Science Centre di Delft

Minggu lalu cuaca lumayan “terik” dibandingkan minggu ini. Kenapa teriknya pakai tanda petik? Ya meskipun matahari bersinar nyentrong selama 5 hari, tapi angin dan dinginnya tak tahan aduhai membuat harus memakai jaket tebal. Maklum suhu sudah dikisaran 14 derajat celcius ke bawah. Tapi dengan adanya sisa-sisa matahari yang nongol, jadwal ke luar rumah harus dimaksimalkan karena tidak tahu kapan matahari akan nongol lagi.

Hari Rabu kami nongkrong di Delft. Matahari sedang bergembira sampai obral sinarnya sehingga kami bisa duduk leyeh-leyeh depan gereja sambil menikmati bekal dari rumah dan bersenda gurau. Oh ya, Delft ini adalah salah satu kota favorit saya selain Den Haag. Saya langsung jatuh cinta saat pertama kali ke sini tahun 2014. Suasana di Delft itu Cozy dengan bangunan-bangunannya yang masih mempunyai ciri khas bangunan tua tapi terawat dengan baik. Banyak turis datang ke sini tapi tidak sehiruk pikuk Amsterdam ataupun Den Haag. Kalau Den Haag sebenarnya juga tidak terlalu banyak turis, tapi memang penduduknya yang banyak. Kalau berkesempatan ke Belanda, silahkan mampir ke Delft dan rasakan perbedaannya dengan Amsterdam.

Delft saat cuaca cerah
Delft saat cuaca cerah

Hari kamis, makbedundug saya menerima pesan dari mahasiswa PhD sekaligus tempat belajar saya dalam dunia nak kanak children. Maureen sering membagikan ilmu dan pengalamannya  di blog dalam menyelami dunia anak-anak sebagai seorang Ibu maupun sebagai akademisi dan praktisi di bidang tersebut. Oh jangan salah, meskipun namanya nampak “barat”, medoknya Sorbeje asli. Saya pertama kali ketemu awal tahun ini sewaktu ada acara di rumah kami. Kenal lewat blog, twitter dan WhatsApp sudah lama. Ya beberapa tahun ini maksudnya.

Jadi, maksud dia kirim pesan ke saya, mengajak ketemuan di Delft mumpung cuaca masih cerah. Dia dan Stan -putranya- pengen ke Science Centre – museum science untuk anak-anak. Saya langsung cek jadwal dengan suami, hari sabtu kami tidak ada acara jadi saya langsung mengiyakan ajakannya. Sudah lama juga sebenarnya saya ingin ke museum ini tapi masih belum ketemu waktu yang pas. Saya langsung menghubungi Yayang mau mengajak juga siapa tahu Cinta Cahaya belum pernah ke sini. Sayang karena terlalu mendadak, Yayang yang bekerja pada hari sabtu tidak bisa bergabung dengan kami. Mudah-mudahan bulan depan bisa ketemu ya Yang!

Awalnya suami tidak mau ikut. Tapi entah kenapa saat makan siang tiba-tiba dia mengutarakan keinginannya untuk ikut. Ya tentu saja saya senang. Sekalian rame-rame. Rencananya saya akan berangkat naik bis. Tetapi karena dia ingin ikut, maka akhirnya kami naik sepeda. Jarak Science Centre dari rumah kami tidak terlalu jauh, hanya 20 menit jika naik sepeda. Jam 3 sore kami sudah tiba di sana. Tahu tidak, saya itu selalu berdebar-debar kalau melihat tulisan TU Delft dan ketika berada dalam area kampus ini. Maklum ya, memang sudah impian dan cita-cita saya sejak dahulu kala bisa kuliah di tempat ini. Jadi jangan bosan-bosan ketika membaca tulisan saya yang selalu mengungkapkan bahwa TU Delft adalah kampus impian. Mudah-mudahan suatu saat saya bisa kuliah di sini. Kalau tidak sampai PhD seperti Maureen, ya paling tidak bisa mencicipi program masternya.

Ruang depan Science Centre TU Delft
Ruang depan Science Centre TU Delft
Ruang tunggu. Berasa anak kuliahan lagi nongkrong sewaktu duduk di sini *ngayal jangan nanggung2
Ruang tunggu. Berasa anak kuliahan lagi nongkrong sewaktu duduk di sini *ngayal jangan nanggung2

Masuk ruang tunggunya saja langsung berasa sekali aura tekniknya. Jadi Science centre ini memang museum yang ditujukan untuk dikunjungi oleh anak-anak. Tiga tema dari tempat ini adalah Sains, Desain, dan Teknik. Science centre merupakan tempat semua alat atau bahan penelitian yang sudah dan sedang dilakukan oleh TU Delft. Jadi kita bisa menikmati hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh mahasiswa maupun para peneliti. Tiket masuknya jika mempunyai museumkaart, gratis. Jika tidak mempunyai, untuk anak berumur dibawah 7 tahun gratis, umur 7-17 tahun harga tiketnya €4, diatas 18 tahun €7, dan untuk seluruh keluarga maksimal 4 orang €17.5.  Tentang Science centre, lebih lengkapnya bisa dibaca di sini.

Tertera di keterangan, ini permainannya agak rumit. Minimal butuh waktu 20 menit. Kata Maureen "duh, hidup sehari2 sudah serus masa iya main pun musti serius. Pening"
Tertera di keterangan, ini permainannya agak rumit. Minimal butuh waktu 20 menit. Kata Maureen “duh, hidup sehari2 sudah serius masa iya main pun musti serius. Pening”
Disetiap ruangannya, enath di lantai, tembok ataupun langit-langitnya selalu bertebaran rumus-rumus. Mengingatkan saya akan masa lalu yang tertimbun rumus-rumus
Disetiap ruangannya, entah di lantai, tembok ataupun langit-langitnya selalu bertebaran rumus-rumus. Mengingatkan saya akan masa lalu yang tertimbun rumus-rumus

Beberapa alat peraganya bisa dimainkan. Misalkan main simulasi mobil atau bola yang jatuh dari langit-langit atau simulasi angin. Di beberapa ruangan juga banyak yang bisa dicoba untuk dimainkan.

Ini ruangan utamanya
Ini ruangan utamanya
Ruangan utama
Ruangan utama
Sampai langit-langit pun ada rumusnya
Sampai langit-langit pun ada rumusnya

Kalau ke sini bukan hanya bisa berkeliling di ruangan-ruangannya saja, tapi juga bisa mengikuti workshop yang diadakan dengan jadwal yang ada pada websitenya. Selain itu, jika ada yang ingin merayakan ulangtahun, juga bisa jauh hari menghubungi pihak Science centre sehingga acara ulangtahunnya bisa dirayakan di tempat ini. Kalau ingin mengikuti tour, bisa juga. Banyak kegiatan yang bisa dilakukan di sini. Oh iya, di halaman belakang, ada taman bermain juga. Sayang saya tidak bisa mengambil foto karena banyak anak yang sedang bermain di sini.

Tak terasa satu jam lebih kami berasa di sini. Senang rasanya berkeliling, melihat dan menjajal alat peraga yang ada. Saya dan Maureen juga sempat berbincang di taman belakang. Meskipun sak nyuk an ketemu tapi obrolan kami mendalam. Senang juga bisa berbagi cerita dengan Stan. Anak pintar dan supel. Stan ini bisa berbicara 4 bahasa lho. Jepang, Inggris, Belanda, dan Indonesia tentu saja. Jawa juga kalau mau dimasukkan. Sehat selalu ya Stan!

Kami lalu melanjutkan perjalanan ke Pusat Delft. Kalau hari sabtu ada pasar, jadi seru bisa berkeliling sambil melihat-lihat pasar. Tidak berapa lama karena haus, akhirnya kami nongkrong.

Camilan nongkrong kami. Saya di mana-mana memang selalu pesannya susu coklat haha *sebelum ada yang nanya
Camilan nongkrong kami. Saya di mana-mana memang selalu pesannya susu coklat haha *sebelum ada yang nanya

Itu yang dipiring adalah Tortilla disiram keju dan saus tomat ditambahi Jalapeno. Terus terang saya tidak terlalu suka. Jadi saya makan sedikit saja. Andaikan bisa makan bakso ya *yak ngayal episode kesekian pun dimulai.

Setelah sekitar 30 menit menikmati sisa sore, kami memutuskan pulang tapi mampir dulu ke toko buku. Sempat ketemu lagi dengan Maureen dan Stan yang sedang berjemur di depan Gereja sambil makan kentang goreng. Tot volgende keer Maureen en Stan!

Kesan saya tentang Science centre, seru! Tapi kata suami, biasa saja. Ya beda selera. Yang penting ada yang senang bisa menikmati dan bersenang-senang di sana.

Saat menulis ini, di luar matahari sedang gonjreng dan langitpun biru menawan. Kami sedang bersiap jalan-jalan ke danau.

-Nootdorp, 3 Oktober 2018-

 

Cerita Kumpul Teman

Enak juga ya 1.5 bulan tidak menulis blog, BW juga sesempatnya, rasanya luar biasa 😁 Sebenarnya banyak yang ingin ditulis, mudah-mudahan lain waktu bisa menuliskan cerita yang selama ini tertunda. Sekarang saya mau bercerita keseruan yang baru saja terjadi. Lumayan ditulis di sini jadi kapan-kapan kalau baca lagi bisa senyum-senyum sendiri.

Sebulan lalu, kami mengirimkan undangan ke beberapa teman saya untuk datang ke rumah karena saya dan suami akan menyelenggarakan sebuah acara. Kalau di sini memang untuk mengundang harus jauh-jauh hari dan konfirmasi bisa atau tidaknya maksimal 7 hari sebelum acara. Enak sih kalau begini, jadi bisa tahu berapa orang yang datang sehingga bisa mempersiapkan khususnya berapa banyak makanan yg harus disediakan si pengundang. Saya bersyukur dari sekian yang kami undang, hanya satu yang tidak bisa datang. Ini memang undangan khusus untuk teman-teman saya dan hampir semuanya bersuamikan orang Belanda. Jadi yang akan datang separuh dari Indonesia dan separuh Belanda. Ada juga yang membawa anak-anak. Jadi saya harus memikirkan menu yang cocok untuk lidah orang Indonesia (sebagian besar teman-teman saya yang datang asalnya dari Jawa Timur), lidah orang Belanda juga bisa dinikmati untuk anak-anak. Saya menyusun menu, berdiskusi dengan suami, lalu menyiapkan menu plan B. Kenapa harus dipersiapkan menu plan B? Ya jaga-jaga kalau ditengah jalan saya tiba-tiba males masak haha saya ini memang masaknya berdasarkan mood. Makanya harus ada rencana cadangan.

Seminggu sebelum acara, badan saya terasa tidak nyaman. Saya sudah pesimis apakah bisa memasak sendiri nantinya. Lalu suami bilang, “gampang kalau kamu ga kuat masak, kita pesan saja katering.” Saya lumayan tenang sih begitu suami ada jalan keluar seperti itu. Tapi idealisme saya keluar, harusnya saya bisa masak sendiri karena saya sudah niat akan menjamu teman-teman yang datang. Saya berharap badan saya lebih enakan menjelang hari H sehingga bisa masak. Hari Rabu saya pergi ke pasar. Ini pergi ke pasar pertama kali sejak 2 bulan lalu. Beberapa langganan menanyakan kemana saja saya kok lama ga terlihat ke pasar. Wah, terharu jadinya sampai diingat sama mereka. Saya sampai dikasih bonus belimbing wuluh waktu beli cabe rawit. Trus pas beli ikan, biasanya kalau saya belinya sedikit oleh penjualnya tidak ditawari untuk sekalian dibersihkan. Tapi kemarin itu tanpa bilang, ikannya langsung dibersihkan padahal saya beli tidak banyak. Berkah lama tidak ke pasar 😁

Singkat cerita, saya masaknya mencicil tiap hari, sekuat badan saya saja. Karena sudah ada plan B, jadi saya tidak ngoyo. Kalau capek ya tiduran, selonjoran atau jalan kaki ke danau dekat rumah. Kalau sudah kuat ya masak lagi. Karena masaknya dicicil, akhirnya tidak terasa pas hari Sabtu sewaktu acara berlangsung masakan sudah siap. Tinggal yang belum siap saja yang harus dimasak. Meskipun kompor 4 nyala semua dan harus konsentrasi tinggi jangan sampai ada yang gosong, sebelum jam 12 siang masakan sudah siap semua. Acara mulai jam 14.30. Jadi Sabtu pagi hari saya mulai dengan menusuk daging ayam yang sudah saya potong seukuran sate dan saya rendam dengan bumbu malam sebelumnya lalu taruh di kulkas. Paginya tinggal tusuk lalu saya sambi dengan membakar. Setelah sekitar 70 tusuk sate selesai, saya lanjutkan dengan mengisi lumpia disambi dengan bolak balik mengecek bakaran sate. Setelah mengisi lumpia selesai, saya menyalakan kompor sebelah panggangan sate untuk menggoreng lumpia, tahu tempe dan hati rempelo. Lalu kompor depannya menyala juga untuk membuat kuah bakso dan kompor sebelahnya menyala juga untuk merebus mie dan bihun untuk bakso juga merebus sayuran untuk urap-urap. Jadi 4 kompor nyala semua, makanya butuh konsentrasi tinggi biar salah satunya ga ada yang gosong. 

Malam sebelumnya saya membuat cendol, tapi ternyata gagal. Akhirnya membuat cendol nangka harus dicoret dari menu. Niat membuat brownies juga terpaksa diurungkan karena badan saya sudah tidak sanggup. Suami tugasnya membersihkan seisi rumah dari menyapu sampai mengepel, menata kursi, menyiapkan meja, membersihkan taman depan belakang, menyiapkan kursi-kursi dan meja di taman belakang karena cuaca cerah (tapi dingin semriwing) jadi nanti yang datang bisa makan dan bercengkerama di taman belakang. 

Jadi ini menu yang saya masak untuk acara Sabtu kemarin : Bakso isinya bakso daging, bakso ikan, bakso tahu goreng dan tahu putih dan balungan. Baksonya saya buat sendiri kecuali yang bakso ikan. Saya tempatkan baksonya di panci seperti abang bakso di Indonesia. Saya beli di orang Indonesia yang jualan di sini. Sebenarnya ada sarangannya di atasnya, ya seperti dandang bakso di gerobak itu. Tapi saya malas menata isi baksonya di sarangan, akhirnya sarangannya saya lepas haha. Beberapa teman saya kaget saya punya dandang bakso, dipikir saya mau buka katering bakso. Ya siapa tahu 😁 Menu bakso ini saya lengkapi dengan pendampingnya seperti bihun, mie, lontong, sawi, jeruk nipis, kecap, saus, dan saus sambel. Maunya saya bikin pangsit juga tapi ku tak sanggup buatnya.

Menu Bakso
Menu Bakso

Menu selanjutnya lumpia isi wortel, rebung dan tahu. Saya buat ala lumpia Semarang. Tidak sempat saya foto lumpianya. Lalu saya buat pepes ikan lengkap dengan belimbing wuluh dan kemangi plus daun pisang. Ini juga lupa saya foto. Saya buat sepuluh bungkus, satu bungkusnya isi dua ikan. Sengaja masak banyak supaya bisa dibawa pulang teman-teman. Lalu saya buat sate ayam, bebek goreng ala Surabaya, urap urap, gorengan tahu tempe hati dan rempelo, sambel teri, nasi, lontong, acar, buat bawang goreng, sambel bakso dan sambel bebek.

Sate dan beberapa pendamping bakso
Sate dan beberapa pendamping bakso
Gorengan tahu tempe hati rempelo, beberapa sambel, bumbu sate, bebek dan urap, tak lupa kerupuk
Gorengan tahu tempe hati rempelo, beberapa sambel, bumbu sate, bebek dan urap, tak lupa kerupuk
 

Lalu suami menyiapkan minuman semacam infused water ditaruh Jar. Ini lupa saya foto juga. Jarnya seperti foto di bawah diisi air lalu potongan Strawberry, lemon dan daun mint lalu diisi es batu. Enak juga rasanya dan segar. Selain itu juga ada minuman lainnya, tidak ketinggalan teh kotak (ini primadonanya).


Begitu teman-teman saya beserta suaminya datang (ada beberapa yang suaminya tidak bisa datang karena bekerja), wah suasana langsung riuh. Maklum saja ya kalau orang Jawa Timur ngumpul (teman-teman saya ini kebanyakan dari Surabaya), biasanya langsung rame, yang ada tertawa tanpa berhenti saling berebut ngobrol satu sama lain. Sementara para suami ngumpul sendiri tapi lama lama juga antara kami bisa saling ngumpul satu sama lain. Badan nyaris rontok karena beberapa hari mencicil memasak, rasanya hilang begitu mereka makan dan berkali-kali nambah bahkan teman-teman saya makan tanpa sendok langsung muluk. Karena cuaca cerah, mereka makan di taman belakang di meja dan kursi-kursi yang sudah ditata. Orang-orang Belanda juga suka dengan masakan yang saya sajikan, bahkan saya terkejut mereka juga doyan bebek dan jeroan karena setahu saya orang Belanda tidak suka jeroaan. Apalagi yang bakso, bersyukur semua cocok dengan rasanya sampai semua nambah berkali-kali dan bilang “Heerlijk, Deny. Heerlijk!” Artinya enak sekali. Wah saya senang sekali, capek langsung hilang. Niatnya masak dengan porsi lebih supaya masih ada lebih makanan sehingga teman-teman bisa bungkus bawa pulang. Ternyata makanan yang lebih juga tidak terlalu banyak bahkan bebeknya tinggal sedikit. Saya bilang ke mereka untuk membungkus apapun yang ingin dibungkus karena saya tidak mau menyimpan di kulkas. Bersyukur mereka bungkus semua sampai baksonya tinggal sedikit kuahnya. Saya senang karena tidak harus menyimpan di kulkas, mereka juga senang karena bisa bawa makanan pulang. Oh iya, ada teman yang bawa ote ote, dia ini spesialis pembuat ote ote, rasanya juara! Ada juga teman yang membawa carrot cake, wuiihh ini juga rasanya enaakk.

Acara kemarin adalah acara pertama yang saya buat untuk teman-teman Indonesia yang saya kenal baik selama di Belanda, yang datang 15 orang dewasa dan sukses. Setiap orang bisa ngobrol sepuasnya satu sama lain, makan sepuasnya, tertawa sepuasnya, tidak ada grup grupan benar-benar bisa berbaur dan tidak ada yang canggung padahal banyak yang baru pertama kali kenal, rasanya seperti teman lama. Rasa senangnya masih terbawa sampai saat saya menulis ini. Yang penting setiap orang benar-benar menikmati dan membawa kesan baik di acara kemarin. Pulang ke rumah dengan hati riang. Itu yang kami harapkan. Hari minggunya saya menulis pesan ke masing-masing orang ucapan terima kasih atas kesenangan di acara kemaren. Mereka juga senang dan ditutup dengan “masakanmu enak banget lho, suamiku nambah sampai begah perutnya nambah terus. Kamu pintar masak, sana buka restoran saja.” Haha Amiiinn.

Het was een erg gezellige dag! Tot volgende keer!

-Nootdorp, 7 Mei 2017-

Hubungan Antara Saya, Sejarah, dan Museum

Saya tidak ingat kapan pertama kali mengenal museum. Mungkin saat kami sekeluarga jalan-jalan ke Jakarta sewaktu saya masih kecil (sekitar umur 7 tahun kayaknya). Bapak dan ibu sering mengajak anak-anaknya jalan-jalan ke Jakarta karena memang banyak keluarga Ibu yang tinggal di sana. Beberapa museum yang kami kunjungi waktu itu ya seputar museum yang di Monas, Lubang Buaya (ini museum kan ya), beberapa museum yang ada di TMII (termasuk museumnya Ibu Tien). Seingat saya hanya itu. Ingatan saya tentang museum yang dikunjungi waktu kecil tidak terlalu bagus. Membosankan, menakutkan, dan membuat saya sedih. Apalagi waktu ke Lubang Buaya, entah kenapa saya selalu ketakutan sekaligus sedih ketika di sana, tapi ya entah kenapa juga tetap berkali-kali mau diajak ke sana lagi. Nah, karena pengalaman masa kecil yang tidak terlalu bagus dengan museum, akhirnya saya tumbuh menjadi orang yang tidak suka kalau ada yang mengajak ke museum. Saya takut terbawa sedih karena saya memang mikiran orangnya. Ditambah lagi, minat saya terhadap sejarah juga tidak terlalu tinggi. Saya sudah terlanjur setia dengan angka-angka. Meskipun saya tidak terlalu suka pelajaran sejarah, tapi nilai-nilai saya pada mata pelajaran sejarah lebih tinggi dibandingkan fisika *misteri yang tak terpecahkan.

Itu cerita dulu, sebelum saya mengenal suami. Awal kenal dia dan tahu latar belakang pendidikannya adalah sejarah serta memang passionnya di sejarah (juga musik), sempat terpikir juga ini nanti kami nyambung apa tidak ya ngobrolnya karena saya kalau sudah diajak ngobrol tentang sejarah ciut duluan. Pengetahuan saya tentang sejarah sangatlah minim, bahkan sejarah bangsa sendiri. Masing-masing orang memang minatnya berbeda-beda ya dan saya tidak memaksakan diri untuk menyukai sesuatu yang memang datangnya tidak dari hati. Saya berpikir nanti akan ada saatnya saya akan tertarik minimal membaca sesuatu yang berhubungan dengan sejarah. Nah, suami suka sekali yang namanya berkunjung ke museum. Dia selalu berbinar-binar kalau sudah berada di museum, anteng sampai lupa waktu. Awal-awal, saya tersiksa menemani dia berkunjung dari satu museum ke museum lainnya.

Ketika pertama kali ke Surabaya, dia bertanya museum apa yang bisa dikunjungi. Dia agak terkejut ketika saya bilang tidak pernah berkunjung ke museum sama sekali selama belasan tahun numpang hidup di Surabaya. Dan baru dengan dia lah saya masuk ke House of Sampoerna (padahal dulu pernah kerja di perusahaan rokok ini) dan museum Sepuluh Nopember. Ketika pertama kali saya berkunjung ke Belanda, dia ajak saya berkunjung dari satu museum ke museum yang lain, dari Rijksmuseum, Anne Frank House, dua museum lainnya saya lupa namanya. Diantara beberapa museum tersebut, Anne Frank House yang membuat saya sampai menangis. Dan setelahnya saya jadi tertarik dengan sejarah yang berhubungan dengan Nazi. Apalagi setelah mengunjungi Camp Westerbork, kepala saya langsung pusing membaca cerita dan melihat camp transit pada saat Nazi ada di Belanda, membayangkan bagaimana keadaan jaman dulu bersempit2-sempitan dengan banyak orang di satu ruangan kecil dan perlakuan yang mereka dapatkan.

Setelah menikah, selama 6 minggu kami melakukan perjalanan dari Bali sampai Bandung dengan menggunakan segala macam alat transportasi, seperti kereta api ekonomi, bis ekonomi, kapal laut, kereta api eksekutif, sampai pesawat terbang. Selama perjalanan tersebut, tentu saja suami ingin berkunjung ke museum di setiap kota, jika memungkinkan. Dari lebih 10 museum yang kami kunjungi, yang paling berkesan buat saya adalah Ullen Sentalu di Jogjakarta dan Museum Gajah di Jakarta. Kalau di Ullen Sentalu karena perjalanan menuju kesananya yang berkesan harus berganti beberapa kali bis dan pulangnya sudah tidak ada kendaraan lagi sehingga kami harus menumpang sepeda motor orang. Ullen Sentalu sendiri meninggalkan kesan mendalam karena cerita silsilah Dinasti Mataram, budaya, dan koleksi bermacam batik (serta makna masing-masing coraknya) juga lukisan. Karena terkesan dengan kisah yang disampaikan oleh pemandunya, sampai tidak terasa kalau berkeliling Ullen Sentalu sudah berakhir. Tidak boleh berfoto di dalamnya karena menyangkut koleksi pribadi. Sedangkan Museum Gajah yang ada di Jakarta baru saya kunjungi ya setelah menikah dengan suami, padahal selama 6 tahun lebih tinggal di Jakarta dan sering wira wiri depan Museum Gajah, tidak satupun tergerak hati untuk masuk ke dalam. Ternyata di dalam, bagus sekali isinya terdiri dari benda-benda kuno dari seluruh Nusantara beserta sejarahnya. Saya membaca satu persatu dan amati satu persatu benda-benda yang ada di sana. Hampir seharian kami berkeliling Museum Gajah. Saya jadi belajar banyak hal.

Ullen Sentalu. Cuma di sini yang diperkenankan foto
Ullen Sentalu. Cuma di sini yang diperkenankan foto

Nah, mempunyai blog ini dan beberapa kali menuliskan tentang cerita perjalanan kami setelah liburan, mau tidak mau membuat saya juga harus sedikit melek sejarah. Sebelum bepergian, saya banyak mencari tahu tentang tempat-tempat yang akan kami kunjungi. Minimal tahu ceritanya ini tempat apa. Dan ketika akan menuliskan cerita tersebut dalam blog, sebelumnya saya juga melengkapi informasi supaya apa yang saya tuliskan ada nilainya, minimal membuat saya banyak belajar tentang tempat-tempat tersebut. Padahal dulu tidak sedalam itu saya menggali informasi karena memang dulu setelah bepergian, ada fotonya, selesai. Tidak ada keinginan untuk mencari tahu lebih dalam tempat itu. Entah kenapa sekarang saya lebih ingin tahu. Secara tidak langsung, keinginan untuk belajar sejarah dan masuk museum memang tertular dari suami. Bagaimana tidak, di ruangan perpustakaan kecil kami di rumah, buku-buku sejarah punya suami lebih mendominasi daripada buku-buku saya. Akhirnya saya jadi penasaran dan mencoba membaca meskipun tidak pernah sampai tuntas.

Kalau tahun kemarin saya disibukkan dengan persiapan ujian bahasa Belanda sehingga perhatian saya seluruhnya tercurah untuk belajar bahasa Belanda, sehingga intensitas kami ke museum juga berkurang dibandingkan tahun 2016, mungkin sekitar 15 museum (total dengan yang kami kunjungi ketika ke Italia dan Perancis). Saya juga minta ke suami untuk berkunjung ke museum tentang lukisan saja karena saya lebih tertarik ke lukisan. Kami pernah ke Bronbeek Museum yang ada di Arnhem, pulangnya kepala saya jadi nyut-nyutan karena memang isinya sarat tentang sejarah, jadi banyak informasi yang harus dibaca. Saya jadi puyeng sendiri sekaligus sedih setelah keluar dari sana. Kembali lagi, saya itu suka mikir kalau ke museum yang isinya sarat tentang sejarah, jadi mikir jaman dahulu seperti apa. Makanya saya lebih senang ke museum yang isinya tentang lukisan atau kalau misalkan yang murni sejarah saya tertarik yang ada hubungannya dengan Nazi meskipun ujungnya tetap sedih.

Nah, tahun ini saya ingin belajar sesuatu yang baru. Awalnya saya sudah mempersiapkan diri untuk kuliah lagi di jurusan dan universitas yang sudah saya incar sejak bertahun-tahun lalu. Tapi karena satu hal, untuk sementara kembali ke bangku kuliah di tahun ini bukan pilihan tepat. Nanti kalau waktunya sudah memungkinkan, kembali kuliah akan kembali menjadi prioritas. Akhirnya saya mencanangkan, 2017 sebagai tahun museum karena saya ingin mengunjungi sebanyak mungkin museum yang ada dan sebanyak mungkin untuk belajar sejarah. Saya suka terkagum dengan anak-anak kecil di sini yang sudah diajarkan untuk suka museum sejak dini. Jadi bersemangat juga selain karena memang museum-museum yang ada di sini itu asyik sekali tempatnya, bersih dan terawat. Nyamanlah pokoknya, jadi saya ingin memanfaatkan semaksimal mungkin. Nah, untuk memecut diri sendiri supaya semangat, saya membeli museumkaart seharga €59.90 yang bisa dipakai selama setahun di lebih 400 museum yang ada di Belanda. Tinggal pilih saja mana museum yang akan dikunjungi. Bayangkan betapa hematnya saya punya kartu tersebut bisa dipakai setahun padahal kalau beli ketengan masuk museum di sini rata-rata harganya €10 per museum. Selain museum, saya juga ingin mendatangi tempat-tempat bersejarah sekitar Den Haag minimal, seperti Het Binnenhof dan De Ridderzaal (tempat diadakan Konferensi Meja Bundar) atau tempat-tempat lainnya.

Minggu kemarin, saya dan suami memanfaatkan fasilitas gratis masuk museum yang diadakan oleh Gemeentemuseum tempat diadakan pameran karya-karya Piet Mondriaan dan kawan-kawannya yang mempelopori De Stijl. Saya yang selama ini cuma mengerti sepintas warna warni lukisan Mondriaan tapi tidak ngeh sejarah dibaliknya, setelah kunjungan ke museum minggu lalu, jadi sedikit banyak mengerti sejarah De Stijl. Itupun harus dijelaskan berkali-kali oleh suami supaya saya mengerti benang merahnya (memang agak lama otak saya memproses cerita sejarah, harus diulang-ulang).

Salah satu lukisan Piet Mondriaan yang terkenal, yang terakhir dan belum sepenuhnya selesai yaitu Victory Boogie Woogie
Salah satu lukisan Piet Mondriaan yang terkenal, yang terakhir dan belum sepenuhnya selesai yaitu Victory Boogie Woogie

Lalu hari Senin saya ikut tour masuk ke dalam De Ridderzaal yang sampai saat ini masih difungsikan sebagai tempat berlangsungnya acara kenegaraan seperti Prinsjesdag (Hari saat Raja membacakan kebijakan pemerintah untuk kerja parlemen setahun ke depan) dan pernah dijadikan tempat pelaksanakan Konferensi Meja Bundar. Ada rasa haru waktu masuk ke dalam dan diterangkan satu persatu sejarah dan fungsi tempat ini oleh pemandunya. Haru karena bisa melihat secara dekat dalamnya yang selama ini hanya bisa dilihat di TV, sejarah bangunan ini, dan membayangkan dulu di tempat ini dilaksanakan KMB. Tour juga mengunjung ruangan Eerste Kamer (Senat) dan Tweede Kamer (Parlemen). Sewaktu ke gedung Tweede Kamer tidak diperkenankan membawa Hp atau Kamera karena semua barang harus disimpan di dalam loker. Masuknya pun diperiksa secara ketat harus lepas sepatu segala. Pengalaman hari Senin sangatlah menyenangkan karena saya bisa melihat secara dekat gedung yang sering saya lewati dan dalamnya selama ini saya lihat dari TV, mengerti sejarahnya, dan juga diperlihatkan cara kerja parlemen.

De Ridderzaal
De Ridderzaal

Ruangan Senat (De Eerste Kamer)
Ruangan Senat (De Eerste Kamer)

Mudah-mudahan niat baik dan keinginan saya untuk belajar sejarah mulai tahun ini dan berkunjung ke banyak museum tidak hanya hangat di depan tetapi konsisten minimal sepanjang tahun. Meskipun saya akan mengunjungi museum sendirian tanpa ditemani suami (karena dia sudah masuk ke banyak museum di Belanda *ya iya, lha dia sudah mulai ke museum sejak kecil), tapi saya tetap semangat. Selama saya masih memungkinkan untuk melakukan aktivitas tersebut, maka saya akan maksimal melakukannya karena ternyata menyenangkan. Mungkin nanti ada saatnya rehat sebentar, tapi minimal sudah ada keinginan dalam diri untuk belajar sejarah.

Kalau kamu, ada cerita tentang museum atau sejarah?

-Nootdorp, 14 Februari 2017-

Akhir 2016 dan Awal 2017

Apa yang kami lakukan pada hari terakhir di 2016 dan hari pertama di 2017? yuk simak cerita saya *pembukaan seperti Vlog masa kini :)))

Sebenarnya tidak ada yang sangat istimewa karena sama seperti akhir pekan sebelumnya, aktivitas yang kami lakukan seputar bersih-bersih rumah, olahraga, dan leyeh-leyeh. Tetapi akhir pekan ini menjadi istimewa karena saya sudah tidak sabar melihat warna warni kembang api di malam tahun baru. Sebagai pencinta kembang api, hasrat menonton kembang api semakin tersalurkan sejak saya tinggal di Belanda karena banyak acara yang menyuguhkan kembang api, salah satunya kami pernah melihat Festival International kembang api di Scheveningen. Menjelang tahun baru, sejak tanggal 31 Desember jam 12 siang sampai tanggal 1 Januari jam 12 siang, kembang api dan petasan boleh dinyalakan. Diluar dari waktu yang ditentukan, pelaksanaannya dilarang walaupun masih saja ada yang suka nyolong nyolong. Sementara suami malah benci dengan suara petasan dan kembang api. Mengganggu telinga dan aktivitas tidur katanya. Padahal saya selalu lonjak-lonjak kesenengan kalau melihat kembang api dengan bentuk macam-macam di udara.

Sabtu siang setelah bersih-bersih rumah, saya menyiapkan makan siang yang tidak pakai ribet yaitu sushi. Kalau sedang males masak dan pengen cepet, saya biasanya membuat sushi karena kami berdua memang sushi mania. Paling tidak sebulan sekali kami makan sushi. Nah, sabtu kemarin entah dimana saya menaruh gulungan sushi yang berujung dari pencarian yang tidak ketemu, akhirnya saya menggulung sushi tanpa menggunakan bambu gulungannya. Menggulung biasa. Meskipun agak berantakan, tapi tidak jauh berbeda sepertinya ketika saya menggunakan gulungan bambu. Tidak jauh berbeda tidak rapinya maksudnya haha. Saya membandingkan tentu saja dengan sushi yang ada di restaurant yang hasilnya rapi sekali.

Hasil dari yang memakai gulungan bambu
Hasil dari yang memakai gulungan bambu
Hasil minggu lalu tanpa gulungan bambu
Hasil minggu lalu tanpa gulungan bambu

Setelah makan siang suami pergi ke kota sebentar sedangkan saya yang malas gerak nglimpruk di rumah, kembali leyeh-leyeh nyambi masak. Suara petasan sudah mulai jedar jeder terdengar. Sorenya saat suami sudah sampai rumah kembali, kami keluar jalan kaki menuju toko kue dekat rumah untuk membeli Oliebollen (oliebol kalau cuma satu buah). Antriannya lumayan panjang. Oliebollen ini adalah makanan khas Belanda menyambut tahun baru berupa roti goreng isi kismis dan buah kering. Sebenarnya stan-stan yang menjual Oliebollen sudah banyak dijumpai semenjak akhir November dan berlangsung sampai 31 Desember. Kami pada akhirnya tidak hanya membeli Olibollen tetapi juga Berliner bollen (ini favorit saya karena ditengahnya ada fla yang rasanya tidak terlalu manis), Appelbollen, dan Appelbeignetten. Jadi malamnya kami makan segala macam yang kami beli ini sampai perut begah rasanya.

Tiga yang belakang itu Oliebollen. Biasanya pemyajiannya ditaburi bubuk gula pasir. Tapi kami memilih tidak. Dua yang di depan favorit saya.
Tiga yang belakang itu Oliebollen. Biasanya penyajiannya ditaburi bubuk gula pasir. Tapi kami memilih tidak. Dua yang di depan favorit saya Berliner bollen, dan dua yang dibelakang sebelah kanan itu Appelbollen

Jam delapan malam suami sibuk ketak ketik urusannya sedangkan saya mulai kesenengan karena tetangga depan belakang mulai menyalakan kembang api yang saling bersahutan dengan segala bentuk dan warna warninya. Suami manyun karena suara petasan dan kembang api mengganggu telinga dan konsentrasinya. Sedangkan istrinya malah gembira hilir mudik lihat kembang api dari dalam rumah. Terbayang kan bagaimana kami ini saling bertolak belakang :D.

Sekitar jam 10 malam suami sudah mengantuk dan tidur. Sedangkan saya masih segar bugar dengan mata yang masih cerah tetap memperhatikan kembang api yang kali ini saya lihat dari dalam kamar. Malam tahun baru seperti ini sebenarnya ada perasaan sedih yang selalu menghinggapi karena mengingatkan saya saat tahun baru terakhir bersama Bapak. 31 Desember 2011 malam, saya yang selalu pulang ke Situbondo pada akhir tahun karena kantor pasti libur selama 2 minggu, melewatkan malam tahun baru waktu itu dengan menonton Transformer di TV bersama adik sedangkan Bapak tidur. Menjelang jam 12 malam, Bapak terbangun dan menunggu detik-detik pergantian tahun. Saat jam 12 malam, kami saling mengucapkan selamat tahun baru lalu saling mengucapkan harapan-harapan di tahun yang baru lalu setelahnya kami sholat bersama. Ritual seperti itu sudah kami lakukan sekeluarga sejak saya masih kecil. Pada tanggal 1 Januari saya kembali ke Jakarta dan ternyata itu adalah pertemuan terakhir saya dengan Bapak karena lima hari setelahnya Bapak meninggal dunia. Setelah saat itu, malam tahun baru selalu menyisakan sedih buat saya karena selalu teringat dengan Bapak.

Kembali ke cerita malam tahun baru saya dan suami. Jadi setelah ditunggu-tunggu, akhirnya jam 12 pun tiba dimana kembang api semakin riuh di udara. Saya melihat dari kamar semakin senang. Saya lalu membangunkan suami dan mengucapkan selamat tahun baru satu sama lain dan saling berucap harapan di tahun yang baru. Setelahnya suami tidur lagi dan saya tetap melihat dan merekam beberapa atraksi kembang api yang menurut saya menarik. Salah satunya dibawah ini. Oh iya, kata suami biasanya pas jam 12 malam tersebut para tetangga langsung saling mengucapkan selamat tahun baru kalau memang mereka sedang berada di luar rumah atau di jalan sekitar rumah. Nah karena kami sudah mematikan lampu rumah sejak jam 10 malam, maka kami mengucapkan tahun baru ke tetangga keesokan harinya. Saya tidur sekitar jam 1 malam dan suara kembang api masih ramai terdengar.

Hari minggunya saya masak istimewa. Kami mengadakan syukuran atau selametan kecil-kecilan atas rejeki titipan Allah. Syukurannya ya cuma kami berdua yaitu membuat tumpeng kecil. Dan menghantarkan beberapa kotak nasi kuning ke tetangga-tetangga dan saudara. Karena saya tidak punya cetakan tumpeng, awalnya mau dicetak pakai mangkok saja jadi tidak berbentuk tumpeng. Lalu tiba-tiba ada ide untuk membentuk tumpeng memakai karton yang dilapisi plastik. Untungnya saya punya banyak karton di rumah.

Tak ada cetakan tumpeng, karton pun jadi 😅
Tak ada cetakan tumpeng, karton pun jadi 😅

Dengan peralatan seadanya tumpeng pun jadi dengan makanan pendampingnya perkedel dan ayam panggang (karena males menggoreng makanya saya masukkan perkedel dan ayamnya ke dalam oven saja), telur dadar, sambel goreng pete kentang, tahu tempe kecap, mie, dan urap sayur. Tidak ada sambel karena sambel goreng kentang petenya sudah pedas.

Ini pertama kalinya saya membuat tumpeng dengan segala printilannya. Lumayan juga ya membuat pinggang remek selesai masak. Tapi saya gembira karena ada pengalaman pertama juga membuat tumpeng dan kami menghabiskan berdua yang ada di dalam tampah kecuali ayamnya cuma dimakan satu sama suami. Favorit suami sambel goreng kentang pete. Heerlijk katanya. Trus dibilangnya tumpeng saya seperti menara pisa alias miring :)))

Tumpeng mini porsi makan berdua langsung tandas tak bersisa
Tumpeng mini porsi makan berdua langsung tandas tak bersisa

Setelah saya dan suami memakan tumpeng kecil kami, lalu kami pergi ke tetangga-tetangga untuk mengucapkan selamat tahun baru dan membawa nasi kotak dan mengatakan kalau kami sedang mengadakan syukuran. Setelahnya kami pergi ke rumah Mama sambil membawa nasi kotak juga karena beberapa saudara berkumpul di sana.

Beberapa kotak nasi kuning dibagikan ke para tetangga dan saudara
Beberapa kotak nasi kuning dibagikan ke para tetangga dan saudara

Seperti yang Mas Ewakd tuliskan di postingan sebelumnya, semoga 2017 selalu menghadirkan kebahagiaan dan kesehatan yang baik untuk kita semua. Semoga 2017 kondisi di Indonesia dan dunia jauh lebih baik.

img_2806

-Nootdorp, 3 Januari 2017-

Kenangan Masa Kecil Pada Semangkuk Rawon

*Duh judulnya kok seperti FTV

Sudah lama tidak bercerita masak memasak meskipun akhir pekan ini saya juga tidak terlalu masak banyak. Malah kami makan jenis makanan yang sama pada hari Sabtu dan Minggu. Yang menjadikan istimewa karena saya memasak makanan masa kecil yaitu rawon. Bedanya, rawon yang biasa Ibu masak untuk saya dan adik-adik isinya bukan daging sapi melainkan kacang panjang dan labu siem. Kami tinggal di kota yang dekat pesisir, maka konsumsi daging sapi dikeluarga sangatlah jarang, lebih banyak mengkonsumsi makanan laut. Karena tidak terbiasa itulah yang membuat kami tidak terlalu suka makan daging bahkan saya sudah beberapa tahun ini berhenti mengkonsumsi daging (dan unggas). 

Seminggu lalu saat membersihkan gudang tempat menyimpan persediaan bahan makanan, saya menemukan sebungkus kluwak yang belum terpakai sama sekali. Lalu saya melihat freezer, ternyata stok bumbu rawon sudah habis. Akhirnya niat kalau minggu ini harus membuat stok bumbu rawon dan masak rawon. Kebetulan rendaman telur asin sudah waktunya di”panen”. Tinggal merendam kacang hijau untuk membuat kecambah pendek. Bumbu rawon untuk 4 porsi : 3 porsi untuk stok, satu porsi untuk dimasak. Wangi aroma rawon menyebar ke segala penjuru rumah. Sambil masak, jadi teringat masa kecil kalau Ibu masak rawon ini, saya dan adik-adik sangat lahap makannya. Salah satu makanan favorit di rumah (masakan Ibu lainnya khas rumah pernah saya tulis di sini). Jadi mrebes mili kangen Ibu dan adik-adik, namun terobati kangennya saat berbincang dengan adik di telepon. Dan saya kirimkan foto di bawah ini ke Ibu dengan keterangan : Deny kangen rawon buatan Ibu.

Rawon isi labu siem dan kacang panjang. Telur asin buat sendiri, kecambah pendek buat sendiri. Untung tempe ga harus buat sendiri :D sambel trasi mentah tidak ketinggalan juga couscous sebagai pengganti nasi.
Rawon isi labu siem dan kacang panjang. Telur asin buat sendiri, kecambah pendek buat sendiri. Untung tempe ga harus buat sendiri 😀 sambel trasi mentah tidak ketinggalan juga couscous sebagai pengganti nasi.
Ini blendrang rawon, dimakan saat hari minggu
Ini blendrang rawon, dimakan saat hari minggu

Saya selalu bercerita ke suami kisah dibalik setiap masakan Indonesia yang saya buat. Sekalian memperkenalkan kuliner Indonesia sekaligus memberitahu ada kedekatan apa antara saya dengan beberapa makanan tersebut. Seperti rawon, saya bilang kalau rawon biasanya isinya daging sapi. Jadi yang saya masak ini perkecualian. Ini kali kedua suami makan rawon dan dia tetap penasaran tentang kluwek. Mungkin dia heran ya ada bahan warna hitam dan bisa dimakan.

Terobati sudah kangen saya dengan rawon khas rumah. Minimal bentuknya sama meskipun rasa masih kalah jauh dengan buatan Ibu. Kenangan masa kecil pada semangkok rawon labu siem dan kacang panjang. 

Sabtu kami melihat Sinterklaas di dekat rumah. Meskipun udara dingin sekali, tapi penasaran dengan kemeriahannya. Ternyata benar, rame sekali. Anak-anak kecil bersuka cita bernyanyi dan menanti kedatangan Sinterklaas. 

Hari minggu saya bisa menyelesaikan 6k lari sementara suami 18k. Hawanya super dingin, saya pikir minus kok tangan rasanya beku sampai kibas kibas beberapa kali tetap rasa kebas. Ternyata begitu saya cek, masih 4°c tapi serasa minus. Siangnya saya masak semur tahu telur puyuh untuk bekal suami minggu depan. Saya juga membuat lemper isi ayam dan ikan tuna, pesanan teman-teman kantor suami. Sisa akhir pekan kami nikmati dengan berbincang-bincang santai sambil jemur baju.

Musim gugur tapi rasa musim dingin
Musim gugur tapi rasa musim dingin

Kalau kalian, adakah masakan rumah yang membuat teringat akan kenangan masa kecil?

-Den Haag, 13 November 2016-

Sehari Menjadi Turis di Edam, Volendam, dan Marken

Klompen yang sudah jadi

Saya kembali memeriksa isi tas dan memastikan tidak ada satu barangpun yang tertinggal, terutama dompet dan tiket kereta. Setelah berpamitan pada suami, kaki tergesa melangkah ke stasiun kereta dekat rumah. Saya berharap tidak tertinggal kereta karena tadi begitu sibuk menyiapkan beberapa pepes ikan asin peda dan sambel teri, pesanan dua orang teman. Ikan asin peda saya buat sendiri karena saat beli ikan di pasar ternyata jumlahnya terlalu banyak untuk dimakan sendiri, akhirnya saya punya ide kenapa tidak dibuat ikan asin saja, mumpung sinar matahari sedang berlimpah satu minggu ini pada bulan Agustus. Setelah menjadi ikan asin lalu saya buat pepes dan saya jual kepada dua orang teman yang sebelumnya sudah memesan sambal teri. Lumayan hasilnya bisa saya buat jalan-jalan. Aroma pepes dan sambel teri menguar dipangkuan saat saya sudah duduk di dalam kereta. Saya berharap aroma ini tidak sampai mengganggu penumpang lainnya. Cukup saya saja yang bisa menciumnya.

Setelah berganti kereta, saya mencari tempat duduk dekat jendela, tempat favorit. Masih jam delapan pagi dan aplikasi prakiraan cuaca mengatakan bahwa hari ini hujan tidak akan datang dan suhu berkisar 15 derajat. Untuk ukuran bulan Agustus, seharusnya suhu bisa lebih dari ini. Tapi dengan tidak hujan saja sudah lebih dari cukup, apalagi saya melihat semburat matahari. Bisa kacau rencana hari ini kalau sampai hujan turun. Melalui jendela kereta, saya menikmati suasana pagi sepanjang jalan. Sapi dan domba yang merumput, rumah-rumah mungil tertata rapi, area pertanian, gedung-gedung perkantoran, dan tak luput saya amati juga kegiatan penumpang yang di dalam kereta. Ada yang sibuk membaca buku, asyik mendengarkan musik, berbincang, dan ada yang menikmati sarapan paginya yaitu roti dan segelas kopi. Tiba-tiba saya kangen sarapan nasi pecel pakai peyek teri.

Jam 9 pagi, kereta sampai di Amsterdam Centraal. Saat kaki keluar dari kereta, kepala mulai menoleh ke kanan dan kiri, mencari sosok seorang teman. Ah, dia sudah berdiri di dekat papan pengumuman. Setelah berbincang sesaat, kami lalu bergegas ke kantor informasi turis (VVV) yang berada tepat di depan Stasiun Amsterdam. Ya, hari ini kami akan menjadi turis sehari dengan mengunjungi beberapa tempat tujuan favorit para turis kalau sedang berkunjung ke Belanda. Tempatnya tidak jauh dari Amsterdam. Dengan berbekal tiket bis terusan seharga €9 yang bisa dipakai selama 24 jam serta mempunyai fasilitas wifi gratis dan peta yang kami dapatkan dari VVV, kami akan mengunjungi tiga tempat yang menjadi bagian dari Waterland. Tempat yang akan kami kunjungi adalah Edam, Volendam, dan Marken. Sebenarnya tempat-tempat yang jadi bagian Waterland selain yang saya sebutkan tadi adalah Monickendam, Purmerend, Broek in Waterland, Middenbeemsteer, Graft-De Rijp, Hoorn, dan Landsmeer. Info lengkap tentang rute bus bisa dilihat langsung di website ini. Tiket bus selain bisa dibeli di kantor VVV, juga bisa dibeli online, dan dengan membeli langsung ke sopir di dalam bis. Tidak harus membeli tiket terusan jika memang tujuannya tidak mengunjungi semua tempat itu. Tapi kalau mengunjungi tiga tempat, seperti yang kami lakukan, lebih menghemat kalau membeli tiket terusan saja.

EDAM

Tentu saja saya sangat antusias dengan tujuan jalan-jalan kali ini. Saya sudah mengajak suami untuk mengunjungi beberapa tempat ini sejak setahun lalu, tapi dia nampak tidak antusias. Dia selalu beralasan kalau Volendam itu sangat ramai dengan turis. Tapi kan tidak afdol rasanya kalau saya tidak ikut berkunjung ke tempat yang menjadi daya tarik turis. Untung saja saya punya teman yang suka kelayapan juga, yang pernah saya ceritakan pada tulisan kunjungan ke Kinderdijk. Akhirnya kesampaian juga berkunjung ke Edam, Volendam, dan Marken. Bisa saja saya bepergian sendiri, tapi kalau ada teman yang sejiwa akan semakin seru.

Tujuan pertama kami adalah Edam. Kalau yang suka sekali dengan keju, pasti tidak asing dengan keju Edam. Ya, Edam adalah salah satu tempat penghasil keju di Belanda. Saya pernah menuliskan tempat lain penghasil keju di blog ini, yaitu Gouda. Edam adalah kota kecil yang ada sejak abad ke-12 saat petani dan nelayan mulai menetap di sepanjang sungai Ye. Kota kecil ini berkembang menjadi sebuah kota yang semakin makmur pada abad ke- 17. Kapal memainkan peranan yang penting dalam pertumbuhan ekonomi di Edam. Setelah membuat 33 kapal, Edam menghasilkan banyak kapal yang terkenal di dunia. Salah satunya adalah “Halve Man”, kapal milik orang Inggris Henry Hudson, yang berlayar pada tahun 1609 untuk mencari rute utara menuju Hindia Timur. Perjalanan yang sia-sia karena akhirnya dia berakhir di pulau Manhattan. Selain kapal, perdagangan juga memegang peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi di Edam. Amsterdam, Hoorn, Enkhuizen, dan Edam adalah kota-kota komersil yang penting di Belanda.

Edam
Edam
Edam
Edam
Edam
Edam
jajaran-rumah-di-edam
jajaran-rumah-di-edam

Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, asosiasi kata yang langsung muncul di kepala saat disebutkan Edam adalah keju. Selama berabad-abad keju Edam sudah tersohor di seluruh dunia. Edam juga terkenal dengan pasar keju yang ada setiap musim panas, setiap hari rabu. Pada saat kami ke sana, ada jadwal tambahan pasar keju. Sayangnya pasar keju tersebut baru dimulai jam 5 sore, jadi kami tidak bisa menyaksikan. Kami masuk ke salah satu toko keju dan saya memutuskan untuk membeli keju rasa pesto, oleh-oleh untuk suami. Sedangkan teman saya selain membeli keju rasa pesto juga membeli rasa yang lainnya. Dia mencoba contoh-contoh keju yang disediakan, menurutnya yang rasa daging asap juga enak, ada yang rasa cabai juga.

Edam
Edam
Tempat Pasar Keju
Tempat Pasar Keju
Timbangan Keju
Timbangan Keju
De Kaasdragers
De Kaasdragers

Kami bisa membayangkan bagaimana keadaan Edam berabad-abad lalu. Menyusuri rumah-rumah dan jalan-jalan tua di Edam, melewati sungai-sungai kecil, berhenti di depan gereja yang merupakan salah satu gereja terbesar di Belanda dan singgah ke beberapa toko yang ada hanya sekedar melihat saja, membuat waktu tak terasa berjalan cepat. Hampir dua jam kami habiskan di Edam. Tidak terlalu banyak turis yang berkunjung, jalanan tidak terlalu ramai, sehingga kami bisa menikmati Edam dengan leluasa.

Edam
Edam
Ngaso sejenak, nunggu tukang jualan tahu tek lewat :D
Ngaso sejenak, nunggu gerobak abang nasi goreng lewat 😀

VOLENDAM

Setelah dari Edam, kami melanjutkan perjalanan ke Volendam. Dari kota kecil yang tidak terlalu ramai, tiba di Volendam suasana langsung berubah, kontras berbeda. Volendam sangat terkenal di kalangan turis, sepertinya semua turis dari penjuru dunia tumplek blek di sini. Rame sekali. Tidak mengherankan karena ada yang mengatakan bahwa jika ingin melihat keindahan Belanda, pergilah ke Volendam. Desa nelayan ini terletak arah timur laut dari Amsterdam, terkenal dengan rumah berwarna warni dan kapal-kapal tua yang bersandar di pelabuhan. Selain itu, di Volendam juga ada pabrik keju. Kita bisa masuk dan melihat proses pengolahan keju, membeli hasil keju, atau masuk ke museum keju. Volendam ini adalah tempat favorit yang nampaknya wajib dikunjungi oleh turis dari Indonesia. Namun hari itu kami tidak bertemu satupun orang Indonesia.

Volendam
Volendam
Ramainya Volendam
Ramainya Volendam
Volendam
Volendam
Jajaran kapal tua, mengingatkan akan Sunda Kelapa
Jajaran kapal tua, mengingatkan akan Sunda Kelapa
Pabrik keju Volendam
Pabrik keju Volendam
Museum
Museum

Keju beraneka rasa di pabrik keju Volendam
Keju beraneka rasa di pabrik keju Volendam

Hal lainnya yang terkenal dari Volendam adalah pakaian tradisional Belanda. Kita bisa mengenakan pakaian tradisional Belanda lengkap dengan klompen serta latar belakang negeri Belanda dan mengabadikannya dalam foto di banyak studio foto di Volendam. Kami masuk ke salah satu studio foto dan melihat kisaran harganya. Salah satu pegawainya mengenali kalau kami berasal dari Indonesia. Dia lalu mengatakan bahwa 70% pengunjung studionya adalah orang Indonesia. Saya tidak bertanya lebih lanjut 70% tersebut dari total berapa pengunjung selama rentang waktu berapa lama. Tetapi dengan melihat beberapa wajah yang saya kenali lewat televisi terpampang di etalase semua studio foto, semakin meyakinkan saya bahwa Volendam memang salah satu tempat wajib dikunjungi oleh turis dari Indonesia. Teman saya sampai terbahak ketika melihat wajah Maya Rumantir dan bertanya tahun berapa foto tersebut sudah ada di sana karena wajah Maya Rumantir masih sangat muda. Dengan membayar €15 untuk satu kali jepret dengan ukuran standar (saya lupa berapa), maka kita sudah punya bukti pernah ke Volendam. Bagaimana dengan kami? Mungkin lain kali kami akan kembali ke Volendam, khusus untuk foto dengan pakaian tradisional Belanda.

Salah satu studio foto di Volendam
Salah satu studio foto di Volendam
Ada wajah yang dikenali?
Ada wajah yang dikenali?
Mungkin karena banyaknya turis Indonesia di Volendam, sampai dibuat tanda dalam bahasa Indonesia
Mungkin karena banyaknya turis Indonesia di Volendam, sampai dibuat tanda dalam bahasa Indonesia

Jadi, jangan lupa kalau ke Volendam untuk foto mengenakan pakaian tradisional Belanda, biar dikatakan sah pergi ke Belanda.

MARKEN

Kami menuju Marken menggunakan kapal dengan membayar €7.5 untuk sekali jalan dan tiketnya bisa langsung beli di tempat. Jika memilih pulang pergi maka harga kapal menjadi €9.95. Kami memilih untuk membeli tiket kapal sekali jalan karena kami tidak akan kembali lagi ke Volendam dan setelah dari Marken akan menggunakan Bus untuk melanjutkan perjalanan karena masih punya tiket terusan. Kapal berangkat setiap 30 menit. Jika ingin pergi menggunakan Bus dari Volendam ke Marken, juga bisa. Karena cuaca mendung dan angin lumayan kencang, saya menggigil kedinginan selama perjalanan 20 menit menuju Marken, ditambah lagi saya tidak membawa jaket. Bersyukurnya di tengah jalan tidak hujan.

Tempat kapal menuju ke Marken
Tempat kapal menuju ke Marken
Marken
Marken
Marken
Marken

Dari hiruk pikuk Volendam, sesampainya di Marken suasana kembali sunyi. Marken tidak terlalu banyak dikunjungi turis. Marken adalah sebuah desa bagian dari wilayah Waterland dengan jumlah penduduk 1.810 pada tahun 2012. Marken membentuk sebuah semenanjung di Markermeer dan sebelumnya sebuah pulau di Zuiderzee. Marken dipisahkan dari daratan setelah mengalami gelombang badai pada abad ke-13. Dulu mata pencaharian utama penduduk Marken adalah nelayan, sedangkan saat ini juga ditunjang dari sektor pariwisata. Dulu banjir kerap datang ke Marken, karenanya tipe rumah di Marken adalah rumah panggung. Kita akan menemui banyak jembatan di Marken dan uniknya jembatan-jembatan ini diberi nama dari nama-nama anggota keluarga kerajaan seperti Maxima, Beatrix, Amalia, dll.

Marken
Marken
Marken
Marken
Marken
Marken
Jembatan-jembatan di Marken diberi nama anggota keluarga kerajaan
Jembatan-jembatan di Marken diberi nama anggota keluarga kerajaan

Suasana di Marken sangat tenang. Menyusuri setiap sudutnya, mata dimanjakan oleh tata letak rumah yang sangat rapi dan berwarna nyaris seragam yaitu hijau. Saking sepinya Marken, saya sampai bilang tidak mungkin ada orang Indonesia yang tinggal di sini. Ternyata dugaan saya salah besar. Dari salah satu rumah, saya mendengar ada yang berbicara menggunakan Bahasa Indonesia (dengan logat Jawa). Ketika kami mengintip dari sela-sela pagarnya ternyata memang ada beberapa orang Indonesia di sana. Kami sampai mengikik, tidak menyangka ada orang Indonesia yang tinggal di Marken.

Marken
Marken
Toko dan tempat pembuatan klompen
Toko dan tempat pembuatan klompen
Tempat pembuatan klompen
Tempat pembuatan klompen. Yang diatas itu klompen yang sudah dibentuk tetapi belum dipercantik.

Jika berkesempatan mengunjungi Marken, jangan lewatkan untuk mampir ke tempat pembuatan klompen. Selain bisa menyaksikan langsung bagaimana klompen dibuat, kita juga bisa langsung membeli klompen dengan berbagai ukuran dan beraneka rupa warna. Selain sebagai oleh-oleh, klompen yang berada di sana juga bisa digunakan sebagaimana fungsi klompen yaitu sebagai alas kaki. Sayang sewaktu kami ke sana, proses pembuatannya sedang tidak berlangsung. Saya mengincar klompen kecil, rasanya ingin kalap membeli kalau tidak ingat harganya yang sudah disesuaikan dengan harga turis.

Klompen yang sudah jadi
Klompen-klompen yang sudah jadi

Perjalanan kami menyusuri Edam, Volendam, dan Marken berakhir saat jam menunjukkan angka lima disore hari. Perjalanan yang menyenangkan karena akhirnya tahu tempat-tempat yang menjadi favorit turis jika datang ke Belanda. Sehari menjadi turis di tempat yang turistik. Kami bergegas menuju halte bus yang akan membawa kami menuju ke Amsterdam Centraal. Sepanjang jalan perut kami keruyukan mencium aroma pepes dan sambal teri. Ingin segera rasanya sampai di rumah seorang teman yang sudah siap menyambut kedatangan kami dengan beraneka ragam masakan Indonesia. Sabtu kami ditutup dengan perbincangan dan gelak tawa sembari menikmati hangatnya nasi, tempe tahu goreng, balado terong, sambel terasi, ikan goreng, dan oseng ikan asin.

Marken
Marken

Jika suatu saat ada kesempatan ke Belanda, kalian ingin berkunjung kemana?

Sumber : Edam , Marken , Volendam

-Den Haag, 2 November 2016-

Semua foto dokumentasi pribadi

Movie Review : Deepwater Horizon

Deepwater Horizon is the movie we watched last weekend in The Hague’s Pathe Theatre. For a moment we were doubting between this movie and Inferno. Watching the Inferno trailer it looked to us like a (expensive) rehash of the DaVinci Code, so we decided to head for Deepwater Horizon.

I was not familiar with the original story of the mobile oil platform and the horrific accident in 2010. Under time pressure for rigging results, the platform would ultimately completely destroyed after some human failures with safety and testing procedures. From the trailer it looked to us like a detailed documentary style movie about how events developed until the final shocking disaster. Although the movie did try its best to put some detail in the events and circumstances, above all it remained a simple disaster movie. People make wrong decisions in the first part of the movie, things spiral out of control in the middle part and the hero (Mark Wahlberg) sacrifices his life to save what is left of the crew on the platform.

The movie starts a bit awkwardly with a family scene where the daughter of the hero-to-be explains the working of the mobile platform because she has an upcoming presentation. Of course it was meant for the movie audience to gain some understanding to the background about what will happen in the next two hours. There are many small talk conversations between the platform crew to create some intimate and sympathy with the characters that soon will be tested to the most horrible conditions. But it is all a bit too obvious to really become acquainted with the crew members and feel sympathy for their suffering to come. The part where the trouble on the platform starts and the platform disintegrates into a big ball of fire is taking too long. Although this should be the most ‘exciting’ part of the movie i felt it became quite boring after seeing one fireball after one other and collapsing structures.

All in all this movie is more about entertainment than offering you a glimpse into what really happened on board of the Deepwater Horizon. The characters are stereotypes (the bad guys from BP versus the good guys from the platform crew) and the script does carefully follow the Hollywood rules of a disaster movie. Nevertheless I enjoyed the performances of John Malkovich as the cynical guy from BP and Gina Rodriguez who played the part of a female crew member. I think the movie might have been more interesting and sticking if it did not follow the typical disaster movie scripting and would have focused more on the events as they really happened.

-Den Haag, October 25th 2016-

Dobbeloop – 10 KM

Kategori anak-anak yang lebih besar sedang bersiap

Hari minggu pagi (jam 11) kami kembali ikut race lari 10 km. Ini lomba lokal yang diikuti oleh mereka yang tinggal di sekitar Nootdorp. Lokasi lomba di seputaran hutan dan danau Dobbeplaas, karenanya lomba ini dinamakan Dobbeloop. Acara ini diadakan setiap bulan. Jaraknya terbagi : 750m untuk anak-anak kecil, 1.5km untuk anak-anak yang lebih besar, dan 3.2-5-10-15km untuk usia dewasa. Karena peserta dari segala usia, maka acara ini banyak peminatnya. Saya tidak mengira kalau pesertanya akan banyak. Ditambah lagi hari minggu ini memang cuaca sangat bersahabat. Meskipun memang dingin – suhu 5 derajat celcius – (sewaktu bersepeda menuju tempat lomba, padahal saya dan suami sudah berjaket tebal, tetep saja rasanya dingin kayak masuk freezer, tangan saya sampai kebas karena lupa bawa sarung tangan), matahari bersinar cerah sepanjang hari.

Start di sini. Cerah ya, tapi 5 derajat celcius.
Start di sini. Cerah ya, tapi 5 derajat celcius.

Saat kami sampai di tempat acara, ternyata untuk kategori anak-anak baru saja selesai. Senang sekali melihat anak-anak usia sekitar 3 sampai 5 tahun lari-lari kecil bersama orangtuanya. Iya benar, usia 3 tahun sudah ikut bersenang-senang lari bersama orangtuanya. Mereka terlihat senang sekali, seperti bermain mungkin ya rasanya. Saya sampai ikut gemes dengan balita-balita ini. Untuk kategori 750m, saya perhatikan tidak saja diikuti oleh anak-anak kecil tapi mereka yang berkebutuhan khusus juga, dengan pendampingan tentunya.

Kategori anak-anak yang lebih besar sedang bersiap
Kategori anak-anak yang lebih besar sedang bersiap
Peserta kategori anak-anak
Peserta kategori anak-anak. Kecil-kecil begini larinya melesat cepat.

Setelah kategori anak-anak kecil, selanjutnya untuk anak-anak yang lebih besar bersiap berangkat. Kira-kira yang ikut usia 6 sampai 9 tahunan. Meskipun usia masih kecil, tapi mereka larinya cepat sekali. Saya sampai melongo melihat bagaimana mereka berlari sangat kencang dan ada yang memakai teknik berlari juga. Jarak 1.5 km ditempuh sangat cepat. Sebelum 10 menit (bahkan ada yang baru 7 menit), banyak yang sudah sampai finish. Saya sampai senyum-senyum sama suami karena untuk jarak 1.5 km saya membutuhkan waktu lebih dari 10 menit. Senang sekali melihat semangat berolahraga anak-anak ini, didukung oleh orangtua mereka yang juga ikut lari untuk kategori yang berbeda.

Kategori dewasa sedang menunggu giliran berangkat
Kategori dewasa sedang menunggu giliran berangkat

Selanjutnya kategori terakhir yang bersiap. Suami memberi semangat dengan mengatakan kalau kali ini pasti waktu saya lebih baik dari 10 km bulan kemarin di Rottermerenloop bahkan CPC Loop tahun kemarin. Saya juga merasa yakin, setidaknya jika dilihat dari cuaca yang cerah dan tempatnya yang tidak asing karena saya dan suami sering lari di area ini. Seperti biasa setelah start, suami melesat sedangkan saya dengan ritme lari seperti biasanya. Sampai di km ke 4, saya belum yang paling belakang karena ketika belokan dan saya sempat menoleh, masih ada beberapa orang di belakang. Ternyata dari beberapa orang tersebut, mengikuti untuk kategori 5km. Dan sisanya menyusul saya bahkan setelahnya lari jauh di depan. Akhirnya saya menjadi yang paling belakang lagi. Tetapi saya tidak khawatir karena pasti “ditemani” oleh mereka yang 15 km. Dan benar saja, sekitar km ke 7, beberapa yang  kategori 15 km sudah menyalip saya. Saya sampai senyum-senyum sendiri, karena saking santainya saya lari, sampai terkejar oleh mereka yang 15km. Dan beberapa meter sebelum sampai finish, suami sudah menunggu lalu dia menemani saya berlari beriringan menuju finish (dia hanya menemani saja, karena sudah selesai duluan). Waktu tempuh Mas Ewald untuk 10km : 47 menit, sedangkan saya untuk 10 km : 1 jam 20 menit. Waktu ini 5 menit lebih cepat dibandingkan bulan kemarin. Suami bilang kalau waktu dia kali ini adalah catatan tercepat selama mengikuti race 10 km. Saya bilang ke dia kalau saat 47 menit itu, mungkin saya masih di km ke 6. Karena sewaktu saya di km ke 5, waktu menunjukkan 36 menit. Sedangkan mereka yang ikut 15km ada yang sampai finish sebelum 1 jam. Terbayang ya bagaimana cepatnya orang Belanda ini kalau lari. Tapi tetap, yang dari Kenya lebih cepat untuk urusan lari.

Inilah kami setelah lomba. Sebelah kir atas itu jalan yang dilalui.
Inilah kami setelah lomba. Sebelah kiri atas itu jalan yang dilalui. Saking dinginnya, setelah sampai finish suami kembali berjaket.

Cuaca yang sangat bagus hari ini benar-benar sangat sempurna dan mendukung saya untuk tidak berhenti sekalipun sepanjang 10km. Pemandangan sepanjang 10km tersebut adalah hutan, padang rumput, sapi yang sedang merumput dan danau. Benar-benat tidak membosankan. Oh iya, kali ini saya tetap menjadi yang terakhir sampai finish untuk 10km, tetapi di belakang saya masih ada beberapa orang untuk kategori 15km. Namanya juga lari santai, jadinya waktu tempuh segitu sudah bagus. Mudah-mudahan race berikutnya bisa lebih cepat lagi sampai finish.

Bagaimana dengan cerita akhir pekan kalian?

-Den Haag, 23 Oktober 2016-

Pelangi Musim Gugur

Hawa sudah mulai dingin, meskipun matahari tetap bersinar. Satu persatu baju-baju musim panas di lemari berganti dengan baju hangat dan kalau keluar rumahpun jaket tidak lupa dikenakan. Antara rela dan tidak rela juga dari yang biasanya keluar rumah tanpa bertumpuk baju yang dikenakan, sekarang bersepeda di pagi haripun mulai mengenakan sarung tangan karena dinginnya menusuk kulit, sakit. Setiap musim pasti punya cerita tersendiri, setiap musim punya keindahannya masing-masing, dan setiap musim punya kejutan yang sudah menanti. 

Tahun ini adalah musim gugur kedua untuk saya. Selalu suka melihat perubahan warna daun. Cerita musim gugur tahun lalu pernah saya tuliskan di sini. Akhir pekan kali ini kami menyempatkan untuk bersepeda bersama, berjalan-jalan di hutan dan taman. Kalau matahari sedang bersinar, harus dimanfaatkan semaksimal mungkin berkegiatan di luar rumah. Karenanya tidak mengherankan akan dijumpai banyak sekali orang yang berjalan kaki di hutan, duduk di taman, bersepeda saat cuaca sedang cerah. 

Bersepeda menuju taman
Bersepeda menuju taman
Tahun lalu kamipun ke tempat ini saat permulaan musim gugur. Ini adalah kawasan yang terdiri dari hutan dan taman. Kami sering berkunjung ke sini .
Tahun lalu kamipun ke tempat ini saat permulaan musim gugur. Ini adalah kawasan yang terdiri dari hutan dan taman. Kami sering berkunjung ke sini .

Karena hawanya yang dingin, kami rasanya selalu ingin makan yang berkuah atau paling tidak makanan yang bisa menghangatkan badan. Nah akhir pekan ini saya masak yang gampang saja. Sop gambas (oyong) dan Risotto Ai Funghi. Sudah sejak lama ingin makan sop gambas, baru terlaksana sekarang karena memang sengaja beli di toko oriental. 

Sop gambas dengan wortel, bihun, dan telur puyuh
Sop gambas dengan wortel, bihun, dan telur puyuh

Nah sewaktu masak sop gambas, saya membuat kaldu sayuran dalam jumlah banyak karena akan digunakan juga untuk membuat Risotto. Resep Risotto ini saya mencontek dari blog Mbak Yo yang Lofoodie, hanya saja ada sedikit penyesuaian karena saya tidak menggunakan wine dan kaldu yang saya pakai adalah kaldu sayur. Ini kali pertama saya membuat Risotto dan rasanya sesuai dengan yang saya harapkan. Enaakk! Saya sampai rebutan dengan suami menghabiskan sisa yang ada di panci. Antara lapar dan enak memang bedanya tipis haha! Ternyata membuat Risotto itu tidak seruwet yang saya bayangkan, asal diaduk berkala, bisa menyambi pekerjaan lainnya.

Risotto Ai Funghi
Risotto Ai Funghi
Kembali lagi ke cerita bersepeda. Saat kami berangkat cuacanya cerah. Saat kami pulang, hujan sepanjang perjalanan menuju rumah. Seringkali saat hujan tidak hanya nampak langit gelap dan basah yang terasa. Coba tengok ke arah yang berbeda. Siapa tahu ada pelangi yang tampak di sana. Saya berkeyakinan, selalu ada yang berwarna diantara yang kelam. Akan selalu ada harapan di dalam kesukaran. Dan saat melihat pelangi, saya selalu percaya ada berita baik yang akan datang.

Pelangi yang kami lihat ditengah perjalanan
Pelangi yang kami lihat ditengah perjalanan

-Den Haag, 9 Oktober 2016-

Rottemerenloop 2016 – 10KM

Pecah telur juga tahun ini bisa ikutan lomba lari. Setelah dari awal tahun ada saja halangan mau ikut race ini dan itu tapi terhalang satu dan lain hal. Sudah daftar jauh-jauh hari eh ternyata dekat hari H tidak bisa. Hangus jadinya uang pendaftaran. Beruntung yang kali ini tidak gagal lagi, meskipun 2 jam sebelum pelaksaan lomba nyaris gagal lagi karena hujan deras.

Jadi hari minggu 2 Oktober 2016, saya dan Mas Ewald ikut lomba lari 10 Km di Rotterdam. Nama lombanya adalah Rottermerenloop. Ada tiga kategori yaitu 1.5 km untuk anak-anak, 10 km dan half marathon (21.1 km). Dua kategori terakhir untuk dewasa. Biasanya Mas Ewald ikut yang kategori 21.1 km kalau ada lomba lari. Tapi kali ini dia ingin ikut yang 10 km. Akhirnya bisa satu kategori sama suami setelah dua kali lomba lari bersama, kami selalu beda (Pertama waktu Bromo Marathon dan kedua waktu CPC Loop di Den Haag). Niatnya sih tahun ini saya bisa pecah telur naik kelas ke 21.1 km. Apa daya selain halangannya ada saja, latihan juga masih kurang maksimal, ditambah kurang nekat. Mudah-mudahan tahun depan bisa.

Ikut lomba yang pagi inipun sebenarnya dadakan. Daftarnya baru seminggu lalu. Rencananya kami justru akan ikut lomba yang akhir Oktober 2016. Ternyata ada yang lebih dulu meskipun tempatnya agak jauh, akhirnya kamipun sepakat ikut. Hitung-hitung sebagai pemanasan karena sudah lama tidak ikut lomba. Nah, pagi tadi hujan pun turun. Kami ragu-ragu berangkat atau tidak ke lomba. Kalau dilihat dari prakiraan cuaca, ada saat-saat yang tidak hujan meskipun secara keseluruhan sepanjang hari akan turun hujan. Tapi menjelang jam 10, matahari bersinar terang. Akhirnya kami putuskan berangkat saja, toh kami bawa jaket yang anti air. Jadi kalau hujan tinggal jaketnya dipakai.

Para peserta 10km
Para peserta 10km

Ternyata waktu jam 11 mataharinya bersinar terang meskipun hawanya tetap dingin. Wah, syukurlah jadi bisa lari tanpa khawatir hujan. Saya lupa kalau ini Belanda, artinya 4 musim bisa terjadi dalam satu hari. Pada saat menjelang km ke 7, saya melihat dari kejauhan mendungnya tebal. Benar saja, saat memasuki km ke 7, hujan deras langsung mengguyur dan angin kencang tiba-tiba datang. Saya yang sejak start sampai km ke 7 terus lari, tiba-tiba langsung berhenti tidak kuat kena angin kencang dan hujan deras. Saya berjalan sampai saya melihat peserta HM (Half Marathon = 21.1 km) melintas, akhirnya saya ikutan lari lagi sampai finish. Hujannya deras sejak km ke 7 sampai km ke 9. Jadi selama 2km saya menguatkan diri lari ditemani hujan deras dan angin kencang.

Ditengah lari, mendungnya tebal sekali. Ini moto sambil lari, makanya miring. Setelah moto ditegur panitia, katanya ga usah moto, nanti lambat larinya. Lah lari memang sudah lambat dari sananya :D
Ditengah lari, mendungnya tebal sekali. Ini moto sambil lari, makanya miring. Setelah moto ditegur panitia, katanya ga usah moto, nanti lambat larinya. Lah lari memang sudah lambat dari sananya 😀

Lomba kali ini sangat istimewa untuk saya karena saya menjadi peserta terakhir yang sampai finish. Saya memang tidak bisa cepat kalau lari, meskipun untuk 10 km saya pasti lari terus tanpa berhenti (kalau pas tidak hujan). Mungkin kalau dilatih bisa untuk sedikit cepat, tapi saya saja yang memang agak bebal selalu beralasan kalau suami berencana melatih lari dengan metode interval. Kalau dua lomba sebelumnya saya boleh jumawa karena tidak menjadi peserta terakhir yang sampai finish, karena dua lomba sebelumnya pesertanya jauh lebih banyak dan lebih beragam dibanding yang kali ini. Nah tadi pagi pesertanya orang Belanda semua, mereka kan tingginya menjulang (alasan :p), jadi pasrah sejak awal kalau akan lambat sampai finish. Buat saya, 2km awal dan 2km akhir itu adalah jarak kritis. Jadi harus pintar-pintar mengatur strategi nafas dan ritme kaki.

Begitu sampai finish, semua bersorak sambil menyebut nama saya. Sementara saya senyum-senyum simpul haha! Makanya saya menyebut lomba kali ini istimewa, karena punya pengalaman jadi peserta terakhir yang sampai finish. Ah tak mengapa, yang penting sampai juga dengan keadaan sehat karena ada dua peserta ditengah-tengah jarak tidak melanjutkan, karena kakinya kram. Jadi suami catatan waktunya 49 menit, sementara saya 1 jam 25 menit. Catatan waktu saya lebih lama dibanding yang tahun lalu. Sampai finish saya lalu minum dua gelas dan makan jeruk. Saking laparnya saya sampai nambah berkali-kali jeruk yang disediakan panitia. Setiap peserta diberi Flash Disk ketika sampai finish, sebagai kenang-kenangan.

Finisher 10 Km
10 Km Finisher

Saya suka baca buku di bawah ini, bercerita kisah orang orang yang tergerak untuk lari dengan tempo masing-masing sesuai kemampuan. Mengingatkan akan tempo saya sendiri.


Jadi itulah pengalaman lomba lari hari ini. Menyenangkan karena banyak kejadian yang bisa membuat senyum-senyum sendiri kalau diingat.
Cerita Akhir Pekan

Numpang sedikit tentang cerita akhir pekan selain lomba lari. Jadi hari sabtu, saya tiba-tiba kepengen klepon (lagi). Akhirnya saya buat klepon dalam porsi banyak karena untuk dikasih ke Mertua juga. Selain buat klepon, saya juga buat serundeng untuk persediaan. Lumayan bisa jadi teman makan atau ditabur pas makan salad. Saya kasih juga Serundeng ke Mama mertua karena Beliau suka sekali dengan Serundeng dan Klepon

Klepon
Klepon
Serundeng
Serundeng

Lalu makan siang kami, saya masak yang cepat saja. Tumis kangkung dan tempe penyet. Kami berdua suka sekali sambel penyet tempe. Tempenya dipanggang soalnya males goreng-goreng. Saking malesnya saya dengan goreng-goreng, minyal 1L selama 4 bulan masih ada separuh botol.

Penyetan tempe, tumis kangkung plus pete, serundeng, dan quinoa
Penyetan tempe, tumis kangkung plus pete, serundeng, dan quinoa

Pulang dari rumah Mama, kami mampir sepedahan di hutan dan tiduran sebentar di pinggir danau mumpung cuaca cerah dan matahari bersinar meskipun dingin. Anggap saja sedang menabung vitamin D.

Tidur pinggir danau.
Tidur pinggir danau.


Begitulah cerita akhir pekan kami. Minggu depan dari ramalan cuaca mengatakan kalau matahari bersinar sepanjang minggu. Yiayy!

Bagaimana cerita akhir pekan kalian? Semoga juga menyenangkan. Selamat hari Senin, selamat mengawali minggu dengan keceriaan. Semoga sepanjang minggu keberkahan selalu menyertai kita semua.

-Den Haag, 2 Oktober 2016-