Swan Market – Den Haag

Saya senang sekali kalau sedang Summer seperti ini. Kenapa? Tentu saja karena bisa sering merasakan hangatnya Matahari. Meskipun cuaca di Belanda juga masih sering hujan, tetapi seringkali diakhir pekan cuaca menjadi sangat menyenangkan. Matahari bersinar cerah sehingga sayang sekali kalau akhir pekan hanya dihabiskan dengan berdiam diri dirumah. Saya dan Suami selalu mencari informasi tentang acara disekitar Den Haag atau kota lainnya yang bisa didatangi ketika hari sabtu atau minggu. Iya, kami biasanya hanya menghabiskan satu hari diluar, satu hari lainnya kami gunakan untuk leyeh-leyeh dirumah atau mengunjungi Mertua.

Satu bulan lalu, tepatnya 19 Juli 2015, kami mendatangi Swan Market yang diadakan di Kerkplein Den Haag. Sebenarnya apa sih Swan Market itu? Kalau ditilik dari namanya jelas ini adalah Pasar. Jika dibaca dari situs resminya, Swan Market adalah pasar yang menjual segala sesuatu yang berhubungan dengan gaya hidup, produk makanan olahan rumahan (homemade), aksesoris, interior rumah, barang-barang vintage, juga ada beberapa food truck, serta ada live musicnya. Sebenarnya pasar yang seperti ini bukan pertama yang saya datangi. Karena pada bulan Juni saya berkesempatan mengunjungi Arnhem untuk melihat Sonsbeekmarkt (tulisan tentang ini menyusul). Serupa, tapi tidak sama karena kalau di Sonsbeekmarkt diadakan ditaman yang bagus sekali bernama Sonsbeekpark hari minggu pertama disetiap bulannya, sedangkan Swan Market ini yang di Den Haag diadakan di Centrum dekat gereja, dan kota pelaksanaannyapun bisa berpindah. Swan Market dimulai saat musim dingin tahun 2010 di Rotterdam. Swan Market diadakan di Den Haag, Rotterdam, Dordrecht dan Tilburg. Selain di Belanda, Swan Market juga ada di Antwerpen, Belgia.

Aneka jenis Jamur
Aneka jenis Jamur

Aneka jenis telenan
Aneka jenis telenan

Aneka jenis barang-barang vintage
Aneka jenis barang-barang vintage

Pada dasarnya saya senang mengunjungi pasar-pasar yang jenisnya seperti ini karena bisa mencicipi beraneka jenis makanan, meskipun untuk saya harus memilih mana yang bisa dimakan dan yang tidak. Dan mematut diri disetiap tenda melihat barang-barang apa yang ada disana, memperhatikan satu persatu, merupakan keasyikan tersendiri. Kali ini kami memborong aneka jenis jamur yang masih segar. Serta bisa menikmati live music sambil kita makan dan minum serta beristirahat sejenak.

  
Mungkin jika ada yang sedang disekitar Den Haag, bisa mendatangi Swan Market tanggal 16 Agustus 2015, atau langsung cek website resminya untuk melihat jadwal yang terdekat dikotamu. 

Ini enak sekali. Namanya Kokos Balletjes.. Kelapa muda parut dikasih gula trus digoreng. Varian rasanya juga bermacam-macam. Ada yang campur coklat, orisinil, rasa vanila. dll. Bude saya di Ambulu sering membuat seperti ini. Tapi lupa apa namanya kalau di Ambulu.
Ini enak sekali. Namanya Kokos Balletjes.. Kelapa muda parut dikasih gula trus digoreng. Varian rasanya juga bermacam-macam. Ada yang campur coklat, orisinil, rasa vanila. dll. Bude saya di Ambulu sering membuat seperti ini. Tapi lupa apa namanya kalau di Ambulu.

Selamat berakhir pekan bersama keluarga, teman dan orang-orang tersayang. Semoga akhir pekan ini cuaca cerah ceria di Belanda, karena kalau tidak ada halangan ingin melihat pesta kembang api dipantai Scheveningen. 

-Den Haag, 14 Agustus 2015-

Semua foto adalah dokumen pribadi.

The Vow – One Year Marriage Life

“I have given you my hand to hold, so i give you my life to keep. I promise to support, to honor, and to always respect you because it’s your heart that moves me, your head that challenges me, your humor that delights me, and i wish to hold your hands until the end of my days”

-August 9, 2014-

Setahun yang lalu tepat hari ini, janji ini terucap. Setahun kemudian, kami sudah mengalami pahit manis kehidupan pernikahan. Masih balita memang, tapi orang bijak mengatakan bahwa matang tidaknya sebuah pernikahan tidak diukur dari lamanya berjalan, tapi pengalaman yang mengisi didalamnya. Semoga kami selalu bisa tetap berjalan beriringan dengan cinta mengisi didalamnya, saling bergandengan tangan penuh rasa syukur, berpelukan, ataupun merebahkan kepala ketika salah satu dari kami membutuhkan bahu sebagai sandaran. Semoga langkah kami kedepan menjadi lebih barakah.

 
-Texel, 9 Agustus 2015-

Tajamnya Pisau Gosip

Tulisan pendek ini sebagai pengingat buat siapapun, terutama buat saya sendiri untuk tidak terjebak dalam pergulan yang isinya hanya menggosipkan orang saja. Saya pernah berpikir, apa sebenarnya awal mula seseorang bisa begitu sibuknya untuk mengulik sedemikian hingga kehidupan orang lain sampai detail, diikuti setiap langkahnya supaya ada bahan untuk dijadikan pembicaraan dibelakang yang bersangkutan? Apakah karena iri, iseng, atau memang dia tidak ada kegiatan yang lebih bermanfaat lainnya disamping membicarakan orang lain? Yang bisa menjawab ya hanya si tukang gosip tersebut. Mungkin karena sudah sehari-hari bergelut dengan segala aneka rupa membicarakan orang, dia tidak sadar atau pura-pura tuli bahwa yang dilakukannya adalah perbuatan menggosipkan orang atau dia merasa bahwa menggosip adalah perbuatan yang lumrah, normal. 

Misalkan : Seseorang tidak suka dengan postingan seorang teman disosial media, dan merasa terganggu, sebenarnya gampang saja jalan keluarnya. Tersedia tombol unfriend, unfollow, bisa block sekalian atau langsung utarakan kepada yang bersangkutan kenapa tidak suka. Segampang itu sebenarnya, sehingga tidak perlu mengobral “analisa” pribadi kesana kemari yang menjurus kearah fitnah hanya dari sebuah postingan. Ya, seperti itulah tajamnya pisau gosip, bisa menimbulkan fitnah. Namun kembali lagi, tukang gosip ini tidak akan pernah merasa bahwa sebenarnya dia sudah membicarakan orang, karena ya kehidupannya setiap hari diisi dengan mencari segala macam bahan gosipan. Kalau tidak ada bahan, mungkin akan terasa gatal lidahnya.

Satu yang selalu saya ingat pesan dari Ibu sejak awal mula merantau ketika saya berusia 15 tahun : pandai-pandailah dalam berteman. Tidak perlu banyak, satu atau dua saja cukup yang penting mereka adalah sebenar-benarnya teman daripada banyak tapi saling menikam dibelakang. Dan pesan itulah yang saya selalu pegang sampai kapanpun, bahkan ketika pindah ke Belanda. Jika seseorang hadir dengan menawarkan pertemanan, tetapi yang dibahas dalam setiap pembicaraan adalah kejelekan orang lain, maka tidak menutup kemungkinan suatu hari kitapun akan dijadikan bahan menggosipnya kepada orang lain. Sikap waspada itu perlu, bukan berburuk sangka, tetapi lebih kepada berhati-hati dalam pergaulan.

Everyone who gossips to you, they will gossips about you

Tajamnya pisau gosip, bisa menyayat jalinan pertemanan, persaudaraan, bahkan orang yang tidak dikenal.

*ternyata tulisannya tidak terlalu pendek.

Selamat berakhir pekan, dan mudah-mudahan kita bisa menahan lidah serta tangan untuk tidak berbicara maupun menulis sesuatu yang bersifat ngomongin orang dibelakang. Pasti ada masanya khilaf, tapi khilaf juga jangan keseringan, karena itu namanya doyan.

Apakah saya tidak pernah “khilaf?” Pernah pastinya. Dan meskipun seringnya khilaf dengan memberikan komentar tentang berita artis, mudah-mudahan hal tersebut tidak menjadikan saya doyan. Tapi tulisan saya ini lebih fokus pada gosip dalam lingkaran pertemanan, atau yang mengaku sebagai teman. Dan tulisan ini juga sebagai pengingat saya untuk berhati-hati dalam menjaga lidah serta tangan, karena dijaman serba digital sekarang ini, gosip rentan datang dari jemari yang tidak terkontrol.

Diomongin dibelakang itu rasanya ga enak. Karenanya jauhkan diri ngomongin orang dibelakang juga.

-Den Haag, 7 Agustus 2015-

Canal Parade – Amsterdam Gay Pride 2015

Sabtu, 1 Agustus 2015, saya dan suami pergi ke Amsterdam untuk melihat salah satu acara rangkaian Amsterdam Gay Pride, yaitu Canal Parade. Saya mengetahui acara ini 2 minggu sebelumnya dari majalah gratisan ketika masuk ke toko elektronika. Mengetahui akan ada acara tersebut, saya langsung bersemangat untuk pergi kesana. Awalnya suami tidak mau menemani karena dia males berada ditengah keramaian yang berjubel, apalagi acara seperti Canal Parade ini. Tetapi karena satu dan lain hal, dia akhirnya mau menemani.

Amsterdam Gay Pride ini adalah acara tahunan yang diselenggarakan pada akhir pekan minggu pertama dibulan Agustus. Acara ini pada tahun 2015 berlangsung sejak tanggal 25 Juli sampai 2 Agustus. Sedangkan Canal Parade adalah puncak acaranya. Canal Parade diikuti sebanyak 80 organisasi yang mendukung LGBT (Lesbian Gay Bisexual Transgender) dan mereka akan berparade sepanjang 6km melalui kanal-kanal yang telah ditetapkan. Canal Parade ini dimulai jam 2 siang dan berakhir sekitar jam 6 malam, ada 80 kapal utama dan beberapa kapal pendukung lainnya. Ada banyak atraksi dalam Canal Parade. Untuk lebih lanjut tentang acara ini dapat dilihat pada website resmi Amsterdam Gay Pride.

Sebelumnya, saya tidak terlalu menaruh perhatian khusus tentang LGBT ini, meskipun saya mempunyai beberapa teman gay dan lesbian di Indonesia. Saya tahu bagaimana tertekannya mereka dan hidup kucing-kucingan, menyembunyikan jati diri mereka yang sesungguhnya kepada lingkungan, terlebih pada keluarga. Belum lagi cap yang diberikan sebagai sampah masyarakat, kutukan buat keluarga, ataupun dianggap sebagai sesuatu yang timbul karena ditularkan dari pergaulan. Seringkali saya mbatin pada saat itu, kenapa orang-orang begitu jahat sekali memberikan pelabelan kepada sesuatu yang dianggap tidak sejalan dengan kondisi ideal yang mereka ciptakan. Kenapa tidak bisa bersikap biasa saja tanpa perlu menuding ini dan itu. Kenapa perlu memusuhi suatu keadaan yang sebenarnya mereka sendiri tidak paham apa yang mereka tudingkan. Banyak sekali pertanyaan “kenapa” yang berkecamuk dikepala ketika teman-teman saya tersebut bercerita banyak hal tentang keadaan mereka.

Sejak tinggal di Belanda, saya menjadi tertarik untuk membaca dan mengetahui lebih lanjut tentang LGBT ini. Kenapa seperti itu? Karena pernikahan Gay dan Lesbian dilegalkan secara hukum sejak 1 April 2001 di Belanda. Hal ini saya ketahui dari tulisan Mbak Yoyen tentang Homo Emancipation. Dan sejak disinipun saya menjadi terbiasa melihat pasangan Gay dan Lesbian bebas berekspresi diruang publik. Apakah saya menjadi risih melihat mereka berpelukan, sesekali melihat mereka berciuman juga? Terus terang saya biasa saja, tidak risih ataupun merasa aneh melihat hal tersebut. Kenapa harus risih? mereka toh tidak mengganggu saya, tidak menimbulkan kerugian dihidup saya juga. Sesederhana itu cara saya dalam berpikir.

Dengan berpikir sederhana juga yang membuat saya datang melihat Canal Parade. Saya ingin melihat kemeriahan festival tersebut, tanpa harus berpikir panjang apapun. Ketika sampai ditempat acara, saya bisa merasakan hawa suka cita dari LGBT maupun dari penonton. Saya sebagai penonton juga larut dalam suasana senang disana sini. Disisi kiri kanan sungai, juga dijembatan penuh berjubel dengan lautan manusia. Banyak juga yang melihat langsung dari kapal yang terparkir disisi sungai. Kebanyakan mengenakan pakaian warna pink. Saya dengan badan yang kecil ini dengan mudah mendapatkan tempat yang meskipun tidak bisa dibilang strategis, tetapi masih bisa melihat parade dengan jelas disisi jembatan. Mereka yang mendapatkan tempat strategis harus datang sejak pukul 10 pagi meskipun parade baru dimulai pukul 2 siang. Beberapa orang menatap saya dengan pandangan yang saya juga tidak tahu artinya apa. Saya merasakan itu. Suami sempat berseloroh “mungkin mereka mengira kamu sedang memakai kostum, tahun ini kostumnya jilbab, tahun depan berganti menjadi Spiderman” karena memang saya melihat banyak orang yang datang menonton dengan menggunakan kostum khusus. Saya langsung tertawa terbahak mendengar seloroh suami.

Merasakan kemeriahan tersebut, menjadikan saya teringat dengan teman-teman di Indonesia. Jika mereka disini, kemungkinan besar akan bahagia. Saya suka membaca kata-kata yang hampir ada disetiap kapal. Semua seperti melebur menjadi satu saat itu, antara penonton maupun peserta. Ketika sedang duduk dipinggir sebuah apartemen untuk beristirahat, ada satu orang yang bertanya pada saya dalam bahasa Belanda, kalau saya artikan seperti ini “Kenapa kamu melihat festival ini? Apakah diperbolehkan dalam agamamu melihat acara seperti ini?” saya menjawab “setiap orang mempunyai pilihan dalam hidupnya, dalam kehidupan beragama juga seperti itu. Saya tidak ingin berbicara boleh atau tidak karena saya selalu melakukan apapun yang menurut saya tidak akan mengganggu atau merugikan orang lain.” Wanita yang bertanya tersebut hanya tersenyum mendengarkan jawaban saya.

Saya melihat Canal Parade bukan untuk menjawab pertanyaan “Tapi kamu tidak mendukung LGBT kan Den?” ataupun harus bersusah payah berpikir apakah orang lain akan terinspirasi ataupun akan mendapatkan hidayah dengan melihat pakaian yang saya kenakan. Saya datang kesana tidak untuk ceramah agama. Saya datang kesana sebagai seorang Deny. Hidup tidak semudah dengan hanya berpikir mendukung ataupun tidak mendukung. Hidup tidak segampang hanya dengan menghakimi orang lain dari suatu perbuatan yang mereka lakukan. LGBT sampai kapanpun akan selalu menimbulkan perdebatan, jika melihatnya dari kacamata yang berbeda. Bahkan buat seorang yang hanya sekedar melihat festivalnya saja. PR banget kalau nonton festival saja musti berpikir ini dan itu. Nonton ya nonton saja.

Paragraf terakhir dituliskan karena komen-komen dari satu postingan foto saya disosial media.

Salah satu kalimat yang saya suka dari satu kapal yaitu

Iedereen verdient de vrijheid om zichzelf te kunnen zijn

Everyone deserves the freedom to be themselves

FullSizeRender-2

 

-Den Haag, 2 Agustus 2015-

Beberapa foto Canal Parade ini adalah dokumentasi pribadi.

Salah satu atraksi air
Salah satu atraksi air

 

Share our rights. LGBT refugees
Share our rights. LGBT refugees
Just Married
Just Married
Tas warna Fuschia
Tas warna Fuschia



Lebaran Pertama di Belanda

Dua hari menjelang Lebaran yang jatuh pada hari Jumat 17 Juli 2015, perasaan saya berkecamuk sedih. Tidak dapat dipungkiri saya rindu suasana menjelang lebaran di Ambulu, Jember atau di Nganjuk. Meskipun saya dan adik-adik tinggal di Situbondo, tapi sejak kecil kami tidak pernah merayakan lebaran disana. Alasannya simpel : kami tidak punya saudara disana karena Bapak dan Ibu adalah pendatang. Tahun 2014 pertama kali kami berlebaran di Situbondo karena satu minggu setelahnya saya menikah. Jadi lebaran tahun kemarin juga disibukkan oleh persiapan pernikahan. Sehingga selama ini kalau lebaran ya identik dengan Ambulu atau Nganjuk. Suasana takbir keliling sambil bawa oncor, pelepasan balon raksasa di Ambulu, arak-arakan penduduk desa yang mendatangi masing-masing rumah setelah sholat Ied, sholat Ied bersama, makanan khas keluarga seperti : pecel ayam pedes, lodeh pedes tahu tempe, brongkos laos, brengkes pindang, sambel goreng kentang telur puyuh, penyet lele dan ikan mujaer, serta kue-kue lebaran khas desa. Hal-hal seperti itulah yang dirindukan sehingga membuat saya menangis terus menjelang lebaran tahun ini karena merasa nelongso tidak dapat merasakan  suasana lebaran yang selalu menemani sejak masih kecil. Tapi yang membuat makin sedih bahwa saya jauh dari Ibu, tidak bisa sungkem, tidak bisa nyekar ke kuburan Bapak. Mas Suami sampai bingung melihat saya menangis terus menerus.

Namun kesedihan tersebut sedikit terobati ketika Jumat pagi saya memulai bersiap untuk Sholat Ied di Masjid Al Hikmah di Den Haag. Menurut sejarahnya, Masjid yang terletak di Moerwijk ini dulunya adalah Gereja yang bernama Immanuel. Pada tahun 1995 Gereja tersebut dibeli oleh pengusaha Probosutedjo dan diwakafkan atas nama kakaknya yang wafat di Leiden. Mengapa Gereja? Untuk mendirikan bangunan baru di Belanda tidak mudah sementara pada saat itu banyak Gereja yang tidak lagi difungsikan dan dijual kepada umum. Menurut salah satu pengurusnya, masyarakat sekitar Gereja lebih senang Gereja tersebut difungsikan untuk Masjid dibandingan kepentingan lainnya, misalkan Diskotik.

Dengan berganti bis dan tram, dalam waktu setengah jam saya sudah sampai di Masjid Al Hikmah. Sholat Ied baru akan dimulai jam 10 pagi, tetapi salah sorang kenalan bercerita lebih baik datang pagi sekali karena jika datangnya mepet maka kemungkinan tempat sudah penuh. Akhirnya saya sampai Masjid jam 8.30 dan benar saja  saya masih mendapat Shaf pertama diruangan bawah. Sepanjang mata memandang jamaahnya mayoritas memang dari Indonesia dan sebagian kecil dari bangsa negara lain. Ceramahnya menggunakan bahasa Indonesia. Mendengar suara takbir yang dikumandangkan langsung didalam Masjid, saya kembali menangis. Betapa saya memang merindukan datang ke Masjid. Ibu-ibu yang ada disebelah saya datang dari Paris dan Belgia untuk sholat di Masjid ini. Sholat dimulai tepat jam 10 pagi. Ditengah-tengah sholat ada beberapa anak kecil menangis kencang. Saya mbatin “ga di Indonesia, ga di Den Haag, masih aja ada suara anak kecil menangis kalau pas sholat Ied atau Idul Adha. Mbok ya anaknya ditinggal dirumah atau kalau memang ga ada yang jaga, mbok ya ga usah ikut sholat di Masjid, kan bisa dilakukan sendiri dirumah daripada mengganggu jamaah lainnya.” 

Jam 10.30 Sholat Ied dan ceramahnya selesai. Saya yang memang datang sendirian dan tidak mengenal siapa-siapa disana, langsung keluar dari Masjid setelah bersalaman dengan beberapa Ibu. 

Suasana setelah bubaran Masjid nampak dari kejauhan
Suasana setelah bubaran Masjid nampak dari kejauhan
Setelah dari Masjid, saya langsung meluncur ke acara selanjutnya yaitu open house di Salero Minang. Beberapa hari sebelum lebaran, Uni Rita pemilik Salero Minang membuat pengumuman di Facebook akan mengadakan Open House. Tanpa berpikir panjang saya langsung mendaftar. Lumayan daripada dirumah sedih sendiri mending “kelayapan” mencari kegiatan. Karena Restoran padang maka menu yang disediakan adalah lontong Padang, teri kacang, telur balado, beberapa kue-kue. Senang sekali berkenalan dengan beberapa orang baru.

Setelahnya saya pulang untuk istirahat sebentar. Jam 4 sore saya dan suami berangkat ke Halal Bihalal KBRI yang diadakan di Event Plaza, Rijswijk. Karena saya memang belum punya banyak kenalan disini, niat datang kesana karena ingin tahu suasananya dan niat makan. Sesampainya disana ternyata ruangan sudah penuh, antrian makan mengular, dan ada beberapa yang sedang poco-poco mengikuti alunan musik dan lantunan suara penyanyi dipanggung. 

   
Antrian makanan dengan menggunakan sistem kupon yang diberikan ketika pertama kali kita masuk ruangan. Satu orang satu kupon. Ditengah mengantri, tiba-tiba ada yang memberikan 2 kupon tambahan ke suami. Jelas saja dia langsung senang sekali. Menunya adalah opor ayam, lontong, sayur lodeh, sambal goreng kentang ati, kerupuk, sambal terasi, dan telor balado. Saya kemarin memang niat tidak masak karena sudah tahu kalau seharian akan numpang makan disana sini. 

Bertemu beberapa kenalan
Bertemu beberapa kenalan
 

Saya dan Suami mengucapkan selamat lebaran, maaf untuk khilaf kata dan perbuatan, semoga kita semua dipertemukan lagi dengan Ramadan akan datang dalam keadaan yang lebih baik supaya dapat beribadah lebih baik juga. 

Pertama kali memakai Batik :)
Pertama kali memakai Batik 🙂

-Den Haag, 18 Juli 2015-

  

Mendadak Muncul di TV Nasional

Sebelum saya bercerita tentang asal muasal kenapa saya muncul disalah satu TV yang ada di Indonesia, saya akan bercerita terlebih dahulu tentang satu tulisan yang dibuat oleh Mbak Emiralda tentang saya. Saya mengenal Mbak Emi beberapa tahun lalu ketika masih kerja di Jakarta dalam salah satu kegiatan sosial. Setelahnya kami sering bertemu dibeberapa kegiatan sosial lainnya. Kami sering berbicara tentang berbagai hal. Saat itu (dan sampai sekarang) saya mengagumi Mbak Emi sebagai sosok yang luar biasa. Dia peduli dengan masalah pendidikan disekitarnya, aktif dalam kegiatan sosial, sosok yang ceria dan sudah sering keliling dunia, orang yang suka menulis dengan gaya bahasa yang terstruktur dan puitis (mudah-mudahan buku Mbak Emi segera terbit). Intinya, saya menjadi pengagumnya. Beberapa saat kemudian kami menjadi jarang bertemu lagi karena kesibukan saya dipekerjaan sampai akhirnya pindah ikut suami. Tapi komunikasi antara saya dan Mbak Emi masih terjalin meskipun dengan frekuensi tidak sesering dulu.

Pada awal Ramadan, Mbak Emi menghubungi saya, meminta ijin untuk menjadikan saya sebagai salah satu narasumber pada rubrik Muslimah Around The World di Facebook (FB) yang dia dan teman-temannya buat. Nama page di FB adalah Annisaa. Annisaa adalah proyek jangka panjang mereka mengupas serba serbi tentang dunia muslimah. Untuk saat ini, mereka mengawali dari FB dengan rubrik utamanya Muslimah Around The World, satu hari satu cerita tentang seorang muslimah yang ada diseluruh dunia. Cerita muslimah-muslimah yang lain sangat membuat kita sebagai pembaca akan berdecak kagum. Cerita-cerita yang sangat menginspirasi. Silahkan langsung menuju page Annisaa untuk membaca cerita muslimah lainnya.

Singkat cerita, prosesnya sangat cepat. Setelah saya menyetujui, kemudian mengirimkan cerita tentang diri sendiri dalam bahasa Indonesia, Mbak Emi lalu menceritakan kembali dalam bahasa Inggris. Beberapa kali saya revisi, lalu tulisan finalnya keluar. Saya senang dengan cara bertutur Mbak Emi dalam tulisannya tentang saya. Terharu dibagian penutupnya. Membaca ini seperti kilas balik tentang kehidupan saya. Meskipun pendek, tapi sangat menyentuh buat saya pribadi. Tulisan ini dimuat di Annisaa pada tanggal 24 Juni 2015.

  

Annisaa

Meet Deny Lestiyorini, originally from Situbondo, East Java, who recently moved to Den Haag, joining her Dutch husband.”We got married in August 2014. I moved to Den Haag 5 months after, as I had to complete my Master degree in Industrial Engineering at ITS Surabaya first.This is my first Ramadan fasting for 19 hours. Not easy, but Alhamdulillaah, so far I’m doing fine.”

As much as she finds it hard to move so far away from home, Deny is excited of what’s ahead of her.

“Few years ago when I was still working in Jakarta, I was very determined to continue my Master study in The Netherlands. I applied for several scholarships, but I didn’t make it through. Now that I really am moving to The Netherlands – perhaps this is Allah’s will, that I’m going to live here, but through different way.

After all, man proposes, yet Allah disposes. Allah knows best. Always.”

Being the only one wearing hijab in her husband’s family doesn’t really bother Deny.

“My mother-in-law and sister-in-law understand my halal food requirements. Even more, they gave me some hijabs and informed me about a moslem-clothing store in the neighborhood. Coming from my husband’s closest family circle, such kind gestures mean a lot.

Deny took that as a sign that Den Haag very much welcomes her and she adjusted herself pretty well.

“Generally, it’s not too hard. Den Haag is a big city, a melting pot, where many people with different nationalities live. Hence, mix races, cultures and religions are very much embraced. It’s quite easy to find halal food, and for sure, there are some ladies wearing hijab just like me.

It’s also easy to find Indonesian spices for me to cook, either in the market or oriental stores. My husband loves Indonesian food!”

Having been in Den Haag for 5 months, Deny is now a housewife while taking Dutch language course.

“On the first day of Ramadan, I went to a store to buy a gift for a friend’s child. When I came to the cashier to pay, she smiled and said, ‘Fijne Ramadan!’ – which means ‘Happy Ramadan!’

I know it’s such a simple thing, but she really made my day. It was very heartwarming, being greeted by a total stranger in a middle of somewhat ‘nowhere’.

Insya Allah, I’ll be fine here. In Den Haag, with my husband, my home away from home.

Alhamdulillah.”

#RamadanInspiration
#MuslimahAroundTheWorld

Ketika tulisan tersebut saya share di FB, banyak yang berkomentar, bahkan dosen-dosen saya yang biasanya tidak pernah muncul, ikut berkomentar. Komentar positif tentunya. Berterimakasih juga buat Mbak Emi, karena dengan share tulisan tersebut saudara-saudara saya juga bisa mengetahui keadaan saya disini. Untuk siapapun yang usil suka bertanya ini itu, atau menuduh ini itu, akhirnya juga berkomentar dan tahu kalau saya disini baik-baik saja, bahagia bersama suami tercinta.

Setelah Annisaa, seminggu kemudian seorang teman dari grup whatsapp (teman-teman yang tinggal di Eropa) yang tinggal di Jerman, Beth (blog Beth ini isinya makanan semua, selalu lapar kalau baca :D), meminta saya menjadi narasumber tentang pengalaman berpuasa di Belanda untuk iNews TV, salah satu TV Nasional segmen berita jaringan MNC Group, pada acara berita siang jam 11.40 WIB. Ketika saya menyanggupi, Beth kemudian menghubungkan saya pada produsernya, Ibu Dewi Murtiningrum. Setelah beberapa kali komunikasi via Whatsapp, akhirnya saya setuju untuk Live via skype pada hari Rabu tanggal 8 Juli 2015. Persiapannya tidak terlalu banyak. Ibu Dewi memberikan saya beberapa poin daftar pertanyaan untuk dipelajari dan sehari sebelum hari H saya baru mencari jawabannya.

Hari Rabu sekitar jam 5.30 pagi waktu Den Haag, Ibu Dewi menelepon saya untuk bersiap-siap. Saya yang memang masih terlelap tidur jadi agak kebingungan karena belum mempersiapkan jilbab dan baju. Akhirnya dengan memakai bedak ala kadarnya serta memoles lipstik tipis, tetap memakai celana panjang tidur dan kaos merah asal nyamber serta jilbab merah yang memang saya pakai sehari sebelumnya, dengan persiapan secara terburu-buru akhirnya siap untuk tes skype. Setelah tes skype beres, Ibu Dewi mengabarkan kalau bagian saya dimajukan 10 menit. Dan inilah momen pertama dalam hidup muncul di TV Nasional dengan menggunakan skype, iNews TV secara Live. Walaupun wajah saya hanya muncul sesaat karena tiba-tiba webcam ngadat, lumayan ada cerita untuk dikenang sepanjang masa. Sebenarnya ini bukan pertama kali saya muncul di TV. Dulu ketika saya masih bekerja dibagian marketing, sering promosi produk kantor juga lewat TV, lokal maupun Nasional. Kalau dulu munculnya untuk memperkenalkan produk yang saya pegang dalam segmen talkshow, sekarang munculnya karena berbagi pengalaman dalam sebuah cerita disegmen berita. Sensasinya pasti beda. Inilah rekamannya :

Sebenarnya sehari sebelumnya saya sudah memberikan informasi ke Ibu untuk melihat saya, tapi karena ibu sedang ada didesa Bapak di Jember, tidak ada yang mempunyai saluran iNews TV karena rata-rata TV saudara-saudara menggunakan TV Kabel. Tapi sehari setelahnya saya memberikan link Youtube pada Beliau. Ibu langsung menelepon saya sambil tertawa dan kamipun membahas sampai satu jam lamanya. Kata Ibu “lumayan ya, meskipun belum bekerja lagi, kamu tetap bisa masuk TV.” Lalu seperti biasa, dalam hitungan jam berita itu sudah menyebar dikeluarga besar.

Begitulah cerita saya tentang berbagi pengalaman berpuasa selama di Belanda. Ada satu lagi sebenarnya untuk sebuah radio di Surabaya. Teman kuliah saya yang menghubungi 2 minggu lalu untuk berbagi cerita diradio tempat dia bekerja. Tapi karena masih belum tayang, nanti saja saya akan ceritakan kemudian.

Ibu menyebut saya seperti artis musiman. Laku keras kalau Ramadan saja. Lalu saya berkomentar, anggap saja berkah Ramadan. Suami lain lagi bercandanya “Untuk Ramadan tahun depan, harus atur jadwal supaya tidak bentrok. Saya mau jadi Manager kamu,” yang saya sambut dengan tertawa kencang.

-Den Haag, 14 Juli 2015-

Ramadan Pertama di Belanda

Bulan Ramadan ini adalah Ramadan pertama saya di Belanda. Sudah 21 hari terlewati, dimana sebagai perempuan saya tentu tidak penuh selama 21 hari tersebut. Saya baru berbagi cerita tentang pengalaman puasa menjelang penghabisan Ramadan karena ingin mengobservasi dahulu perubahan apa yang terjadi dari 14 jam lama waktu puasa di Indonesia menjadi 19 jam lama waktu puasa di Belanda. Sebenarnya saya tidak terlalu kaget karena sebelum Ramadan sudah mencoba latihan dengan melakukan beberapa puasa sunnah misalkan puasa senin kamis dan puasa daud tetapi pada saat itu masih belum memasuki musim panas dimana waktu siang lamanya tidak terlalu panjang. Dan puasa Ramadan kali ini tentu saja berbeda karena waktu dari subuh sampai maghrib berselang 19 jam dikarenakan memasuki musim panas.

Karena berbeda lamanya dengan Indonesia maka tantangannya juga berbeda. Kalau puasa di Surabaya atau Jakarta atau Situbondo atau Jember (ini empat kota yang memang jadi tempat tinggal selama di Indonesia) tantangan terberat adalah panasnya yang super dahsyat. Kenapa saya mengatakan demikian karena bukan hanya hawa panas tapi udara yang tidak segar. Jadi meskipun waktu berpuasa lebih pendek dibandingkan Belanda tapi saya merasa lebih nyaman berpuasa di Belanda meskipun beberapa waktu lalu panasnya sampai 38 derajat. Tetapi karena udaranya lebih segar jadi saya merasa lebih nyaman dibadan meskipun panasnya sudah menyerupai Surabaya.

Tantangan kedua adalah masalah waktu. Dengan jeda waktu berbuka sampai subuh yang hanya berselang 5 jam (Subuh sekitar jam 3 pagi dan Maghrib sekitar jam 10 malam) maka saya harus menyiasati bagaimana bisa melakukan aktifitas berbuka puasa, sholat Maghrib, Sholat Isya (waktu Isya sekitar jam 12 malam), Sholat Taraweh (kadang-kadang kalau masih ada waktu saya juga sempatkan sholat Tahajjud), sahur, dan Sholat subuh. Untuk tadarusan (baca Al Qur’an) saya lakukan setelah atau sebelum waktu sholat wajib lainnya. Awalnya sempat keteteran karena masih belum memahami ritmenya. Seiring berjalannya waktu, saya mulai bisa mengatur jadwalnya. Jadi jam 10 saya buka puasa minum air putih dan buah, kemudian sholat Maghrib. Setelahnya saya makan berat. Jam 11 malam saya usahakan untuk tidur, lebih tepatnya dipaksakan untuk tidur supaya badan disempatkan untuk istirahat. Jam 2 pagi bangun lalu sholat Isya lanjut taraweh. Kemudian saya sahur sambil menunggu waktu sholat Subuh. Sekitar jam 3.30 pagi saya tidur lagi lalu bangun jam 6 pagi. Kalau sedang ada jadwal sekolah, saya siap-siap untuk berangkat. Tapi kalau tidak sedang sekolah, saya bantu suami untuk menyiapkan keperluan dia ke kantor. Entah mengapa badan selalu selalu terbangun jam 6 pagi dan setelahnya tidak bisa tidur lagi sampai waktu tidur dimalam hari.  Begitulah cara pengaturan kegiatan saya.

Selang beberapa lama sebelum saya benar-benar mengetahui ritmenya, ada informasi dari seorang teman yang tinggal di Norwegia tentang fatwa dari Mekkah tentang puasa yang dilakukan dinegara dengan lama waktu siang lebih dari 18 jam. Jadi untuk kota yang latitudenya diatas 50 bisa mengikuti waktu puasa Mekkah dengan jam sholat yang sudah diperhitungkan dengan acuan pada Mekkah, lebih jelasnya bisa dilihat disini tentang pembagian waktu sholatnya. Karena ini adalah Fatwa yang artinya adalah pendapat dari orang (atau sekelompok orang) yang ahli terhadap suatu masalah, maka Fatwa ini sifatnya tidak mengikat. Jadi bagi mereka yang merasa kesusahan berpuasa lebih dari 18 jam karena alasan kesehatan atau merasa tidak khusyuk melaksanakan ibadah malam dengan waktu yang sangat terbatas atau karena alasan lainnya yang memang sifatnya personal antara satu orang dan yang lainnya, maka bisa dan diperbolehkan untuk mengikuti fatwa dari Mekkah tersebut. Tetapi harus diingat bahwa Fatwa tersebut tidak bisa disalahgunakan untuk kepentingan pribadi yang sifatnya hanya ingin berpuasa dalam waktu yang lebih pendek tanpa alasan yang logis. Namun kembali lagi, yang mengetahui mampu atau tidaknya hanya orang yang bersangkutan. Wallahu A’lam Bishawab. Informasi tentang Fatwa ini bisa dibaca lebih lengkap disini dan disini.

Jadi karena awalnya masih keteteran mengatur jadwal dan merasa tidak khusyuk untuk beribadah malam dengan waktu yang sangat pendek, dengan adanya informasi tentang Fatwa tersebut maka saya mengikuti puasa waktu Mekkah karena Den Haag latitudenya adalah 52 sehingga sudah memenuhi syarat. Jadi yang awalnya 19 jam waktu puasa, saya merubahnya menjadi 15 jam (jam 5.30 pagi waktu Subuh dan jam 8.30 malam waktu sholat Maghrib), mengikuti jam sholat yang sudah ditetapkan dengan mengikuti waktu Mekkah. Sambil jalan saya memantapkan hati untuk mencari informasi terkait supaya saya merasa lebih yakin. Tetapi selang beberapa hari saya memutuskan untuk kembali lagi mengikuti waktu puasa awal dengan mengikuti jadwal dari KBRI Den Haag. Saya memutuskan untuk kembali bepuasa dengan waktu awal karena pertama merasa belum cukup ilmu untuk mendalami tentang Fatwa tersebut dan kedua saya merasa masih mampu untuk puasa 19 jam. Kalau untuk mengatur jadwal ibadah malam, saya yakin pasti ada jalan keluarnya supaya ibadah lebih khusyuk. Jadi saya kembali berpuasa 19 jam karena secara pribadi, saya yang tidak memiliki cukup alasan kuat untuk mengikuti waktu Mekkah. Berpuasa memang bukan tentang berlomba lebih lama dalam waktu berpuasa, tetapi lebih kepada arti dari puasa itu sendiri yaitu menahan diri dari suatu perbuatan, misalnya menahan diri dari makan dan minum. Maksud dan tujuan puasa ialah menahan hawa nafsu dan meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah swt, serta menjaga diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat. Nah Fatwa sendiri dibuat dengan syarat dan kondisi tertentu seperti yang sudah saya sebutkan diatas sebagai jalan keluar supaya tetap bisa melakukan ibadah puasa.

Ramadan-mubarak-ikeethalal.nl_

Bagaimana dengan pengaturan makan? Secara keseluruhan tidak ada bedanya jenis makanan yang saya konsumsi ketika puasa di Indonesia maupun di Belanda. Sejak dulu kalau sahur saya tidak bisa makan jenis makanan yang kompleks. Untuk sahur saya makan buah dengan variasi maksimal 3 jenis buah dimana pisang wajib ada karena mengandung karbohidrat kompleks. Buah lainnya biasanya apel, pisang atau anggur atau buah lainnya. Saya merasa kalau sahur dengan buah kenyangnya awet lama dibandingkan makan nasi beserta lauk pauk lengkap. Ketika berbuka saya awali dengan minum air putih lalu makan kurma dan buah. Kemudian setelah sholat Maghrib saya baru makan sayuran segar (raw vegetables), nasi dan lauk (lauknya didominasi tahu dan tempe, sesekali ikan karena saya tidak makan daging dan ayam). Jadi yang wajib adalah buah dan sayur. Untuk pengaturan minum air putih, saya minumnya tidak sekaligus banyak dalam satu waktu tetapi sebotol demi sebotol namun bertahap. Alhamdulillah dengan pengaturan makan seperti itu badan tidak gampang lelah meskipun beraktifitas seharian misalkan sekolah ataupun mengerjakan pekerjaan lainnya dengan mondar mandir bersepeda atau jalan kaki atau naik kendaraan umum. Jadi selama Ramadan, kegiatan masih sama dengan sebelum berpuasa. Tidak ada bedanya. Sampai sekarang saya turun berat badan 2kg. Saya juga masih melakukan olahraga ringan seperti lari disore hari dengan waktu yang tidak terlalu lama.

Begitulah cerita saya (yang lumayan panjang) tentang pengalaman puasa pertama di Belanda. Dari pengaturan jadwal ibadah, perubahan waktu puasa yang berganti dari 19 jam ke 15 jam kembali lagi ke 19 jam, dan pengaturan makan dan asupan gizi yang masuk ketubuh. Dan saya merasa senang sekali puasa di Belanda. Seperti yang sudah saya sebutkan tadi karena udaranya lebih segar sehingga puasa menjadi tidak terasa meskipun ada saat saat tertentu panasnya lumayan nylekit. Pasti ada masa sulit misalnya saya kangen dengan suasana puasa bersama keluarga, kangen masakan ibu, kangen dengar suara tadarus di Masjid, kangen suasana berburu takjil dsb. Tapi ketika masa sulit itu datang saya selalu mengatakan dalam hati untuk menikmati saja setiap waktu dengan ikhlas dan riang gembira selama Ramadan ini. Toh hanya selama sebulan diantara 12 bulan dalam satu tahun. Jangan dibuat susah dan menggerutu. Satu lagi kenapa saya senang melalui Ramadan di Belanda yaitu, terbebas dari suara mercon yang selalu membuat kaget dan gemetar kalo tiba-tiba terdengar dimalam hari atau pagi buta.

Selamat melanjutkan sisa hari Ramadan buat yang melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Minggu depan sudah lebaran. Insya Allah kita dipertemukan lagi Ramadan yang akan datang dengan kualitas ibadah yang lebih baik.

Oh ya, kalau ada yang ingin tahu saya mudik apa tidak? Tidak, saya mau jalan-jalan sama Suami setelah lebaran. Sayang sudah jauh-jauh ke Eropa masak iya baru sebentar pulang lagi ke Indonesia.

-Den Haag, 8 Juli 2015-

Gefeliciteerd!

Hanya judulnya saja yang menggunakan Bahasa Belanda. Isinya tetap bahasa Indonesia 🙂 Jadi hari Senin 6 Juli 2015 adalah hari dimana suami tercinta, Mas Ewald lulus dari Universitas Leiden dengan gelar Master of Arts Majoring Ancient History. Akhirnya, setahun ini suami istri ini lulus semua kuliahnya.

 

I'm the proud wife. Can't be more proud of my Husband. Graduating in Master of Arts Majoring Ancient History Leiden University, The Netherlands ❤️
I’m the proud wife. Can’t be more proud of my Husband. Graduating in Master of Arts Majoring Ancient History Leiden University, The Netherlands ❤️

Sejak sebulan lalu, kami sudah merencanakan untuk merayakan kelulusan ini bersama seluruh keluarga besar. Dikarenakan sidang thesis harinya tidak jauh dari ulang tahun Suami yaitu 2 Juli, maka diputuskan untuk digabungkan saja perayaannya. Kami mengundang sekitar 20 orang yang terdiri dari seluruh keluarga dan teman-teman Mas Ewald. Lalu dia bertanya ke saya, mau mengundang teman Indonesia apa tidak. Saya menjawab tidak usah karena bulan puasa, teman saya puasa semua. Lalu dia teringat dengan Crystal dan mengusulkan untuk mengundang Crystal. Saya langsung mengiyakan mengingat Crystal juga tidak puasa dan mereka sebelumnya sudah pernah bertemu sewaktu Suami sedang bimbingan di Leiden. 

Makanan yang diminta oleh Suami adalah makanan Indonesia (saking cintanya dia sama makanan Indonesia) dan Mama mertua juga punya pesanan khusus yaitu Gado Gado. Karena sewaktu hari H saya harus mendampingi suami ujian, dan suami juga tidak mau saya terlalu repot didapur, akhirnya dia memesan Tumpeng Nasi Kuning, es cendol dan Gado Gado di katering yang memang sudah terkenal di Den Haag. Sedangkan saya hanya menyiapkan printilannya : memasak bakso, lumpia, dimsum, muffin, acar, memotong buah, menyediakan aneka minuman dan menggoreng krupuk.

  
Senangnya karena seluruh keluarga dan teman-teman Suami, termasuk Crystal puas dengan makanan yang kami sediakan. Kata mereka rasanya sangat enak. Awal sebelum memotong tumpeng, saya harus menjelaskan satu persatu jenis-jenis makanan itu. Jadi saya harus menjelaskan apa itu rendang, nasi kuning, urap, sambel tempe goreng. Giliran menjelaskan apa es Cendol, saya serahkan ke Crystal. Saya senang Crystal bisa datang, lumayan bisa ngobrol santai menggunakan Bahasa Indonesia.

Saya yang memang sedang puasa dan harus menunggu buka puasa sekitar jam 10 malam, mendapat pertanyaan seputar Ramadan dari keluarga. Mereka terkesima bagaimana bisa seseorang menahan lapar dan haus dalam kurun waktu 19 jam. 

Begitulah cerita menyenangkan dan menggembirakan hari senin ini. Acara selesai sekitar jam 10, tepat beberapa menit sebelum waktu berbuka. Sementara suami berbenah, saya meluruskan punggung dan selonjoran sambil berbuka puasa. Senang rasanya kalau kumpul seluruh keluarga. Rumah menjadi ramai karena setiap hari kami hanya berdua saja dirumah.

Selamat sekali lagi buat Suami Tercinta. Selamat Ulang Tahun dan Selamat Lulus!

-Den Haag, 6 Juli 2015-

Veteranendag 2015 and Night at the Park

Hari Sabtu minggu lalu, 27 Juni 2015, ada dua acara seru di Den Haag. Pertama adalah Veteranendag dan yang kedua adalah Night at the park. Acara yang kedua ini adalah konser beberapa grup band yang diadakan sejak jam 3 sore sampai jam 9 malam ditaman yang bernama Zuiderpark. Jadi saya dan suami sudah kelayapan sejak siang sampai tengah malam baru kembali kerumah.

Veteranendag 2015

Acara nasional di Belanda ini diselenggarkan setiap tahun sebagai bentuk apresiasi dan ucapan terima kasih kepada para Veteran yang berjumlah lebih dari 150.000 orang atas jasa mereka dimasa lalu dan sekarang, supaya setiap orang mengetahui apa yang telah mereka lakukan. Acara ini dimulai sejak pukul 9 pagi sampai pukul 5 sore di Gedung Parlemen (Binnenhof) dan di Malieveld. Acaranya sendiri terdiri dari atraksi pesawat, defile dengan rute sekitar pusat kota (defile veteran, motor besar, kendaraan bermotor besar, kuda, drumband militer), pertunjukan musik, dan makan minum.

Untuk saya yang baru pertama kali melihat Veteranendag ini, sangat antusias mengikuti acaranya meskipun tidak sejak pagi. Saya baru sampai di Malieveld sekitar jam setengah dua siang, sehingga sudah tertinggal bagian atraksi pesawat militernya. Bersyukurnya defile baru dimulai. Entah kenapa saya menjadi terharu melihat para Veteran ini. Mereka masih terlihat gagah, berjalan dengan penuh senyuman melambaikan tangan kepada para warga kota yang menyaksikan veteranendag ini. Saya seketika teringat dengan para veteran di Indonesia.

  

 


 

Sampai jumpa di Veteranendag tahun depan, 25 Juni 2016
Sampai jumpa di Veteranendag tahun depan, 25 Juni 2016
 

Ketika sedang asyik melihat defile dipinggir jalan, sambil jinjit dan menjulurkan leher karena saya tidak pada barisan pertama dan terhalang bapak yang ada didepan, ternyata bapak tersebut menoleh. Saya salah, ternyata seorang kakek. Beliau dengan ramahnya menyuruh saya untuk bergeser kedepan dan memberikan ruang disebelahnya. Kemudian Beliau berbicara dengan menggunakan beberapa kalimat bahasa Indonesia. Saya tentu saja terkejut. Saya kemudian mengajak berbicara Beliau dengan menggunakan Bahasa Belanda yang masih terpatah-patah, sementara Mas Ewald menguping dibelakang. Ternyata Beliau pernah ditugaskan di Indonesia tahun 1947-1950 di Jogjakarta, Sumatera, dan Jawa Timur. Beliau sudah berumur 89 tahun saat ini, tapi masih terlihat sangat sehat, hanya pendengaran yang mulai berkurang karena beberapa kali saya harus mengulang perkataan ataupun pertanyaan. Entah karena bahasa Belanda saya yang tidak jelas atau suasana yang agak berisik sehingga membuat semakin sulit Beliau untuk menangkap pembicaraan saya. Namanya Bapak De Winter. Beliau mengatakan suka tinggal di Indonesia karena sangat indah. Tidak berapa lama, Beliau pamitan karena merasa sudah capek berdiri. Sebelumnya saya meminta ijin untuk berfoto bersama dan mengatakan akan menaruh foto ini diblog. Beliau mengijinkan. Sebenarnya saya ingin lebih lama berbincang dengan Beliau sebagai saksi sejarah, penasaran saja sebenarnya apa yang terjadi pada tahun saat Beliau ada di Indonesia. Tidak menyangka saya bisa mengobrol dengan salah satu veteran dan beliau bisa menggunakan Bahasa Indonesia meskipun terpatah-patah. 

Bersama Bapak De Winter
Bersama Bapak De Winter
 

Tidak berapa lama setelah Bapak De Winter pergi, tiba-tiba datang beberapa polisi ingin membuka jalan dimana saya berdiri. Akhirnya kami mundur perlahan agar jalan menuju Malieveld terbuka. Ada beberapa anak kecil menanyakan apakah Raja Willem Alexander akan datang, Polisi menjawab tidak. Ternyata ada iringan tiga mobil yang datang mendekat. Mas Ewald tiba-tiba sudah heboh sendiri “Itu Raja datang, cepet difoto, difoto!” sementara saya hanya tercengang memandang mobil Raja yang melintas tepat didepan mata. Saya heran, Raja datang kok tidak ada kehebohan iring-iringan Polisi yang mengawal. Hanya tiga mobil saja. Membandingkan dengan Indonesia kalau ada Presiden datang pasti sudah heboh sana sini. 

Mobil Raja
Mobil Raja
 
Hanya bisa mengabadikan lambaian tangan saja
Hanya bisa mengabadikan lambaian tangan saja
 

Untuk mengetahui lebih lengkap tentang Veteranendag, bisa langsung klik websitenya. 

Ketika keluar dari Malieveld, saya melihat ada satu tenda yang mencari dukungan agar Papua Barat merdeka.

  

Night at the Park

Ini pertama kali saya melihat konser berbayar ditaman selama 5 bulan tinggal di Den Haag. Biasanya melihat pertunjukan musik secara gratis. Kami tertarik melihat Night at the Park karena ada Duran Duran dan UB40. Dua grup band tersebut legendaris sekali. Saya tumbuh dengan lagu-lagu mereka meskipun tidak bisa dibilang saya adalah fans mereka karena hanya mengetahui beberapa lagunya. Selain 2 band tersebut, pengisi acara yang lainnya adalah Splendid, ABBA Gold, K’S Choice dan De Dijk. Kami sampai di Zuiderpark, tempat berlangsungnya konser sekitar jam 6. Kami memang sengaja ingin lesehan, sehingga kami membawa tikar lipat. Karena memang konsepnya konser ditaman, maka banyak yang menggelar tikar dan duduk-duduk santai sambil rebahan. Mas Ewald sempat tidur juga. 

Leyeh-leyeh
Leyeh-leyeh
   

Jam 20:15 UB40 tampil. Tahu diri dengan kondisi tubuh yang mungil ini, maka tempat favorit saya tentu tidak jauh-jauh dari layar TV yang besar. Kalau saya memaksakan diri untuk mendekat ke panggung, yang ada justru tidak bisa melihat apapun karena tertutup dengan postur-postur yang aduhai tinggi menjulang. Jadi saya menikmati beberapa lagu UB40 seperti Red Red Wine, Kingston Town, I’ve got you Babe dekat dengan screen. Lagu-lagu mereka yang lain samar-samar lupa liriknya. Semua bergoyang Reggae menikmati alunan musik UB40. 

UB40
UB40
 

Setelahnya, sekitar jam 21:45 giliran Duran-Duran tampil. Teriakan riuh dari penonton mengiringi para personel Duran Duran yang satu persatu tampil keatas panggung. Disekitar saya penonton yang usianya sudah senior tetap semangat menggoyangkan badan dan bersama-sama menyanyikan lagu Rio, Ordinary World, A view to kill dan beberapa lagu lainnya. Yang membuat saya heran, para personelnya masih terlihat awet muda. Simon le Bon sebagai vokalis wajahnya ya masih begitu begitu saja, awet cakepnya. Night at the Park ditutup dengan pesta kembang api yang sangat meriah. Saya yang memang pencinta kembang api sangat senang melihat pertunjukan itu. Dari website resminya, disebutkan ada 50.000 orang yang datang pada Night at the Park tersebut.

Duran Duran
Duran Duran
 

   

Hari Sabtu yang menyenangkan.

 

-Den Haag, 30 Juni 2015-

Semua foto adalah koleksi pribadi

Japanese Garden – Den Haag

Beberapa waktu lalu saya dan suami mengunjungi Japanese Garden atau dalam bahasa Belanda disebut sebagai Japanse Tuin yang berada diantara Den Haag dan Wassenaar. Kami pergi kesana bersepeda karena jaraknya memang tidak terlalu jauh dari rumah, hanya 20 menit. Japanese Garden ini, yang merupakan menjadi bagian dari Clingendael Park, terbuka untuk umum dan masuknya tanpa dipungut biaya. Clingendael park sendiri terdiri dari beberapa taman, tetapi yang terkenal adalah Japanese Garden dan Taman Tua Belanda (Old Dutch Park).Meskipun Taman Jepang ini hanya buka dua kali dalam satu tahun yaitu pada musim semi dan musim gugur dengan waktu yang pendek, hal tersebut tidak menyurutkan pengunjung untuk pergi kesana. Terlihat tempat ini penuh serta ada beberapa pasang pengantin yang melakukan sesi pemotretan. Saya iseng menghitung, sekitar 7 pasang. Clingendael Park dan Japanese Garden memang indah dengan latar belakang bunga warna warni dan hamparan rumput yang hijau. Pada saat itu, cuaca juga mendukung, matahari sedang bersinar terang.

Menurut website pemerintah kota Den Haag sejarah berdirinya Japanese Garden ini adalah ketika Marguerite M. Baroness van Brienen (1871-1939) atau disebut juga Lady Daisy melakukan beberapa kali perjalanan ke Jepang. Ketika pulang ke Belanda, dia membawa beberapa benda khas jepang seperti lentera, pavilion, tong air, patung serta tanaman khas Jepang. Ini adalah satu-satunya Taman Jepang di Belanda sejak tahun 1910, karenanya memiliki nilai sejarah yang tinggi. Japanese Garden ini menjadi tanggungjawab pemerintah kota Den Haag.

Taman jepang ini berukuran kecil, namun penataan didalamnya rapi dan asri dengan pernak pernik khas jepang tentunya dan bunga warna warni  khas jepang juga sehingga ketika disana kita merasa benar-benar sedang berada di Jepang.

Untuk menuju Taman Jepang ini, sebelumnya melewati jalan setapak yang sisi kiri dan kanannya penuh dengan bunga berwarna warni.   

        

Suasana di Japanese Garden 

Jembatan favorit untuk sesi foto. Sampai harus mengantri untuk foto disini
Jembatan favorit untuk sesi foto. Sampai harus mengantri untuk foto disini
  

     

     

  

 

Clingendael Park 

  

         

Sedang sesi foto  ditengah hamparan bunga putih.  Rasanya pengen nebeng difoto juga :D
Sedang sesi foto ditengah hamparan bunga putih. Rasanya pengen nebeng difoto juga 😀
 

Menuju Clingendael Park ini bisa ditempuh juga menggunakan kendaraan umum yaitu bis nomer 18 dan 23.

Japanese Garden dapat dikunjungi pada :

Musim semi  : 25 April sampi 7 Juni 2015 Jam 09:00-20:00 dan

Musim gugur : 10-25 Oktober 2015 jam 10:00-16:00

Clingendael Park : Clingendael 12a, 2597 VH, The Hague

-Den Haag, 24 Juni 2015-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi-