2015 – Tahun Pembelajaran

Senangnya kalau akhir tahun begini membuat tulisan tentang rekapan perjalanan yang sudah dilalui dalam satu tahun. Awalnya membuat tulisan seperti ini karena ikut GA Lia tahun 2014 dimana waktu itu menulisnya setelah mendapat kepastian visa saya ke Belanda sudah turun. Tahun 2014 adalah tahun penuh kejutan. Nuansa ditahun lalu seperti permainan Halilintar di Dufan. Turun naik dan sangat cepat ritmenya. Tidak disangka tidak dinyana pada tahun tersebut bertemu jodoh dan beberapa bulan kemudian menikah, padahal lagi ruwet dikejar dosen pembimbing karena tesis belum selesai. Eh, si mas jodoh ini muncul, Alhamdulillah. Awalnya yang niat hanya fokus ke tesis, harus mikir kawinan dan mengurus dokumen bolak balik Jakarta. Bukan hanya mengurus dokumen, tapi belajar bahasa Belanda juga, menyempatkan ke Belanda juga meskipun hanya 2 minggu karena dosen pembimbing tetap dengan setia meminta laporan perkembangan tesis. Kalau sekarang dipikir, kok bisa ya melewati tahun 2014 dengan segala hingar bingarnya sampai ngos-ngosan sendiri kalau dingat-ingat.

Tahun 2015 hampir bertolak belakang karena lumayan agak santai ritmenya. Tahun 2015 saya sebut sebagai tahun pembelajaran buat kami berdua, terutama buat saya. Kenapa? karena hampir setiap saat isinya belajar dalam arti sesungguhnya maupun belajar secara filosofi. Belajar bahasa Belanda lebih dalam, suami belajar bahasa Indonesia, belajar saling memahami dengan suami karena baru tahun ini kami berkumpul kembali setelah menikah dan LDM hampir selama 6 bulan, belajar sabar, belajar berdamai dengan masa lalu supaya perlahan bisa menghilangkan trauma, belajar memasak dan membuat kue, belajar bersosialisasi dengan lingkungan baru, belajar beradaptasi dengan cuaca Belanda, belajar dunia perbloggingan, belajar menerima kenyataan kalau ada yang menggosipkan dibelakang padahal saya bukan orang terkenal, dan belajar beberapa hal lainnya. Banyak sekali ilmu baru yang saya dapatkan ditahun ini, terutama ilmu sabar yang memang tidak ada batas waktu untuk ditekuni. Selain itu, tahun ini juga saya belajar untuk mengenal orang-orang baru, kenalan dari blog ataupun kenalan dari Instagram. Dan hey, belajar itu memang selalu menyenangkan meskipun dalam prosesnya kadang terasa pahit juga, tapi belajar selalu membawa manfaat. Postingan dibawah ini agak panjang karena isinya rekapan.

Januari 2015

Awal Januari, bertepatan dengan 5 bulan usia pernikahan, akhirnya saya lulus kuliah! Setelah drama molor satu semester dan harus ganti topik tesis sebanyak 3 kali, akhirnya lulus juga. Leganya luar biasa karena selain bebas menyandang gelar alumni, juga bisa segera menyusul suami. 2 minggu setelah sidang tesis dan dinyatakan lulus, saya berangkat ke Belanda (akhirnya tidak ikut wisuda dan sampai saat ini Ijazah masih disimpen bagian administrasi Institut). Pindah untuk memulai kehidupan baru dinegara baru. Karena terlalu grogi akan bertemu suami setelah 6 bulan terpisah, saya sampai tidak mengenali sewaktu dia jemput dibandara. Baru sadar ketika dia memanggil nama saya sambil bawa bunga. Bulan Januari belajar untuk tidak takut akan segala sesuatunya. Menanggalkan kekhawatiran tentang masa depan dinegeri orang maupun kekhawatiran meninggalkan Ibu dan adik-adik di Indonesia. Semua akan baik-baik saja, itu mantra yang sering saya ucapkan.

Barang bawaan segambreng, pantas saja over 10kg hahaha *ketawa pait *Tapi ga kena denda
Barang bawaan segambreng, pantas saja over 10kg hahaha *ketawa pait *Tapi ga kena denda

Februari 2015

Bulan ini isinya tentang adaptasi awal. Mengenali transportasi di Belanda dengan belajar kesana sini sendiri sampai sering nyasar. Pertama kali tahu kalau ada pasar murah meriah di Den Haag namanya Haagse Markt. Bulan Februari adalah belajar adaptasi. Bahkan baru melihat dengan mata kepala hujan es dan hamparan es. Senangnya adalah saya ikut CPC loop Den Haag untuk jarak 10km. Race kedua saya yang 10km setelah Bromo Marathon tahun 2014. Sedangkan suami mengikuti yang jarak 21km. Ini kali kedua kami ikut race yang sama meskipun berbeda jarak tempuh. Semoga 2016 kami bisa sama-sama ikut race 21km.

Dulu lihat pemandangan seperti ini difilm-film. Sekarang bisa lihat sendiri didepan mata hamparan es dimana-mana
Dulu lihat pemandangan seperti ini difilm-film. Sekarang bisa lihat sendiri didepan mata hamparan es dimana-mana

Maret 2015

Nuansa dibulan Maret campur aduk antara senang dan sedih. Papa mertua meninggal dunia setelah satu minggu sakit. Kepergian yang mendadak karena sebelumnya beliau tidak pernah sakit serius. Kami belajar mengikhlaskan. 22 Maret 2015 saya pertama kali merasakan yang namanya kopdar blogger. Karena masih baru dalam dunia blog, jadinya waktu ketemu blogger-blogger lainnya agak sedikit gugup diawal. Namun setelah bercakap-cakap akhirnya malah kami lupa waktu, ngobrol berjam-jam. Akhir bulan saya berulangtahun yang dirayakan dengan mengunjungi Giethoorn, desa cantik di Belanda yang dijuluki Venesia di utara. Sudah lama saya ingin kesini sejak melihat foto-foto cantik Giethoorn bersliweran di Instagram. Akhirnya kesampaian. Selain kado ulangtahun ke Giethoorn dan beberapa tempat lainnya dari suami, ada kado lain juga dari Yang Kuasa : saya hamil!. Ketika tahu kalau hamil, jujur perasaan pertama langsung sedih karena saya merasa belum siap hamil secepat ini. Harapan saya hamil tahun 2016 meskipun kami juga tidak sengaja menunda. Jadi sedikasihNya, Alhamdulillah dikasih cepat. Kalau suami tentu saja senang saya hamil. Jadi perasaan ketika hamil campur aduk, antara sedih dan senang, bingung dan gembira karena masih banyak rencana ini dan itu yang ingin direalisasikan. Dari yang saya rasakan, hamil itu butuh kesiapan mental. Dan karena saya tipe yang tertutup untuk hal-hal tertentu, jadi begitu tahu hamil, beritanya disimpan saja. Yang tahu hanya keluarga inti. Teman-teman tidak ada yang tahu. Bulan maret ini saya belajar untuk menerima keadaan akan beberapa hal yang terjadi, senang maupun susah.

Giethoorn
Giethoorn

April 2015

Akhirnya dibulan ini saya masuk sekolah bahasa Belanda selama 6 bulan kedepan. Senang karena belajar bahasa baru dan bertemu dengan orang-orang baru. Entah kenapa sejak dulu saya selalu senang suasana belajar disekolah meskipun benci ketika ujian tiba. Ya, saya belajar bahasa Belanda, memenuhi kewajiban ujian untuk memperpanjang masa tinggal di Belanda. Selain itu tentunya supaya bisa bersosialisasi dengan masyarakat menggunakan bahasa Belanda, (Insya Allah) meneruskan kuliah, maupun mencari kerja. Yang berkesan dibulan ini adalah Koningsdag yaitu hari dimana raja berulangtahun dan ini menjadi libur nasional, seluruh rakyat Belanda bersuka cita merayakan dengan menggunakan baju berwarna oranye, ada beberapa live music gratis juga vrijmarkt yaitu pasar second hand diseluruh Belanda. Bulan ini saya mulai belajar banyak mengenal budaya di Belanda dan bahasanya.

Totalitas di Koningsdag, kostum oranye. Kata teman tinggal dibelah terus dimakan (Dipikir jeruk :D)
Totalitas di Koningsdag, kostum oranye. Kata teman tinggal dibelah terus dimakan (Dipikir jeruk :D)

Mei 2015

Kami mendatangi Tong-Tong Fair 2015, bazar produk asia yang konon terbesar di Eropa. Mungkin lebih tepatnya ini bazar produk Indonesia ya, karena sebagian besar yang dijual adalah barang-barang dari Indonesia termasuk kulinernya. Bulan Mei suami mengikuti 2 event lari yaitu Brandgrens Run 2015 dan Royal Ten. Dibulan ini kami mendapatkan musibah yaitu saya keguguran. Tidak dapat dipungkiri sedih pastinya kehilangan bayi dalam kandungan. Tapi saya ambil hikmahnya bahwa semua sudah rencanaNya. Mungkin karena memang saya yang belum siap atau mungkin memang belum saatnya untuk diberikan amanah. Saya baru menuliskan ceritanya diblog 2 bulan lalu karena ingin berbagi bahwa disetiap musibah Insya Allah ada hikmahnya. Semua akan indah pada saat yang tepat, tidak terlalu cepat maupun tidak terlalu lambat. Bulan ini kami belajar untuk ikhlas.

Ada becak di Tong Tong Fair 2015
Ada becak di Tong Tong Fair 2015

Juni 2015

Ramadhan pertama di Belanda dengan durasi 19 Jam. Untungnya cuaca di Belanda tidak terlalu panas jadi tidak terlalu masalah. Penyesuaian yang lumayan berat untuk urusan sholat dan sahur. Sempat keteteran diawal tapi setelah berjalan beberapa waktu akhirnya sudah mengenal ritmenya. Sebelum Ramadhan tiba, kami sempat berkunjung ke Arnhem untuk melihat Sonsbeekmarkt dan Bronbeekmuseum. Tidak ketinggalan, kami juga nonton konser Duran Duran dan UB40 (haha jadul ya). Sebenarnya yang suka Duran Duran itu saya, suami sebagai pengawal setia saja. Tapi dia menikmati konser ini juga karena kami memang suka datang ke konser musik bersama. Nonton konser penuh perjuangan menahan haus karena sudah masuk Ramadhan. Bulan ini kami belajar lebih sabar karena puasa Ramadhan.

Duran Duran
Duran Duran

Juli 2015

Awal bulan Juli akhirnya suami lulus S2 dari Leiden University bertepatan dengan ulangtahunnya. Jadi syukurannya dirayakan berbarengan dengan makan nasi tumpeng seluruh keluarga dan teman-teman dia. Saya menunggu sampai adzan Maghrib lalu dengan sigap dan lahap makan nasi tumpeng. Bulan Juli ini juga untuk pertama kali saya muncul di TV Nasional Indonesia (karena networking Beth) dalam acara Live berbagi pengalaman puasa di Belanda. Selain itu saya juga dijadikan narasumber salah satu project menulis Mbak Emiralda. Nampaknya sewaktu bulan puasa saya menjadi artis dadakan. Lebaran pertama di Belanda saya lalui dengan makan gratisan diacara KBRI bersama suami. Lumayan mengobati sedih karena tidak bisa kumpul dengan keluarga. Bulan ini kami belajar arti silaturrahmi.

IMG_3018.JPG

Agustus 2015

Ulangtahun pernikahan yang pertama. Kami merayakan di Texel dan kebetulan ada festival hasil laut tahunan disana. Bulan Agustus rupanya salah satu bulan yang banyak festival di Belanda. Kami berkesempatan melihat Gay Pride di Amsterdam dan suami mengikuti Sail Amsterdam 2015 lalu kami juga melihat festival kembang api Internasional di Scheveningen. Senang karena festival-festival disini gratis. Jadi selama bulan Agustus kami rajin nonton festival. Kabar tidak menyenangkannya adalah salah satu kenalan yang kami kenal dengan baik ternyata memfitnah kami (terutama saya) dibelakang. Ternyata kami tidak cukup baik mengenal dia karena terbukti dia mengumbar omongan jelek yang dia karang sendiri. Entahlah, mungkin dia iri. Bulan ini kami belajar tentang arti kepercayaan.

IMG_3651.JPG

September 2015

Rasanya seperti mimpi saya bisa bertemu dengan Pak Ahok dan foto bersama (rame-rame maksudnya). Saya sudah mengidolakan beliau semenjak pertama beliau muncul bersama Pak Jokowi. Gaya beliau bicara membuat saya terpana. Maklum saja, saya penyuka lelaki yang kalau bicara apa adanya tanpa basa basi seperti beliau, ceplas ceplos. Tidak akan lupa rasanya berjabat tangan dengan beliau. Ada dua acara dibulan ini yang berhubungan dengan kulineran yaitu acara KBRI Pesta Rakyat dan Food Truck Festival. Selain kami suka nongkrong dikonser musik, kami juga hobi datang ke acara kulineran, apalagi gratisan *ini harapan semua orang juga kaliii 😀. Bulan ini saya belajar bahwa yang namanya mimpi tidak pernah salah. Mimpi saja setinggi langit, siapa tahu suatu saat semesta akan berkonspirasi mewujudkannya, seperti ketika saya akhirnya bertemu Pak Ahok.

Ibu yang dibelakang dong, Juara ngajak Pak Ahok Selfie :D
Ibu yang dibelakang dong, Juara ngajak Pak Ahok Selfie 😀

Oktober 2015

Salah satu mimpi saya yang lain terkabulkan. Saya bisa bertemu Dewi Lestari dan berfoto bersama serta tidak lupa minta tanda tangan dua bukunya yaitu Gelombang dan Partikel di Frankfurt Book Fair (FBF) 2015 dimana Indonesia menjadi Guest of Honor. Semua teman dekat sudah tahu bagaimana saya tergila-gila dengan Dee sejak dia masih tergabung dengan Rida Sita Dewi (RSD). Bulan Oktober ini adalah bulan penuh mewujudkan impian ceritanya karena sejak 7 tahun lalu saya ingin sekali bisa datang ke FBF. Diacara ini saya juga bertemu Mindy dan Febi pertama kali. Dan satu lagi saya berfoto bersama Andrea Hirata serta meminta tanda tangan dibukunya yang berjudul Ayah. Bulan ini saya kembali belajar untuk tidak takut bermimpi.

Akhirnya kesampaian juga foto bersama
Akhirnya kesampaian juga foto bersama idola

Nopember 2015

Kami lupa pastinya kapan blog ini berulangtahun. Tapi dibulan Nopember saya membuat satu tulisan tentang ulangtahun pertama blog. Ternyata menyenangkan punya blog. Jadi mengetahui blog-blog lainnya yang memberikan banyak pengetahuan baru, menyambung silaturrahmi juga dengan kopdar. Saya bertemu beberapa blogger yang berkunjung ke Den Haag kemudian kami kopdar. Sejak Nopember saya bertekad untuk mulai belajar lebih serius tentang dunia blog, segala ilmu dibaliknya serta istilah-istilah yang saya tidak mengerti sebelumnya. Saya juga mulai melebihkan frekuensi untuk blogwalking dan mengenal lebih banyak blogger supaya ilmu yang didapat juga bertambah. Bulan ini kami berkesempatan menghadiri dua acara musik gratis yang diadakan oleh KBRI. Tidak tanggung-tanggung yang mengisi acara adalah Dira Sugandi, Dwiki Darmawan, Tohpati, dan Saung Angklung Udjo. Saya juga mulai mengikuti beberapa kegiatan volunteer disekitar Den Haag salah satunya TWIYC.

image4

Desember 2015

Pasar Natal di Köln-Jerman menjadi tujuan kami dibulan Desember ini sekaligus mengunjungi beberapa tempat disana. Kesampaian juga akhirnya datang ke Köln dan berkeliling ke beberapa Christmas Market serta Katedral dan juga Museum. Dibulan ini saya merasakan suasana Natal pertama di Belanda bersama bersama suami dan keluarga. Bulan ini kami belajar tentang arti perbedaan. Bahwa perbedaan bukan untuk diperdebatkan melainkan disyukuri. Beda itu indah.

Oh iya, saya menulis satu artikel diblog Mamarantau tentang Frankfurt Book Fair 2015 dan kemarin sudah tayang 🙂

Pohon dan hadiah-hadiah dibawahnya. Rasanya saya ingin menjejerkan pot kemangi disana, kado untuk suami :D
Pohon dan hadiah-hadiah dibawahnya. Rasanya saya ingin menjejerkan pot kemangi disana, kado untuk suami 😀

Ternyata selain menjadi tahun penuh pembelajaran, 2015 merupakan tahun yang penuh pengalaman pertama buat kami. Ya karena baru tahun ini kami melewati segala sesuatunya bersama sebagai suami istri. Banyak suka duka yang sudah terlewati. Yang baik kami ambil manfaatnya, yang tidak menyenangkan kami ambil hikmahnya.

Semoga ditahun 2016 langkah kami lebih bermanfaat. Target kami tahun depan tidak muluk-muluk : semoga kami bisa makin lebih banyak bersyukur, makin bisa memberikan manfaat kepada yang membutuhkan dalam bentuk apapun, hidup lebih sehat, dan beberapa rencana baik kami diijabah Allah sehingga bisa terwujud nyata. Kalau target pribadi saya : 2016 lebih sibuk didunia nyata (karenanya sudah 2 bulan ini sedang deactive FB dan cuti IG), lulus ujian bahasa Belanda dan target membaca minimal 50 buku terpenuhi (karena tahun 2015 lebih banyak membaca buku pelajaran bahasa Belanda saja). Semoga keberkahan, kebahagiaan, dan kesehatan yang baik selalu menyertai langkah kami dan keluarga, juga teman-teman semua di tahun 2016. Selebihnya seperti biasa, kami persilahkan tahun 2016 datang dengan segala kejutan yang sudah dipersiapkanNya.

Hidup itu seperti berlari marathon, tak ada tempat pemberhentian dan selalu butuh perjuangan sampai pada satu titik bernama impian

-Ninit Yunita-

PicsArt-1

Natal Pertama di Belanda

Pohon dan hadiah-hadiah dibawahnya. Rasanya saya ingin menjejerkan pot kemangi disana, kado untuk suami :D

Saya terlahir ditengah keluarga besar yang multi agama, terutama dari keluarga Ibu. Pemeluk 5 agama di Indonesia, penganut kepercayaan bahkan pemeluk agama Shinto juga ada dalam keluarga besar. Jadi, saya tumbuh dalam keberagaman agama dikeluarga. Tidak mengherankan kalau sedang berkunjung ke rumah Mbah di Nganjuk pada saat Lebaran atau liburan Natal, keluarga besar ramai berkumpul dan ikut bersuka cita dengan perayaan yang sedang berlangsung. Suasana kumpul keluarga tersebut yang membekas dalam ingat saya sampai sekarang. Betapa saya sangat senang kalau bertemu sepupu-sepupu dan keponakan-keponakan perpaduan dari berbagai macam suku dan agama. Kehangatan keluarga, makan-makan, bercengkrama, ataupun sekedar tertawa tanpa henti tanpa tahu apa yang menjadi pemicunya. Tetapi kesenangan tersebut surut teratur dikala usia sudah menginjak difase pertanyaan “kapan kawin?”yang melucur seperti petasan : riuh memekakkan telinga.

Ibu sejak SD sampai SMA menempuh pendidikan disekolah Katolik. Karenanya, bukanlah hal yang baru buat saya mendengar cerita beliau tentang Misa, Doa Novena, Rosario, Komuni, bahkan beberapa lagu misa ataupun lagu lainnya seperti Ave Maria, Malam Kudus (yang ternyata lagu aslinya ditulis dalam bahasa Jerman berjudul Stille Nacht) sudah biasa saya dengarkan karena beliau sering memutarkan sewaktu saya dan adik-adik masih kecil. Tidak dapat dipungkiri ketika dirumah memutarkan lagu-lagu tersebut, keluarga kami menuai protes tetangga kanan kiri kenapa keluarga Islam memutar lagu agama Katolik. Tapi Ibu tidak peduli dan tutup telinga dengan gunjingan tetangga. Toh yang mengerti tujuan kenapa Ibu melakukan itu adalah kami anggota keluarga, itu yang paling utama. Mungkin sikap seperti itu yang akhirnya saya tiru, tidak peduli tudingan sana sini saat mulai menjalin kasih dengan mereka yang berbeda keyakinan. Ketika akhirnya saya serius dengan seorang lelaki beragama Katolik, saat itu juga saya tahu bahwa hubungan kami tidak akan pergi kemana-mana, jalan ditempat, bahkan akhirnya harus menghadapi kenyataan bahwa kami tidak bisa dipersatukan. Pada saat itu kami tidak cukup ilmu untuk memahami ajaran agama masing-masing, sehingga tidak mampu menjawab banyak pertanyaan yang mencuat diantara kami. Namun saya harus berterima kasih kepada dia karena membukakan mata bahwa ternyata saya tidak terlalu paham dengan agama yang saya yakini, karenanya saya menjadi terpacu untuk belajar lebih dalam.

Saya masih belajar dan terus mencari jawaban sampai sekarang atas segala pertanyaan yang muncul tidak ada habisnya tentang banyak hal. Dalam proses belajar itu saya lebih banyak diam dan menjadi pengamat. Mengunci mulut dan menjaga jemari tangan agar tidak menjadi “hakim dadakan” dengan menuding ini dan itu. Jika ada yang tidak sesuai atau saya belum yakin akan suatu perkara, saya memilih untuk diam dan memperbanyak ilmu daripada sibuk menyalahkan atau mengumbar opini pribadi yang tidak jelas kebenarannya. Saya meyakini apa yang saya yakini dengan tidak menutup pintu hati dan pikiran untuk belajar sebanyak-banyaknya ilmu supaya tidak menjadi sempit pengetahuan dan tidak mudah mengkerdilkan orang yang mempunyai pendapat berbeda. Salah satu Quote Mother Teresa yang saya suka adalah “If you judge people, you have no time to love them.” Saya bersyukur dibesarkan dari keluarga dengan background beragam, sehingga kami tidak ada waktu untuk mencari pembenaran akan masing-masing keyakinan karena kami lebih banyak waktu untuk menghormati perbedaan yang ada dengan cara yang lebih bijaksana dan pikiran terbuka. Ketika di Indonesia masih saja timbul pro dan kontra tentang memberikan ucapan selamat Natal, saya di Belanda sedang menikmati suasana Natal pertama bersama suami dan keluarga.

Dua minggu menjelang tanggal 25 Desember, suami tiba-tiba mengusulkan untuk membeli pohon beserta hiasannya. Dia sangat bersemangat sekali karena sudah lama tidak melakukan tradisi Natal ini. Saya menemani dia memilih pohon yang sesuai untuk ditaruh dirumah dan beberapa hiasan yang cocok supaya pohonnya meriah. Saya juga sangat antusias memilih beberapa lilin beraroma yang akhirnya saya tempatkan dibeberapa sudut ruang. Aroma yang saya pilih adalah vanila, jeruk, strawberry dan anggur. Rumah kami penuh dengan wewangian buah, terasa manis dan menyegarkan juga menenangkan pikiran. Akhirnya proses menghias pohonpun selesai dimana ternyata suami yang banyak berperan sementara saya tetap sibuk dengan tugas mengolah pangan. Saya senang melihat pohon dengan kerlip lampu dan hiasan warna warni yang menghiasi pojok salah satu ruang keluarga. Berasa meriah dan membuat hati riang. Pohon pertama kami.

Saya bertanya pada suami tentang tradisi tukar kado. Ternyata dikeluarganya tidak lagi ada tradisi tukar kado ketika suami dan adik-adiknya beranjak remaja. Jadi kalau Natal tiba, mereka hanya merayakan dengan cara berkumpul bersama, tanpa tukar kado, tanpa ucapan. Jadi Natal dimaknai sebagai kumpul keluarga dan waktunya libur panjang. Itu saja, tanpa ada embel-embel agama. Natal kali ini berbeda karena Papa sudah tidak ada lagi diantara kami. Tahun lalu menjadi Natal terakhir bagi seluruh keluarga berkumpul bersama Papa, dimana tahun lalu saya masih terbenam diantara persiapan menjelang detik-detik sidang tesis di Surabaya. Jauh dari suami dan seluruh keluarga di Belanda yang merayakan Natal dengan makan malam bersama disalah satu Restoran. Karenanya tahun ini saya sangat antusias : pengalaman pertama melalui Natal bersama seluruh keluarga suami. Suami mengatakan tidak ada acara tukar kado, yang kemudian saya yakinkan berulangkali apakah memang benar-benar tidak ada, akhirnya saya tidak menyiapkan kado apapun, bahkan untuk dirinya.

Sehari menjelang Natal, saya sibuk pergi ke pasar dan berkunjung ke centrum untuk berbelanja ditoko oriental dan beberapa supermarket karena pada tanggal 25 Desember semua toko tutup kecuali beberapa restoran tetap buka. Pasar dan centrum tidak seramai biasanya. Mungkin karena banyak yang sedang pergi liburan musim dingin. Saya senang karena mendapatkan kemangi ditoko oriental, mengirimkan foto ke suami dan mengatakan kalau saya sudah mendapatkan hadiah natal buat dia yaitu pohon kemangi. Dia sangat senang makan kemangi apalagi kalau dicampur dengan sambel tempe penyet. Waktu itu saya hanya bercanda karena memang tidak ada acara membelikan kado. Saya bahkan tertawa geli melihat diri sendiri menenteng pohon kemangi sementara orang-orang banyak yang menenteng buket bunga. Bahkan kondektur kereta sempat bertanya pohon apa yang saya bawa, sampai dia mencium aromanya. Surga dunia ini bisa makan tempe penyet kemangi di Belanda.

Salah satu stan ikan dipasar yang memasang Santa
Salah satu stan ikan dipasar yang memasang Santa
Kemangi mejeng difoto :D
Kemangi mejeng difoto 😀

Pulangnya saya melewati langganan tempat membeli Oliebollen sepulang sekolah. Ini adalah cemilan khas untuk menyambut tahun baru di Belanda. Saya menyebutnya seperti roti goreng kemudian ditaburi gula halus. Ada berbagai macam variasinya, tetapi favorit saya adalah yang original. Oliebollen ini rasanya lembut tapi sangat mengenyangkan. Harganya juga terjangkau, € 0.90 perbiji yang original. Saya biasanya beli dua untuk cemilan sambil jalan menuju rumah. Oh iya, Oliebollen ini kalau menyebut jamak. Kalau satu disebutnya Oliebol.

IMG_7367

Oliebollen
Oliebollen

Saat suami pulang kantor, dia membawa tas besar. Saya bertanya dia ada acara apa kok membawa barang banyak. Lalu dia menjawab itu adalah kado untuk tanggal 25 Desember. Wah, saya kaget kok tiba-tiba dia membeli kado padahal kan perjanjiannya tidak ada acara tukar kado. Dia bilang itu adalah surprise sambil tersenyum jahil kepada saya. Aduh, saya jadi merasa bersalah tidak membeli apa-apa buat dia, sambil nengok pohon kemangi yang bersender manis dekat jendela.

Pohon dan hadiah-hadiah dibawahnya. Rasanya saya ingin menjejerkan pot kemangi disana, kado untuk suami :D
Pohon dan hadiah-hadiah dibawahnya. Rasanya saya ingin menjejerkan pot kemangi disana, kado untuk suami 😀

Pagi hari kami makan pagi bersama. Ini adalah hal yang luar biasa karena baru kali ini kami menghabiskan waktu untuk makan pagi bersama. Saya pernah bercerita dalam tulisan Fakta dalam Rumah Tangga kami, bahwa kami berbeda keyakinan tentang menu sarapan. Karenanya kami tidak pernah makan bersama. Tetapi pagi itu berbeda. Kami duduk dimeja makan sambil menyantap roti Jerman pemberian Beth dan minum teh sembari mendengarkan musik yang mengalun dari piringan hitam artis Nana Mouskouri. Lagu-lagu seperti Ave Maria, Silent Night, God Rest Ye Merry Gentlemen, Littel Drummer Boy dan masih beberapa lagu lainnya mengiringi pagi yang dingin dan abu-abu (maklum langitnya abu-abu dan tidak ada salju). Setelahnya acara buka kado dan saya terkejut mendapati isinya yang tidak terduga. Kejutan manis dari suami karena barang-barangnya sangat berguna. Jingkrak-jingkrak, peluk dia sambil mengucapkan terima kasih. Kalau melihat rekaman video detik-detik saya membuka kado jadi tertawa sendiri, maklum tidak pernah ada acara buka kado sebelumnya, jadinya semacam norak *ngaku.

Roti dari Jerman. Kalau tidak salah namanya Weihnachtsstollen.
Roti dari Jerman. Kalau tidak salah namanya Weihnachtsstollen.

Setelah makan siang, kami kerumah Mama. Ternyata disana sudah berkumpul keluarga yang lain. Keluarga suami ini anggotanya tidak banyak. Suami beserta adik-adiknya, anak-anak mereka, serta Papa (saat masih hidup) dan Mama. Jadi benar-benar keluarga inti. Mama menyediakan aneka makanan yang lezat-lezat. Kami menikmatinya sambil bercengkrama dan melihat foto-foto Papa Mama saat masih muda. Kami bernostalgia dengan kenangan saat Papa masih ada. Saat jam 5 sore, kami pamit pulang karena Mama ada acara makan malam bersama adik suami dirumahnya sedang kami akan makan malam di restoran Sushi di Centrum. Wah, senang sekali saat kami berjalan di Centrum yang jelasnya lengang, hanya segelintir orang yang melintas.

Centrum yang lengang
Centrum yang lengang
Pohonnya besar sekali didalam mall.
Pohonnya besar sekali didalam mall.

Setelah makan malam, kami berjalan-jalan sebentar. Ternyata saya mendapati beberapa supermarket masih buka. Langsung saya membeli telor ayam karena sehari sebelumnya saya lupa membeli yang berakibat paginya saat akan membuat dadar jagung tidak mencampurkan dengan telur, nekat saja saya masukkan oven, ternyata rasanya enak juga *dipuji sendiri haha. Untuk kendaraan umum seperti tram, bis dan kereta masih beroperasi seperti biasa. Bahkan saya melihat banyak taksi yang juga masih melintas.

Stasiun yang lengang. Meskipun dingin menggigit, makan es krim tetap jalan terus.
Stasiun yang lengang. Meskipun dingin menggigit, makan es krim tetap jalan terus.

Sangat menyenangkan melewati suasana Natal di Belanda. Pengalaman pertama saya. Mengingatkan akan kenangan masa kecil bersama seluruh keluarga besar saat Natal datang. Kehangatan yang tercipta diantara perbincangan dan gelak tawa. Memang masih banyak tanya dalam kepala saya, dan butuh waktu untuk mencari jawabnya. Tetapi hal tersebut tidak mengurangi keriangan marasakan suasana Natal pertama bersama suami. Akhirnya tahun ini kami bisa melewati bersama, saling introspeksi, dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik kedepannya. Setiap perbedaan jika disikapi dengan bijaksana, paham dan mengerti batasannya serta tidak merasa benar sendiri, maka semua akan indah berdampingan penuh harmoni.

My religion is very simple. My religion is kindness

-Dalai Lama-

-Den Haag, 27 Desember 2015-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi

Memperkenalkan Indonesia Melalui The World In Your Classroom Den Haag

The World In Your Classroom (TWIYC) adalah sebuah proyek atau kegiatan sukarela yang diprakarsai oleh pemerintah kota (Gemeente) Den Haag yang bekerjasama oleh ACCESS, PEP, The Bridge Hague, Holland Times serta AngloInfo sebagai media partner. The Hague atau yang dikenal dengan Den Haag adalah kota Internasional yang banyak sekali pendatang dari segala penjuru dunia dengan tujuan menetap ataupun bekerja. Pemerintah kota Den Haag melihat sebuah peluang dari keberagaman pendatang tersebut yang bisa dijadikan sebagai sebuah kegiatan sukarela (volunteer atau dalam bahasa Belanda disebut vrijwilliger), maka didirikanlah TWIYC. Kegiatan dalam TWIYC ini bertujuan memberikan kesempatan kepada para pendatang untuk menjadi Guest Lecturer dalam waktu satu jam pada siswa berusia 12 sampai 16 tahun disekolah menengah (Middelbare school) diseluruh Den Haag.

Para sukarelawan dapat memperkenalkan dan bercerita apapun tentang negara asal mereka dari segi sejarah, budaya, ekonomi, geografi, ataupun politik. Mereka diberikan waktu satu jam, mengambil jam pelajaran bahasa Inggris, bahasa Perancis, bahasa Jerman, Geografi, atau Sejarah. Para sukarelawan diberikan kesempatan menyampaikan topik yang telah dipilih dalam bahasa Inggris, bahasa Perancis, atau bahasa Jerman. Tetapi tidak menutup kemungkinan juga bisa menyampaikan dalam bahasa Belanda. Manfaat yang didapat oleh para sukarelawan tentu saja bisa langsung berinteraksi dengan siswa dan guru yang bertanggungjawab serta dapat menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan negara mereka. Sedangkan manfaat yang didapatkan oleh siswa adalah mereka mendapatkan kesempatan untuk berlatih keterampilan bahasa mereka, diluar bahasa Belanda (karena selain bahasa Inggris, mereka juga belajar bahasa lainnya seperti Perancis, atau Jerman) dan memperluas pengetahuan mereka tentang dunia. Beberapa bahkan mungkin terinspirasi belajar atau bekerja di luar negeri pada satu hari nanti.

Awal saya bergabung dengan TWICY karena pada saat itu sedang mencari kegiatan volunteer disekitar kota Den Haag untuk mempraktekkan bahasa Belanda agar lebih lancar. Sehari-hari saya memang sudah berbicara menggunakan bahasa Belanda dengan suami, keluarga, maupun ketika berbincang dengan orang-orang yang saya temui dipasar, supermarket maupun tetangga rumah. Bahkan saya sudah lihai melakukan tawar menawar dipasar supaya mendapatkan cabe rawit dengan harga murah perkilogramnya. Bangga beli cabe dengan harga murah. Jangan dibayangkan saya sudah cas cis cus lancar sekali berbahasa Belanda. Memang sudah cukup bagus kata guru saya untuk ukuran 10 bulan tinggal di Belanda, tapi menurut saya belum terlalu lancar dan saya belum puas. Justru karena itu, saya ingin lebih lancar lagi, tidak hanya berbicara dengan orang-orang yang saya sebut diatas, tapi saya juga ingin mencari pengalaman lain yang langsung terjun dalam sebuah kegiatan. Akhirnya suatu hari guru sekolah saya memberitahukan salah satu website yang memberikan informasi tentang kegiatan volunteer apa saja yang ada di kota Den Haag. Setelah membaca satu persatu sesuai minat, akhirnya saya memilih beberapa, salah satunya TWIYC ini.

Setelah mendaftar (saya mendaftar 2 hari menjelang tanggal penutupan), saya menerima email yang memberitahukan akan ada training sebelum langsung terjun ke sekolah yang ditunjuk. Singkat cerita pada tanggal 7 Oktober 2015 saya datang ke tempat training. Saya bertemu dengan 20 volunteer lainnya. Training ternyata dibagi 4 gelombang karena akan ada sekitar 80 volunteer (saya satu-satunya dari Indonesia). Pada training ini kami diberikan pengarahan cara menyampaikan materi dan memanfaatkan waktu 1 jam secara efektif dan efisien. Materi training diberikan oleh Irish dan didampingi oleh Lucie sebagai Koordinator TWICY. Ketika training berlangsung, saya langsung teringat ketika mengikuti Kelas Inspirasi. Bedanya Kelas Inspirasi memperkenalkan profesi sukarelawan, sementara TWICY  memperkenalkan negara asal sukarelawan.

Screen-Shot-2014-11-20-at-12.38.23-pm

Pada saat training, sukarelawan diharapkan sudah mempunyai ide topik yang akan dijadikan materi ketika menjadi Guest Lecturer. Terus terang saya masih belum ada ide ketika datang ke training tersebut. Indonesia sangat luas dan kaya akan segalanya, saya harus fokus pada satu topik. Tentunya topik tersebut yang saya senangi dan gampang ketika menyampaikan. Pada saat sesi brainstorming dengan semua sukarelawan, tiba-tiba saya mendapatkan ide cemerlang. Saya mantap mengatakan bahwa topik yang akan disampaikan adalah tentang ragam makanan di Indonesia., ragam kuliner Indonesia. Lucie mengatakan ide saya cemerlang karena menurutnya baru kali ini ada sukarelawan yang menyampaikan topik tentang ragam makanan suatu negara. Simpel saja sebenarnya kenapa saya tiba-tiba tercetus ide itu : Siapa yang tidak suka dengan obrolan tentang makanan. Saya juga mengatakan akan membawa alat peraga yaitu beberapa macam bumbu dan rempah yang digunakan dalam masakan Indonesia. Nantinya para siswa akan saya beri kesempatan untuk menyentuh dan mencium rempah dan bumbu yang akan saya bawa, jadi mereka mengetahui bumbu dan rempah seperti apa yang digunakan sehingga tercipta makanan Indonesia yang super lezat.

Sumber : http://www.theworldinyourclassroom.nl/
Sumber : http://www.theworldinyourclassroom.nl/

Training Didact 7 October

Beberapa waktu kemudian, saya menerima email dari Lucie yang mengatakan saya akan menjadi Guest Lecturer di Edith Stein College pada kelas ISK pada tanggal 24 November 2015 jam 11:20 – 12:20. Kelas ISK ini adalah kelas khusus untuk siswa yang baru datang ke Belanda, maksimal 2 tahun. Mereka belajar bahasa Belanda, bahasa Inggris dan Matematika dikelas tersebut. Siswanya berasal dari Indonesia, Polandia, Etopia, Syria, Afghanistan, Filipina, Spanyol, Brasilia, Bulgaria, China, Pakistan, Yunani, India, Portugal, Turki, dan Hungaria. Satu kelas terdiri dari 23 siswa. Kelas ISK ini semacam kelas Internasional. Saya senang sekali ada satu siswa dari Indonesia. Jadi saya bisa meminta dia untuk memberikan testimoni langsung tentang makanan Indonesia. Sebelum hari H, saya mengirim email ke Sytske yang merupakan guru bahasa Inggris di kelas ISK juga sebagai perwakilan sekolah pada saat saya menjadi Guest Lecturer di Edith Stein College, menanyakan beberapa hal salah satunya apakah ada murid yang mempunyai alergi ketika mencium bau tertentu. Beruntungnya tidak ada. Semua yang berkaitan dengan kegiatan TWIYC saya koordinasikan melalui email dengan Sytske. Saya juga membuat materi presentasi semenarik dan sesingkat mungkin karena waktunya hanya satu jam. IMG_6598

Selasa, 24 November 2015, sekitar jam 10.30 saya berangkat dari rumah. Hari itu, hujan deras mengguyur Den Haag, dingin dan angin kencang. Suhu udara 3 derajat celcius. Jarak antara rumah dan sekolah tidak terlalu jauh. Setelah sampai di Den Haag Centraal saya langsung menyalakan google maps menuju lokasi sekolah yang ternyata hanya 20 menit berjalan kaki. Sesampainya di sekolah, saya langsung menemui Sytske diruang guru. Menariknya adalah Sytske sudah 3 kali backpakeran ke Indonesia, tepatnya ke Tanjung Puting, Manado, Lombok, Flores, Jakarta, Bali, Sumbawa, Maluku, dan Raja Ampat. Saya malu hati dia sudah menjelajah beberapa tempat yang belum pernah saya datangi. Bahkan dia pernah backpackeran sendiri dalam keadaan hamil 6 bulan, menggendong tas ransel 50L. Setelah berbincang beberapa saat tentang teknis pelaksanaan, saya kemudian diperkenalkan dengan siswa asal Indonesia. Dia baru satu tahun di Belanda, tapi bahasa Belandanya sudah lancar sekali. Kami lalu menuju kelas untuk memulai sesi presentasi.

Siswa saat melihat video, bagian dari presentasi saya.
Siswa saat melihat video, bagian dari presentasi saya.
Saya saat berada didepan kelas.
Saya saat berada didepan kelas.

Saya lalu memperkenalkan diri kepada seluruh siswa. Kemudian saya bertanya kepada Sytske apakah pihak sekolah mengijinkan jika saya akan mendokumentasikan dalam bentuk foto selama kegiatan berlangsung dan akan saya taruh pada blog. Sytske mengijinkan sebagai perwakilan dari sekolah karena sekolah ini sudah terbiasa mendapatkan kunjungan. Kemudian saya bertanya kepada siswa apakah ada yang keberatan dengan hal tersebut, mereka menjawab serempak kalau mereka tidak keberatan. Jadi semua foto yang saya unggah disini sudah melalui persetujuan pihak sekolah maupun para siswa. Kemudian saya bertanya kepada mereka, apa yang mereka ketahui tentang Indonesia. Ada yang menjawab tarian, bakmi goreng, nasi goreng, Bali, bahkan ada yang menjawab cabe. Yang menjawab ini bukan siswa dari Indonesia. Dia sih diam saja, memberikan kesempatan pada yang lain untuk menjawab. Saya tersenyum dengan jawaban mereka. Ternyata ada yang tahu ya kalau mayoritas makanan Indonesia itu tidak jauh dari cabe :).

Presentasi saya buka dengan memutarkan video dari Good News From Indonesia yang saya dapat dari Youtube. Kemudian dilanjutkan ke slide berikutnya diantaranya saya menerangkan sekilas tentang sejarah rempah dan beberapa makanan Indonesia yang mendapatkan pengaruh dari beberapa negara yang pernah datang ke Indonesia, termasuk Belanda. Kemudian saya juga menceritakan kedekatan orang Indonesia dengan makanan Indonesia. Dimanapun orang Indonesia tinggal diseluruh penjuru dunia, mereka akan dengan suka cita menyambut topik pembicaraan tentang makanan Indonesia. Selain itu, saya juga menginformasikan bahwa makanan Indonesia itu jumlahnya ribuan (sesuai keterangan didalam video pada link diatas) karena masing-masing suku, masing-masing kota mempunyai jenis makanan sendiri. Lalu saya juga menerangkan tentang makanan yang berhubungan dengan perayaan atau hari besar keagamaan, misalkan tumpeng dan filosofi tumpeng. Selanjutnya juga saya jelaskan tentang waktu makan orang Indonesia dan jenis makanan yang biasanya dimakan, yang sebenarnya tidak pernah ada bedanya dari segi porsi ketika makan pagi, makan siang atau makan malam. Semua porsinya besar dan tidak ada pakem makanan tertentu dimakan pada saat tertentu. Satu lagi yang tidak kalah menarik, saya juga menginformasikan bahwa Rendang dan Nasi Goreng pernah dinobatkan menjadi makanan paling enak nomer 1 dan 2 didunia versi CNN Traveling pada tahun 2011. Terakhirnya saya tutup presentasi dengan video mencoba makanan Indonesia. Total slide presentasi saya sebanyak 16. Ditengah-tengah presentasi tersebut, saya ajak mereka untuk melihat dan mencium aroma dari rempah dan bumbu Indonesia.

Rempah dan bumbu yang saya bawa : kemiri, sereh, ketumbar, kayu manis, cengkeh, jahe, kunyit, daun jeruk, cabe, kencur, kunci, kluwek,
Rempah dan bumbu yang saya bawa : kemiri, sereh, ketumbar, kayu manis, cengkeh, jahe, kunyit, daun jeruk, cabe, kencur, kunci, kluwek, pala, bawang merah, bawang putih, dan asem kandis . Saya membuat 3 paket jadi kerumunan tidak berpusat disatu tempat. Semua rempah tersebut yang ada didapur saya, jadi tinggal angkut.

Para siswa sangat antusias menyimak selama saya memberikan presentasi. Banyak sekali pertanyaan dari mereka misalkan kenapa makanan Indonesia bumbunya banyak, kenapa rendang memasaknya lama,  Apa daging rendang tidak menjadi bubur setelah dimasak berjam-jam, kalau di Indonesia makan dipinggir jalan apa tidak sakit perut, kalau makan dengan tangan kosong (tidak menggunakan sendok atau garpu) apakah sehat, bahkan ada yang bertanya rasanya nasi goreng seperti apa. Saya membuat presentasi semenarik mungkin supaya para siswa tersebut merasa senang dan ada sesuatu yang baru yang mereka dapatkan. Pastinya banyak sekali foto makanan Indonesia didalamnya misalkan rendang, soto ayam, rendang, pempek, tumpeng, nasi goreng, sate padang, nasi bali, bebek betutu, bubur tinutuan dan masih banyak lainnya yang saya pinjam dari google, otomatis saya sertakan juga sumbernya. Saya juga meminjam beberapa foto makanan dari blog Melly dan Beth. Lucunya lagi, karena jam presentasi adalah jam menjelang makan siang, tentu saja foto-foto makanan tersebut membuat mereka lapar, sampai ada yang bilang “Stop, aku sangat lapar sekali.” Lalu ada yang curi-curi makan roti. Jangankan mereka, saya saja ikut-ikutan lapar ketika memperlihatkan satu persatu slide yang berisi makanan Indonesia tersebut.

Salah satu siswa sedang mencoba rasanya cabe :D
Salah satu siswa sedang mencoba rasanya cabe 😀
Ekspresi saat mereka mencium rempah.
Ekspresi saat mereka mencium rempah.

Selama sesi Guest Lecturer tersebut hampir seluruhnya saya menggunakan bahasa Inggris. Selebihnya, di 15 menit terakhir saya menggunakan bahasa Belanda. Hal tersebut yang menjadi kesepakatan saya dan siswa diawal. Saat menggunakan bahasa Belanda, hanya satu yang saya fikirkan, “Semoga saya tidak menyesatkan mereka dengan bahasa Belanda yang pas-pasan.” Mereka juga sedang belajar bahasa Belanda, jadi posisinya antara saya dengan para siswa tersebut juga sedang sama-sama belajar bahasa Belanda. Secara keseluruhan saya senang sekali mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan TWIYC. Saya bangga memperkenalkan Indonesia melalui program ini. Dan saya juga bahagia ketika para siswa merasa senang dengan materi yang saya sampaikan karena mereka bilang bahwa ini adalah pengetahuan baru yang mereka dapatkan juga mendapatkan pengalaman untuk mengerti bahan-bahan yang digunakan memasak makanan Indonesia. Ada siswa yang menyelutuk “Saya mau makan di Restoran Indonesia. Saya ingin makan Rendang.” Wah, senangnya bisa membuat mereka tertarik untuk langsung merasakan masaka Indonesia. Diakhir sesi kami berfoto bersama, dan saya diberi buket bunga oleh pihak sekolah. Rabu besok dan bulan depan saya kembali akan mendatangi sekolah berbeda, materi yang saya sampaikan tetap sama. TWIYC adalah pengalaman sukarelawan pertama yang saya ikuti di Den Haag. Saya juga jadi mengenal orang-orang baru, para volunteer lainnya dari negara yang berbeda-beda. Ada beberapa program volunteer lainnya yang saya ikuti. Akan saya ceritakan pada tulisan terpisah. Saya meninggalkan sekolah dengan perasaan bahagia luar biasa. Pengalaman pertama saya terjun langsung dalam kegiatan di Den Haag memperkenalkan Indonesia. Berbagi itu selalu membuat senang hati, apalagi berbagi cerita tentang keragaman negara sendiri.

Foto bersama. Saya menggunakan blazer batik.
Foto bersama. Saya menggunakan blazer batik.

Dibawah ini adalah video yang menerangkan apa sebenarnya TWIYC itu.

-Den Haag, 6 Desember 2015-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi.

Indonesia Jazz Night dan Indonesia Angklung Performance di Den Haag

Dalam satu minggu ini, saya dan suami datang ke dua acara besar yang diadakan oleh KBRI di Den Haag bekerjasama dengan Rumah Budaya Indonesia (RBI) yang ada di Belanda. Rumah Budaya Indonesia sendiri terdapat di 10 negara yaitu Belanda, Amerika, Perancis, Jerman, Turki, Jepang, Timor Leste, Singapura, Myanmar, dan Australia. RBI didirikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia yang bertujuan untuk menjadikan rumah publik dalam rangka memperkenalkan kekayaan budaya Indonesia kepada dunia sehingga dapat meningkatkan apresiasi, citra, dan membangun ikatan (budaya) masyarakat Internasional terhadap Indonesia. Selain itu, di RBI masyarakat lokal bisa belajar banyak hal mengenai Indonesia seperti sejarah, bahasa, dan tentu saja keragaman budaya Indonesia. Untuk mendukung tujuan tersebut, maka RBI akan menggelar berbagai pertunjukan seni dan pameran kesenian kebudayaan Indonesia, seperti pertunjukan tari tradisional, permainan musik tradisional, dan sebagainya. Di Belanda sendiri RBI diresmikan pada tanggal 25 Juni 2015 di Amsterdam.

Dalam satu minggu kebelakang, KBRI dan RBI di Belanda mengadakan dua pagelaran besar. Semuanya tanpa dipungut biaya alias gratis untuk siapapun baik masyarakat Indonesia ataupun warga Belanda atau siapapun yang menyaksikan acara tersebut.

INDONESIA JAZZ NIGHT

Sebenarnya saya sudah telat saat mengetahui akan ada acara ini. Seorang teman yang ingin datang ke Den Haag untuk mengurus paspor mengatakan bahwa akan ada Dwiki Darmawan di Den Haag. Tetapi ketika saya mencoba mendaftar melalui website KBRI, ternyata sudah tidak bisa. Ya iyalah seminggu sebelum acara pasti sudah tidak ada tempat sisa. Singkat cerita, akhirnya saya bisa mendapatkan tiket ke acara tersebut dengan segala perjuangan. Kenapa saya begitu ingin datang ke Indonesia Jazz Night yang diadakan di Koninklijk Conservatorium Den Haag pada tanggal 20 November 2015 pukul 18.30-21.00? Karena salah satu pengisi acaranya adalah orang yang suka sejak dulu. Indonesia Jazz Night menampilkan Dwiki Darmawan, Tohpati, dan Dira Sugandi, dan beberapa musisi pendukung lainnya. Ya, saya ingin melihat Dira Sugandi karena suka mendengar suara penyanyi Indonesia yang sudah menginternasional ini. Sejak kemuculan Dira Sugandi di acara Just Alvin, saya langsung terpana dan memutuskan menjadi salah satu fansnya. Bangga banget kesannya :D. Sedangkan suami tertarik datang ke acara ini karena dia memang penyuka dan penikmat musik jazz. Maklum, darah pemusik dikeluarganya kental. Papa mertua pernah menelurkan beberapa album jazz bersama grup musik beliau. Suami juga bisa memainkan beberapa alat musik dengan baik seperti piano, gitar, dan drum. Karenanya suami senang sekali datang ke pertunjukan musik khususnya jazz.

Sajojo
Sajojo

Indonesia Jazz Night ini dibuka oleh tarian Sajojo yang (kalau tidak salah) dibawakan oleh siswa-siswa salah satu SMA di Semarang dilanjutkan oleh grup Angklung dari Eindhoven. Selanjutnya Dwiki Darmawan membawakan Jazz for Freeport dilanjutkan Paris Berantai. Dira Sugandi muncul pada urutan ketiga menyanyikan lagu IE. Saya menahan nafas melihat kecantikan Dira Sugandi dan kejernihan suaranya dalam bernyanyi. Saya lupa Tohpati muncul pada saat kapan, yang pasti pada saat membawakan lagu Lukisan Pagi, Dira Sugandi diiringi oleh petikan gitar Tohpati. Aslinya Lukisan Pagi ciptaan Tohpati ini dilantunkan oleh Shakila. Pada saat Dwiki Darmawan memberitahukan hal tersebut, suami bertanya dengan polosnya pada saya “Lho, lagu ciptaan Tohpati ini pernah dibawakan sama Shakira?”, Mas, Shakila, bukan Shakira :p

Dira Sugandi, Dwiki Darmawan. Tohpati dalam satu panggung
Dira Sugandi, Dwiki Darmawan. Tohpati dalam satu panggung

Lagu lainnya yang dibawakan oleh Dira Sugandi adalah Bubuy Bulan dan Lamalera’s Dream. Sedangkan Dwiki Darmawan beserta Tohpati dan beberapa musisi lainnya membawakan Prambanan Mood, Frog Dance (yang terinspirasi dari suara kodok ketika berlibur ke Ubud), Whale Dance, Pasar Klewer (dari album terbaru Dwiki Darwaman yang belum keluar dipasaran), Arafura, dan The Spirit of Peace.

Saya sebagai penikmat musik yang biasa saja, merasa senang dengan penampilan Dwiki Darmawan yang bersinkronisasi (aduh ini istilah opo ya) dengan petikan gitar Tohpati, tabuhan kendang, petikan bass, dan tabuhan drum musisi pendukung lainnya. Meskipun terdengar seperti berdiri sendiri ketika mereka memainkannya dan juga cepat seperti saling berkejaran, namun masih terdengar satu harmoni. Saya masih bisa menikmati. Sedangkan Suami yang memang khusyuk sekali memperhatikan, tidak bisa disenggol sedikitpun kalau musik sudah dimainkan. Bahkan saya beberapa kali dipelototi ketika mencoba mendokumentasikan dalam bentuk foto atau video. Dia semakin kesal ketika beberapa kamera menggunakan flash dan terdengar suara “cekrik” pada saat memotret. Saya juga sebenarnya sebal sekali dengan Ibu yang duduk didepan. Bukannya melihat pertunjukan, malah sibuk dengan FB dengan sinar sangat terang pada layar Hpnya. Beliau sampai ditegur oleh Ibu Belanda yang duduk disebelahnya. Disebelah suami malah dengan santainya menerima telpon dan berbincang, akhirnya ditegur oleh suami. Dia sampai tidak habis mengerti dan mengomel “Orang Indonesia ini seperti tidak tahu cara berterimakasih. Sudah diberikan pertunjukan musik gratis dengan mendatangkan orang-orang bertalenta berkelas Internasiona, bukannya duduk menyimak sebagai bentuk penghargaan, malah sibuk dengan sosial media.” Inggih Mas *kemudian melipir.

Sebelum acara berakhir, Dwiki Darmawan meminta penonton berdiri untuk hening sejenak “Mari kita hening sejenak, mendoakan para korban di Paris, korban ketidakadilan, korban perang dimanapun berada, sementara kita masih diberikan kesempatan bersenang-senang disini. Semoga kedamaian tercipta dimuka bumi ini.”

Secara keseluruhan, kami puas dengan Indonesia Jazz ini. Lebih dari puas malah saya bilang. Penampilan yang super. Kapan lagi bisa melihat penampilan 3 orang musisi yang sudah melanglang buana karyanya dikalangan Internasional, dalam satu panggung. Ditambah lagi gratis melihat acara ini dan diberikan kotak snack (lupa isinya yang pasti ada teh kotak) oleh KBRI. Hati riang, perut kenyang, pulang kerumah dalam keadaan senang 🙂

INDONESIA ANGKLUNG PERFORMANCE

Indonesia Angklung Performance yang diadakan pada tanggal 25 November 2015 pukul 18:00-19:30 di Museon Den Haag, menampilkan Saung Angklung Udjo. Saya sudah lama mendengar ketenaran Saung Angklung Udjo, tapi baru kali ini melihat secara langsung bagaimana mereka pentas. Dan memang sungguh menakjubkan. Pada bulan November juga merupakan perayaan selama lima tahun Angklung ditasbihkan sebagai Intangible Heritage oleh UNESCO.

Saya janjian dengan suami distasiun yang tidak jauh dari rumah karena suami pulang kerja, jadi kami berangkat bersama-sama ketempat acara. Sesampainya di Museon, kami langsung disuguhi kotak snack, yang lagi-lagi isinya menggugah selera : lemper, pastel, nogosari dan jus jeruk. Setelahnya kami masuk keruangan. Awalnya kami duduk didepan, tapi karena saya yang tingginya pas-pasan begini, jadi tidak bisa melihat dengan jelas panggungnya. Akhirnya saya bilang ke suami untuk pindah ke bagian belakang saja karena letaknya lebih tinggi dan masih banyak tempat kosong (yang sesaat kemudian penuh ketika beberapa orang yang terlambat mulai berdatangan). Beberapa saat kemudian pertunjukan dimulai dengan beberapa orang mulai memainkan angklung dan beberapa lainnya menari. Setelahnya beberapa murid Saung Angklung Udjo unjuk kebolehan memainkan instrumen menyerupai bambu berderet yang harus dipukul alat untuk mengeluarkan bunyinya (seperti gamelan tetapi dari bambu, lupa namanya apa).

image4

Selain pertunjukan yang benar-benar meriah dan membuat yang hadir sangat antusias, ada juga workshopnya. Penonton diberi masing-masing satu angklung yang kemudian bersama-sama dipandu oleh anak Mang Udjo yang sekarang menjadi pemilik Saung Angklung Udjo. Setiap angklung mempunyai satu nada. Saya memegang angklung bernada 6, sementara suami bernada 7. Kami beberapa kali diajari cara memainkannya yang kemudian bersama-sama memainkan beberapa buah lagu dengan cara dipandu. Seru sekali bagian ini. Kami seringkali tertawa ketika beberapa orang tidak bisa mengikuti yang diinstruksikan. Antusias terlihat bukan hanya dari orang Indonesia, beberapa orang bule juga saya lihat nampak bersemangat (termasuk yang disebelah saya :D). Tak disangka setelah workshop berakhir, diumumkan bahwa kami diperbolehkan membawa Angklung. Ruangan langsung riuh dengan suara senang penonton. Kami malah membawa pulang tiga angklung karena tiba-tiba diberi oleh ibu yang duduk disebelah. Seru sekali sesi ini. Suasana Workshop yang sempat saya rekam :

Setelah Workshop selesai, dilanjutkan kembali oleh pertunjukan Angklung kembali. Dan dibawah ini adalah rekaman penutupnya yaitu Es Lilin dan tarian.

Wah kami senang sekali mendatangi dua acara diatas yang diselenggarakan dalam waktu berdekatan. Terutama pertunjukan Angklung karena bisa memperkenalkan ke suami alat musik tradisional Indonesia. Lihat saja wajah antusiasnya 🙂 Dia malah bilang kalau saat pulang ke Indonesia nanti, mau mampir ke Saung Angklung Udjo di Bandung. Mau membeli Angklung semua nada. Huwooo digawe opooo Mas, ngebak-ngebaki omah ae :p

image1Senang tidak hanya warga Indonesia yang bisa menikmati suguhan budaya ini, tetapi juga beberapa warga negara kebangsaan diluar Indonesia.

Selamat berakhir pekan, semoga akhir pekannya menyenangkan bersama yang tersayang. Jadi, apa rencana akhir pekan kalian?

-Den Haag, 26 November 2015-

Semua dokumentasi adalah milik pribadi

Fakta Dalam Rumah Tangga

Judulnya ngeri-ngeri sedap ya :). Tenang, ini tulisan santai dan tidak dalam kapasitas membicarakan rumah tangga orang lain. Saya mau membicarakan kehidupan rumah tangga sendiri. Saya sering sekali mendapatkan pertanyaan tentang hal-hal yang berkaitan dalam rumah tangga kami yang lamanya baru bisa dihitung dengan jari tangan plus jari kaki (dalam bulan). Pertanyaan ini bukan hanya datang dari keluarga dan teman, bahkan juga orang yang baru dikenal. Beberapa hal yang mereka ingin tahu karena saya menikah dengan lelaki yang tidak sebangsa. Suami saya tetap seorang manusia biasa, hanya berbeda warna kulit, warna rambut dan kewarganegaraan, itu yang selalu saya tegaskan kepada siapapun yang melihat suami saya dengan pandangan yang luar biasa. Awalnya mungkin karena penasaran, walaupun tidak dapat dipungkiri juga beberapa menanggapi dengan suara sumbang. Setiap rumah tangga berbeda dalam cara mengelolanya karena masing-masing punya kebutuhan yang tidak sama. Berharap dengan tulisan ini saya tidak perlu lagi menjelaskan panjang lebar dan tinggal copy link ketika ada yang bertanya.

PEMBAGIAN TUGAS KERJA

Kami mengibaratkan rumah tangga ini adalah teamwork, dimana kekompakan dan kata sepakat perlu dikedepankan. Tapi hal tersebut juga tidak berlaku saklek, semuanya bisa didiskusikan. Maklum saja semua harus dikerjakan sendiri, jadi perlu adanya pembagian tugas, kalau tidak ya legrek kalau semua harus dipusatkan pada satu orang. Kapan waktunya bersenang-senang kalau misalkan semua printilan dibebankan kepada salah satu pihak, simpelnya seperti itu. Suami sebelum menikah dengan saya juga sudah terbiasa mengerjakan semuanya sendiri, saya juga mantan anak kos yang apa-apa dikerjakan sendiri.  Dalam pembagian kerja, pada pos-pos tertentu memang sudah ada kesepakatan siapa mengerjakan apa. Misalkan kamar mandi dan wc itu tugas suami dalam membersihkan karena saya tidak suka berkutat didua tempat tersebut dan dia mengajukan diri sejak awal akan mengambil tugas disana. Tetapi jika suami sedang sibuk dan waktunya membersihkan, mau tidak mau akhirnya saya yang mengerjakan (daripada kotor kan ya). Menyeterika baju saya juga tidak terlalu suka, akhirnya kami membagi tugas menyetrika 50%-50%. Kami menyetrika setiap tiga minggu sekali ketika baju yang siap disetrika sudah menggunung. Tetapi ketika saya sedang capek atau repot memasak, suami dengan senang hati akan menyetrika semuanya. Begitu juga kalau suami tidak sempat, saya yang akan melaksanakan tugas menyetrika. Semua tanpa paksaan karena melihat siapa yang longgar ya dia yang mengerjakan pekerjaan yang belum sempat tersentuh.

Dalam urusan makan ada waktu-waktu tertentu kami berbeda keyakinan. Ketika sarapan, kami menyiapkan menu masing-masing. Saya bangun tidur langsung minum perasan jeruk hangat dilanjutkan setengah jam kemudian makan buah (pisang, apel, jeruk, apapun itu yang tersedia dikulkas) lalu menyiapkan bekal suami makan siang untuk dibawa ke kantor (tinggal menata di kotak). Sedangkan suami menyiapkan menu sarapannya sendiri : roti, telur rebus (terkadang diganti keju), yoghurt, dan ketimun. Jadi selama ini saya memang tidak pernah menyiapkan sarapannya. Kalau makan siang saya yang menyiapkan perbekalannya, giliran makan malam dia yang menyiapkan untuk kami berdua sepulangnya bekerja. Makan malam kami cukup simpel yaitu sayuran segar (salad) dengan dressing dan lauk yang tersedia (tahu, tempe, perkedel atau apapun itu. Kecuali hari rabu lauknya adalah salmon. Kami menyebutnya salmon dating :D). Suami lebih telaten dan lebih banyak ide dalam membuat padu padan sayuran, dibanding saya tentunya.

Saya masak besar untuk lauk pada hari minggu untuk persediaan selama 5 hari kedepan. Misalkan membuat perkedel, dadar jagung, mendol, sambel goreng tempe tahu ataupun menu lainnya buat bekal suami, makan siang saya dan lauk makan malam kami. Suami suka sekali makanan Indonesia jauh sebelum menikah dengan saya. Karenanya memudahkan saya juga dalam menyiapkan masakan dan dia juga tidak rewel tentang makanan. Saya tidak pernah membuat dua jenis masakan. Satu masakan untuk dimakan bersama, beruntungnya dia juga suka pedes. Setiap hari minggu saya memasak dua macam lauk. Kalau memasak sayur senin pagi sebelum saya berangkat sekolah dan kamis pagi. Sedangkan pada hari sabtu dan minggu kadang kami makan diluar atau memasak sekadarnya. Karena saya memang suka memasak, jadi pos memasak ini juga bagian saya. Sementara saya memasak, suami sibuk membersihkan rumah, membersihkan karpet, menjemur baju dan terkadang juga mengepel. Sesekali suami juga membantu mencuci panci dan peralatan masak lainnya kalau dia melihat saya kecapaian, karena yang masuk dishwasher hanya peralatan pecah belah, sendok, garpu. Dengan pembagian seperti itu kami masih punya banyak waktu untuk me time. Dia dengan hobi bermusiknya sibuk dalam ruangan musiknya, saya juga punya kesibukan sendiri. Lagipula kalau rumah kotor dan berantakan, yang merasakan tidak nyaman tentu saja kami berdua, bukan hanya salah satu pihak saja. Jadi segala sesuatu yang terjadi di rumah adalah tanggungjawab kami berdua.

http://courageouscolleen.blogspot.nl/2013_09_01_archive.html
http://courageouscolleen.blogspot.nl/2013_09_01_archive.html

BERDISKUSI, BUKAN MEMINTA IJIN

Entah karena mempunyai persamaan pandangan atau dasarnya memang kami tidak suka saling mengekang, karenanya semua yang berlangsung selama ini adalah cenderung berdasarkan hasil diskusi bukan hasil meminta ijin. Misalkan ketika dia akan membeli suatu barang “aku mau beli X nih, gimana menurut kamu?” setelahnya kami akan berdiskusi penting tidaknya, skala prioritasnya, kegunaannya dan sebagainya. Ataupun ketika saya akan pergi ke suatu tempat bersama seorang teman “aku nanti mau ketemu A di stasiun jam 12 sepulang sekolah dan setelahnya kami mau jalan-jalan sampai jam 5, jadi dinner aku sudah ada dirumah,” tanpa harus menambahkan kata-kata “boleh ga?” kalau saya terlambat, cukup berkirim pesan bahwa saya akan terlambat berapa lama sampai di rumah. Hal tersebut juga berlaku sebaliknya pada suami. Kalau salah satu dari kami keberatan, bisa disampaikan mengapa tidak sepaham. Semuanya bisa didiskusikan. Bagaimanapun kami adalah individu yang mempunyai kehidupan masing-masing sebelum menikah. Karenanya kami juga butuh waktu untuk bersama teman masing-masing tidak harus selalu runtang runtung sepanjang waktu. Toh kami juga tahu sejauh mana batasannya. Ada saatnya kami menghabiskan waktu berdua, ada saatnya juga kami ingin punya waktu sendiri.

PENDAPAT YANG DITERIMA

Ketika saya menjelaskan semua yang tertulis diatas saat ada yang bertanya, reaksi positif dan negatif yang saya terima. Pendapat positif  ketika mereka memuji pembagian kerja yang kami terapkan ataupun mengedepankan diskusi dalam banyak hal. Tetapi tidak sedikit juga komentar negatif yang saya terima.

Saya dikatakan sebagai istri yang tidak berbakti dan mengabdi ketika melibatkan suami dalam pekerjaan rumah tangga. Menurut mereka adalah tugas istri dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Saya selalu malas berdebat kusir kalau ujung-ujungnya selalu melibatkan dalil-dalil agama. Saya selalu menjawab bahwa suami ridho, ikhlas, senang dan penuh suka cita mengerjakan itu semua. Tidak ada satupun diantara kami dipaksa mengerjakan apapun. Yang penting adalah senang. Kalau kami sedang ingin leyeh-leyeh saja seharian, ya kami akan melakukan itu seharian. Dan saya tetap tidak paham dibagian mana letak salahnya, sampai saya dituduh istri yang tidak berbakti. Lebih baik mengerjakan secara bersama-sama diiringi rasa senang daripada menyanggupi untuk mengerjakan semua sendiri tapi mengeluh yang ujung-ujungnya cemberut sepanjang hari karena kecapaian. Ada satu teman di sekolah yang menyelutuk kenapa saya tidak bisa menjadi istri seutuhnya dan tega membiarkan suami menyiapkan makan malam kami berdua padahal dia sudah kerja seharian. Saya sampai terperanjat ketika dia bilang seperti itu, speechless tidak tahu bagaimana harus menanggapinya. Toh saya juga tidak harus menjawab semua pertanyaan atau pernyataan, apalagi yang menurut saya tidak terlalu masuk akal.

Lalu masalah keluar rumah, mereka bilang bahwa seyogyanya istri harus meminta ijin ketika keluar rumah, bukan hanya memberitahukan. Sebelum suami memberikan ijin, istri tidak bisa keluar rumah.  Menurut pendapat saya, kenapa harus seperti itu, apakah selalu kewajiban istri untuk selalu meminta ijin suami, bagaimana dengan suami, apakah tidak mempunyai kewajiban yang sama? Ketika jawaban yang seperti itu saya lontarkan, penghakiman selanjutnya yang keluar adalah saya dikatakan terlalu menjunjung feminisme, yang kemudian diakhiri dengan dalil-dalil agama (lagi). Tenang saja, saya mengetahui dengan pasti ajaran-ajaran agama yang saya anut. Sejauh mana boleh atau tidaknya suami istri memperlakukan satu sama lain. Patuh tidaknya seorang istri pada suami bukan hanya dilihat pada saat ingin keluar rumah dengan meminta ijin. Memberitahukan juga salah satu bentuk penghargaan bahwa salah satu pihak dilibatkan.

Masing-masing rumah tangga mempunyai “dapur” yang berbeda. Masing-masing dapur dikelola sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan. Kita tidak bisa memaksakan dapur kita harus serupa dengan milik orang lain ataupun memberikan komentar bahwa dapur yang ideal adalah milik kita. Manajemen dalam rumah tangga tercipta karena kedua belah pihak ada kesanggupan bersama. Semua rumah tangga mempunyai kondisi idealnya masing-masing dengan segala suka duka didalamnya. Yang harus kita pahami adalah tidak ada alasan apapun untuk menghakimi satu perkara itu baik ataupun buruk hanya karena tidak sama dan tidak sesuai dengan apa yang kita lakukan. Saling menasehati untuk menuju kebaikan itu sangat dianjurkan. Tetapi terkadang antara menasehati dan menghakimi tidak nampak terlihat jelas batasannya. Rumah tangga adalah kerjasama. Ridho suami adalah ridho istri, begitu juga sebaliknya ridho istri adalah ridho suami, bukan berlaku hukum sepihak. Saya suka menganalogikan bahwa setiap rumah tangga itu seperti proses membuat permodelan (ini agak matematika sedikit bahasanya). Model terbaik yang dihasilkan tidak bisa diterapkan pada kasus yang lain karena ada syarat dan ketentuannya, yang biasa disebut teorema. Sebuah model terbaik untuk satu rumah tangga belum tentu menjadi model terbaik untuk rumah tangga lainnya.

Mudah-mudahan ini juga menjadi catatan tersendiri buat saya bahwa yang namanya masih hidup pasti akan selalu ada pro dan kontra. Dan pada dasarnya juga saya tipe orang yang i don’t care what other people said as long as i’m happy dan masih dalam jalur yang benar dan tidak membuat rugi sekitar. Saya akan menerima segala macam komentar, disaring, diambil yang terpenting. Sesimpel itu.

image1-6

-Den Haag, 15 November 2015-

Aktivitas Selama Musim Gugur di Belanda

Musim gugur atau Autumn atau dalam bahasa Belanda disebut Herfst tahun 2015 ini adalah yang pertama buat saya. Selama ini saya hanya menikmati musim gugur lewat serial Korea dan drama Jepang. Saya dulu memang maniak sekali melihat serial Korea dan Jepang. Masih ingat betul bagaimana saya lebih mementingkan begadang maraton serial korea dibandingkan mengerjakan revisi tesis. Lebih parahnya ketika sedang menunggu antrian bimbingan, teman-teman yang lain tidak tenang sambil membolak balik draft tesis, saya dengan santainya menunggu sambil melanjutkan menonton serial Korea. Cukup sekian info kecanduan saya pada serial Korea dan Jepang. Sekarang sudah insyaf kok (sementara).

image5

image3

Dulu suka membayangkan bagaimana rasanya melihat langsung daun berwarna merah, kuning, pink yang berguguran, berserakan ditanah atau trotoar, atau pohon yang siap meranggas dengan daun berwarna merah kehitaman. Pasti romantis sekali. Musim gugur yang awalnya hanya khayalan tingkat tinggi -seperti judul lagu Peter Pan- sekarang saya bisa merasakan sendiri, meskipun belum semua daunnya berubah warna menjadi kuning atau merah. Entah kenapa saya merasa durasi hari matahari bersinar lebih sering pada musim gugur dibandingkan pada musim panas lalu. Kalau saya tidak salah ingat, selama musim panas hujan hampir datang setiap hari meskipun ada saat tertentu ketika puasa selama 19 jam panasnya menyengat sampai 38 derajat celcius, yang setelah saya rasakan masih lebih panas di Surabaya dengan suhu yang sama. Selama musim gugur ini matahari berbaik hati selalu menampakkan sinarnya, cerah dan hangat. Birunya langit selalu menggemaskan, seperti tidak pernah cukup untuk mengagumi betapa indahnya langit yang berwarna biru bersih, meskipun beberapa kali hujan tetap rajin mampir. Ada kegiatan mewah yang rajin kami lakukan selama beberapa kali akhir pekan, yaitu berkegiatan di alam.

image10

image16

Bersepeda di hutan saat musim panas
Bersepeda di hutan saat musim panas

Bersepeda di hutan saat musim gugur
Bersepeda di hutan saat musim gugur

Maksud dari berkegiatan dialam yaitu bersepeda keliling kota Den Haag (meskipun dalam keseharian, kami juga bersepeda kemana-mana), duduk-duduk ditaman, jalan-jalan ke beberapa hutan yang lokasinya di Zoetermeer dan Delft, dan piknik membawa tikar sambil membaca buku dipinggir danau. Kenapa saya menyebut kegiatan mewah? karena ketika sinar matahari muncul disini mewah sekali rasanya, membuat hati riang gembira. Jadi ketika matahari sedang tampil maksimal, saya memanfaatkan juga lebih maksimal. Saya selalu berseloroh dengan menyebutnya sebagai kegiatan mengumpulkan vitamin D sebanyak mungkin sebagai cadangan pada musim dingin nanti. Bahkan sewaktu kehutan, saya melihat beberapa anak kecil terlihat asyik tertawa riang sambil membawa kantung, mengumpulkan jamur. Saya tidak tahu pasti jamur jenis mana yang bisa dikonsumsi ataupun yang beracun. Ada juga beberapa dari mereka yang membawa ember, mengumpulkan apel-apel yang sedang ranum memetik langsung dari pohonnya. Hari sabtu lalu saya juga berkesempatan bersepeda bersama Crystal, menjelajahi hutan, danau, dan taman ditiga kota.

Banyak jamur yang bermunculan di hutan dengan aneka jenis rupa
Banyak jamur yang bermunculan di hutan dengan aneka jenis rupa

Terlihat menggiurkan ya. Kata seorang kenalan ini beracun. Suami bilang "mungkin ini beracun." Saya jawab "tau darimana?" dijawab lagi "coba saja, nanti kita tahu dia beracun apa nggak" ---> Cari masalah dia :D
Terlihat menggiurkan ya. Kata seorang kenalan ini beracun. Suami bilang “mungkin ini beracun.” Saya jawab “tau darimana?” dijawab lagi “coba saja, nanti kita tahu dia beracun apa nggak” —> Cari masalah dia 😀

Melihat bangku kosong, tiba-tiba dia bilang "Schatje, aku tidur dulu ya sebentar." Lalu tertidurlah dengan nyenyak sampai setengah jam. Bersenang-senang dengan hangat matahari secara maksimal.
Melihat bangku kosong, tiba-tiba dia bilang “Schatje, aku tidur dulu ya sebentar.” Lalu tertidurlah dengan nyenyak sampai setengah jam. Bersenang-senang dengan hangat matahari secara maksimal.
image2

Danau ditengah hutan
Danau ditengah hutan

Piknik di danau satunya
Piknik di danau satunya

Akhir pekan lalu, saya dan suami pergi ke sebuah bukit yang tidak jauh dari rumah untuk latihan lari. Bukit ini juga menjadi tempat suami berlatih mountain bike seminggu sekali. Rencananya tidak berapa lama lagi kami akan mengikuti lomba lari. Tanjakan bukit ini lumayan curam juga, mengingatkan saya pada tingkat kesulitan di Bromo Marathon. Berlatih jam 8 pagi dengan suhu 2 derajat celcius, angin yang menerpa pelan serta tanjakan yang susah dilalui, bukan perkara mudah. Saya yang memang latihan berdasarkan mood merasakan dampaknya. Nafas pendek, tangan berasa kebas kedinginan, bahkan pada satu titik saya merasakan susah bernafas seperti kehabisan oksigen. Tetapi begitu melihat pemandangan di bukit dan hutan, serta matahari yang perlahan bersinar membuat saya kembali bersemangat.

Tempat latihan lari
Tempat latihan lari

Tempat latihan lari
Tempat latihan lari

Tempat latihan lari
Tempat latihan lari

Keihatan tidak saya diujung sana?
Keihatan tidak saya diujung sana?

Tempat latihan lari
Tempat latihan lari

Dan tentu saja, oktober tidak lengkap tanpa kehadiran labu kuning atau pumpkin. Sepanjang mata memandang, pumpkin ada dimana-mana. Bahkan di pasar harganya juga lumayan murah. Dan ini kali pertama saya membuat pumpkin soup yang resepnya mencontek dari blog Beth. Rasanya luar biasa enak, sehat, hangat dibadan dan tentu saja gampang dan tidak ruwet dalam proses memasaknya. Suami sampai nambah berulangkali.

Ini besar sekali labunya.
Ini besar sekali labunya.

Pumpkin soup
Pumpkin soup

Namun sejak beberapa hari ini suhu menurun. Meskipun matahari tetap bersinar, tetapi hawa dingin semakin menusuk ditambah angin. Bahkan kemarin sewaktu saya pergi ke sekolah, suhu dipagi hari 1 derajat celcius, sekitar jam 10 naik menjadi 3 derajat celcius. Seorang teman yang tinggal di Groningen mengatakan bahwa suhu disana sudah -2 derajat celcius dipagi hari pada waktu yang sama. Saya sudah mengeluarkan perlengkapan winter : jaket tebal, sarung tangan, dan baju berlapis agar badan tetap hangat. Ada pemandangan yang menggelitik saat saya pulang sekolah. Matahari bersinar terang, tapi orang-orang lalu lalang dengan berpakaian winter lengkap : boots selutut, syal, jaket tebal, kupluk, dan beberapa memakai sarung tangan juga. Saya yang awalnya merasa aneh karena sudah memakai jaket tebal, begitu melihat mereka jadi tersenyum “Horeee, tidak saya saja!”

Kangen hangat matahari
Kangen hangat matahari
Sejauh ini menyenangkan perkenalan dengan musim gugur pertama saya di Belanda. Udara tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin (pada awalnya) , daun berwarna-warni, langit biru, dan banyak melakukan aktifitas di alam.

Semoga hari-hari kalian menyenangkan juga ya.

-Den Haag, 13 Oktober 2015-

Semua foto adalah dokumen pribadi.

Food Truck Festival 2015 – Den Haag

Sejak membaca tulisan Mbak Yoyen tentang Food Truck Festival, saya langsung mencari informasi kapan mereka datang ke Den Haag. Saya memang suka latah kalau berhubungan dengan makanan. Begitu tahu mereka akan datang pada bulan September, saya langsung membuat reminder di Hp. Dan dua minggu sebelumnya, saya sudah mengingatkan suami untuk mengkosongkan jadwal pada hari minggu 13 September 2015 khusus untuk datang ke Trek Food Truck Festival ini, sembari tetap berdoa supaya cuaca cerah ceria. Meskipun ketika membaca prakiraan cuaca, Den Haag akan diguyur hujan setelah jam 5 sore. Karenanya kami memutuskan berangkat sekitar jam 3 sore karena memang jarak Westbroekpark, tempat acara ini berlangsung tidak terlalu jauh dari rumah, sekitar 35 menit naik sepeda.

image8

image4

Meja dan kursinya bagus. Pengen diangkut rasanya :D
Meja dan kursinya bagus. Pengen diangkut rasanya 😀

Saya sangat bersemangat karena ini kali pertama datang ke Food Truck Festival. Sesampainya disana, sudah sangat ramai. Tetapi tidak sampai penuh sesak. Banyak yang duduk dirumput membawa semacam tikar, berpiknik. Senang sekali melihat suasana santai disini. Bisa dimaklumi kalau ramai karena hari minggu kemarin adalah hari terakhir dan Den Haag adalah kota terakhir (total 8 kota)di Belanda dari rangkaian acara ini pada tahun 2015. Jadi meskipun mendung tetapi semakin sore semakin banyak yang datang karena acara ini berlangsung sampai jam 10 malam. Saya senang sekali melihat aneka segala rupa truck dengan desain yang unik dan sangat menarik. Tidak hanya itu, beraneka makanan yang dijual juga sangat menggugah selera. Rasanya ingin dibeli semua dan dimakan kalau tidak ingat harga (harganya sih rata-rata, tapi kalau dibeli semua kan tetap jatuhnya bikin kantong bolong :D). Bagaimana tidak lapar mata, sejak melewati pintu masuk yang tidak dipungut biaya, hidung kami sudah digelitik dengan semerbak aroma makanan dari segala penjuru. Perut otomatis keroncongan. Jadi sambil berkeliling mengamati satu persatu truck-truck dan deretan menu, kami juga memilih makanan mana yang kira-kira cocok untuk dimakan.

image13

image5

image5 (2)

image15

image7

image16

Paella. Awalnya mau beli, tapi melihat paha ayam yang besar muncul disitu jadinya mengurungkan niat. Aslinya saya tidak tahu Paella ini apa, dan Suami sudah pergi entah kemana, jadinya hanya melirik sekilas. Saya pikir ini semacam nasi goreng aya. ternyata bukan. Makanan dari Spanyol.
Paella. Awalnya mau beli, tapi melihat paha ayam yang besar muncul disitu jadinya mengurungkan niat. Aslinya saya tidak tahu Paella ini apa, dan Suami sudah pergi entah kemana, jadinya hanya melirik sekilas. Saya pikir ini semacam nasi goreng ayam. ternyata bukan. Makanan dari Spanyol.

Senang juga mengamati proses memasaknya yang langsung bisa terilihat. Karenanya saya semakin ngiler dan kalap mata ingin membeli ini dan itu. Bersyukur masih bisa dikontrol.

image10

image12

image11

Ayam di truck makanan India. Ketika saya mengambil foto ayam ini, saya tidak tahu kalau Mas yang pegang ayamnya sedang tersenyum dan berpose. Dipikir saya sedang mengambil gambar utuh. Karenanya ketika saya selesai dan mengucapkan terima kasih, dia tersenyum sumringah. Baru tahu ketika suami cerita dengan tertawa ketika kami sudah melangkah menjauh kalau Mas tadi pose dan tersenyum. Saya jadi merasa bersalah hanya membidik ayamnya saja. Tapi tetap saya tertawa terpingkal.
Ayam di truck makanan India. Ketika saya mengambil foto ayam ini, saya tidak tahu kalau Mas yang pegang ayamnya sedang tersenyum dan berpose. Dipikir saya sedang mengambil gambar utuh. Karenanya ketika saya selesai dan mengucapkan terima kasih, dia tersenyum sumringah. Baru tahu ketika suami cerita dengan tertawa ketika kami sudah melangkah menjauh kalau Mas tadi pose dan tersenyum. Saya jadi merasa bersalah hanya membidik ayamnya saja. Tapi tetap saya tertawa terpingkal.
Dari Suriname
Dari Suriname

image1 (2)

image4 (2)

image3 (2)

Tidak hanya truck yang menjual makanan, disana juga ada live music dan truk entah apa namanya karena tidak berhubungan dengan makanan sama sekali temanya. Tetapi nuansa truknya homey sekali.

image6

image14

Lalu kami akhirnya makan apa? Setelah berputar kesana kemari tidak jelas mau membeli apa, akhirnya kami membeli Churros, Takoyaki dan Kokosballetjes. Njekethek ya, belinya cuman 3 macam saja, kelilingnya hampir satu jam :p. Sudah kenyang mencium segala macam aroma. Pulangnya kami mendapat majalah secara cuma-cuma berisi liputan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan makanan dan banyak sekali resep makanan juga.

image1-3

Menyenangkan sekali datang ke Food Truck Festival ini. Kalau tahun mendatang ada lagi, Insya Allah kami akan datang kembali.

-Den Haag, 14 September 2015-

Semua dokumentasi adalah milik pribadi

Pesta Rakyat Indonesia 2015 dan Embassy Festival The Hague

Nasi Rames Medan. Aslinya ada telur satu. tetapi karena suami tidak suka ikan rica, jadi akhirnya ikannya dibagi ke saya, tukar dengan telur. Rasanya enak.

Sejak mengetahui akan ada Pesta Rakyat yang diadakan oleh KBRI dan bertempat di Sekolah Indonesia Nederland (SIN) Wassenaar, saya sangat antusias ingin datang. Apalagi yang dicari kalau bukan segala jenis makanan dari seluruh Indonesia yang dijual diberbagai booth yang ada. Kalau tidak salah hitung, kemarin ada 30 booth. Sejak jauh hari saya juga berdoa semoga cuaca pada tanggal 5 September 2015 itu akan cerah ceria. Namun beberapa hari menjelang hari H, hujan sepertinya senang menghampiri, mengguyur hampir sepanjang hari dan tiap hari. Dan melihat prakiraan cuaca, pada hari H akan hujan deras. Wah, saya sudah menyiapkan hati untuk kecewa tidak jadi datang karena kurang asyik rasanya kalau harus berbasah ria sambil menikmati makanan.

Tetapi alam rupanya sedang berbaik hati. Sekitar jam 12 siang, matahari terlihat sedikit bersinar. Saya dan suami langsung bergegas pergi menggunakan sepeda karena memang letaknya tidak terlalu jauh dari rumah, sekitar 30 menit saja. Beberapa kenalan sudah mengatakan kalau di pesta rakyat akan berjejal penuh sekali. Tapi yang saya lihat ketika sesampainya disana melebihi apa yang saya bayangkan. Memang benar-benar penuh sekali dengan orang-orang yang bersuka cita menikmati hiburan yang disediakan dipanggung ataupun mereka yang menikmati makanan Nusantara.

 

Panggung Hiburan
Panggung Hiburan
Pembuka adalah tarian Bali
Pembuka adalah tarian Bali
30 booth makanan ada dibagian ini
30 booth makanan ada dibagian ini

Saya yang sudah mempunyai rencana akan makan ini dan itu, menjadi tidak selera makan lagi melihat orang-orang yang berjejal antri makanan. Menjadi tidak berselera juga untuk mengambil beberapa foto stan-stan makanan yang ada. Saya seperti kebingungan melihat lautan manusia. Entah kenapa kalau ditengah keramaian seperti itu nafsu makan langsung menghilang. Akhirnya saya memilih makan nasi rames Medan yang memang sudah menjadi incaran sejak lama. Kangen makan gule daun singkong. Selebihnya saya membungkus pempek kapal selam, tekwan, lupis, dan pesanan 1kg tahu bakso seafood. Itupun membeli pempek dan tekwan juga harus antri setengah jam.

Nasi Rames Medan. Aslinya ada telur satu. tetapi karena suami tidak suka ikan rica, jadi akhirnya ikannya dibagi ke saya, tukar dengan telur. Rasanya enak.
Nasi Rames Medan. Aslinya ada telur satu. Tetapi karena suami tidak suka ikan rica, jadi akhirnya ikannya dibagi ke saya, tukar dengan telur. Rasanya enak.

Setelah berbincang dan berfoto dengan beberapa kenalan -yang jumlahnya memang tidak seberapa- saya dan suami memutuskan untuk pulang. Jadi total kami hanya sekitar 2 jam ada di Pesta Rakyat. Untuk tahun depan, masih tetap ingin datang lagi. Mungkin mentalnya akan lebih kuat melihat orang-orang yang berjubel 😀

Berfoto dengan beberapa kenalan
Berfoto dengan beberapa kenalan

Setelah dari Pesta Rakyat, kami bergegas menuju Centrum karena Mas Ewald harus membeli roti disalah satu toko disana. Ketika melintasi taman didepan hotel Des Indes tepatnya di Lange Voorhout ternyata sedang diadakan Embassy Festival The Hague. Tentu saja kami menghentikan kayuhan sepeda dan mampir karena mendengar suara musik dan seorang yang bernyanyi Seriosa.

Embassy Festival The Hague tahun ini memasuki tahun yang ketiga. Jadi ini adalah acara tahunan dari seluruh kedutaan di Belanda yang berisi pagelaran musik dari genre pop, jazz, klasik dan beberapa genre lainnya, memperkenalkan kuliner masing-masing negara, teater, sastra, seni, maupun promosi tempat wisata dari masing-masing negara tersebut, yang diadakan dikota Den Haag, tempat semua kantor kedutaan berada. Tahun ini kedutaan yang berpartisipasi adalah dari negara Thailand, Slovenia, Panama, Slovakia, Republik Ceko, Bolivia, Perancis, Meksiko, Republik Dominika, Guatemala, Siprus, Cina, Ukraina, Rusia, Hongaria, Curacao, Filipina, Sudan, Polandia, Palestina, Yunani, Austria , Kanada, Yordania, Mesir, Qatar, Armenia, Georgia, Tunesia, Amerika Serikat, Pakistan dan Arab Saudi. Indonesia tidak ada mungkin karena bertepatan dengan Pesta Rakyat.

Kami berkeliling melihat masing-masing tenda. Banyak tenda yang menyuguhkan kuliner (dengan cara membeli), sedangkan negara-negara lain ada yang cuma-cuma memberikan makanan lengkap ataupun sekedar makanan ringan. Menariknya pada beberapa negara, mereka yang berjaga menggunakan pakaian nasionalnya.

Nasi goreng dengan lauk pisang saus manis. Ini gratis dari booth Panama.
Nasi goreng dengan lauk pisang saus manis. Ini gratis dari booth Panama.
Yunani
Yunani
Panama
Panama
Kopi dan roti gratis dari Bolivia.
Kopi dan roti gratis dari Bolivia.
Filipina
Filipina
Ukraina
Ukraina

Saya perhatikan yang terlihat panjang antrian membeli makanan adalah dari booth negara Cina, Mexico, Thailand, dan Georgia. Beberapa booth negara lain tidak berisi makanan, tetapi menyediakan informasi dengan meletakkan brosur pariwisata. Ada negara juga yang menjual karya seni.

Senegal
Senegal
Cyprus
Cyprus

Dengan cuaca Den Haag yang pada hari itu tidak menentu, sebentar hujan reda, beberapa saat kemudian deras lagi, kami harus beberapa kali berteduh dibawah pohon kalau hujan deras datang, meskipun saya membawa payung. Mereka yang menikmati pertunjukan musik juga tidak bergeming dari tempat duduknya, membuka payung dan tetap khusyuk mendengar alunan suara dan alat musik.

Dibawah guyuran hujan
Dibawah guyuran hujan

Senang sekali hari itu karena kami seperti sedang menjelajah ke berbagai negara diawali Pesta Rakyat dan diakhiri dengan Embassy Festival The Hague. Kami menyebutnya Sabtu Internasional 😀

-Den Haag, 8 September 2015-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi

Swan Market – Den Haag

Saya senang sekali kalau sedang Summer seperti ini. Kenapa? Tentu saja karena bisa sering merasakan hangatnya Matahari. Meskipun cuaca di Belanda juga masih sering hujan, tetapi seringkali diakhir pekan cuaca menjadi sangat menyenangkan. Matahari bersinar cerah sehingga sayang sekali kalau akhir pekan hanya dihabiskan dengan berdiam diri dirumah. Saya dan Suami selalu mencari informasi tentang acara disekitar Den Haag atau kota lainnya yang bisa didatangi ketika hari sabtu atau minggu. Iya, kami biasanya hanya menghabiskan satu hari diluar, satu hari lainnya kami gunakan untuk leyeh-leyeh dirumah atau mengunjungi Mertua.

Satu bulan lalu, tepatnya 19 Juli 2015, kami mendatangi Swan Market yang diadakan di Kerkplein Den Haag. Sebenarnya apa sih Swan Market itu? Kalau ditilik dari namanya jelas ini adalah Pasar. Jika dibaca dari situs resminya, Swan Market adalah pasar yang menjual segala sesuatu yang berhubungan dengan gaya hidup, produk makanan olahan rumahan (homemade), aksesoris, interior rumah, barang-barang vintage, juga ada beberapa food truck, serta ada live musicnya. Sebenarnya pasar yang seperti ini bukan pertama yang saya datangi. Karena pada bulan Juni saya berkesempatan mengunjungi Arnhem untuk melihat Sonsbeekmarkt (tulisan tentang ini menyusul). Serupa, tapi tidak sama karena kalau di Sonsbeekmarkt diadakan ditaman yang bagus sekali bernama Sonsbeekpark hari minggu pertama disetiap bulannya, sedangkan Swan Market ini yang di Den Haag diadakan di Centrum dekat gereja, dan kota pelaksanaannyapun bisa berpindah. Swan Market dimulai saat musim dingin tahun 2010 di Rotterdam. Swan Market diadakan di Den Haag, Rotterdam, Dordrecht dan Tilburg. Selain di Belanda, Swan Market juga ada di Antwerpen, Belgia.

Aneka jenis Jamur
Aneka jenis Jamur

Aneka jenis telenan
Aneka jenis telenan

Aneka jenis barang-barang vintage
Aneka jenis barang-barang vintage

Pada dasarnya saya senang mengunjungi pasar-pasar yang jenisnya seperti ini karena bisa mencicipi beraneka jenis makanan, meskipun untuk saya harus memilih mana yang bisa dimakan dan yang tidak. Dan mematut diri disetiap tenda melihat barang-barang apa yang ada disana, memperhatikan satu persatu, merupakan keasyikan tersendiri. Kali ini kami memborong aneka jenis jamur yang masih segar. Serta bisa menikmati live music sambil kita makan dan minum serta beristirahat sejenak.

  
Mungkin jika ada yang sedang disekitar Den Haag, bisa mendatangi Swan Market tanggal 16 Agustus 2015, atau langsung cek website resminya untuk melihat jadwal yang terdekat dikotamu. 

Ini enak sekali. Namanya Kokos Balletjes.. Kelapa muda parut dikasih gula trus digoreng. Varian rasanya juga bermacam-macam. Ada yang campur coklat, orisinil, rasa vanila. dll. Bude saya di Ambulu sering membuat seperti ini. Tapi lupa apa namanya kalau di Ambulu.
Ini enak sekali. Namanya Kokos Balletjes.. Kelapa muda parut dikasih gula trus digoreng. Varian rasanya juga bermacam-macam. Ada yang campur coklat, orisinil, rasa vanila. dll. Bude saya di Ambulu sering membuat seperti ini. Tapi lupa apa namanya kalau di Ambulu.

Selamat berakhir pekan bersama keluarga, teman dan orang-orang tersayang. Semoga akhir pekan ini cuaca cerah ceria di Belanda, karena kalau tidak ada halangan ingin melihat pesta kembang api dipantai Scheveningen. 

-Den Haag, 14 Agustus 2015-

Semua foto adalah dokumen pribadi.

Canal Parade – Amsterdam Gay Pride 2015

Sabtu, 1 Agustus 2015, saya dan suami pergi ke Amsterdam untuk melihat salah satu acara rangkaian Amsterdam Gay Pride, yaitu Canal Parade. Saya mengetahui acara ini 2 minggu sebelumnya dari majalah gratisan ketika masuk ke toko elektronika. Mengetahui akan ada acara tersebut, saya langsung bersemangat untuk pergi kesana. Awalnya suami tidak mau menemani karena dia males berada ditengah keramaian yang berjubel, apalagi acara seperti Canal Parade ini. Tetapi karena satu dan lain hal, dia akhirnya mau menemani.

Amsterdam Gay Pride ini adalah acara tahunan yang diselenggarakan pada akhir pekan minggu pertama dibulan Agustus. Acara ini pada tahun 2015 berlangsung sejak tanggal 25 Juli sampai 2 Agustus. Sedangkan Canal Parade adalah puncak acaranya. Canal Parade diikuti sebanyak 80 organisasi yang mendukung LGBT (Lesbian Gay Bisexual Transgender) dan mereka akan berparade sepanjang 6km melalui kanal-kanal yang telah ditetapkan. Canal Parade ini dimulai jam 2 siang dan berakhir sekitar jam 6 malam, ada 80 kapal utama dan beberapa kapal pendukung lainnya. Ada banyak atraksi dalam Canal Parade. Untuk lebih lanjut tentang acara ini dapat dilihat pada website resmi Amsterdam Gay Pride.

Sebelumnya, saya tidak terlalu menaruh perhatian khusus tentang LGBT ini, meskipun saya mempunyai beberapa teman gay dan lesbian di Indonesia. Saya tahu bagaimana tertekannya mereka dan hidup kucing-kucingan, menyembunyikan jati diri mereka yang sesungguhnya kepada lingkungan, terlebih pada keluarga. Belum lagi cap yang diberikan sebagai sampah masyarakat, kutukan buat keluarga, ataupun dianggap sebagai sesuatu yang timbul karena ditularkan dari pergaulan. Seringkali saya mbatin pada saat itu, kenapa orang-orang begitu jahat sekali memberikan pelabelan kepada sesuatu yang dianggap tidak sejalan dengan kondisi ideal yang mereka ciptakan. Kenapa tidak bisa bersikap biasa saja tanpa perlu menuding ini dan itu. Kenapa perlu memusuhi suatu keadaan yang sebenarnya mereka sendiri tidak paham apa yang mereka tudingkan. Banyak sekali pertanyaan “kenapa” yang berkecamuk dikepala ketika teman-teman saya tersebut bercerita banyak hal tentang keadaan mereka.

Sejak tinggal di Belanda, saya menjadi tertarik untuk membaca dan mengetahui lebih lanjut tentang LGBT ini. Kenapa seperti itu? Karena pernikahan Gay dan Lesbian dilegalkan secara hukum sejak 1 April 2001 di Belanda. Hal ini saya ketahui dari tulisan Mbak Yoyen tentang Homo Emancipation. Dan sejak disinipun saya menjadi terbiasa melihat pasangan Gay dan Lesbian bebas berekspresi diruang publik. Apakah saya menjadi risih melihat mereka berpelukan, sesekali melihat mereka berciuman juga? Terus terang saya biasa saja, tidak risih ataupun merasa aneh melihat hal tersebut. Kenapa harus risih? mereka toh tidak mengganggu saya, tidak menimbulkan kerugian dihidup saya juga. Sesederhana itu cara saya dalam berpikir.

Dengan berpikir sederhana juga yang membuat saya datang melihat Canal Parade. Saya ingin melihat kemeriahan festival tersebut, tanpa harus berpikir panjang apapun. Ketika sampai ditempat acara, saya bisa merasakan hawa suka cita dari LGBT maupun dari penonton. Saya sebagai penonton juga larut dalam suasana senang disana sini. Disisi kiri kanan sungai, juga dijembatan penuh berjubel dengan lautan manusia. Banyak juga yang melihat langsung dari kapal yang terparkir disisi sungai. Kebanyakan mengenakan pakaian warna pink. Saya dengan badan yang kecil ini dengan mudah mendapatkan tempat yang meskipun tidak bisa dibilang strategis, tetapi masih bisa melihat parade dengan jelas disisi jembatan. Mereka yang mendapatkan tempat strategis harus datang sejak pukul 10 pagi meskipun parade baru dimulai pukul 2 siang. Beberapa orang menatap saya dengan pandangan yang saya juga tidak tahu artinya apa. Saya merasakan itu. Suami sempat berseloroh “mungkin mereka mengira kamu sedang memakai kostum, tahun ini kostumnya jilbab, tahun depan berganti menjadi Spiderman” karena memang saya melihat banyak orang yang datang menonton dengan menggunakan kostum khusus. Saya langsung tertawa terbahak mendengar seloroh suami.

Merasakan kemeriahan tersebut, menjadikan saya teringat dengan teman-teman di Indonesia. Jika mereka disini, kemungkinan besar akan bahagia. Saya suka membaca kata-kata yang hampir ada disetiap kapal. Semua seperti melebur menjadi satu saat itu, antara penonton maupun peserta. Ketika sedang duduk dipinggir sebuah apartemen untuk beristirahat, ada satu orang yang bertanya pada saya dalam bahasa Belanda, kalau saya artikan seperti ini “Kenapa kamu melihat festival ini? Apakah diperbolehkan dalam agamamu melihat acara seperti ini?” saya menjawab “setiap orang mempunyai pilihan dalam hidupnya, dalam kehidupan beragama juga seperti itu. Saya tidak ingin berbicara boleh atau tidak karena saya selalu melakukan apapun yang menurut saya tidak akan mengganggu atau merugikan orang lain.” Wanita yang bertanya tersebut hanya tersenyum mendengarkan jawaban saya.

Saya melihat Canal Parade bukan untuk menjawab pertanyaan “Tapi kamu tidak mendukung LGBT kan Den?” ataupun harus bersusah payah berpikir apakah orang lain akan terinspirasi ataupun akan mendapatkan hidayah dengan melihat pakaian yang saya kenakan. Saya datang kesana tidak untuk ceramah agama. Saya datang kesana sebagai seorang Deny. Hidup tidak semudah dengan hanya berpikir mendukung ataupun tidak mendukung. Hidup tidak segampang hanya dengan menghakimi orang lain dari suatu perbuatan yang mereka lakukan. LGBT sampai kapanpun akan selalu menimbulkan perdebatan, jika melihatnya dari kacamata yang berbeda. Bahkan buat seorang yang hanya sekedar melihat festivalnya saja. PR banget kalau nonton festival saja musti berpikir ini dan itu. Nonton ya nonton saja.

Paragraf terakhir dituliskan karena komen-komen dari satu postingan foto saya disosial media.

Salah satu kalimat yang saya suka dari satu kapal yaitu

Iedereen verdient de vrijheid om zichzelf te kunnen zijn

Everyone deserves the freedom to be themselves

FullSizeRender-2

 

-Den Haag, 2 Agustus 2015-

Beberapa foto Canal Parade ini adalah dokumentasi pribadi.

Salah satu atraksi air
Salah satu atraksi air

 

Share our rights. LGBT refugees
Share our rights. LGBT refugees
Just Married
Just Married
Tas warna Fuschia
Tas warna Fuschia