Van Horster Land 2016 – Festival Kuliner dan Kultur di Horst

Horst adalah sebuah desa yang terletak di dekat lembah Groote Molenbeek, merupakan bagian dari pemerintahan Horst aan de Maas, Provinsi Limburg, Belanda. Populasi Horst aan de Maas sebanyak 41.700 orang (2015), 0.246% dari total populasi di Belanda. Horst terkenal dengan budidaya jamur skala besar dan holtikultura. Penduduk Horst mempunyai beberapa dialek saat berbicara. Ada beberapa tempat menarik yang bisa dikunjungi di Horst seperti Het Aarbeinland, Museum de Kantfabriek, Kasteelse Bossen, dan beberapa tempat lainnya. Sayangnya kunjungan saya ke Horst minggu lalu bukan untuk mengunjungi tempat-tempat tersebut, melainkan untuk memeriahkan Van Horster Land dan berkunjung ke rumah seorang teman.

Van Horster Land adalah festival kuliner dan kebudayaan Horst yang diadakan di pusat kota (centrum) Horst. Acara ini baru diadakan selama dua tahun berturut. Tahun ini Van Horster Land diadakan pada tanggal 24 dan 25 September 2016. Untuk ukuran kota kecil, festival ini tergolong cukup besar karena banyak sekali stan yang ada di sana. Tidak hanya stan, panggungnya pun ada 3 yang terletak di 3 tempat berbeda. Teman saya yang tinggal di Horst ini adalah salah satu yang ikut memeriahkan acara ini, dimana dikemudian hari dia mengajak saya dan seorang teman yang tinggal di Amsterdam untuk mengisi stan yang disediakan untuk dia. Stan yang disediakan untuk dia merupakan bagian stan dari tempat kursus integrasi yang dia ikuti, namanya Siham. Jadi stan yang kami gunakan adalah stan Indonesia.

Sebulan lalu saat saya dan teman dari Horst sedang jalan-jalan sehari ke Volendam, Edam, dan Marken (ceritanya menyusul), dia mengatakan tentang acara ini pada saya. Sebenarnya saya ingin datang karena saya memang suka sekali dengan acara-acara lokal semacam ini. Tapi tergantung tiket kereta juga, apakah ada tiket kereta murah yang dijual (dagkaart), karena kalau memakai tiket kereta biasa ke Horst mahal juga mengingat jarak tempuh dari Den Haag ke Horst 2.5 jam berkereta. Bersyukurnya akhir Agustus ada dagkaart yang dijual di salah satu supermarket di Belanda. Kesampaian juga akhirnya mengunjungi Horst.

Beberapa minggu lalu, saya pernah memamerkan foto ke dia saat saya berhasil untuk pertama kalinya membuat sate lilit Bali dan sate ayam. Saat itu saya bilang kalau nanti ke Horst, saya akan membawa sate lilit untuk dimakan bersama di rumahnya bersama 3 teman lainnya. Saya tidak menyangka kalau membuat sate lilit begitu mudah. Saya pikir selama ini agak ruwet, ternyata gampang sekali dan prosesnya cepat. Hari jumat sepulang kerja, saya bilang ke dia kalau sate lilit siap diproses dan meminta dia untuk mempersiapkan sambel matah sebagai teman makan sate lilit. Ternyata dia memberikan ide, bagaimana kalau saya membuat sate lilit dengan porsi yang lebih banyak supaya bisa dijual di stan dia. Wah, dadakan sekali karena saya tidak terlalu cukup bahan juga. Tetapi sayang juga ya kalau dilewatkan. Kesempatan emas untuk memperkenalkan sate lilit kepada orang Belanda karena di Belanda yang terkenal adalah sate ayam. Akhirnya saya membuat sate lilit dengan bahan yang ada saat itu. Saat saya memberitahu suami, dia ikut antusias juga sampai membuatkan deskripsi sate lilit itu apa. Dia sampai menawarakan untuk membuatkan saya kartu nama, siapa tahu ada yang mau pesan katanya. Walah, saya sampai tidak berpikir sepanjang itu karena untuk saat ini memasak itu bagian dari hobi meskipun beberapa kali juga saya memasak pesanan dari teman-teman dekat suami dan saya.

Setelah 2.5 jam perjalanan, sampai juga saya di Stasiun Horst-Sevenum (Suami tinggal di rumah. Setiap bulan kami memang selalu ada me time sehari melakukan kegiatan sendiri-sendiri). Saya dan seorang teman dijemput lalu kami langsung menuju ke tempat acara. Teman saya bersama teman lainnya sudah ada di stan. Teman yang tinggal di Amsterdam membawa barang jualannya yaitu batik-batik. Sedangkan teman saya yang di Horst menjual lumpia lalu saya menjual sate lilit. Saya antusias sekali selain karena bertemu dengan mereka, juga pertama kali ikut dalam acara lokal seperti ini. Sebenarnya suami sudah menawarkan beberapa kali untuk ikut serta di festival kuliner yanga ada di Den Haag, tapi saya masih males-malesan menyanggupi. Suami saya ini memang selalu berapi-api kalau mendukung saya untuk usaha makanan. Tapi saya masih belum sepenuh hati, meskipun cita-cita besar saya di masa depan ingin punya restoran yang dipadukan dengan toko buku atau perpustakaan. Mudah-mudahan terwujud. Saya dan teman-teman menggunakan batik, nyambung dengan apa yang dijual di stan tersebut.

Stan kami, menjual aneka macam batik, pernak pernik dari silver, lumpia dan sate lilit. Peta Indonesia yang merah itu akhirnya saya beli, unik untuk dipasang di rumah.
Stan kami, menjual aneka macam batik, pernak pernik dari perak, lumpia dan sate lilit. Peta Indonesia yang merah itu akhirnya saya beli (menggunakan uang hasil jualan sate :D), unik untuk dipasang di rumah.
Sate Lilit
Sate Lilit buatan saya. Yang di kotak belakang itu lumpia isi sayuran dan ayam buatan teman.
Nampang depan stan. Saya memakai batik dari Jambi kalau ga salah. Ingat-ingat lupa entah ini kado kawinan atau nitip teman trus jahit model sendiri
Nampang depan stan. Saya memakai batik dari Jambi kalau ga salah. Ingat-ingat lupa entah ini kado kawinan atau nitip teman trus jahit model sendiri.

Resep sate lilit ikan ini saya menyontek dari blog Melly. Dari beberapa yang mengunjungi stan kami dan membeli makanan dan barang-barang yang kami jual, mereka belum pernah mendengar yang namanya sate lilit. Akhirnya mereka membeli dan mencoba. Menurut mereka rasanya enak sekali (dengan mengatakan “heerlijk” yang artinya lezat). Lalu mereka bertanya bagaimana cara membuatnya dan bahan-bahan yang digunakan apa. Untung saja ada deskripsi yang dibuatkan oleh suami sehingga saya tidak terlalu banyak menjelaskan. Ada yang suka rasanya, ada yang tidak suka rasa kelapanya, ada yang merasa terlalu pedas, dan ada yang bilang rasanya tidak pedas sama sekali. Yang mengejutkan, ada yang ingin pesan lumpia dan sate lilit. Mereka minta kartu nama kami untuk pemesanan. Kami lalu bilang kalau kami tidak buka katering. Saya bilang bisa saja saya membuat sate lilit lalu dikirim ke Horst dari Den Haag, kalau mereka mau. Tapi mereka bilang terlalu jauh. Lalu teman saya ditodong untuk membuat lumpia. Teman saya tidak menyanggupi karena dia bekerja penuh waktu, jadi tidak ada waktu untuk menerima pesanan. Ketika saya cerita ke suami, dia bilang “wat jammer!” (=sayang sekali!).

Beberapa saat kemudian, saya mulai berkeliling melihat stan-stan lainnya. Meskipun tidak semua stan saya kunjungi, tapi senang sekali dengan kemeriahan acara ini. Beberapa kebudayaan dari negara-negara lain seperti Afrika, Irlandia, Indonesia, Ukraina, Maroko, dan masih banyak lainnya ikut memeriahkan festival ini. Dan yang pasti, banyak sekali stan yang menawarkan makanan untuk dicicipi. Nah bagian ini yang saya suka, incip makanan gratis 😀

Paprika dan jagung
Paprika dan jagung
Radish, enak dimakan untuk salad
Radish, enak dimakan untuk salad

Camilan paprika
Camilan paprika

Aneka olahan jahe
Aneka olahan jahe
Keju dan Kacang
Keju dan Kacang
Panggung musik
Panggung musik
Air mancur dan panggung lainnya
Air mancur dan panggung lainnya

Selain stan di luar ruangan, ada juga produk pertanian yang dijual di dalam gereja.

Sayur mayur yang ada dalam Gereja
Sayur mayur yang ada dalam Gereja
Sayur mayur yang ada dalam Gereja
Sayur mayur yang ada dalam Gereja

Gereja
Gereja

Saya dan teman-teman juga berkesempatan membuat Henna. Awalnya melihat ada seorang perempuan membuat Henna untuk anak kecil. Lalu saya bertanya harus bayar berapa dan tahan berapa lama Henna tersebut. Ternyata gratis dan cuma tahan kurang lebih satu minggu. Saya lalu tertarik lalu minta dibuatkan salah satu model yang tertera di salah satu bukunya. Sambil menunggu dilukis, saya bisa mendengarkan alunan gendang (entah apa nama alat semacam gendang) yang dimainkan dari stan Afrika dan beberapa orang ikut belajar memukul gendang tersebut. Begitu sampai rumah, suami kaget ada Henna di tangan saya. Saya suka karena gambarnya tidak ramai. Sampai hari ini, Henna yang ada di tangan sudah agak memudar.

Henna
Henna
Belajar memukul gendang
Belajar memukul gendang

Selain stan-stan yang memang berjualan untuk mendapatkan uang pribadi, ada juga stan-stan yang berjualan untuk mendapatkan uang yang nantinya akan disumbangkan pada yayasan dimana mereka berada. Salah satu stan yayasan tersebut ada di depan stan kami. Yayasan ini namanya Wahyu, didirikan untuk membantu anak-anak di Bali utara. Yayasan Wahyu ini didirikan pada tahun 2008 atas prakarsa Perancis Gardingen dan Willemien van Gardingen- van den Elzen. Keduanya adalah pengusaha yang sudah pensiun. Sejak tahun 2003, mereka aktif bersama-sama dengan pemberian bantuan kepada anak-anak di wilayah Bali Utara, Indonesia. Yayasan Wahyu ingin memberikan bantuan untuk pelatihan pemuda di Bali Utara. Anak-anak ini layak mempunyai masa depan yang lebih baik dengan kesempatan untuk bersekolah di tempat yang baik, dengan atap yang tidak bocor dan fasilitas sanitasi yang memadai dan higienis karena banyak sekolah tidak memiliki irigasi dan air minum (dari website Yayasan Wahyu). Rasanya saya malu hati melihat bangsa lain mengumpulkan dana untuk membantu bangsa Indonesia. Jadi bertanya pada diri sendiri, apa yang sudah saya lakukan untuk Indonesia. Ada kejadian yang menggelitik, stan-stan disekitar yayasan Wahyu ini kalau memanggil Meneer yang menjaga stan dengan panggilan Wahyu, padahal nama Beliau bukan Wahyu.

Yayasan Wahyu
Yayasan Wahyu
Ibu ini asalnya Irlandia, menikah dengan orang Belanda kemudian mendirikan yayasan untuk membantu masyarakat Ghana
Ibu ini asalnya Irlandia, menikah dengan orang Belanda kemudian mendirikan yayasan untuk membantu masyarakat Ghana

Van Horster Land berlangsung dari jam 12 sampai jam 5 sore. Sekitar jam setengah lima kami mulai beres-beres. Kami sudah lapar dan ingin segera makan di rumah temen. Senang sekali bisa ikut berpartisipasi di acara ini. Selain saya dan teman-teman yang tinggal di Belanda baru 1.5 tahun bisa langsung praktek menggunakan bahasa Belanda, bisa berinteraksi dengan masyarakat lokal dan orang dari beberapa negara, bisa mengetahui kebudayaan bangsa lain, bisa memperkenalkan Indonesia lewat makanan dan barang-barang khas Indonesia serta bisa menjelaskan jika ada yang bertanya tentang Indonesia. Pengalaman sangat berharga.

Setelah acara selesai, kami langsung menuju rumah teman untuk makan, berbincang dan tertawa saling bertukar cerita tentang pengalaman kami saat awal-awal tinggal di Belanda. Ternyata banyak sekali kejadian lucu yang kami alami karena saat itu kami belum bisa bahasa Belanda sama sekali, jadi banyak sekali salah paham kalau sedang berbicara dengan orang Belanda. Kami tertawa tiada henti mengenang masa-masa itu. Bersyukurnya saat ini kami sudah bisa berbicara menggunakan bahasa Belanda, meskipun tetap masih harus belajar lebih giat lagi untuk meningkatkan kemampuan bahasa Belanda kami. Terima kasih untuk teman saya yang sudah memasak dengan sangat enak dan untuk teman-teman lainnya atas segala cerita serta kebersamaan hari itu. Tot volgende keer!

Makanan Nusantara. Kreco (siput), asem-asem ikan, sambel trasi, lalapan, bakso, ikan bumbu kuning. Super Lekker!
Makanan Nusantara. Kreco (siput) masak pedas, asem-asem ikan, sambel trasi, lalapan, bakso, ikan bumbu kuning, sate lilit, tempe mendoan, kue lapis. Super Lekker!

-Den Haag, 28 September 2016-

Bieslanddagen 2016

Bieslanddagen 2016

Saya suka sekali yang namanya belanja. Maksudnya adalah belanja bahan makanan di supermarket ataupun di pasar. Berbelanja di pasar tradisional selalu mempunyai kesenangan tersendiri, salah satu cara untuk refreshing, begitu saya menyebutnya. Beruntung sekali di Den Haag pasar tradisionalnya (Haagse Markt) super lengkap dan super murah dengan kualitas barangnya bagus. Saya mengatakan super lengkap karena banyak sayur mayur ataupun buah yang ada di Indonesia juga dijual di sini. Sebut saja sukun, belimbing wuluh, kedondong dan masih banyak lainnya, bahkan ontong (jantung pisang) segar pun ada. Selain itu, kalau di pasar saya selalu mengamati interaksi antara penjual-pembeli, penjual-penjual, maupun pembeli-pembeli. Karenanya, saya tidak bisa sebentar kalau ke pasar. Minimal 2 jam di sini, selain karena pasarnya sangat besar, saya juga sambil jalan-jalan melihat barang-barang yang lain (elektronik, baju-baju, kain, perlengkapan dapur dll). Saya ke pasar setiap tiga minggu sekali. Di Haagse Markt barangnya bisa ditawar, selayaknya pasar tradisional di Indonesia. Saya sering menawar harga cabe rawit.

Ontong atau jantun pisang di Haagse Markt
Ontong atau jantun pisang di Haagse Markt

Selain ke pasar tradisional atau supermarket, saya dan suami juga senang membeli sayuran, buah, dan telur langsung ke pertanian dan peternakan. Jadi kami di sini bisa langsung petik sayuran atau buah yang ingin di beli (terkadang didampingi yang punya, terkadang bisa langsung petik sendiri) lalu ditimbang dan bayar. Membeli telur ayam juga sama, kami langsung datang ke peternakannya, ambil sendiri telur yang ada dalam kandangnya, lalu ditimbang dan bayar. Area pertanian dan peternakan yang dekat dengan rumah adalah Biesland yang terletak diantara Den Haag, Delft, dan Pijnacker. Daerah ini selalu kami lalui setiap minggunya karena hutannya (Bieslandse Bos) menjadi tempat kami olahraga lari ataupun sekedar jalan-jalan di akhir pekan. Jangan bayangkan hutannya seram dan penuh pepohonan lebat seperti di Indonesia. Hutan di sini jauh dari kesan angker. Beberapa foto di bawah ini adalah lahan pertanian yang biasanya kami datangi untuk membeli sayuran.

Buncis
Buncis
Ini tanaman apa ya, Kale kayaknya. Yang disebelahnya adalah Pre
Ini tanaman apa ya, Kale kayaknya. Yang disebelahnya adalah Pre
Seledri (dalam bahasa Belanda : Selderij)
Seledri (dalam bahasa Belanda : Selderij)

Selain di Biesland, ada dua tempat lagi tempat kami membeli sayur mayur dan buah. Kalau di dua tempat tersebut bukanlah area pertanian, melainkan rumah kecil yang di dalamnya berisi hasil pertanian. Jadi hasil pertanian tersebut sudah diberi harga, kita bisa timbang sendiri lalu memasukkan uangnya ke dalam kotak yang sudah tersedia. Kenapa memasukkan uang ke dalam kotak? Karena tidak ada yang menjaga rumah kecil ini. Jadi sistemnya adalah kepercayaan dan kejujuran. Kita membayar sesuai dengan harga yang tertera di timbangan.

Untuk metode membeli sayuran langsung di lahan pertanian, mengingatkan saya akan sistem penjualan di kebun di Ambulu dan sawah milik Mbah Putri di Nganjuk. Jadi kalau di sawah, Mbah Putri selain menanam tanaman pokok, juga ada beberapa tanaman pendamping misalkan cabe, kacang panjang, lembayung, buncis dll. Bedanya, pembeli memetik sendiri apa yang ingin membeli, lalu Mbah Putri mengira-ngira harganya. Jadi tidak memakai timbangan. Kalau di Ambulu juga sama. Ada kebun milik keluarga (namanya tegalan) yang menanam pohon kelapa, cabe, salak, rambutan, mangga dan masih banyak lainnya, juga ada peternakan ayam. Bedanya kalau di Ambulu setelah pembeli mendapatkan barangnya, bude atau Ibu lalu menimbang barang tersebut. Jadi membayarnya sesuai beratnya, tidak menggunakan ilmu perkiraan.

BIESLANDDAGEN 2016

Bieslanddagen 2016
Bieslanddagen 2016

Tanggal 3 dan 4 September 2016 ada acara di area Biesland yang namanya adalah Bieslanddagen (dagen = hari dalam bentuk jamak). Bieslanddagen 2016 sudah memasuki tahun ke empat belas. Acara ini diadakan setiap tahun pada minggu pertama bulan September. Jadi dalam dua hari tersebut diadakan acara semacam pesta pertanian dan peternakan, acaranya gratis kecuali kalau kita membeli sesuatu tentunya membayar. Kami datang pada hari sabtu, cuaca lumayan cerah tapi tidak cerah sekali. Saya antusias sekali datang ke acara ini. Saya selalu suka dengan acara yang konsepnya kembali ke alam. Setelah memarkir sepeda, kami melihat banyak sekali anak-anak kecil. Suami sempat ragu, jangan-jangan acara ini diperuntukkan untuk anak-anak kecil. Saya bilang tentu saja tidak, acara ini untuk umum, siapapun boleh datang tidak mengenal umur. Beberapa kegiatan pada Bieslanddagen ini adalah kegiatan untuk anak, stan yang menjual produk lokal, acara musik, dan membeli secara langsung buah dan sayur di kebun. Lokasi acara ini ada di sembilan tempat berbeda tetapi letaknya berdekatan. Jadi bisa ditempuh jalan kaki antara satu tempat ke tempat lainnya.

Hoeve Biesland
Hoeve Biesland

KEGIATAN ANAK

Di awal saya sudah menyebutkan kalau dalam acara ini didominasi oleh keberadaan anak-anak kecil. Rupanya banyak sekali kegiatan yang bisa dilakukan olah anak-anak tersebut pada acara ini. Beberapa kegiatan seperti yang terlihat pada foto-foto dibawah ini, yaitu : memberi makan sapi, memancing, ada story telling juga, bisa naik kereta secara gratis (ada beberapa kereta yang disediakan), belajar memanah, bermain bersama domba dan sapi di lapangan, belajar melukis muka, bermain hulahop, kemping, dan membuat gerabah dari tanah liat. Asyik-asyik ya semua kegiatannya.

Memberi makan sapi
Memberi makan sapi
Memancing
Memancing
Mendongeng
Mendongeng
Naik kereta
Naik kereta

Sewaktu melewati tempat belajar memanah ini saya hanya bisa memandang dengan rasa ingin ikutan juga. Suami menggoda “kalau kamu mau, ayok aku temani. Nanti aku bilang kalau usiamu baru 14 tahun.” :p Dia tahu kalau salah satu keinginan saya bisa memanah, setelah menonton The Hunger Games *korban film.

Belajar memanah
Belajar memanah
Sapinya menggemaskan
Sapinya menggemaskan
Bermain bersama kuda
Bermain bersama kuda

STAN MENJUAL PRODUK LOKAL

Nah, bagian ini yang membuat antusias. Saya selalu senang kalau melintasi stan-stan yang menjual produk lokal, maksudnya adalah sayur mayur dan buah yang dijual langsung dipetik dari kebun atau lahan pertanian. Atau bahan makanan atau minuman yang dijual juga diolah dari hasil pertanian maupun perkebunan setempat. Jadi benar-benar terasa lokal dan segarnya. Ada satu stan yang menjual sambal. Variasi sambalnya lumayan banyak, tapi tidak ada sambal terasi apalagi sambal pete. Ditengah saya mencicipi beberapa jenis sambal, ada seseorang yang menyapa. Dia bertanya apakah saya dari Indonesia (bertanya menggunakan bahasa Belanda). Setelah saya jawab iya, langsung dia berganti berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Rupanya Bapak tersebutlah yang membuat sambal-sambal ini. Bapak tersebut berasal dari Kalimantan dan sudah lama tinggal di Belanda. Suami menggoda saya “mustinya kamu juga buka stan di sini, menjual sambal buatanmu yang fenomenal itu.” Dia ini menggoda saya seperti itu karena memang beberapa kali saya pernah menjual sambal buatan saya kepada beberapa teman. Mereka minta dibuatkan tapi maunya membeli, tidak mau diberi secara cuma-cuma. Ya akhirnya saya buatkan, lumayan buat nambah tabungan.

Jual segala jenis sambel
Jual segala jenis sambel
Gemes lihat warnanya
Gemes lihat warnanya. Stan ini menjual minuman, sambal, dan beberapa kue.
Perwadah isinya bercaman sayuran, harganya 1.5 euro
Perwadah isinya bercaman sayuran, harganya 1.5 euro
Bir
Bir
Tomat segar
Tomat segar
Keju produksi Biesland
Keju produksi Biesland
Sayuran segar
Sayuran segar

Roti dan ovennya
Roti dan ovennya
Meracik minuman
Meracik minuman

ACARA MUSIK

Di Bieslanddagen ini juga ada acara musik yang terletak di beberapa tempat. Ada yang akustik, ada kelompok musik, maupun ada yang berkeliling sambil memainkan alat musik akordian ditemani oleh Oma dan Opa yang berdansa dan ikut bernyanyi. Ini ada sedikit rekamannya :

Kelompok musik Pijnacker
Kelompok musik Pijnacker
Sambil makan, menikmati nyanyian dari kelompok musik
Sambil makan, menikmati nyanyian dari kelompok musik
Bernyanyi dan menari
Bernyanyi dan menari

BERKUNJUNG KE KEBUN BUAH

Kebun buah ini letaknya di belakang sebuah rumah yang dulunya juga berfungsi sebagai kincir angin. Tapi sejak lama kincir angin tidak difungsikan lagi tetapi rumahnya masih ditempati oleh seorang Opa. Kebun buahnya sebenarnya tidak terlalu besar, tetapi lumayan banyak jenis buah yang ada di dalamnya. Ada buah pir, apel, framboesa, strawberry, dan beberapa buah lainnya yang saya tidak tahu namanya.

Rumah yang dulunya juga berfungsi sebagai kincir angin. Saat ini kincir anginnya tidak berfungsi lagi, tinggal rumahnya saja dihuni oleh seorang Opa. Rumah ini dibangun tahun 1800an
Rumah yang dulunya juga berfungsi sebagai kincir angin. Saat ini kincir anginnya tidak berfungsi lagi, tinggal rumahnya saja dihuni oleh seorang Opa. Rumah ini dibangun tahun 1800an.
Ini buah apa tidak tahu namanya.
Ini buah apa tidak tahu namanya.
Framboesa
Framboesa

Sedang memangkas tanaman yang digunakan sebagai dekorasi rumah, untuk dijual langsung kepada seorang pembeli kepada seorang pembeli.
Sedang memangkas tanaman yang digunakan sebagai dekorasi rumah, untuk dijual langsung kepada seorang pembeli.
Kebun buah
Kebun buah

Tidak terasa kami mengunjungi satu persatu semua lokasi acara dan suami kalap belanja ini itu (terutama keju), tiga jam kami berada di acara ini. Tidak berasa capek sama sekali karena memang acara ini sangat menarik, banyak stan yang menyediakan tester juga sehingga kami bisa incip-incip gratis, melihat keseruan anak-anak kecil dengan kegiatannya, mendengarkan musik yang dimainkan, maupun sekedar duduk-duduk di dalam kebun buah atau yang tidak ketinggalan juga, menikmati es krim.

Duo es krim. Satu scoop nya 1 euro.
Duo es krim. Satu scoop nya 1 euro.

Selama bulan September ini di Den Haag berlangsung banyak food festival. Kami sampai kebingungan mau datang ke acara yang mana.

Kalian punya pengalaman juga membeli sayur mayur dan buah ataupun telur langsung di peternakan atau pertanian ataupun kebun?

CERITA TAMBAHAN

Cerita tambahan ini tidak ada hubungannnya dengan Biesanddagen. Hanya ingin pamer, kalau minggu lalu akhirnya saya bisa membuat klepon untuk pertama kalinya dan setelah sekian lama akhirnya bisa makan sayur bobor. Warna kleponnya tidak cerah karena tidak punya pewarna makanan, akhirnya warna hijaunya didapat dari daun pandan yang diblender. Saya cuma makan 4 biji, sisanya suami yang tidak berhenti mulutnya mengunyah. Ternyata membuat klepon tidak sesusah yang saya bayangkan (haha sok!). Sayur bobor juga saya baru pertama buat. Rasanya nyaris mirip dengan yang biasa Ibu masak, hanya tidak ada rasa tempe bosoknya (karena memang tidak punya) yang saya ganti aromanya dari ebi.

Klepon
Klepon
Sayur bobor yang dimakan bersama singkong kukus, jagung kukus, mendol panggang, sambel trasi mentah, dan kerupuk. Makan ini berasa lagi ada di Indonesia
Sayur bobor yang dimakan bersama singkong kukus, jagung kukus, mendol panggang, sambel trasi mentah, dan kerupuk. Makan ini berasa lagi ada di Indonesia

-Den Haag,  September 2016-

Semua foto milik pribadi

Cerita Akhir Pekan – Lari ke Hutan Jalan di Pantai

Gimana, judulnya sudah sangat mengAADC belum 😅 -atau kuharus lari ke hutan kemudian belok ke pantai?- 😜

Akhir pekan memang kami lalui di hutan dan di pantai, selain kerjabakti berdua seperti biasa bersih-bersih rumah dan saya masak untuk persediaan beberapa hari kedepan. Akhir pekan suami dimulai hari Jumat karena dia sudah libur sedangkan saya mulai Jumat sore saat pulang kerja. Karena Jumat minggu lalu panasnya luar biasa, tidak ada angin jadi makin menambah hawa panasnya, maka sepulang saya kerja kami makan es krim. Sebenarnya makan es krim karena ingin merayakan sesuatu juga sih, jadi sekalian bersepeda ke toko es krim dekat rumah yang murah meriah dan enak, makanya rame setiap saat.

Pacaran makan es krim.
Pacaran makan es krim.

Sabtu hampir seharian dengan Mama mertua karena pagi sampai siang kami membantu Beliau belanja dan ngobrol di rumahnya. Trus siangnya Beliau mentraktir kami makan di restoran Indonesia andalan saya dan suami yang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah. Kenapa andalan? Karena memang rasanya lebih cocok untuk lidah kami dibanding restoran-restoran Indonesia lainnya yang ada di Den Haag. Andalan saya di restoran ini adalah Tekwan, selain Pempek karena memang restoran ini terkenal dengan Pempeknya (bukan postingan berbayar, hanya testimoni dari pelanggan yang puas). Biasanya restoran ini tidak terlalu ramai kalau siang, meskipun pada saat akhir pekan. Untungnya saya sudah pesan tempat dua hari sebelumnya. Ternyata begitu kami datang, rame sekali. Beberapa orang yang datang setelah kami, tidak bisa makan karena tempat sudah penuh dan mereka memang tidak pesan tempat dulu sebelumnya (saya dengar ada yang datang dari Jerman). Hawa yang panas dan restorannya tidak mempunyai AC, akhirnya pintu dibuka agar sirkulasi udaranya lancar. Mama makan gado-gado  minumnya kopi, saya makan tekwan minum teh botol, suami makan sate kambing rames (dia selalu pesan ini kalau makan di sini) plus es campur tape. Duh senangnya ditraktir Mama, bisa bungkus juga haha mantu kemaruk. Setelahnya sampai rumah kami leyeh-leyeh, mau lanjut ke pantai tidak kuat dengan panasnya (sok banget ya ga kuat panas, padahal panasnya belum ada apa-apanya dibandingkan Situbondo dan Surabaya😅). Malamnya kami nonton film Princess Diana di TV Belgia (lupa nama salurannya). Baru tahu tentang kehidupan percintaan Lady Di setelah bercerai. Meskipun katanya film ini dibuat berdasarkan gosip saja, bukan fakta. Nonton film sambil makan rujak petis.

Rujak petis isi kangkung, kacang panjang, timun, tahu dan tempe
Rujak petis isi kangkung, kacang panjang, timun, tahu dan tempe

Minggu cuacanya tidak terlalu bagus, tidak terlalu buruk juga. Mendung seharian, tapi kadang-kadang muncul matahari. Kami bangun pagi. Suami sepedahan 50km, saya masak sambil nunggu dia pulang sepedahan. Saya masak bumbu urap, botok tempe teri, sambel tumpang, dadar jagung panggang, ubi kukus. Jadi menunya semua serba kukus, rebus, panggang, tanpa minyak. Menu tersebut selain untuk makan siang juga untuk menu makan siang kami berdua selama beberapa hari kedepan. Untuk bumbu urapnya sekalian masak banyak untuk stok di freezer. Botok dan sambel tumpangnya memakai tempe setengah busuk, karena saya memang punya persediaan.

Setelah 1.5 jam masak dan selesai semua, suami datang dari sepedahan. Lalu kami pergi ke hutan dekat rumah untuk lari. Saya selalu senang kalau lari di hutan, tidak terlalu terasa capek. 

Hutan dekat rumah
Hutan dekat rumah
Yang kiri cukup 6km saja, yang kanan 10km plus sepedahan 50km
Yang kiri cukup 6km saja, yang kanan 10km plus sepedahan 50km
 


Pulang lari, langsung santap semangka. Duuhh segernyaaa! Setelahnya kami makan siang. Selepas makan, suami bersih-bersih kamar mandi, nyapu dan cuci peralatan masak. Saya ngurusin kembang-kembang.

Segeerr!
Segeerr!
Makan siang kami : Botok (isi teri, tempe, daun kemangi, belimbing wuluh. Males bungkus pakai daun, akhirnya dikukus saja), sambel tumpang, urap sayur, Quinoa, dadar jagung panggang, ubi manis ungu dan oranye
Makan siang kami : Botok (isi teri, tempe, daun kemangi, belimbing wuluh. Males bungkus pakai daun, akhirnya dikukus saja), sambel tumpang, urap sayur, Quinoa, dadar jagung panggang, ubi manis ungu dan oranye
 

Setelah kerja bakti dan istirahat sebentar, kami lalu ke pantai yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah (antara Scheveningen dan Kijkduin). Ya karena cuacanya memang mendung mendung sendu plus angin kencang, jadinya ya tidak terlalu berharap banyak matahari akan bersinar. Tapi lumayan bisa menghirup aroma laut. Sewaktu kesana, banyak banget yang sedang olahraga apa ya namanya ga tahu saya. Semacam surfing tapi ditarik parasut gitu. Karena angin kencang dan ada ombak juga jadi pantai rame dengan mereka yang sedang olahraga ini, selain beberapa orang yang lari sore.

Mantai kami di hari Minggu
Mantai kami di hari Minggu
Olahraga seperti ini
Olahraga seperti ini




Jadi, akhir pekan kami seperti puisi dalam film AADC ya -ku lari ke hutan lalu belok ke pantai- 😅 semoga akhir pekan kalian juga berwarna bersama orang-orang tercinta.

Seminggu kedepan Den Haag kembali nyentrong panasnya☀️ Semoga minggu ini keceriaan dan keriaan selalu bersama kita semua.
-Den Haag, 29 Agustus 2016-

Semua foto dokumentasi pribadi.

Cerita Akhir Pekan – Kembali ke Dapur

Raw vegan cake. Tanpa gula, tanpa di oven, tanpa telur, dan gluten free.

Sudah lama ya rasanya tidak bercerita tentang kegiatan akhir pekan, kangen juga menuliskan di blog ini. Maklum, akhir pekan kami akhir-akhir ini selalu saja ada kegiatan yang menyita waktu, begitu minggu malam, rasanya ingin leyeh-leyeh saja. Setelah kami road trip ke Italia, minggu lalu saya pergi sendiri ke Berlin untuk kopdaran dengan beberapa blogger yang tinggal di Jerman (Beth, Mia, Mindy), Austria (Mbak Dian), dan Edinburgh (Anggi). Jadi ini semacam girls trip. Kami meninggalkan sejenak para suami di rumah. Cerita lengkapnya menyusul akan saya tuliskan, atau follow saja blog mereka karena nampaknya mereka yang akan terlebih dahulu menceritakan keseruan yang kami lalui di Berlin. Jika punya akun Instagram, bisa melihat foto-foto keseruan kami dengan hastag #mbakyuropdiberlin.

Dari kiri ke kanan : Mbak Dian, Beth, Anggi, Mia, Deny
Dari kiri ke kanan : Mbak Dian, Beth, Anggi, Mia, Deny
Beth, Anggi, Deny, Mindy, Mbak Dian. Foto dari kamera Mbak Dian.
Beth, Anggi, Deny, Mindy, Mbak Dian. Foto dari kamera Mbak Dian.

Akhir pekan ini kami tidak ada acara khusus. Karena sudah lama tidak memasak pada akhir pekan, saya merasa kangen dengan dapur. Rasanya ingin mencoba memasak sesuatu yang baru, tapi yang tidak ruwet. Sabtu pagi suami pergi ke gym setelahnya belanja di supermarket, saya di rumah bersih-bersih kamar. Tiba-tiba saya ingin makan pecel untuk makan siang karena persediaan bumbu pecel masih ada dan di kulkas stok sayuran masih bervariasi karena jumat sepulang kerja saya dan suami pergi belanja sayur dan buah. Akhirnya kami makan siang dengan pecel lauk perkedel tahu panggang. Ini sambel pecelnya sangat pedes, tapi mas Ewald doyan meskipun makannya sambil bercucuran air mata dan ingus keluar dari hidung saking pedesnya dan dia harus berkali-kali membersihkan ingus. Saya bilang kalau kepedesan tidak usah dihabiskan, tapi dia bilang pedasnya masih bisa diterima oleh lidahnya. Level pedes suami rasanya semakin hari semakin meningkat seiring istrinya tega selalu menyajikan makanan dengan rasa pedas 😀

Pecel dan perkedel tahu panggang
Pecel (sayurannya : daun basil, kecambah, sawi, buncis, ketimun, wortel) dan perkedel tahu panggang

Setelah makan siang, saya bersiap untuk membuat kue. Jadi suami malamnya ada acara dengan kerabat. Si empunya acara ini vegan. Setelah mencari resep kue vegan kesana kemari, akhirnya saya cocok dengan resep kue vegan yang ada di youtube ini karena bahannya tidak ruwet dan proses membuatnya tanpa dioven. Bahan kuenya : Tepung Almond (karena saya tidak paham tepung apa yang diterangkan di youtube tersebut, akhirnya saya ganti sendiri dengan tepung almond), air kelapa, kelapa parut, cocoa powder, vanilla extract, kurma (pengganti gula). Ini semua bahannya dicampur menggunakan tangan. Bahan isi dan lapisan luarnya : kurma, air kelapa, avocado, cocoa powder, vanilla extract, dan apel. Untuk takaran bahan-bahannya saya memakai ilmu kira-kira jadi tidak pakai timbangan. Ini baru pertama kali saya membuat kue vegan, dan tanpa di oven. Suami sempat bertanya,”kalau kuenya sudah jadi bisa dimakan?” Wah yo embuh ya mas, ora tau nggawe sebelumnya :D. Dan setelah jadi, taddaaa ternyata kuenya enaaakkk banget. Lembut, tidak terlalu manis, dan yang penting sehat dan tidak ruwet membuatnya. Kue vegan ini setengah loyang dibawa suami ke acara, dan mereka semua suka. Ah senang rasanya baru pertama membuat dan langsung sukses. Sementara suami di rumah berkali-kali buka tutup kulkas untuk makan kue ini. Dia ingin selanjutnya saya membuat kue vegan saja karena menurut dia rasanya lebih enak dibandingkan kue yang biasa saya buat. Saya yang memang tidak terlalu suka jenis kue yang manis, hanya memakan satu kali saja kue vegan coklat tersebut.

Raw vegan cake. Tanpa gula, tanpa di oven, tanpa telur, dan gluten free.
Raw vegan cake. Tanpa gula, tanpa di oven, tanpa telur, dan gluten free.
Raw vegan cake. Tanpa gula, tanpa di oven, tanpa telur, dan gluten free.
Raw vegan cake. Tanpa gula, tanpa di oven, tanpa telur, dan gluten free. Hiasan seadanya.

Sabtu malam saat suami tidak di rumah, saya tiba-tiba ingin makan Tom Yum. Saya ingat masih punya bumbu Tom Yum di kulkas yang saya buat sendiri. Tapi sayangnya saya tidak punya stok seafood. Akhirnya saya membuat Tom Yum isi sayuran : jamur, sawi, kecambah ditambah irisan cabe rawit. Sabtu malam kencan dengan Tom Yum sambil cekikikan melihat lagi foto-foto di Berlin.

Tom Yum isi kecambah, sawi, jamur.
Tom Yum isi kecambah, sawi, jamur.

Kami memulai minggu pagi seperti biasa dengan olahraga. Saya lari 5km, suami bersepeda 50km plus lari 8 km. Lalu saya sibuk di dapur menyiapkan makan siang, suami membersihkan wc dan kamar mandi. Sehari sebelumnya, saya sudah mencari resep pastel tutup karena memang belum pernah membuat dan masih ada stok kentang. Ternyata membuat pastel tutup itu gampang, tidak seruwet seperti yang saya bayangkan. Isi dari pastel tutup ini : wortel, sawi, buncis, jamur, soun, prei dan brokoli. Tinggal oseng-oseng isinya, masukkan di pinggan tahan panas, tutup dengan kentang rebus yang sudah dihaluskan, masukkan oven 190 derajat selama 22 menit. Setelah dicoba ternyata enaakk rasanya, meskipun kentangnya tidak memakai susu, keju ataupun telur. Kentangnya saya campur dengan sedikit tepung supaya agak merekat. Suami suka dengan pastel tutup ini. Hanya satu kritiknya, kok ga dikasih cabe. Duh mas, lidahmu kok lebih mengIndonesia sekarang, apa-apa harus pedas :p. Sisa adonan kentangnya saya buat perkedel panggang untuk lauk suami makan siang di kantor. Dan inilah penampakan pastel panggang pertama saya. Kami makan 3/4 loyang dan selebihnya saya bagi ke Mama mertua.

Pastel tutup isi wortel, soun, jamur, buncis, prei
Pastel tutup isi wortel, soun, jamur, buncis, prei
Pastel tutup isi wortel, soun, jamur, buncis, prei
Pastel tutup isi wortel, soun, jamur, buncis, brokoli, dan prei

Setelah makan siang dan kekenyangan pastel panggang, suami melanjutkan aktivitas menyapu dan membersihkan karpet sementara saya menjemur baju. Sekitar jam 3 kami pergi ke toko tanaman untuk membeli beberapa bunga karena bunga-bunga yang ada di rumah mati semua selama kami tinggal liburan. Setelah dari toko tanaman kami ke rumah Mama. Saya membawa pastel tutup dan kue vegan coklat. Setelah dicoba Mama, beliau sukaa sekali pastel tutup dan kue vegan coklat tersebut. Wah saya girang bukan kepalang. Mama adalah penikmat masakan saya yang paling jujur. Kalau masakan saya tidak enak, beliau akan bilang tidak enak dan makanan saya selebihnya akan dikembalikan. Untung saja selama ini baru satu kali masakan saya yang dibilang tidak enak dan dikembalikan. Kalau tidak salah semur tempe. Selebihnya beliau suka, bahkan tumis pare pete pedes pun beliau suka. Beliau ini suka makanan pedas. Kalau akhir pekan saya memang memasak agak banyak agar Mama juga bisa ikut makan masakan saya. Kalau saya sedang tidak bisa main ke rumah Mama, maka makanan akan saya titipkan pada suami karena suami setiap minggu pasti ke rumah Mama.

Setelah dari rumah Mama kami mengayuh sepeda diiringi angin yang super kencang, gerimis, dan mendung yang memang menggelayut sejak pagi. Musim panas di Belanda matahari muncul hanya sesekali. Selebihnya tetap mendung, hujan dan angin kencang. Akhir pekan kami tutup dengan berbincang ditemani kerupuk, teh jahe, kue coklat vegan dan mendung. Akhir pekan yang menyenangkan karena saya akhirnya kembali lagi ke dapur. Memasak selalu membuat saya bahagia.

Bagaimana cerita akhir pekan kalian?

-Den Haag, 7 Agustus 2016-

Akhir Pekan Ceria

Cantik ya, jambulnya dong ga nahan :D

Sesuai dengan judulnya, akhir pekan yang kami lalui memang ceria dalam arti sebenarnya. Tentu saja ceria disini berhubungan dengan cuaca. Nyaris seminggu kabut selalu turun pagi hari dan sore hari. Memang tidak terasa terlalu dingin karena kami kalau keluar rumah tidak menggunakan jaket, tapi tetap saja rasanya kelabu kalau melihat kabut yang turun. Bukan hanya kabut, hujan juga berhari-hari mengguyur. Tidak terus-terusan turun hujan di tempat kami tinggal, tetapi tetap saja perlu membawa peralatan perang kalau hujan.

Kabut pekat
Kabut pekat

Tetapi akhir pekan cuaca mulai membaik. Lumayan sabtu dan minggu sinar mataharinya terik dengan suhu sekitar 25 derajat celcius. Kesempatan ini tentu saja tidak kami sia-siakan dengan bersepeda menyusuri rute yang baru dan berjalan-jalan di hutan. Kalau cuaca cerah begini senang melihat oarang-orang giat beraktivitas di luar rumah. Ada yang berperahu, memancing, berenang di danau, anak-anak kecil bermain air di halaman rumah, berjemur di taman, membaca buku, jalan-jalan di hutan, duduk dipinggir danau, berolahraga, dan masih banyak aktivitas lainnya. Kalau cuaca sedang cerah, semua orang berbondong-bondong keluar rumah.

Cantik ya, jambulnya dong ga nahan :D
Cantik ya, jambulnya dong ga nahan 😀

Dengan cuaca seperti ini, enak sekali bersepeda atau berjalan-jalan di hutan. Rasanya segar meskipun saya merasa agak gerah. Sampai diledek suami “gaya kamu berasa gerah, nanti bagaimana kalau liburan ke Indonesia, bisa-bisa uring-uringan :p” padahal tahun kemarin saat awal datang ke Belanda saya selalu uring-uringan karena udara dingin sekali. Hampir 1.5 tahun setelahnya keadaan menjadi berbalik.

Dalam hutan. Jalan-jalan begini dalam bahasa Belanda namanya wandelen
Dalam hutan. Jalan-jalan santai dengan jarak agak jauh kalau dalam bahasa Belanda namanya wandelen.
Sesuatu ini beneran ngagetin. Kami kira ada orang pingsan ditengah hutan. Saya malah mau lari saja, mikir film-film horor gitu. Tapi setelah didekati suami katanya gundukan tanah biasa. Duh, bikin jantungan!
Sesuatu ini beneran ngagetin. Kami kira ada orang pingsan ditengah hutan. Saya malah mau lari saja, mikir film-film horor gitu. Tapi setelah didekati suami katanya gundukan tanah biasa. Duh, bikin jantungan!

Ada hal yang menggangu ketika jalan-jalan, yaitu serbuk sari (pollen) yang beterbangan. Untung kami tidak punya alergi terhadap serbuk sari atau bunga tertentu, jadi tidak bersin-bersin dan pilek. Tapi tetap saja risih masuk ke hidung. Jadi rasanya ketika jalan-jalan seperti ada salju beterbangan. Dimana-mana putih warnanya. Membuat kotor rambut juga, menempel. Kalau punya alergi terhadap rumput, serbuk sari dari bunga, tumbuhan namanya hooikoorts. Biasanya sering muncul kalau bunga-bunga mulai mekar

Pollen (serbuk sari)
Pollen (serbuk sari)
Geli sebenarnya lihat gini. Ini seperti bekicot tapi ga ad cangkangnya. Namanya Slak. Nyaris saja keinjak saking kecilnya ditengah jalan
Geli sebenarnya lihat gini. Ini seperti bekicot tapi ga ada cangkangnya. Namanya Slak. Nyaris saja keinjak saking kecilnya ditengah jalan
Nongkrong pinggir danau
Nongkrong pinggir danau

Kalau cuaca panas begini rasanya ingin minum yang dingin-dingin. Inginnya minum es degan sih atau dawet trus duduk-duduk di bawah pohon sambil makan rujak super pedes. Tapi adanya es krim 😀 awalnya kami akan ke Ikea membeli es krim karena es krimnya enak dan murah meriah. Tapi di tengah jalan menuju Ikea kami menjumpai ada yang jual es krim rumahan. Mas Ewald bilang untuk beli disini saja, “kita beli disini saja. Kan membantu orang yang punya usaha sendiri.” Aduh, tersentuh mas dengan ucapanmu :D. Es krimnya enak, rasanya pas.

Beli es krim pinggir jalan (ya kalau ditengah jalan nabrak dong *kriikk krikk)
Beli es krim pinggir jalan (ya kalau ditengah jalan nabrak dong *kriikk krikk)
satu cone begini harganya 1 euro. Rasanya enak banget, haus soalnya
satu cone begini harganya 1 euro. Rasanya enak banget, haus soalnya 😀
Unik ya rumahnya. Yang punya rumah sedang berkebun ditemani anjingnya. Trus kami bertanya nama bunganya apa kok unik bentuknya
Unik ya rumahnya. Yang punya rumah sedang berkebun ditemani anjingnya. Trus kami bertanya nama bunganya apa kok unik bentuknya
Bunga
Bunga Digitalis purpurea. Bunganya seperti lonceng. Ini karena pakai kamera Hp jadi kalau diperbesar pecah.

Akhir pekan saya tidak terlalu heboh masak. Sabtu menunya gudeg sudah ada persediaan, masak yang banyak untuk persediaan bulan puasa, persiapan kalau malas masak melanda. Sedangkan minggu masak stamppot yang merupakan makanan tradisional Belanda. Stamppot ini identik dengan makanan musim dingin, tapi bisa juga dimakan segala musim. Stamppot adalah kentang direbus yang ditumbuk halus bersama sayuran lainnya (biasanya wortel, kale, atau zuurkool-kubis asin-) ditambah keju, margarin, lauknya sausage. Selain dengan sayuran, bisa juga digunakan buah.

Gudeg, pindang telur, ikan asin, nasi coklat, sambel
Gudeg, pindang telur, ikan asin, nasi coklat, sambel

Yang saya masak adalah stamppot modifikasi, vegetarian. Kentang diganti ubi saya tumbuk bersama ujungnya venkel. Diatas kentang saya taburi dengan bawang yang dicampur dengan balsamic. Sayurnya venkel, asparagus, wortel, jagung kecil. Lauknya perkedel tahu yang dipanggang dan tempe yang dibentuk burger dan dipanggang juga. Ini mengenyangkan sekali tapi enak rasa ubi tumbuknya.

Stamppot
Stamppot ubi lauk perkedel tahu panggang. Bebas minyak
Stamppot lauk tempe dibentu burger trus dipanggang. Tanpa minyak
Stamppot ubi lauk tempe dibentu burger trus dipanggang. Tanpa minyak

Selamat puasa hari pertama. Semangaatt!

-Den Haag, 6 Juni 2016-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi

Kinderdijk dan Cerita Seorang Teman

Kinderdijk

Saya mengenal dia, panggil saja namanya begitu, berawal dari Facebook. Waktu itu kami masih sama-sama menjadi pejuang cinta, bedanya saya sudah mendapatkan visa, dia masih dalam tahap akan ujian. Saya yang memulai menyapanya karena kami ada beberapa persamaan latar belakang. Waktu bergulir, dia masih berjuang di sana, saya sudah tinggal di Belanda untuk memulai perjuangan yang lainnya. Kami masih saling berkomunikasi meskipun sama sekali belum pernah bertemu muka. Pertengahan tahun kemarin, untuk pertama kalinya kami bertemu karena akhirnya dia memulai lembaran baru dalam hidupnya di negara ini. Kami tinggal di kota yang terhitung jauh satu sama lain.

Setelahnya beberapa kali kami bertemu kembali di beberapa acara. Kami memang jarang berkirim kabar melalui aplikasi whatsapp, seperlunya saja. Sudah tiga kali kami pergi bersama untuk jalan-jalan keliling Belanda, memanfaatkan tiket murah kereta dan memberi ruang kepada suami di rumah juga kami sendiri untuk sejenak meninggalkan rutinitas, melakukan kegiatan yang kami suka. Me time, begitu bahasa kerennya. Kami pernah mengunjungi Maastricht dan Groningen. Suatu hari saya menerima pesan dari dia, ajakan untuk kembali berjalan menyusuri tempat yang lain. Saya mengusulkan Kinderdijk, dan dia langsung mengiyakan.

Sejak lama saya penasaran dengan Kinderdijk. Meskipun tempatnya tidak terlalu jauh dari tempat saya tinggal, tetapi ada saja halangan untuk datang ke tempat ini. Begitu ada kesempatan, tidak saya sia-siakan. Sejak tahun 1997, Kinderdijk termasuk dalam Unesco World Heritage. Di dalam kompleks Kinderdijk ini terdapat 19 kincir angin, satu kincir angin pertama dibuka untuk umum sebagai museum yaitu Museummill Nederwaard dan kincir angin setelahnya yaitu Blokweer juga bisa dikunjungi, tetapi tidak terlalu banyak turis datang ke kincir angin yang terakhir karena memang bentuknya lebih modern dan letaknya lebih jauh dari gerbang utama. Kinderdijk terletak sekitar 16 km disebelah barat Rotterdam.

Bersepeda di kawasan Kinderdijk diantara kabut
Bersepeda di kawasan Kinderdijk diantara kabut
Berkabut
Berkabut
Kinderdijk
Kinderdijk

Tiket masuk Kinderdijk bisa dibeli melalui websitenya (Ada potongan harga 10%, sudah termasuk mengunjungi dua museum) maupun langsung beli di tempat. Area Kinderdijk ini buka 24 jam, tapi kalau untuk masuk ke museum paling lambat jam 5 sore. Banyak cara untuk bisa menikmati Kinderdijk : dengan berjalan kaki, menggunakan sepeda, ataupun menyusuri sungai menggunakan waterbus. Jika menyewa sepeda tarifnya €3/jam. Kami memilih untuk berjalan kaki, tidak ada alasan khusus, hanya ingin menikmati suasana dengan lebih leluasa.

Sehari sebelumnya, saya mendengar ramalan cuaca di radio yang menginformasikan akan ada hujan es pada hari sabtu tengah hari. Saya mulai panik dan menginformasikan ke dia apakah rencana ke Kinderdijk tetap diteruskan. Kami nekat karena memang tidak ada waktu lainnya, tiket kereta saya habis masa berlakunya akhir pekan ini. Seringkali memang hidup butuh nekat, karena kita tidak tahu apa yang sudah menunggu kita didepan sama. Sabtu sebelum berangkat, saya kembali melihat ramalan cuaca, dan tetap terlihat bahwa tengah hari akan ada hujan deras disekitar Kinderdijk. Kabut juga terlihat pekat disekitar tempat tinggal saya. Ya sudahlah, saya pasrah dengan membawa perlengkapan pelindung dari gempuran hujan es. Sesampainya kami di sana, kabut terlihat menyelimuti area Kinderdijk, jadi terlihat misterius. Meskipun berkabut, tetapi udara tidak terlalu dingin, saya hanya menggunakan kaos tidak terlalu tebal dan rok, maklum saja suhu sekitar 25 derajat, terasa gerah. Saya menyimpan perlengkapan “perang” dalam tas ransel. Ternyata sampai kami meninggalkan Kinderdijk, hujan es tidak datang, bahkan cuaca semakin menghangat. Ramalan cuaca tidak selalu benar.

Melihat kincir angin dari dalam museum
Melihat kincir angin dari dalam museum. Didalam Museummill Nederwaard bisa dilihat sejarah sejak awal berdirinya Kinderdijk sampai ditetapkan menjadi Unesco World Heritage dan keadaannya sampai sekarang, juga bisa mendengarkan penjelasan cara kerja kincir angin juga sejarah kehidupan keluarga yang tinggal didalam kincir angin.
Mengobrol dengan Bapak penjaga museum
Mengobrol dengan Bapak penjaga museum
Ibu saya masih punya lho mesin jahit Singer di rumah :D
Ibu saya masih punya lho mesin jahit Singer di rumah 😀

Sepanjang perjalanan menyusuri Kinderdijk kami bercerita banyak hal, selalu begitu saat ada kesempatan bertemu. Salah satu yang menjadi bahan perbincangan kami akhir-akhir ini apalagi kalau bukan tentang ujian bahasa Belanda, karena saya sudah lulus B1, meskipun masih ada sisa ujian yang belum terlaksana untuk keseluruhan ujian integrasi. Tetapi yang pasti, kami menghindari perbincangan menggosipkan orang. Hidup sudah terlalu sibuk bagi kami berdua, jadi memang tidak ada waktu untuk mengurusi hidup orang lain dengan membicarakan di belakang. Apalagi sejak saya memutuskan menghilang sejenak dari Facebook (juga Instagram) sejak tahun kemarin, rasanya memang lingkup pengetahuan saya akan “berita” orang Indonesia yang tinggal di Belanda jauh lebih berkurang, sangat minimal. Tidak mengapa, lebih baik juga untuk hidup saya.

Kami tidak hanya sibuk berbincang satu sama lain, kami juga menyempatkan diri berbincang dengan beberapa orang yang kami temui, salah satunya Bapak penjaga museum. Orang-orang yang kami temui di jalan juga dengan ramah saling menyapa, dari yang berjalan kaki, menggunakan sepeda, bahkan yang menggunakan kapal kecil, menyapa penuh gembira. Bahkan beberapa kali kami diminta tolong untuk memfotokan orang-orang yang kami temui, lalu berbincang sebentar sekedar bertanya mereka berasal dari mana atau sebaliknya mereka yang bertanya pada kami. Selalu senang jika bertemu dengan mereka yang sedang menikmati hari untuk berlibur, aura bahagianya menular, bahkan hanya dari sebuah senyuman. Apalagi menjelang siang, cuaca semakin cerah. Semakin banyak orang berdatangan ke Kinderdijk tidak hanya sekedar menyusuri area ini, tetapi juga melakukan aktifitas lainnya yaitu memancing, ataupun berpiknik di pinggir sungai.

Salah satunya yang berpiknik adalah kami. Saya yang mengusulkan untuk membawa bekal dengan membagi tugas siapa membawa apa. Walaupun belum tahu akan makan dimana, tapi saya yakin akan banyak bangku disepanjang jalan. Ternyata di museum Blokweer ada kebun yang memang disediakan untuk pengunjung berpiknik ataupun sekedar duduk-duduk santai. Disinilah kami piknik menikmati bekal yang kami bawa sembari melihat kincir angin yang berjejer, perahu kecil yang lewat di sungai depan, dan setelahnya kami duduk santai di dek dan berkeliling melihat tanaman yang ada di kebun tersebut.

Makan siang dengan botok tempe kemangi pete, sambel teri super pedes, dan sayuran.
Makan siang dengan botok tempe kemangi pete, sambel teri super pedes, dan sayuran. Nikmatnya, serasa leyeh-leyeh di pinggir sawah.
Kreatif ya, ember bisa dijadikan meja
Kreatif ya, ember bisa dijadikan meja. Di kebun ini saya melihat beberapa keluarga berpiknik dengan anak-anak mereka yang masih kecil. Anak-anak bisa dengan leluasa bermain disini bersama beberapa hewan yang ada didalam kandang. Toilet yang disediakan juga bersih, ada kantin kecil juga yang menjual beberapa minuman dan makanan juga buah tangan.

Perjalanan terus berlanjut, kami menyusuri jalan setapak yang tidak banyak dilalui orang, tetapi mempunyai pemandangan yang lebih indah dibandingkan jalan sebelahnya. Seperti halnya hidup, terkadang kita harus menepi sesaat dari keramaian, mencari jalan alternatif yang lebih sunyi tetapi mendapatkan pembelajaran hidup yang berbeda, yang mungkin jauh lebih baik meskipun mengarah pada tujuan yang sama.

Keseruan lainnya yang kami lalui di Kinderdijk karena saya mempunyai “mainan” baru. Mainan itu bernama tongsis. Ya, betul sekali, pada akhirnya saya punya tongsis pertama kali karena mendapatkan hadiah dari tempat saya bekerja. Karena belum pernah memakai tongsis sebelumnya, dan saya baru mendapatkan dua minggu lalu, jadi kami heboh sendiri mengoperasikan alat ini. Maklum karena masih baru, ada saja kelucuan yang timbul karena gagap bertongsis. Hampir saja alat ini nyemplung ke sungai pada saat kami bertongsis ria diatas jembatan yang sepi orang. Hal-hal yang menimbulkan kelucuan seperti ini bisa membuat kami tertawa tiada henti.

Bukan itu saja yang membuat kami tertawa terpingkal. Saat duduk-duduk dibangku pinggir jalan dekat museum, kami membayangkan ada tukang bakso lewat atau rombong lontong balap lalu kami memesan satu mangkok atau piring dengan minum es degan atau es teh sambil mendengarkan musik dangdut dari rombong penjualnya, yang dilanjutkan makan gorengan plus lombok dan petis udang. Hanya membayangkan saja sudah membuat kami gembira, apalagi bisa jadi nyata ya.

Semakin sore, semakin banyak rombongan turis yang datang. Kami perlahan meninggalkan Kinderdijk dengan mampir sebentar ke bagian depan untuk membeli es krim. Cuaca sore hari sangat terik, kami butuh sesuatu yang menyegarkan. Seperti pengalaman hari itu yang menyegarkan raga kami dengan berbincang dan bercanda tanpa henti sepanjang hari. Dia, yang dulu adalah seorang kenalan, dengan berjalannya waktu berganti menjadi seorang teman.

Sebelum ada telefon sebagai alat komunikasi, peletakan kincir angin ini mempunyai masing-masing arti. Ada 6 bertanda untuk mengabarkan berita duka, berita bahagia, keadaan darurat, sedang tidak beroperasi dalam jangka pendek atau panjang, dan sedang berlangsung perayaan khusus.
Sebelum ada telefon sebagai alat komunikasi, peletakan kincir angin ini mempunyai masing-masing arti. Ada 6 bertanda untuk mengabarkan berita duka, berita bahagia, keadaan darurat, sedang tidak beroperasi dalam jangka pendek atau panjang, dan sedang berlangsung perayaan khusus.

Untuk seseorang yang “sulit” bergaul seperti saya, tidak terlalu banyak teman bukanlah suatu masalah besar. Bahkan sejak kecil saya selalu tidak merasa nyaman jika berada dalam situasi yang bergerombol, berteman dengan banyak orang. Satu teman tetapi berlaku sebenarnya teman jauh lebih cukup buat saya, dibandingkan beberapa orang yang mengaku teman tetapi menikam di belakang. Semoga pertemanan saya dan dia tetap baik-baik saja, semoga, meskipun ada saatnya waktu yang akan menguji semua.

Het was een gezellig dag
Het was een gezellige dag! Tot volgende keer als we samen reizen! (Sebelum ada yang nanya-GR-, ini adalah saya yang ada di foto :D)

Friendship is a natural bond between good people, reciprocal and without ulterior motives -Socrates-

-Den Haag, 29 Mei 2016-

Cerita Akhir Pekan dan Ulang Bulan Perkawinan

Japanse Tuin

Akhir pekan kami dipenuhi oleh cerita makan-makan dan dan kumpul-kumpul bersama keluarga serta kedatangan tamu istimewa. Dimulai dari Jumat malam, saya dan suami kedatangan tamu, seorang blogger bersama suaminya yang sedang liburan beberapa hari di Belanda. Saya sudah mengenal dia sejak awal mempunyai blog ini. Saya selalu suka dengan ceritanya diblog, dengan cara bertutur yang segar juga foto-foto yang bagus, terutama kalau sedang mengulas makanan. Karenanya, begitu dia mengabari dua bulan sebelumnya kalau akan menginap di Den Haag, saya menawari untuk mampir ke rumah dan makan malam bersama.

Setelah pulang kerja, saya mulai memasak. Karena tidak punya banyak waktu, akhirnya saya membuat yang gampang-gampang saja. Ikan bakar, nasi liwet, tumis kangkung, tahu tempe goreng, sambel dabu dabu, oseng pedes teri asin pete, ayam panggang dan tidak lupa krupuk. Penampakan masakannya tidak ada, males mendokumentasikan karena sudah lapar. Atau saya ketularan males, karena blogger yang saya undang ke rumah kali ini tidak suka mandi, alias males mandi. Iya, yang mengunjungi saya adalah Dita, pemilik blog Males Mandi. Dita seru orangnya meskipun awalnya masih malu-malu 😀 dan ternyata suaminya satu satu kampus dengan saya, jadilah kami reuni kecil-kecilan mengenang kampus dan sekitarnya, terutama warung-warung yang jual makanan murah *tetep lho omongannya ga jauh dari makanan 😀.

AKhirnya ketemu Dita
Akhirnya ketemu Dita

Sebenarnya bukan kali pertama saya kopdaran dengan blogger yang sedang berlibur di Belanda dan mengundang mereka ke rumah. Sebelumnya rumah kami pernah kedatangan Chocky, Safitri, Arievrahman dan istrinya. Tidak semua yang saya kenal diundang ke rumah dan makan malam bersama, tergantung kedekatan saja. Kalau dengan Safitri saya memang sudah kenal lama, sejak masih kerja di Jakarta. Kenal Chocky karena saya memaksa dia untuk membawa titipan buku. Eh, tapi Dita dan Safitri juga sama sih, saya modus menitip buku ke mereka *terima kasih yaa sudah mau direpoti untuk membawa titipan buku.

Chocky dan Safitri
Chocky dan Safitri. Duh foto dengan Safitri kucel, maklum pulang sekolah.
Fotonya nyolong dari twitter @Arievrahman
Fotonya nyolong dari twitter @Arievrahman

Sabtu dan minggu adalah acara kumpul keluarga. Sabtu ada acara ulang tahun ipar, jadinya kami makan-makan disana. Jangan membayangkan kalau orang Belanda ulang tahun makanannya berlimpah. Makanannya porsinya imut imut dan terbatas (secukupnya). Tapi karena keluarga suami ini suka makan, saya melihat perkecualian. Kalau ada anggota keluarga yang ulang tahun, makanannya berlimpah. Banyak sekali sampai kami sering dibekali untuk dibawa pulang.

Hari minggu adalah Hari Ibu di Belanda. Karenanya, saya dan suami mengunjungi Mama. Ternyata disana sudah ada anggota keluarga yang lain. Setelah memberikan kado kepada Mama, acara makan dimulai. Senang kalau acara kumpul keluarga seperti ini, salah satu wadah saya memperlancar bahasa Belanda juga karena bisa ngobrol dengan mereka menggunakan bahasa Belanda.

Keesokan harinya tepatnya Senin, karena sedang libur kerja saya menemani Dita dan suaminya keliling Den Haag, salah satunya ke Japanese Garden. Entah kenapa saya selalu suka ke tempat ini, mungkin karena bisa merasakan tenang dan damai, dengan melihat bunga-bunga dan mendengar merdu suara burung, melihat angsa berenang didanau taman Clingendael. Suami Dita sampai berkali-kali memuji tempat ini (dan tentu saja membandingkan dengan Jakarta :D). Japanse Garden buka dua kali dalam satu tahun yaitu pada saat musim semi dan musim gugur. Saya pernah menuliskan cerita tentang Japanese Garden sebelumnya disini.

Japanse Tuin
Japanse Tuin

Setelah berkeliling ke beberapa tempat dan Dita mencoba makan pertama kali khas Belanda, kami akhirnya makan di restaurant Indonesia. Maklum, dia sudah lebih dari seminggu tidak makan sesuatu yang beraroma Indonesia, karenanya saya bawa kesini. Tentu saja dia kalap, ingin makan ini dan itu. Lumayan bisa menjadi tombo kangen makanan Indonesia karena acara liburannya masih panjang di beberapa negara. Kami memesan rujak cingur, es cendol, mie ayam, es teh manis, kerupuk, dan es jus sirsak.

Rujak cingur tanpa cingur (saya hibahkan ke suami Dita) dan es cendol
Rujak cingur tanpa cingur (saya hibahkan ke suami Dita) dan es cendol.

Senin kemarin merupakan ulang bulan perkawinan kami dan setiap bulan juga pasti kami merayakannya. Kadangkala kami merayakan dirumah atau kalau memang ada waktu, kami merayakan diluar rumah. Terkadang kami merayakan dengan makan, atau sekedar menonton film di Bioskop atau merayakan dengan belanja buku bersama. Untuk bulan ini kami merayakan ulang bulan perkawinan sekaligus ada kabar bahagia dengan makan di restoran Lebanon. Setelah berpisah dengan Dita, saya menunggu suami sampai jam kantor selesai di perpustakaan pusat kota Den Haag. Saya sering menghabiskan waktu disini kalau sedang janjian dengan suami pada saat jadwal kencan kami. Lumayan bisa membaca buku sekalian ngadem. Kapan-kapan akan saya bahas tentang tempat favorit kami berkencan, yaitu segala macam toko buku dan perpustakaan. Kami bisa menghabiskan waktu berjam jam kalau sudah nongkrong di toko buku dan perpustakaan.

Perpustakaan kota Den Haag
Salah satu lantai di Perpustakaan pusat kota Den Haag
Makan di restoran Lebanon. Lumayanlah rasanya meskipun tidak Wow
Makan di restoran Lebanon. Lumayanlah rasanya meskipun tidak Wow
Sesekali pasang foto berdua, mumpung keduanya lagi mood selfie :D
Sesekali pasang foto berdua, mumpung keduanya lagi mood selfie 😀

-Den Haag, 10 Mei 2016-

Cerita Akhir Pekan : Berkunjung ke Aachen dan Monschau

Monschau nampak dari atas bukit

Setelah minggu sebelumnya kami berlibur melintasi desa dan kota-kota kecil di Alsace Region dan Burgundy Region, Perancis, maka akhir pekan kali ini kami jalan-jalan sebentar ke Jerman. Rencana awalnya akan ke Frankfurt karena suami sudah membeli tiket ke Frankfurt Musikmesse, yaitu pameran bertaraf International yang berhubungan dengan alat-alat musik dan Industri musik. Kalau Frankfurt Book Fair yang pernah kami kunjungi sebelumnya adalah pameran Internasional yang berkaitan dengan Industri buku dan buku itu sendiri. Karena suami memang hobi bermusik dan minatnya besar pada musik, maka setiap tahun pasti menghadiri Frankfurt Musikmesse.

Tahun lalu, para kolega kantor Mas Ewald memberi kado wellness weekend. Lha kok ternyata akhir pekan ini masa berlakunya akan berakhir. Akhirnya kami memutuskan untuk menginap semalam di Pullman Hotel Aachen, memanfaatkan kado. Saya sudah membayangkan bisa massage disini, eh ternyata harus mendaftar dulu jauh-jauh hari. Akhirnya saya hanya bisa memanfaatkan fasilitas fitness centre, berenang, sementara suami lanjut sauna. Malamnya tidur nyenyak sekali karena badan segar setelah berolahraga.

Pullman Hotel
Pullman Hotel

Aachen

Kami menyempatkan diri untuk mengelilingi pusat kota Aachen yang memang tidak terlalu besar. Hal itu terbukti dalam waktu beberapa jam saja kami sudah mengunjungi semua tempat wisata maupun sudut-sudut kota Aachen bahkan sampai lorong-lorongnya (karena mencari restaurant untuk makan siang, akhirnya tertarik untuk mencoba makanan Lebanon). Aachen adalah kota paling barat di Jerman yang berbatasan langsung dengan Belanda dan Belgia. Penduduk Aachen sekitar 250.000 orang. Salah satu bangunan yang terkenal di Aachen adalah Cathedral. Bahkan Aachen Cathedral masuk pada Unesco Heritage list. Begitu masuk kedalam, kami terpana dengan desain bangunannya. Berbeda dengan beberapa katedral yang sudah kami datangi sebelum-sebelumnya. Aachen Cathedral dengan kubah berbentuk segi delapan ini nampak megah dengan hiasan dilangit-langitnya yang mewah dan menawan, juga seperti ada cerita yang ingin ditorehkan pada langit-langit tersebut. Cerita tentang Aachen Cathedral ini akan dituliskan secara lengkap oleh suami pada postingan selanjutnya.

Aachen Cathedral
Aachen Cathedral
Salah satu sudut dinding dan langit-langit di Aachen Cathedral
Salah satu sudut dinding dan langit-langit di Aachen Cathedral
Aachen Cathedral
Aachen Cathedral
Museum Katedral
Museum Katedral

Selain Aachen Cathedral, ada beberapa bangunan lain yang terkenal dan bernilai sejarah, misalkan balai kota, sumber mata air alami terpanas di Eropa, beberapa museum (Couven-Museum, Museum Suermondt-Ludwig, Museum koran Internasional), Grashaus di Fischmarkt (awalnya adalah balai kota yang dikemudian hari berubah menjadi perpustakaan), teater Aachen, aktifitas di alun-alun, maupun pusat perbelanjaan.  Ada hal yang menarik perhatian kami selama berkeliling pusat kota Aachen yaitu keberadaan patung-patung yang artistik dan mencuri perhatian. Aachen tidak hanya lekat dengan sejarah, museum maupun Cathedral, tetapi juga terkenal dengan 4 universitasnya serta pada EXPO 2000 di Hanover, Aachen diperkenalkan sebagai daerah model Eropa, sebagai contoh yang baik dari perubahan struktural yang sukses dari daerah pertambangan dan industri konvensional menjadi salah satu lokasi teknologi tinggi besar Eropa. Aachen sangat layak dikunjungi karena kota ini mampu menyajikan sejarah dari waktu ke waktu secara fisik dan visual.

Salah satu patung di Aachen. Wanita berpayung (mudah-mudahan benar saya menginterpretasikannya)
Salah satu patung di Aachen. Wanita berpayung (mudah-mudahan benar saya menginterpretasikannya)

Monschau

Keesokan harinya, saat pagi hari, tiba-tiba suami mengatakan perutnya sakit dan membatalkan untuk pergi ke Frankfurt. Setelah ditunggu beberapa saat, perutnya perlahan membaik. Saat sarapan, dia mengusulkan untuk pergi ke sebuah kota yang letaknya dekat dengan Aachen karena saat itu cuaca sedang bagus, matahari bersinar cerah. Kami berkendara kesana dari Aachen sekitar 50 menit. Nama kota tersebut adalah Monschau.

Monschau adalah kota kecil yang dikelilingi perbukitan dan pegunungan didaerah Eifel, Jerman. Kota kecil ini adalah kota turistik namun penataannya sangat apik, unik, bahkan saya menyebutnya ini adalah kota vintage karena lorong-lorongnya dan bangunannya menimbulkan kesan seperti itu. Monschau mengingatkan saya akan Strasbourg karena tipe rumah maupun penataan kotanya mirip. Berkeliling kota Monschau tidak akan membosankan karena selain warna warni rumah disana yang memanjakan mata, juga pemandangan alamnya yang memukau, suara air yang mengalir melewati bebatuan pada sungai, naik ke atas bukit untuk melihat keseluruhan kota. Jika sudah bosan dengan kebisingan kota besar, maka mengunjungi kota kecil nan memukau seperti Monschau ini bisa dijadikan alternatif liburan.

Monschau
Monschau
Naik ke bukit untuk melihat Monschau dari atas
Naik ke bukit untuk melihat Monschau dari atas
Monschau nampak dari atas bukit
Monschau nampak dari atas bukit
It's Spring!
Hello Spring!

Vaals

Setelah dari Monschau, kami bergegas pulang. Tetapi ada satu tempat lagi yang kami kunjungi saat melewati jalan menuju Den Haag. Tempat itu adalah Drielandenpunt yang terletak di Vaals, Belanda. Drielandenpunt ini adalah tugu batu setinggi kurang lebih setengah meter yang terletak ditengah lingkaran yang terbagi menjadi 3 bagian yang merupakan representasi dari wilayah Belanda, Belgia, dan Jerman. Jadi singkatnya Drielandenpunt ini adalah titik perbatasan tiga negara. Sayang karena kami tidak bisa berlama-lama disana karena harus sampai Den Haag sebelum jam 7 malam, tugu ini tidak bisa kami temukan. Kami naik ke menara dengan membayar 3 euro untuk bisa menyaksikan wilayah 3 negara. Rasanya luar biasa juga ya melihat dari ketinggian ketiga wilayah negara. Saya tidak berani berdiri sampai ujungnya. Membayangkan menggantung begitu jadi ngeri sendiri. Sedangkan suami malah betah berlama-lama diujung sana.

Menara untuk melihat 3 negara sekaligus
Menara untuk melihat 3 negara sekaligus
Wilayah Belanda
Wilayah Belanda
Wilayah Jerman
Wilayah Jerman
Wilayah Belgia
Wilayah Belgia
Tugu yang menyatakan bahwa tempat ini adalah yang tertinggi di Belanda
Tugu yang menyatakan bahwa tempat ini adalah yang tertinggi di Belanda yaitu 322 meter diatas permukaan air laut.

Lama perjalanan dari Vaals ke Den Haag yaitu 2.5 jam. Sebenarnya kami harus sampai di Den Haag sebelum jam 7 malam karena saya ingin makan mie di restaurant mie yang terkenal enak di Den Haag, namanya Seleraku. Kami kesini sebelumnya sampai 3 kali selalu tidak beruntung. Kalau tidak sedang tutup ya menjelang tutup. Karenanya kami bertekad kali ini harus bisa makan disini. Sesampainya disana ternyata tempatnya ramai sekali, dan lagi-lagi kami nyaris tidak bisa makan disini karena meja dan kursi penuh terisi. Beruntung ada dua orang yang selesai makan berbaik hati untuk segera pergi. Akhirnya makan mie juga. Saya pesan mie jamur tahu, sementara suami pesan nasi campur pedas dan es krim durian. Wah, rasa mie disini memang oke punya. Sampai ketika menulis ini saya masih ingat rasanya *lalu mendadak pengen makan mie tengah malam.

Mie Tahu Jamur Seleraku
Mie Tahu Jamur Seleraku

Akhir pekan kami ditutup oleh cuaca di Den Haag yang sangat cerah sehingga kami memutuskan untuk bersepeda ke hutan dilanjutkan jalan kaki mengelilingi hutan dan danau. Kalau seperti ini, rasanya memang musim semi. Kalau hujan turun, mendadak rasanya hati ikutan murung. Meskipun mataharinya terang seperti ini, hawanya tetap dingin karena dibawah 10 derajat.

Wat een mooi weer!
Wat een mooi weer!

Bagaimana dengan akhir pekan kalian? ada cerita seru apa? Selamat beraktivitas, selamat hari senin  dan semoga satu minggu kedepan keberkahan dan kebahagiaan selalu menyertai.

-Den Haag, 10 April 2016-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi