jam 11 siang sampai jam 5 sore. Meskipun paginya sempat mendung, tapi menjelang tengah hari langit berangsur cerah, padahal beberapa hari sebelumnya hujan setia mengguyur kota ini. Saya sempat mbatin, wah, pawang hujannya ciamik nih, namun akhirnya saya sadar masak iya disini ada pawang hujan. Walaupun udara tetap saja dingin menggigit (1 derajat celcius), sampai badan saya menggembung karena harus dobel-dobel memakai baju, jaket tebal juga syal dan sarung tangan, tetapi tak menyurutkan kayuhan sepeda kami menuju centrum.

Rupanya kami terlambat karena sesampainya di Stadhuis (Balai Kota), atraksi Barongsai sudah selesai. Jadi Perayaan Tahun Baru Cina disini menyebar diberbagai tempat tetapi masih disekitar pusat kota. Nah, perayaan utamanya (panggung utama, undangan-undangan penting yang hadir, pameran, hiburan) bertempat di Stadhuis.

Stadhuis Den Haag
Stadhuis Den Haag
Teh gratis
Teh gratis
Salah satu sudut di Stadhuis
Salah satu sudut di Stadhuis

DSC00328_1

Ada untungnya juga punya badan mungil seperti saya ini. Awalnya yang terhalang orang-orang yang tingginya menjulang, tetapi karena melihat kerumunan tidak terlalu rapat, akhirnya saya bisa merangsek pelan-pelan kearah dekat panggung. Nah, begitu saya melirik kearah kiri, kok melihat anak-anak kecil dan beberapa orang dengan kamera yang lensanya semacam teropong saking gedenya, gelesotan dilantai arah depan panggung persis, dan mereka menyandar meja. Akhirnya saya ikutan duduk lesehan dilantai. Awalnya anak-anak kecil itu melihat saya dengan pandangan semacam “Hoi, kamu sudah gede kok ikutan gaul sama anak-anak kecil” tetapi tidak berapa lama kemudian mereka mulai menyapa saya. Senang mendengarkan mereka berbicara karena anak-anak ini multi bangsa. Jadi kalau mereka saling berbincang menggunakan bahasa Belanda, trus kalau berbicara dengan orangtuanya ada yang menggunakan bahasa Mandarin, ada yang menggunakan bahasa Arab *hasil nguping. Iri deh melihat mereka lancar sekali berbahasa Belanda. Sementara sewaktu mereka mengajak saya ngobrol pandangannya semacam “Mbak iki ngomong opo sih kok aku ga paham.” (kok saya jadi suudzon ya :D).

Ini beberapa hiburan yang ada dipanggung utama. Saya tidak sampai selesai acara disini. Sementara suami sudah sejak awal melipir ketempat lain, maklum dia tidak suka acara yang ada suara kencang seperti ini. Jadinya kami berpisah mencari hiburan sesuai kesenangan masing-masing.

DSC00348_1

DSC00358_1

Duh anak-anak ini menggemaskan sekali main biola. Iri ingin bisa main biola juga
Duh anak-anak ini menggemaskan sekali main biola. Ingin bisa main biola juga *gampang kepengen

DSC00379_1

DSC00380_1

Puas menyaksikan hiburan di Stadhuis, saya melangkah ke Chinatown. Ternyata disebelahnya ada bazar makanan. Saya mampir sebentar, eh ketemu suami disana. Dia sedang keliling menelisik kemungkinan mendapatkan tester makanan. Dasar!

DSC00402_1

DSC00408_1

Sepertinya enak gorengan ini, tapi tidak tahu apa
Sepertinya enak gorengan ini, tapi tidak tahu apa

Dari kejauhan terdengar suara tabuhan dan petasan rencengan, bergegas kami menuju sumber suara. Ternyata sedang berlangsung pertunjukan Barongsai. Sayangnya saya benar-benar tidak bisa menerobos kerumunan yang benar-benar padat. Pawai ini diadakan beberapa kali dibeberapa tempat sampai jam 5 sore. Nampak sekali antusias yang menonton karena setiap pawai selalu padat pengunjung dari orang-orang yang kebetulan sedang melintas ataupun mereka yang sengaja menunggu.

DSC00409_1

image1-12

Selesai jalan-jalan sebentar ke beberapa toko, saya berbelanja sayur ke toko Amazing Oriental sementara suami belanja ke toko sebelah. Belum lama memegang tas belanja, saya mendengar suara tabuhan dekat sekali. Ternyata didepan toko ini sedang ada pertunjukan barongsai. Saya langsung lari keluar dan tas belanja saya letakkan dipinggir. Jadi ada 2 barongsai, merah dan hijau, mereka akan masuk kedalam toko. Kemudian ada satu orang seperti sedang berdoa didepan dua barongsai ini lalu memberikan sayur seperti kubis untuk dimakan kedua barongsai ini. Kedua barongsai diiringi tabuhan memasuki toko dan berjalan dengan gerakan barongsai yang meliuk-liuk kesetiap lorong didalam toko. Jadi saya menebak seperti upacara supaya rejeki lancar setahun kedepan mungkin ya. Seru sekali melihatnya. Ketika barongsai sudah keluar dari toko, eh ada yang bagi-bagi angpao dan coklat. Saya kebagian 3 amplop Angpao. Wah rejeki ya, mau belanja malah dikasih uang.

Salah satu Barongsai didepan toko
Salah satu Barongsai didepan toko

DSC00420_1

DSC00424_1

Bagi Angpao
Bagi Angpao
Dapat 3 Angpao. Rejeki tahun monyet api.
Dapat 3 Angpao. Rejeki tahun monyet api.

Sepulangnya dari centrum, kami makan malam direstoran Indonesia yang baru buka dekat rumah. Saya sejak beberapa minggu ini ingin sekali makan gudeg. Akhirnya keturutan juga makan gudeg direstoran ini. Kan sudah dapat Angpao, makanya makan-makan 😀

Es campur, Nasi Gudeg komplit, bakmi goreng sate kambing.
Es campur, Nasi Gudeg komplit, dan bakmi goreng sate kambing.

Senang sekali akhirnya tahun ini bisa menyaksikan kemeriahan perayaan tahun baru Cina 2016. Sepertinya baru kali ini saya menyaksikan perayaan ini, di Indonesia belum pernah melihat secara langsung, hanya menyaksikan liputan di TV.

 -Den Haag, 14 Februari 2016-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi

Romansa di Gunung Bromo dan Air Terjun Madakaripura

Beberapa hari lalu kami baru merayakan 1.5 tahun usia perkawinan, dimana sebenarnya saya lupa tapi suami dengan berbesar hati bisa menerima kekurangan saya yang selalu lupa tanggal. Iya, saya gampang sekali lupa tanggal, tapi saya gampang mengingat momen. Seringnya seperti ini :

Suami “Besok kita tanggal 9 kemana nih”

Saya “Lho, ada acara apa tanggal 9?”

Suami “………..”

Padahal tanggal 9 itu adalah tanggal perkawinan kami. Dan hampir setiap bulan saya lupa :D. Kami memang punya kebiasaan untuk merayakan ulang bulan perkawinan. Seru aja sih rasanya. Setelah makan malam dirumah dengan memesan Sushi, suami tiba-tiba bertanya apakah saya ingat ada kejadian apa dua tahun lalu. Tentu saja saya tidak akan lupa, dua tahun lalu pertama kali kami bertemu, trus dia main kerumah lalu berbicara serius kepada Ibu. Setelahnya kami jalan-jalan ke Kawah Ijen, Gunung Bromo dan Air Terjun Madakaripura. Saya ingat ketika kami jalan-jalan ke Gunung Bromo dan Air Terjun Madakaripura itu tanggal 14 Februari 2014 dan dia membelikan saya sandal jepit merah, huahaha penting banget disebut. Tuh kan, kalau bertepatan dengan momen tertentu, gampang untuk saya mengingat.

Jadi kali ini saya akan melanjutkan cerita setelah kami ke Kawah Ijen yang sudah pernah saya tuliskan diblog ini. Jadi dalam perjalanan menuju rumah dari Pantai Pulau Merah, mas Ewald bertanya kapan rencana ke Bromo. Dia penasaran ingin ke Gunung Bromo karena membaca sebuah artikel majalah dalam pesawat Garuda menuju Indonesia. Saya sebenarnya bingung mengatur waktunya karena lusa dia sudah harus kembali ke Belanda. Setelah berunding, akhirnya dia menyanggupi kalau kami akan pergi jam 12 malam ke Bromo dengan tetap menggunakan mobil sewa sekaligus Pak Sopirnya. Terbayang kan hardcorenya setelah naik turun Kawah Ijen trus ke Pantai Pulau Merah jam 10 malam baru sampai Situbondo lalu jam 12 berangkat lagi ke Gunung Bromo. Tapi ya sudahlah, ada turis yang kebelet banget ingin melihat sunrise di Bromo.

Gunung Bromo

Sekitar jam setengah 3 pagi kami sampai dibagian bawah gunung bromo, duh apa ya nama daerahnya lupa. Mobil tidak bisa naik jadi harus menggunakan jip atau sewa ojek. Saya kalau ke Bromo sebelum-sebelumnya selalu bersama keluarga atau teman-teman, menginap semalam, trus ke kawah Bromo kami jalan kaki melintas lautan pasir untuk melihat sunrise dari atas kawah. Saya belum pernah melihat sunrise dari Penanjakan. Karena baru pertama itulah saya tidak ada pengalaman tentang sewa jip atau sewa ojek. Untungnya Pak Sopir sudah berpengalaman mengantarkan tamu kesini, jadi sudah tau medan. Awalnya ingin sewa jip, tapi kok ya mahal sekali, kalau tidak salah 600 ribu tapi jamnya dibatasi. Sedangkan sewa ojek lebih murah dan jam selesainya terserah kita. Untuk 2 sepeda motor, sewanya 200 ribu.

Dengan kedaan saya yang super mengantuk, kami berempat akhirnya menembus lautan pasir menuju Penanjakan. Pagi itu super dingin dan angin berhembus kencang. Walhasil saya menggigil menahan dingin yang menusuk. Ada disatu tempat saya hampir terjungkal kebelakang karena tiba-tiba tertidur. Untungnya saya sigap langsung memegang bagian kanan kiri sepeda motor. Untungnya tidak otomatis memeluk abang ojeknya :D.

Sesampainya di Penanjakan, ternyata tempatnya sudah penuh dengan wisatawan domestik dan mancanegara yang sama-sama ingin berburu foto sunrise. Mas Ewald dengan santainya berdiri dititik yang strategis dan dengan sabar menunggu sunrise datang dengan kameranya. Sementara saya yang masih mengantuk berat mencari tempat yang nyaman untuk bersandar dan tidur :D. Setelah ditunggu beberapa lama sampai menjelang jam 6, matahari tidak kunjung datang. Inilah yang ditakutkan para pemburu sunrise, yaitu mendung. Iya, pagi itu kami belum beruntung karena cuaca yang sebelumnya cerah, tiba-tiba tanpa disangka mendung menggelayut dan tidak berapa lama kemudian rintik hujan datang. Mas Ewald tentu saja kecewa karena dia tidak bisa menyaksikan secara langsung keindahan sunrise di Bromo yang dia lihat dari majalah. Namun demikian, dia tetap senang karena sudah menginjakkan kaki dikawasan Gunung Bromo.

DSC_8970

DSC_8974

Setelahnya kami melanjutkan perjalanan menuju kawah Gunung Bromo. Sewaktu kami kesana ternyata berbarengan dengan upacara pelemparan sesajen ke kawah. Bukan upacara besar, hanya terlihat beberapa orang menggunakan baju seperti yang dikenakan penduduk Bali jika sedang ada upacara adat.

Kawah Gunung Bromo. Saya selalu ngeri kalau berdiri disini, takut kepleset.
Kawah Gunung Bromo. Saya selalu ngeri kalau berdiri disini, takut kepleset.
sedang duduk istirahat ditepi kawah. Lihat yang warna kuning? Itu adalah tangga untuk menuju Kawah Gunung Bromo yang konon jumlahnya ada 250 anak tangga.
Sedang duduk istirahat ditepi kawah. Lihat yang warna kuning? Itu adalah tangga untuk menuju Kawah Gunung Bromo yang konon jumlahnya ada 250 anak tangga.

Setelah dari Kawah, kami melanjutkan ke Pura yang letaknya tidak jauh dari situ. Pura ini bernama Pura Luhur Poten Gunung Bromo. Pura ini merupakan tempat pusat ibadah Suku Tengger yang mayoritas beragama Hindu.

Pura Luhur Poten
Pura Luhur Poten
Pura Luhur Poten
Pura Luhur Poten
Bagian dalam Pura
Bagian dalam Pura

Setelah berkeliling dan puas melihat bagian dalam Pura, kami memutuskan kembali ke tempat mobil berada. Saat berada diboncengan, tangan abang ojek tiba-tiba menunjuk ke arah depan. Kemudian dia berkata kalau kepulan asap didepan sana itu berasal dari gunung kelud yang meletus. Wah, ternyata Gunung Kelud sedang meletus. Pada saat itu saya berpikir hanya letusan biasa. Ternyata sesampainya kami dirumah, Ibu memberitahu kalau letusannya besar dan Bandara Juanda ditutup, jadi tidak ada penerbangan karena hujan pasir sampai ke wilayah Surabaya.

Air Terjun Madakaripura

Setelah sampai mobil, Pak Sopirnya bertanya tujuan selanjutnya kemana lagi. Karena rencana kami hanya ke Bromo, maka saya bilang kalau langsung pulang kerumah saja. Beliau memberitahukan kalau searah dengan jalan pulang, kami akan melewati Air Terjun yang terkenal, namanya Air Terjun Madakaripura.Wah, saya bolak balik ke Bromo kok belum pernah mendengar keberadaan Air Terjun ini ya sebelumnya. Karena memang hari masih siang, saya mengiyakan usulan beliau, toh searah dengan jalan pulang.

Setelah melewati jalanan yang penuh kelokan dan disuguhi pemandangan lereng yang penuh dengan tanaman wortel, kubis maupun kol serta udara pegunungan yang segar, sampailah kami di Air Terjun Madakaripura yang berlokasi dikecamatan Lumbung, masih dalam kawasan Taman Nasional Gunung Bromo. Menurut cerita yang beredar, Madakaripura ini dulunya adalah sebidang tanah yang dihadiahkan oleh Raja Hayam Wuruk kepada Patih Gajah Mada. Konon ditempat inilah Patih Gajah Mada menghilang secara fisik maupun spiritual atau moksa dari muka bumi. Karenanya dibagian depan area terdapat patung Patih Gajah Mada. Air pada air terjun ini masih dianggap sebagai air suci atau Tirta Sewana dan biasanya penduduk tengger menggunakannya pada prosesi Mendhak Tirta yang dilakukan setiap tahun.

Patung Patih Gajah Mada
Patung Patih Gajah Mada

Masuk kedalam kawasan Air Terjun Madakaripura ini cukup dengan membayar retribusi sebesar Rp 5000, kalau tidak salah. Dan sebaiknya menggunakan sandal atau sepatu khusus untuk trekking karena melewati bebatuan dan menyeberangi sungai. Medannya cukup sulit, saya sampai terpeleset dua kali karena bebatuan yang licin. Karena memang tidak ada persiapan akan ke air terjun, walhasil saya harus membeli sandal jepit disini, ya daripada sepatu basah. Ehm, ralat, bukan saya yang membeli. Lebih tepatnya sandal jepit merah ini kado, “sandal jepit merah ini anggap saja kado hari Valentine ya,” err yang lain dapat coklat, ini dikasih sandal jepit :D. Sandal jepitnya masih ada sampai sekarang, bukan karena sengaja disimpan, tapi memang tidak ada yang memakainya di Situbondo. Oh iya, ada jasa pemandu juga disini. Saya pikir waktu itu bakal dibohongi harus menyewa pemandu segala. Ternyata memang karena medannya cukup susah, bersyukur juga akhirnya memutuskan untuk bayar pemandu, jadi selain membantu sebagai penunjuk jalan, juga menolong ketika menyeberang sungai plus jadi tukang foto dadakan.

Pemandangan menuju Air Terjun Madakaripura
Pemandangan menuju Air Terjun Madakaripura
Pemandangan menuju Air Terjun Madakaripura
Pemandangan menuju Air Terjun Madakaripura
Pemandangan menuju Air Terjun Madakaripura
Pemandangan menuju Air Terjun Madakaripura

Pemandangan menuju air terjunnya benar-benar indah diiringi dengan suara gemericik air sungai dan suara burung yang saling bersahutan berbunyi. Tapi saya agak ngeri juga sih, membayangkan tiba-tiba ada air bah datang. Beruntungnya hujan tidak turun karena kalau ada hujan, kami tidak akan diijinkan masuk, terlalu beresiko.

Ibu-ibu dibelakang santai sekali turun dari bebatuan, sementara kami was was terpeleset :D
Ibu-ibu dibelakang santai sekali turun dari bebatuan, sementara kami was was terpeleset 😀
Baru pertama ini Mas Ewald melakukan penjelajahan ala Pramuka haha. Maklum, dinegaranya tidak ada yang seperti ini.
Baru pertama ini Mas Ewald melakukan penjelajahan ala Pramuka haha. Maklum, dinegaranya tidak ada yang seperti ini.
Saya terpeleset disini. Sukses nyebur dan basah sebadan. Tapi akhirnya ya kering sendiri. Untuk tidak masuk angin.
Saya terpeleset disini. Sukses nyebur dan basah sebadan. Tapi akhirnya ya kering sendiri. Untuk tidak masuk angin.

Setelah hampi 1km (kata pemandunya) melalui medan yang sulit, naik turun bebatuan, menyeberangi sungai, akhirnya sampai juga kami dilokasi Air Terjun Madakaripura. Ketika sampai disini, entah kenapa perasaan saya menjadi tidak nyaman. Berasa hawa horor, atau mungkin saya saja yang membayangkan ada makhluk-makhluk halus disana. Berasa merinding selama didalam sini. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 200 meter, berada diantara tebing-tebing yang menjulang tinggi dan seakan-akan membentuk tirai pada seluruh bidang tebingnya.

Menuju bagian dalam
Menuju bagian dalam

DSC_7094

DSC_9056

DSC_9040

Setelah cukup puas disini, dengan tidak berlama-lama, akhirnya kami kembali menyusuri jalan semula menuju ke tempat parkir mobil. Akhirnya kesampaian dengan tanpa rencana sebelumnya ke Air Terjun Madakaripura. Ternyata Air Terjun ini sudah pernah masuk diacara traveling beberapa stasiun TV. Wah, saya berarti yang kurang gaul sampai tidak pernah mendengar ada air terjun ini sebelumnya :D.

Kami langsung pulang dengan singgah direstoran di Probolinggo untuk makan siang yang tertunda. Saya lupa nama restorannya apa. Subuh keesokan harinya kami harus berangkat ke Surabaya karena Mas Ewald harus kembali ke Belanda. Ternyata Juanda ditutup dan semua penerbangan dibatalkan. Setelah mengurus jadwal ulang keberangkatan, akhirnya dia menginap 2 malam lagi di Surabaya. Waktu dua hari tersebut kami manfaatkan untuk berkeliling Surabaya.

Sudah dua tahun lalu rupanya awal sebuah cerita, cerita tentang pertemuan pertama kami. Dan dua tahun kemudian kami sudah melalui 1.5 tahun perkawinan. Semoga selalu bahagia langgeng jaya damai sentosa *semacam slogan dibelakang truk.

Have a nice weekend
Have a nice weekend

Selamat berakhir pekan bersama orang terkasih dan teman-teman tersayang. Ada rencana khusus apa nih akhir pekan ini?

-Den Haag, 11 Februari 2016-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi.

Akhir Pekan Bersama Chris Martin

Langitnya khas Belanda, mendung gelap.

Saya melewati akhir pekan bersama Chris Martin. Bukan, bukan menonton konser Coldplay (belum), karena lebih tepatnya saya melewati jumat, sabtu dan minggu dengan berkaraoke lagu-lagu Coldplay. Berawal dari salah satu akun twitter yang membuat status tentang Carpool Karaoke edisi Chris Martin, akhirnya saya telusuri di Youtube dan waaaahhh saya langsung jatuh cinta dengan Chris Martin acara ini (eh saya ga tau sih ini acara atau apa). Sepanjang durasi edisi Chris Martin saya senyum-senyum sendiri membayangkan bagaimana rasanya klesetan macam Putri Duyung dikursi belakang sembari mendengar suara renyahnya. Dia tertawa saja renyah dan sexy banget ya suaranya, pantes kalau menyanyi membuat hati meleleh *hati saya maksudnya :D. Saya putar berulangkali video ini, sampai detik ini. Ikut tersenyum, tertawa, entah kenapa ikut bahagia melihat mukanya Chris Martin -huahaha ini benar-benar subjektif banget-. Ya, sejak awal muncul Coldplay saya memang langsung suka. Ingat sekali yang memperkenalkan lagu-lagu Coldplay ini adalah mantan pacar. Setelahnya langsung terkiwir-kiwir dengan Chris Martin. Entah kenapa, saya memang selalu mengagumi lelaki yang bisa memainkan alat musik piano, gitar, dan drum. Nampak sexy menurut saya, pengecualian untuk raja dangdut :p. Carpool Karaoke yang edisi Adele juga asyik sekali, saya ikut tertawa mendengar percakapan mereka. Dan saya baru ngeh kalau Justin Bieber sekarang nampak ganteng ya dari acara ini. Saya tidak pernah memperhatikan sebelumnya karena dulu sebel banget melihat rambutnya.

Karena melihat Carpool inilah saya jadi kangen karaokean. Saya terakhir karaoke rame-rame ditempat karaoke bersama teman-teman sekitar tahun 2010, huahaha lama ya. Saya dulu punya dua grup karaoke, satu grup kantor, satu lagi grup teman-teman backpacker yang bernama Peucangers. Hampir setiap minggu setelah pulang kerja saya selalu pergi karaoke bersama mereka dengan jadwal bergantian. Bahkan sering juga seminggu dua kali. Kalau dengan teman-teman kantor untuk melepas penat karena memang pekerjaan yang tingkat stresnya tinggi meskipun hura-huranya juga tinggi. Terkadang kami pergi karaoke juga dengan beberapa orang agency selesai meeting. Kalau dengan orang kantor biasanya jumat sepulang kerja. Kalau dengan teman-teman backpacker jadwalnya tidak menentu, sesuai kesepakatan bersama. Yang biasa kami nyanyikan itu lagu-lagu Maroon 5, Inikah Cinta ME selalu tidak pernah ketinggalan lengkap dengan jogednya, Coldplay, Spice Girls, Bon Jovi, Kahitna, KLa Project, ABBA, Celine Dion dan karena yang di Peucangers itu mayoritas orang batak maka lagu-lagu batak tak lupa jadi  lagu wajib buat karaoke. Kalau mereka sudah menyanyi lagu batak, saya diam karena tidak paham artinya (padahal nyaris kawin sama orang batak :D). Tempat karaoke yang biasa saya kunjungi bersama orang-orang kantor itu diseputaran Kelapa Gading karena dekat dengan kantor seperti Inul Vista, Nav, Happy Puppy trus apalagi ya sepertinya semua tempat karaoke diwilayah Kelapa Gading sudah pernah kami datangi semua. Kalau bersama Peucangers ya tempatnya sekitaran Setia Budi, Sarinah, karena tempat kerja mereka didaerah tersebut. Sewaktu kuliah kemarin saya juga sering karaoke sih, tetapi diruangan kampus bersama teman-teman kuliah kalau sudah sumpek mengerjakan tugas-tugas ataupun tesis. Seru juga karena biasanya kami nyanyi saat malam hari ketika menginap dikampus. Jadi seru-seruan nyanyi saat kampus sudah sepi, seringnya malah didatangi polisi kampus ditegur sampai diancam akan dilaporkan ke Kajur, hih tukang ngadu!

Jadilah weekend kemarin saya full berkaraoke lagu-lagu Coldplay, Afgan, Spice Girls, Maroon 5, dan lagu-lagu lainnya. Karaoke dimana? ya dirumah, lengkap dengan microphone (saya biasa menyebut alat ini halo halo sejak kecil). Jadi saya karaoke diruang tv, sementara suami mengurung diri diruangannya sambil mendengarkan David Bowie. Sumpek mungkin mendengar saya menyanyi terus haha. Wah, saya benar-benar rindu teman-teman karaoke. Kalau yang Peucangers sampai sekarang masih rajin karaoke meskipun sudah jarang karena kebanyakan sudah berkeluarga, jadi kalau mau nongkrong harus menyesuaikan dengan jadwal keluarga.

Suami sempat khawatir karena saya terus menerus menyanyikan lagu Coldplay, bahkan humming juga. Dipikir saya stress karena terlalu intensif belajar. Sampai dia bertanya “are you oke?” :D. Ya bagaimana, saya memang suka dengan Coldplay. Kalau album mereka yang terbaru saya suka lagu Fun, Everglow, Hymn For The Weekend juga Adventure of a lifetime meskipun The Scientist, Fix You, dan Gravity tetap juara dihati. Bahkan saat kami pergi bersepeda sekitar rumah, saya tetap bersenandung lagu-lagu Coldplay. Dia sampai bosan akhirnya pasrah mendengarkan suara saya sepanjang jalan.

Minggu sore saya mengajak suami untuk bersepeda ke hutan dekat rumah. Tetapi ketika sudah setengah jalan, tiba-tiba dia mengajak saya ke tempat lainnya. Dia bilang pagi saat lari, ada tempat baru yang dia lewati dengan beberapa kincir angin yang berjejer. Dia bilang mungkin kami bisa pergi kesana. Tentu saja saya senang karena mengunjungi tempat baru dan karena melihat kincir angin. Jarak kincir angin ini tidak terlalu jauh dari rumah, sekitar 15 menit saja bersepeda. Meskipun sore kemarin sedang dingin dan angin super kencang (5 derajat celcius dan kecepatan angin 50km/jam), kami tetap antusias bersepeda. Anginnya benar-benar kencang sampai saya jatuh nyaris kecemplung sungai karena tidak kuat menahan badan dan sepeda karena terpaan angin. Bersepeda melihat pemandangan seperti ini saja sudah membuat hati gembira. Salah satu kincir angin ini sudah ada sejak tahun 1642. Awet juga ya. Kami sempat celingak celinguk didepan kincir angin ini karena penasaran didalamnya seperti apa. Sepertinya jadi tempat tinggal karena melihat jendela kecil-kecil ada hiasan bunganya.

Domba sedang merumput.
Domba sedang merumput.
Kata suami "langitnya khas Belanda sekali, mendung gelap"
Kata suami “langitnya khas Belanda sekali, mendung gelap”

IMG_8330

Kincir Angin dari arak dekat.
Kincir Angin dari arak dekat.

IMG_8350

Demikianlah postingan random tentang akhir pekan kami. Saat sedang menulis ini saya ditemani lagu-lagu Maroon 5. Suka tidak kalian berkaraoke? Apa lagu favoritmu ketika karaoke?

-Den Haag, 8 Februari 2016-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi.