Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi sambal adalah sambal /sam·bal /n makanan penyedap yg dibuat dari cabae, garam, dsb yg ditumbuk, dihaluskan, dsb, biasanya dimakan bersama nasi. Jenisnya pun bermacam. Ada Sambel terasi, bawang, mangga, kecap, kemiri dan lainnya. Saya termasuk penggila sambal. Tidak bisa makan enak kalo tidak didampingi dengan sambal yang super pedas. Saya juga suka bereksperimen membuat aneka jenis sambal. Akhir-akhir ini saya suka sekali membuat sambal matah. Gampang sekali bahannya : Cabe merah kecil, bawang merah, bawang putih, kencur, sereh, seledri. Semuanya dipotong kecil-kecil, dicampur jadi satu. Banyaknya sesuai selera. Bahannya semua mentah . Terakhir dikucuri jeruk nipis. Kalau mau bisa ditambah garam sesuai selera. Penampilan sambal matah jika disandingkan dengan ikan panggang seperti foto diatas. Super sedap *dipuji sendiri 😀
Lho kok jadi cerita resep sambal. Kembali lagi ke topik. Mas E sebelumnya pernah makan sambal di Den Haag, karena dia sering makan di restaurant-restaurant Indonesia yang banyak sekali disana. Tapi kalau makan sambal di tempat aslinya pasti akan beda sensasi. Dan level pedasnya disana pasti beda dengan Indonesia. Level aman, menurutnya. Awalnya saya tidak yakin dia akan suka yang namanya sambal, apalagi pedas. Tapi sewaktu pertama kali ke Indonesia saya membuatkan sambal terasi mentah super pedas, ternyata dia suka. Awalnya saya tanya “pedes banget ga?” lalu dijawab “nggak, biasa”. Beberapa saat kemudian baru kepedesan sampai hidung meler, keringetan, dan muka merah. Semakin dia meler-meler seperti itu, jiwa sadis dan penyiksa saya semakin terpuaskan *istrinya super sadis.
Kalau saya membuat sambal pedasnya tidak sesuai standar dia, suka diprotes. Sekarang level pedasnya sama dengan saya *asyiikk ada partner in crime. Intinya pengalaman pertama dia dengan sambal pedas bikin ketagihan. Tidak hanya sambal, semua makanan yang saya masak buat dia, harus ada unsur pedasnya. Sop, nasi goreng, apapun itu, harus ada cabe yang nongol. Dan anehnya, perut dia baik-baik saja. Tidak pernah sakit perut.
Beberapa masakan yang saya buat selama Mas E di Indonesia
Dan ini adalah makanan paling ekstrim yang pernah dimakan Mas E selama sebulan di Indonesia
Sebelum pulang ke Belanda, September lalu, dia sudah berpesan untuk dibelikan cobek dan ulekan. Katanya mau bikin sambel sendiri sebelum saya nyusul kesana. Ibu saya sampai terheran, ini kenapa ada bule kok lidahnya jawa. Akhirnya 2 hari sebelum pulang, ibu membelikan ulekan, cobek dan menggoreng terasi. Ada teman ibu yang baru pulang dari Lombok dan memberikan oleh-oleh terasi Lombok. Enak banget. Semuanya digoreng, kemudian dibungkus plastik rapat-rapat. Mas E minta diajari caranya membuat sambal. Walhasil H-1 adalah training langkah-langkah membuat sambal terasi. Saya juga mengajari caranya mengulek, bagaimana memegang ulekan, bahan-bahan apa saja yang perlu dicampurkan. Saya bilang sama dia, kalau bahannya tidak pakem, mau dimodifikasi ya silahkan. Antara terharu, lucu, bahagia ketika makan sambal hasil ulekan suami yang pertama kali.
Beberapa waktu setelah sampai di Belanda, suami mulai mempraktekkan membuat sambel terasi. Saya ceritakan ke Ibu, beliau tertawa senang. Menantu bulenya sudah mandiri membuat sambal. Dan sambal favorit suami adalah sambel terasi mentah. Oh iya, sambal yang dibuat dia selama ini sambel mentah semua karena dia memang tidak terlalu suka makanan yang digoreng.
Menikah itu seperti mencari ilmu. Perjalanan tiada akhir, dan selalu menemukan hal yang baru. Termasuk saya dan suami yang selalu senang mencoba sesuatu yang belum pernah kami coba atau lakukan sebelumnya. Selalu ada yang pertama dalam hidup, sekecil apapun itu. Nikmati, rasakan, dan bagikan jika dirasa berguna bagi orang lain. Dari secobek sambal, saya merasakan bagaimana Mas E sedang belajar untuk mencoba hal baru dalam hidupnya. Belajar mengerti kebiasaan disekitar saya, bahkan masyarakat Indonesia secara umumnya.
Sebulan sebelum menikah, saya bertanya ke Mas E apakah setelah menikah mau jalan-jalan atau mau langsung kembali ke Belanda. Ternyata Mas E mendapat cuti selama 5 minggu dari kantor. Wah, senang sekali! Dia maunya sebulan jalan-jalan dari Bali sampai Bandung. Dia mempercayakan semua pada saya untuk mengatur mekanismenya. Terserah mau dibuat ala backpacker apa ala koper. Karena saya tidak terbiasa jalan-jalan dengan budget mahal, akhirnya saya mengatur ala backpacker. Yang pada akhirnya nanti praktek dilapangan kombinasi antara keduanya. Rute bulan madu kami adalah : Bali-Jember-Surabaya-Jogjakarta-Solo-Semarang-Jepara-Karimunjawa-Jakarta-Bandung-Surabaya-Situbondo-Bromo dari tanggal 11 Agustus 2014 sampai 7 September 2014. Mas E ingin lebih mengenal Indonesia, termasuk mengenal budaya dan masyarakatnya. Jadi bulan madu ini ada misi khusus selain memperkenalkan tempat wisata juga memperkenalkan ragam kuliner Indonesia.
BALI
Mas E belum pernah ke Bali. Jadi dia sangat antusias pergi ke pulau Dewata. Sebelumnya Mas E sudah mencari info tempat-tempat mana saja yang ingin dikunjungi. Kami menggunakan jasa Wonderful Menjangan untuk mengatur rute perjalanan selama kami di Bali. Mereka sangat kooperatif dan fleksibel. Terima kasih Pak Rico yang menemani kami selama 4 hari 12-15 Agustus 2014. Tempat-tempat yang kami datangi tentu saja lokasi turis seperti Bedugul, Ubud, Tanah Lot, Sanur, Tampak Siring, GWK, Pantai Balangan, Kecak di Uluwatu, Jimbaran, Pantai Pendawa, Snorkeling satu hari di Pulau Menjangan.
Sangat direkomendasikan untuk mengeksplor keindahan bawah laut Pulau Menjangan yang merupakan wall diving terbaik di Bali. Taman laut dengan visibility yang baik dan kaya akan biota laut penuh warna. Mas E sangat senang snorkeling disini. Dia sangat terkagum-kagum dengan keindahan biota lautnya. Snorkeling di dua spot sampai musti diingatkan untuk mentas. Sepanjang perjalanan pulang perjalan kembali ke Denpasar yang memakan waktu sekitar 3 jam, tidak berhenti Mas E bercerita tentang keindahan bawah laut Pulau Menjangan. Suami senang, Istri bahagia 🙂
Dibawah ini beberapa foto dari beberapa tempat yang kami kunjungi :
Pantai Pandawa, Bali. Disini pengunjung diperbolehkan berenang karena ombak tidak tinggi. Banyak sekali wisatawan domestik
Sebelum saya lupa, saya akan berbagi pengalaman tentang segala seluk beluk Basis Inburgeringexamen atau MVV Examen atau ujian dasar kemasyarakatan di luar negeri. MVV Examen adalah ujian dasar bahasa Belanda dimana harus dilakukan bagi mereka yang ingin tinggal di Belanda lebih dari 90 hari. Saya ujian pada 28 Oktober 2014, maka saya mengikuti sistem ujian yang lama. Karena per tanggal 1 November 2014, sistem ujiannya sudah baru. Untuk lebih jelasnya tentang sistem ujian yang baru, silahkan ke Naar Nederland
Apa itu Basis Inburgeringexamen atau MVV Examen atau Ujian Dasar Kemasyarakatan di Luar Negeri?
Sejak 15 Maret 2006 sebagian dari pendatang baru yang ingin datang ke Belanda untuk jangka panjang (lebih dari 90 hari) dan memerlukan MVV (Machtiging tot Voorlopig Verblijf : Ijin tinggal sementara) harus mengikuti ujian dasar kemasyarakatan sebelum kedatangan ke Belanda. Ujian dasar kemasyarakatan adalah ujian yang menguji pengetahuan bahasa Belanda dan kehidupan kemasyarakatan Belanda. Ujian dilakukan dengan tata cara Belanda di kedutaan Belanda atau konsulat jenderal di negara asal atau di negara tempat menetap. Negara tempat menetap adalah negara dimana orang asing boleh tinggal lebih lama dari tiga bulan atas dasar izin tinggal. Ujian di lakukan dengan tata cara untuk tinggal di Belanda (Sumber : Website Kedutaan Belanda di Indonesia). Alasan tinggal di Belanda dalam waktu lama bisa bermacam-macam. Berobat, bekerja, mengikuti keluarga ataupun yang lainnya. Kalau saya, karena ingin mengikuti suami yang warga negara Belanda, maka sertifikat lulus MVV Examen nanti akan disertakan untuk pengajuan visa MVV yang diajukan di IND Belanda. Ujiannya sendiri dilaksanakan di Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Tes ini terdiri dari 3 bagian, dan ketiganya harus lulus. Salah satu saja tidak lulus, maka wajib mengulang. Jadi harus lulus ya bagi yang akan mengikuti ujian ini, karena jika tidak, maka harus mengulang, membayar lagi (mahal banget). Boros waktu dan tentu saja boros biaya.
Belajar Bahasa Belanda
Setelah suami datang ke Indonesia dan melamar pada Februari 2014, saya mulai mencari informasi tentang apa saja yang diperlukan untuk pindah ke Belanda (karena kesepakatan kami, saya yang akan pindah), selain informasi untuk mendaftarkan pernikahan tentunya. Ternyata salah satunya MVV Examen ini. Waktu itu saya mikirnya, wow saya musti belajar dari nol nih. Ga ngerti apa-apa saya tentang bahasa Belanda. Mencari informasi di internet tempat kursus bahasa Belanda di Surabaya, muncul satu nama : Caraka Mulya. Setelah saya telepon kesana, ternyata saya harus membeli paket buku Naar Nederland (seperti foto diatas). Buku tersebut dibelinya langsung dari Belanda, jadi Caraka Mulya tidak menyediakan. Akhirnya saya bilang sama Mas E. Dan dia langsung beli bukunya seharga sekitar 110 euro. Tapi sebelum kursus untuk MVV Examen, saya diwajibkan untuk Kursus dasar bahasa Belanda. Secara singkat, Kursus yang harus diikuti untuk persiapan MVV Examen sebanyak 30 kali pertemuan @1.5 jam. Kalau mau nambah lagi, silahkan itu dibicarakan kemudian dengan gurunya. Akhirnya buku Naar Nederland sampai bulan April awal, kemudian awal Mei saya ke Belanda selama 2 minggu untuk perkenalan dengan keluarga disana. Sepulangnya dari Belanda, yaitu Mei akhir saya mulai kursus bahasa Belanda dasar sebanyak 10 kali pertemuan. Guru saya waktu itu adalah Pak Mario dan Ibu Inge. Setelah kursus dasar ini selesai, saya tidak bisa langsung lanjut ke kursus persiapan MVV karena saya kejar tayang untuk seminar proposal tesis dan maju sidang. Jadi kursusnya ditunda.
Pada akhirnya sidang tesis tidak bisa dilaksanakan yang artinya kuliah saya molor, nambah 1 semester. Akhirnya saya lanjutkan lagi kursus persiapan pada awal Juli 2014. Kursus kali ini langsung saya lakukan di rumah Ibu Inge (dan Pak Mario, karena mereka Ibu dan Anak). Jadi privat tidak terikat lagi dengan Caraka Mulya. Kursus kali ini saya lakukan sebanyak 10 kali pertemuan. Pada akhir kursus, hasilnya masih belum memuaskan sehingga Ibu Inge memutuskan saya harus menambah 10 kali pertemuan lagi. Karena pada saat itu sudah dekat dengan hari pernikahan dan lebaran, maka kursus lebih lanjutnya ditunda lagi. Dengan harapan saya belajar mandiri supaya lebih bisa menguasai materi. Bulan Agustus menikah, dilanjutkan jalan-jalan sebulan dari Bali sampai Bandung, saya tidak belajar sama sekali. Kalau suami mengingatkan, ada saja alasan saya menolak untuk belajar. Maleslah, capeklah. Saya mikirnya, masak iya bulan madu musti belajar juga.
Setelah suami kembali ke Belanda awal September, saya langsung tancap gas belajar. Tidak hanya dari buku Naar Nederland saja, tapi dari beberapa sumber di Internet, sering nonton film di Youtube, sering mendengarkan percakapan dalam bahasa Belanda. Intinya saya tidak bergantung dengan buku yang sudah ada. Memperbanyak referensi untuk tambahan bahan belajar.
Pada dasarnya bahasa Belanda itu susah, apalagi untuk pelafalannya. Tetapi saya terbantukan dengan fakta bahwa bahasa Indonesia banyak memakai kata serapan dari bahasa Belanda. Jadi banyak kosakata yang mudah diingat. Misalkan rok, tas, jas, handdoek, klaar, dan banyak lagi. Tipsnya : banyak baca, banyak mendengarkan percakapan bahasa Belanda, banyak nonton film untuk melatih pendengaran, memperbanyak kosakata. Saya jarang belajar sama suami. Entah kenapa, bawaannya selalu ga PD. Padahal dia tidak pernah mentertawakan atau mengkritik. Justru selalu menyemangati bahwa saya bisa lulus ujian ini. Tetapi secara keseluruhan, belajar dengan partner sangat membantu.
Pendaftaran MVV Examen
Awalnya saya berencana mendaftar akhir September untuk ujian. Tapi pada tanggal 11 September Ibu Inge bilang kalau mau mengejar ujian dengan sistem lama (maksimal 31 Oktober, karena per 1 November 2014 sistem ujiannya menggunakan yang baru, dan konon lebih susah) saya harus segera mendaftar, karena sudah penuh sampai 14 Oktober. Wah, saya panik. Langsung saya minta tolong suami untuk segera mendaftar. Kamis malam suami mendaftar melalui IND (Immigratie- en Naturalisatiedienst / Dinas Imigrasi dan Naturalisasi). Jumat ada email konfirmasi tentang pembayaran. Biaya untuk ujian ini 350 euro. Mahal kan, makanya harus lulus. Suami langsung membayar dan kami menunggu konfirmasi berikutnya untuk membuat janji dengan Kedutaan. Senin sore ada email konfirmasi, saya langsung telepon ke Kedutaan Belanda. Ternyata waktu tercepat yang kosong untuk ujian 28 Oktober jam 14.00. Wah, lagi rame sekali rupanya. Akhirnya sepakat tanggal itu saya akan ujian. 1.5 bulan lagi dari waktu pembuatan janji. Ujian di Kedutaan ini seminggu ada 3 kali. Selasa, rabu, dan Kamis. Satu hari ada 2 kali, jam 12.00 dan 14.00.
Saat Penentuan. Tes di Kedutaan Belanda Jakarta
Saya berangkat dari Surabaya ke Jakarta hari Sabtu. Sengaja berangkat jauh hari untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, dan supaya punya waktu untuk mengulang materi ujian. Saya tinggal di tempat teman kuliah daerah Rasuna Said, tidak berapa jauh dari Kedutaan Belanda.Satu hari sebelum ujian saya tidak belajar. Sengaja supaya pikiran tidak terlalu capek. Saya datang satu jam sebelum waktu ujian. Terlalu antusias :). Ini juga penting datang tidak terlalu mepet waktu ujian supaya kita bisa mengenali lingkungan dan tidak diburu waktu. Yang perlu dibawa untuk ujian hanya Passport. Tas dan lain-lain akan ditinggal di loker yang sudah disediakan. Awalnya sebelum berangkat ujian tegang banget. Saya gangguin suami berkali-kali (padahal masih waktu tidur di Belanda), kirim sms ke Ibu berkali-kali untuk mendoakan saya, sampai Ibu jadi ikut-ikutan tegang dan berkali-kali telepon saya. Bahkan Pappa dan Mamma (Mertua) ikut-ikutan senewen dengan mengirim email berkali-kali. Tapi entah kenapa sejak sampai Kedutaan, saya menjadi tenang. Ada isyarat yang makin membuat saya tenang (saya tukang baca isyarat. Iseng sih, tapi terkadang benar). Saya menerima kunci loker nomer 26. Ada satu bagian ujian namanya TGN, bagian ini paling susah. Syarat lulusnya adalah skor minimal 26. Jadi menerima kunci loker 26 menjadi semacam isyarat buat saya kalau akan lulus.
Mengutip dari sini , Jadi yang namanya Inburgering Examen itu terdiri dari 3 bagian :
Part 1. Pengetahuan Kemasyarakatan Belanda (KNS – Kennis van de Nederlandse Samenleving)
Ini sih paling gampang karena di paket Naar Nederland sudah ada bahan disertai jawaban pula. Dari 100 bahan soal dari Fotoboek yang keluar cuma 30 soal acak. Pertanyaannya disertai foto. Mendingan jangan menghapal foto dan jawaban deh. Tips dari saya pahami pertanyaan dan jawabannya karena ada 100 foto yang harus dihapal dan beberapa foto ada yang mirip. Dari 30 soal itu minimal harus benar 70% atau 70 dari skor maksimum 100.
Part 2. Tes Berbicara Dutch (TGN – Toets Gesproken Nederlands)
Ini bagian paling susaahh karena kalimat-kalimat soal cepet banget dan yang ngomong orang Belanda asli melalui komputer. Tes ini dibagi lagi menjadi 5 bagian dan diawali dengan contoh soal dan jawaban. TGN terdiri dari :
Repeat the sentence or Nazeggen 14 sentences (mengulang kalimat)
Answer the questions or vragen 10 questions (menjawab pertanyaan)
Another repeat the sentence 14 sentences (mengulang kalimat kembali)
Opposite words or tegenstellingen 10 words (kebalikan kata, misal : hoog – laag)
Repeat the story or verhalen 2 stories (mengulang cerita)
Tips : jangan diam atau menjawab “Ik weet het niet” (saya tidak tahu) meski pun kamu tidak tahu jawabannya. Pokoknya jawab sebisa-bisanya. Saat mengulang kalimat kalau cuma bisa menangkap satu kata ya ucapkan satu kata itu supaya tetap ada skor. Begitu juga saat bagian mengulang cerita, di mana dalam satu paragraf itu kita mungkin hanya mengerti beberapa kata. Nah, dari beberapa kata itu kembangkan saja cerita sendiri yang penting jangan ada jeda hening karena kita diam. Ga gampang memang, makanya harus rajin menambah kosa kata dan pengucapan yang benar.
Tips tambahan : kalau benar-benar tidak mendengar apa yang diucapkan pada bagian ini, tetap tirukan intonasi dari native. Saya menerapkan itu. Tips ini juga saya dapat dari teman-teman yang pernah mengikuti ujian ini sebelumnya. Jadi selama belajar, selain saya belajar kosakata dan mendengarkan pelafalan dalam bahasa Belanda, saya juga belajar menirukan intonasi. Intinya tetap tenang, tidak usah panik. Sekalinya panik, bubar jalan deh. Karena ngomongnya cepet banget pada bagian ini.
Skor minimum untuk lulus adalah 26 dari maksimum skor 80. Ga tinggi kan jadi jangan panik yah…
Part 3. Tes Pemahaman dan Membaca Dutch (GBL – Geletterheid en Begrijpend Lezen)
Untuk GBL tingkat kesulitannya medium. Yang penting bisa membaca bahasa Belanda dengan baik maka pasti lulus. Untuk tes ini kamu akan mendapat lembar tes. Sekali lagi dengan petunjuk baik-baik ya. Jangan menjawab sebelum mendengar nada ‘peep’. Tes ini dibagi menjadi beberapa bagian :
Reading words (Woordrijen oplezen) – you will get 8 words in 4 lines
Reading the sentence (Zinnen oplezen) – there are 8 of short and long sentences to read
Read the short story/article(Teksten oplezen) – you will have to read aloud to the 2 printed story and 1 hand written text.
Completing the sentences (Zinnen oplezen en aanvullen) – 28 sentences to be fill the correct word that can be choose from 3 different choices.
Answer the questions from the story – there are 3 stories and each has 4 questions to answer. You do not have to read but speak only the correct answer after hearing the peep sound.
Skor minimum untuk lulus saya tidak tahu tapi skor maksimumnya adalah 35 (sempat diberitahu Pak David, tapi lupa). Jadi dapet skor 30 juga udah bagus banget.
Total waktu yang diperlukan dari awal sampai pembuatan sertifikat selesai sekitar 2 jam. Setelah perjuangan sejak bulan Mei sampai Oktober, belajar selama 5 bulan dengan mood yang naik turun, dan benar-benar belajar sungguh-sungguh 1.5 bulan menjelang ujian, akhirnya saya lulus dengan skor 100/53/34. Senang sekali nilai TGN saya tinggi, dan kalau di convert, saya mencapai level B1. Untuk pemula, level B1 termasuk tinggi, menurut penjelasan Pak David dan surat hasil ujian dilembar kedua. Jangan takut, banyak kok yang mendapatkan skor yang tinggi, lebih tinggi dari saya juga banyak. Jadi santai saja, bagi yang akan ujian, pasti bisa!. Terima kasih untuk Pak David, petugas Kedutaan, yang benar-benar membuat tenang dengan segala macam penjelasan selama ujian. Yiaaayyy!! Senang banget. Pengen lompat-lompat rasanya. Seperti pecah bisul, lega! *padahal ya ga pernah bisulan. Segala senewen Ibu, Suami dan Mertua langsung berganti senang. Setelah tes berakhir, saya diminta menunggu sebentar untuk pembuatan sertifikat. Dan Pak David memberitahu bahwa sertifikat yang asli saya simpan untuk keperluan pengambilan MVV visa di Jakarta kalau sudah turun suratnya. Sementara untuk memasukkan berkas di IND Belanda cukup scan dan kirim via email ke Suami.
Jadi bagi yang melihat dan memantau kalau menikah dengan pria WNA itu selalu enak, tolong dilihat lagi bagaimana perjuangan dibaliknya, atau behind the scenenya. Setelah ujian MVV ini selesai, kami masih harus menunggu visa MVV turun yang entah berapa lama waktu yang diperlukan. Jika beruntung, 2 minggu sudah turun. Jika tidak beruntung, bisa berbulan-bulan bahkan sampai setahun. Dan selama visa MVV belum turun, saya tidak diperbolehkan melakukan kunjungan ke Belanda. Tapi kalau mau keluar negeri lainnya masih bisa. Sekarang saatnya was-was tahap selanjutnya buat kami :). Berhenti sampai disini? oh tentu tidak. Setelah sampai Belanda, ujian bahasa Belanda tahap lanjut sudah menanti. Satu-satu dulu dijalani. Pada saatnya nanti, pasti akan terlewati. Ujian tidak perlu dihindari, tapi dihadapi ^^.
Bagi yang akan mengikuti ujian ini dengan sistem yang baru, saya ucapkan selamat ya. Semoga lulus dan berhasil.
Beberapa link online yang membantu saya belajar mandiri :
Belanda, sebuah negara dimana selama 7 tahun kebelakang saya ingin sekali pergi kesana. Awalnya saya tidak terlalu ambisi karena pada saat itu masih dimasa awal bekerja. Sibuk ini itu sebagai lulusan baru. Kemudian seorang teman menceritakan betapa dia ingin ke Belanda, melanjutkan kuliah disana, ingin berkelana ke Eropa. Saya pun jadi tertarik untuk menelusuri seperti apakah Belanda itu. Beberapa fakta yang saya cari saat itu sama seperti yang tertera pada gambar dibawah ini. Hanya saja saat itu saya mencari versi tahun 2007.
Karena latar belakang kuliah saya adalah Statistik, dan bidang kerja adalah Marketing Riset, maka yang perlu saya cari adalah universitas apa yang cocok untuk menampung saya disana, bidang riset apa saja yang bisa saya lakukan, dan bagaimana keilmuan saya bisa beradaptasi disana. Selain itu, karena saya penyuka sesuatu yang berhubungan dengan seni, maka informasi tentang kehidupan berkesenian menjadi sangat penting.
Singkat cerita, akhirnya saya mencari berbagai macam informasi tentang beasiswa ke Belanda. Beberapa kali tes TOEFL di Nesso, tapi selalu gagal, tidak memenuhi syarat minimal yang diajukan. Setiap tahun menghadiri pameran pendidikan di Belanda di Jakarta. Menjadi pengumpul sejati brosur-brosur dan gimmick universitas-universtitas disana. Tekad saya semakin bulat, saya harus kuliah di Belanda. Berkali-kali gagal tidak menyurutkan langkah. Tempelan kata-kata “2009 berangkat ke Belanda” “Ayok Semangat, Belanda menanti” “Bangun, raih Tulipmu. Raih Belanda” dan beberapa kata-kata motivasi lainnya menghiasi dinding kamar, buku agenda kerja sampai layar monitor computer.
Dengan kata-kata motivasi yang saya buat itu, mau tidak mau selalu teringat sampai alam bawah sadar. Tidak hanya di kamar, di buku catatan kerja juga saya tuliskan. Selain itu, ada satu buku yang menjadi penyemangat saya untuk tetap mewujudkan impian itu. Buku Negeri Van Oranje. Berisi tentang dinamika kehidupan mahasiswa S2 di Belanda asal Indonesia. Namun pada suatu saat dipekerjaan, saya dipromosikan dan deskripsi kerja semakin banyak. Saya diharuskan keluar kota dalam jangka waktu yang lama dengan frekuensi yang sering. Dan harapan untuk kuliah ke Belanda semakin jauh dari jangkauan karena kesibukan dan saya yang mulai patah semangat karena tidak kunjung lulus tes TOEFL. Tapi didalam hati kecil, saya selalu mengucap, suatu hari saya akan menginjakkan kaki di Eropa dan Belanda, entah kapan, entah dengan cara apa.
Ketika memutuskan berhenti kerja di Jakarta dan kembali untuk kuliah lagi di Teknik Industri ITS Surabaya pada tahun 2012, saya mulai cari-cari lagi beasiswa short course ke Belanda. Belum berhasil juga karena gagal dalam persyaratan. Malah saya lolos untuk double degree ke Taiwan, namun tidak saya ambil. Akhirnya kesibukan kuliah (kembali) menenggelamkan ambisi saya untuk ke Belanda.
Hingga pada saatnya tiba, saya menikah dengan seorang berkewarganegaraan Belanda. Pertemuan yang tidak diduga, singkat padat jelas kemudian kami menikah. Sebelum menikah, saya diminta ke Belanda oleh orangtua Mas E. Mereka ingin mengenal saya lebih dekat. Juga berkenalan dengan saudara-saudara disana. Sayangnya sewaktu Mei saya kesana tidak bisa dalam waktu yang lama karena sedang kejar tayang untuk seminar proposal tesis. Dan saat itulah pertama kali saya melihat dan memegang bunga Tulip secara nyata di Keukenhof, yang selama ini hanya ada di mimpi saya, melihat di majalah ataupun di media sosial lainnya. Saya terkagum-kagum dengan cara kerja Tuhan yang misterius. Dia selalu bekerja dengan cara yang tidak mampu kita pikirkan. Tidak pernah mengijinkan saya untuk ke Belanda dalam rangka kuliah, malah saya dipertemukan dengan suami asli Belanda dan dalam waktu dekat akan pindah kesana.
Yang selalu saya yakini adalah : Tuhan selalu memberikan yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Dia selalu tahu apa yang terbaik untuk kita. Memberikan disaat yang tepat, tidak kurang, tidak lebih. Tidak terlalu cepat, tidak terlambat. Kalau kita merasa Tuhan tidak mengabulkan doa kita, yakin saja bahwa doa kita sedang menunggu saat yang tepat dan dalam keadaan yang lebih baik dari apa yang kita minta. Tuhan itu Maha Segalanya.
Suatu ketika Mas E pernah berkata “Kalau kamu nanti susah dapat kerja di Belanda, lanjutkan saja kuliah di universitas impian kamu.” Dan memang, impian untuk kuliah itu masih saja tersimpan rapi dalam angan saya. Tuhan memberi lebih dari apa yang saya inginkan selama ini. Suami impian, dan harapan untuk kuliah di Belanda.
Lalu, apa impianmu yang terwujud seolah-olah itu adalah sebuah keajaiban?
Sudah lebih dari sebulan saya sedang “cuti” dari dunia per-Facebook-an. Awalnya karena saya memang sedang fokus untuk ujian bahasa Belanda. Ditambah lagi saya sedang dikejar-kejar dosen pembimbing pada saat itu karena sudah lebih dari 3 bulan tidak menghadap beliau untuk bimbingan. Pastinya saya tidak bimbingan, karena saya menikah, dilanjutkan jalan-jalan sebulan bersama Suami. Otomatis lupa dengan yang namanya Tesis.
Nah, atas nama ingin fokus, saya memutuskan untuk cuti dulu dari hingar bingar dunia Facebook (FB). Selain alasan (sok) serius diatas, saya juga punya alasan (sok) bijaksana. Saya introspeksi diri, sepertinya beberapa waktu kebelakang saya terlalu banyak “pamer” di FB. Merasa banyak hal yang saya posting hanya ingin memenuhi kebutuhan untuk memuaskan ego. Ego ingin diperhatikan maupun cari-cari perhatian. Seringnya yang saya lakukan adalah posting foto jalan-jalan maupun sedang makan dimana atau foto hasil masakan saya. Niatnya memang tulus ingin berbagi informasi tempat-tempat yang bagus untuk dikunjungi, tempat makan yang asik, ataupun berbagi resep masakan. Tapi lama-lama saya kok merasa terlalu berlebihan berbagi infonya. Merasa “kok aku kayaknya pamer gini ya.” Walaupun tidak bisa dipungkiri, dijaman sosial media yang mewabah ini, pamer adalah salah satu modus operandi yang tidak bisa terelakkan *modus operandi, kok kayak penjahat :D.
Alasan yang lain, saya merasa pertemanan di FB sudah tidak sehat lagi. Saya sering membaca status dari beberapa teman yang hawanya tidak positif. Mengeluh, menghujat si Anu, mengomentari si Itu, melontarkan sindiran, bahkan secara terang-terangan mengecam beberapa hal yang sebenarnya jauh dari jangkauan mereka. Jadi teringat beberapa waktu lalu saat Indonesia sedang heboh dengan pesta demokrasi. Saling serang antar pendukung, saling melontarkan status yang tak pantas, merasa (paling) benar sendiri, sampai saling unfriend karena ngotot sampai bertengkar di kolom komentar. Lha kalau sampai seperti itu mereka dapat apa sih. Hanya ingin melampiaskan nafsu semata. Saya yang memang apatis dengan dunia politik, hanya senyum-senyum gerah membaca perang status dan perang komentar. Sementara yang lain sedang berlomba-lomba dengan status dunia politiknya, saya konsisten pasang foto jalan-jalan dan makanan. Lha wong ga paham mau ngomong apa tentang politik. Setelah pesta demokrasi berlalu, beberapa orang tidak bisa move on. Tetap menjadi komentator utama dengan status sinis dan menjatuhkan terhadap pemerintahan sekarang. Ya wes lah ya, mau nuntut apalagi. Masak iya musti gegoleran di aspal, atau nangkring di menara sutet, atau nyemplung ke laut ketika jagoannya ga jadi Presiden.
Pada saat itu, saya sampai (ikut-ikutan) unfriend beberapa orang, karena merasa sudah tidak kuat lagi membaca status yang “menyesatkan”. Beberapa ada yang sampai mengirim email atau mengirim sms “kamu unfriend aku ya, kok ga ada lagi di daftar temenku.” Dan saya menjawab “Iya, aku mau hidupku tenang. Berteman dengan kamu didunia maya bikin jiwaku ga sehat.” Oh, bagi yang belum mengenal saya, jawaban saya memang sadis. Tapi bagi yang sudah tahu, mulut saya memang silet berjalan. Maksudnya saya tidak pintar berbasa-basi. Berbicara apa adanya. Tapi saya melakukan itu juga pilah pilih orang. Tidak pada semua orang saya melakukan hal tersebut. Sebagai orang yang berkecimpung di dunia Marketing, tentunya saya juga lihai untuk berbasa-basi. Intinya, fleksibel lah mulut silet saya. Sudah tahu kapan waktunya bekerja, kapan waktunya diam ^^. Ada yang sampai menelepon Ibu saya menanyakan kenapa saya tidak pernah muncul lagi di FB. Ketahuan kan sebelumnya saya terlalu aktif dan berlebihan di FB, sampai ngilang sebentar saja sudah dicari.
Nah, setelah beberapa waktu cuti dari FB, saya kok merasa lebih nyaman ya. Tidak tahu kenapa, hanya merasa nyaman saja. Tidak lagi harus membaca status-status negatif, tidak lagi harus membaca komentar yang saling menjelekkan, tidak lagi harus membaca status yang merasa benar sendiri, dengan menjelekkan yang tidak segolongan dan sebagainya. Dan lagi, waktu saya lebih produktif. Karena sebelumnya, saya bisa menghabiskan waktu yang lama kalau sudah main FB, beberapa kali sehari. Tentunya tidak semua teman-teman di FB saya yang auranya negatif. Lebih banyak yang menyenangkan kok. Terima kasih buat teman-teman yang tetap menjaga dan menyebarkan energi positif. Sekarang saya bisa memanfaatkan lebih banyak waktu untuk tesis dan mengurus kepindahan saya ke Belanda. Kalau begini, saya merasa ternyata memang perlu untuk mundur sejenak dari keramaian FB. Ya, mungkin memang saya yang salah memilih teman. Atau saya memang sedang jenuh dengan FB dan mencoba membuka arena “pamer” ditempat yang berbeda.
Lalu kemana saya sekarang? Saya kembali lagi menjadi anak (sok) gaul Twitter dan Instagram. Kalau twitter saya senang karena sarat informasi, dan komentar-komentarnya juga lucu-lucu. Selain itu, saya pernah menang kuis di twitter. Lumayan kan dapat hadiah. Kalau instagram, saya senang melihat foto-foto tempat dari seluruh dunia. Keindahan dan cerita dibaliknya. Juga foto-foto masakan. Jadi adem dan merasa termotivasi ingin ke tempat-tempat tersebut, atau mendapatkan inspirasi untuk membuat masakan tertentu. Dan beberapa kali ikut kuis juga di Instagram, tapi tidak menang *lho saya kok jadi semacam wanita pemburu kuis ya 😀
Dan yang terpenting adalah saya punya lebih banyak waktu untuk melakukan hal-hal positif. Ngurusin blog yang sudah dibuatkan Suami salah satunya, karena blog saya sebelumnya mati suri. Berkenalan dengan teman-teman diseluruh penjuru dunia lewat blog. Berbagi cerita, kisah suka, duka dan segala pernak pernik kehidupan. Atau mungkin ada yang mau menyebut saya sedang pamer cerita lewat blog. Iya, saya memang sedang membangun relasi pertemanan lewat “pamer” dengan cara yang berbeda. Membuka wacana saya tentang kehidupan diluar sana. Tidak hanya sekedar status “Haduh hujan nih ga bisa ngapa-ngapain” atau “Ya Tuhan, semoga hari ini semua berjalan lancar” <–mungkin Tuhan punya akun FB ya sampai berdoa pun di FB (semoga saya tidak pernah melakukan ini), atau status-status yang saling menjatuhkan karena merasa golongan mereka paling baik dan memandang orang-orang diluar mereka derajatnya lebih rendah. Atau yang setipe dengan saya, nyinyir.
Sudah tahu kan sekarang kemana kalau mau mencari saya? ^^
Segala sesuatu yang berlebihan itu (pada umumnya) tidak baik. Termasuk berlebihan di Facebook.
Tuan, aku melihatmu terpaku menatap bulir hujan yang perlahan luruh ke tanah aspal didepan kedai kopi. Sudah satu jam berlalu, bahkan kopimu pun sudah mulai membeku. Namun rahang kerasmu tetap termangu menatap rintik air yang menari riang, seolah ingin mengajakmu berdendang.
Tuan, aku duduk disudut ruang, hanya mampu menatapmu bimbang. Tanganku gelisah memainkan cangkir yang tak berisi apa – apa, pun air yang tak berwarna. Menggerakkan kaki dengan irama tak berarah, gelisah. Aku mencoba bertahan hanya untuk sekedar menatap lekuk indah wajahmu, ingin merasakan setiap hembusan hangat nafasmu, walaupun semua hanya dalam imajinasiku karena kita terpisah oleh rindu.
Tuan, biarkan aku menebak apa yang engkau pikirkan. Sebenarnya aku tidak pintar membaca isi kepala, namun aku sudah terlatih meraba isi hati, apalagi hatimu. Berhentilah berpura – pura karena kita tidak lagi di era mereka, gadis berkepang dua dan anak lelaki bercelana pipa, yang saling menyatakan cinta tanpa berani bertatap mata.
Tuan, jangan mengikat terlalu erat pada masa lalu. Nanti engkau merasa nyaman disitu dan tak mau beranjak menuju awal yang baru.
Tuan, aku bukan ingin menunggu. Aku hanya ingin mempersilahkanmu untuk menghampiriku dan melantunkan semua mimpi yang telah engkau susun dikepalamu. Meracaukan kastil asa yang kau bangun melalui lempengan doa.
Tuan, aku bukanlah cermin yang indah untukmu dan kau bukan pula cermin yang sempurna untukku. Kita hanyalah dua insan yang terperangkap bisu, saling bertumpu pada gerimis waktu.
Tuan, Tuhan tidak akan pernah menangkupkan tangan kita jika kau tidak berusaha untuk menelusupkan jemarimu diantara hangat kepalan tanganku, lalu menggenggam dan membawanya menelusuri ruang hatimu.
Tuan, aku tidak mau banyak bicara ataupun bertanya. Teriring doaku yang selalu menyelimutimu sampai saatnya nanti aku dan kamu bersatu.
Untukmu, yang selalu kusebut dengan, Tuan bersuara merdu.
“Bukan sebuah kebetulan bila kolonial Belanda mengintroduksi tanaman kopi ke bumi Nusantara. Tentu juga bukan sebuah kebetulan bila rakyat atau petani kecil mengikuti jejak kaum kolonial menanam kopi di pekarangan rumah ataupun di ladang-ladang mereka.”
-Secangkir Kopi Meracik Tradisi-
Minum kopi bukan sekedar kebiasaan bagi masyarakat Indonesia, bahkan sudah membudaya. Lihat saja, banyak sekali gerai minum kopi bertebaran di negeri ini. Dari kelas warung sampai kelas coffee shop. Minum kopi merupakan media bagi mereka yang ingin berkumpul dengan teman, kolega, maupun kerabat serta orang tersayang untuk saling menyapa, bahkan hanya sekedar ingin melepas lelah. Dalam secangkir kopi ada kehangatan diantara riuh tawa, ada keakraban dalam hangatnya sapa, serta ada cinta untuk mereka yang sedang larut dalam asmara. Secangkir kopi, bukan hanya sekedar pengisi waktu luang, melainkan sebuah ritual. Kopi, bisa menjadi sebuah candu. Namun kopi juga mampu menjadi pengobat rindu.
Lalu, apa hubungan tulisan saya ini dengan secangkir kopi? Saya akan bercerita dari awal. Blog bukanlah hal baru bagi saya. Beberapa kali pindah tempat. Tergusur di multiply, tidak sempat menyelamatkan tulisan, tapi beberapa sudah terdokumentasikan dengan baik. Lalu pindah ke blogspot dengan judul blog adalah Selimut Kedamaian. Isi dari blog saya ini hampir sebagian besar adalah puisi. Iya, saya senang sekali berpuisi. Saya selalu menikmati bermain dengan imajinasi dan kata-kata. Apalagi jika dalam keadaan tertekan atau suasana hati yang tidak nyaman, pasti lancar sekali jemari saya dalam bermain aksara. Maklumlah, pada masa itu saya sedang diusia yang resah gundah gulana. Jadilah blog saya ajang curhat tersamar lewat puisi. Maksud hati ingin bikin blog dengan isi yang damai-damai, karenanya selimut kedamaian menjadi judul blog saya. Realitanya malah curhat selipan
Suatu ketika, saya menerima email dari seseorang yang tidak saya kenal. Rupanya dia membaca blog saya dan menyukai beberapa puisi yang saya tulis disana. Dia meminta ijin untuk menyertakan satu puisi saya untuk antologi puisi yang akan dia buat dalam rangka amal. Jadi hasil penjualannya untuk amal. Tentu saja saya senang. Lumayan, numpang tenar 😀
Dan setelahnya ada beberapa tawaran untuk menulis cerita pendek di beberapa antologi. Semuanya berawal dari ngeblog dan Twitter sebagai perpanjangan tangannya. Kesenangan yang membuat banyak jalinan pertemanan.
Tapi setelah memutuskan kuliah lagi, dari yang awalnya mbak-mbak kantoran banyak waktu luang buat nulis, saya menjadi tidak produktif dalam menulis, apapun itu. Puisi, cerita pendek, ataupun hanya sekedar kisah sehari-hari. Waktu dan pikiran saya bener-benar tercurah dengan segala macam dinamika perkuliahan. Hobi menulis saya tersalurkan menjadi menulis tugas-tugas kuliah yang datangnya seperti rentetan peluru, bertubi-tubi. Walhasil selama 2 tahun belakang saya benar-benar vakum.
Nah, sekarang saya punya blog baru. Dibuatkan sama suami. Biar saya rajin nulis lagi katanya. Dia membuat blog ini buat kami berdua. Jadi kalau sesekali ada postingan dalam bahasa Belanda atau bahasa Inggris, berarti dia yang lagi posting. Kecuali saya lagi kesurupan, trus lancar nulis dalam 2 bahasa tersebut.
Cita-cita mulia saya adalah blog ini bisa menjadi seperti secangkir kopi. Mampu membuat orang-orang yang membacanya merasa hangat, senang, gembira ataupun segala macam rasa menjadi satu. Membuat saya mempunyai banyak teman baru dan saling bertukar cerita.
Jadi, mari seruput secangkir kopi, dan duduk bersama disini ^^
Saya dan suami bukan penikmat kopi. Saya air putih mania, dan suami penikmat teh dan rempah-rempah yang setia. Tapi saya menyukai aroma kopi
Travelling through Indonesia in August-September 2014 we shot over 2000 images. So that needs some time to collect the most interesting ones. Today here are our pictures from visiting the Sacred Monkey Forest of Ubud, Bali.
On August 9th 2014 we tied the knot. It was a beautiful day for us that we will always remember with a lovely memory. Images from the wedding day are now online! Soon they will be followed by the images of our honeymoon.
Mas E terlalu senang karena pada akhirnya kami bertemu kembali setelah berpisah 3 bulan. Foto ini diambil H-5 menjelang hari Pernikahan. Tidak apa-apa lah sesekali nampang meskipun dengan pose apa adanya 🙂