Mendadak Muncul di TV Nasional

Sebelum saya bercerita tentang asal muasal kenapa saya muncul disalah satu TV yang ada di Indonesia, saya akan bercerita terlebih dahulu tentang satu tulisan yang dibuat oleh Mbak Emiralda tentang saya. Saya mengenal Mbak Emi beberapa tahun lalu ketika masih kerja di Jakarta dalam salah satu kegiatan sosial. Setelahnya kami sering bertemu dibeberapa kegiatan sosial lainnya. Kami sering berbicara tentang berbagai hal. Saat itu (dan sampai sekarang) saya mengagumi Mbak Emi sebagai sosok yang luar biasa. Dia peduli dengan masalah pendidikan disekitarnya, aktif dalam kegiatan sosial, sosok yang ceria dan sudah sering keliling dunia, orang yang suka menulis dengan gaya bahasa yang terstruktur dan puitis (mudah-mudahan buku Mbak Emi segera terbit). Intinya, saya menjadi pengagumnya. Beberapa saat kemudian kami menjadi jarang bertemu lagi karena kesibukan saya dipekerjaan sampai akhirnya pindah ikut suami. Tapi komunikasi antara saya dan Mbak Emi masih terjalin meskipun dengan frekuensi tidak sesering dulu.

Pada awal Ramadan, Mbak Emi menghubungi saya, meminta ijin untuk menjadikan saya sebagai salah satu narasumber pada rubrik Muslimah Around The World di Facebook (FB) yang dia dan teman-temannya buat. Nama page di FB adalah Annisaa. Annisaa adalah proyek jangka panjang mereka mengupas serba serbi tentang dunia muslimah. Untuk saat ini, mereka mengawali dari FB dengan rubrik utamanya Muslimah Around The World, satu hari satu cerita tentang seorang muslimah yang ada diseluruh dunia. Cerita muslimah-muslimah yang lain sangat membuat kita sebagai pembaca akan berdecak kagum. Cerita-cerita yang sangat menginspirasi. Silahkan langsung menuju page Annisaa untuk membaca cerita muslimah lainnya.

Singkat cerita, prosesnya sangat cepat. Setelah saya menyetujui, kemudian mengirimkan cerita tentang diri sendiri dalam bahasa Indonesia, Mbak Emi lalu menceritakan kembali dalam bahasa Inggris. Beberapa kali saya revisi, lalu tulisan finalnya keluar. Saya senang dengan cara bertutur Mbak Emi dalam tulisannya tentang saya. Terharu dibagian penutupnya. Membaca ini seperti kilas balik tentang kehidupan saya. Meskipun pendek, tapi sangat menyentuh buat saya pribadi. Tulisan ini dimuat di Annisaa pada tanggal 24 Juni 2015.

  

Annisaa

Meet Deny Lestiyorini, originally from Situbondo, East Java, who recently moved to Den Haag, joining her Dutch husband.”We got married in August 2014. I moved to Den Haag 5 months after, as I had to complete my Master degree in Industrial Engineering at ITS Surabaya first.This is my first Ramadan fasting for 19 hours. Not easy, but Alhamdulillaah, so far I’m doing fine.”

As much as she finds it hard to move so far away from home, Deny is excited of what’s ahead of her.

“Few years ago when I was still working in Jakarta, I was very determined to continue my Master study in The Netherlands. I applied for several scholarships, but I didn’t make it through. Now that I really am moving to The Netherlands – perhaps this is Allah’s will, that I’m going to live here, but through different way.

After all, man proposes, yet Allah disposes. Allah knows best. Always.”

Being the only one wearing hijab in her husband’s family doesn’t really bother Deny.

“My mother-in-law and sister-in-law understand my halal food requirements. Even more, they gave me some hijabs and informed me about a moslem-clothing store in the neighborhood. Coming from my husband’s closest family circle, such kind gestures mean a lot.

Deny took that as a sign that Den Haag very much welcomes her and she adjusted herself pretty well.

“Generally, it’s not too hard. Den Haag is a big city, a melting pot, where many people with different nationalities live. Hence, mix races, cultures and religions are very much embraced. It’s quite easy to find halal food, and for sure, there are some ladies wearing hijab just like me.

It’s also easy to find Indonesian spices for me to cook, either in the market or oriental stores. My husband loves Indonesian food!”

Having been in Den Haag for 5 months, Deny is now a housewife while taking Dutch language course.

“On the first day of Ramadan, I went to a store to buy a gift for a friend’s child. When I came to the cashier to pay, she smiled and said, ‘Fijne Ramadan!’ – which means ‘Happy Ramadan!’

I know it’s such a simple thing, but she really made my day. It was very heartwarming, being greeted by a total stranger in a middle of somewhat ‘nowhere’.

Insya Allah, I’ll be fine here. In Den Haag, with my husband, my home away from home.

Alhamdulillah.”

#RamadanInspiration
#MuslimahAroundTheWorld

Ketika tulisan tersebut saya share di FB, banyak yang berkomentar, bahkan dosen-dosen saya yang biasanya tidak pernah muncul, ikut berkomentar. Komentar positif tentunya. Berterimakasih juga buat Mbak Emi, karena dengan share tulisan tersebut saudara-saudara saya juga bisa mengetahui keadaan saya disini. Untuk siapapun yang usil suka bertanya ini itu, atau menuduh ini itu, akhirnya juga berkomentar dan tahu kalau saya disini baik-baik saja, bahagia bersama suami tercinta.

Setelah Annisaa, seminggu kemudian seorang teman dari grup whatsapp (teman-teman yang tinggal di Eropa) yang tinggal di Jerman, Beth (blog Beth ini isinya makanan semua, selalu lapar kalau baca :D), meminta saya menjadi narasumber tentang pengalaman berpuasa di Belanda untuk iNews TV, salah satu TV Nasional segmen berita jaringan MNC Group, pada acara berita siang jam 11.40 WIB. Ketika saya menyanggupi, Beth kemudian menghubungkan saya pada produsernya, Ibu Dewi Murtiningrum. Setelah beberapa kali komunikasi via Whatsapp, akhirnya saya setuju untuk Live via skype pada hari Rabu tanggal 8 Juli 2015. Persiapannya tidak terlalu banyak. Ibu Dewi memberikan saya beberapa poin daftar pertanyaan untuk dipelajari dan sehari sebelum hari H saya baru mencari jawabannya.

Hari Rabu sekitar jam 5.30 pagi waktu Den Haag, Ibu Dewi menelepon saya untuk bersiap-siap. Saya yang memang masih terlelap tidur jadi agak kebingungan karena belum mempersiapkan jilbab dan baju. Akhirnya dengan memakai bedak ala kadarnya serta memoles lipstik tipis, tetap memakai celana panjang tidur dan kaos merah asal nyamber serta jilbab merah yang memang saya pakai sehari sebelumnya, dengan persiapan secara terburu-buru akhirnya siap untuk tes skype. Setelah tes skype beres, Ibu Dewi mengabarkan kalau bagian saya dimajukan 10 menit. Dan inilah momen pertama dalam hidup muncul di TV Nasional dengan menggunakan skype, iNews TV secara Live. Walaupun wajah saya hanya muncul sesaat karena tiba-tiba webcam ngadat, lumayan ada cerita untuk dikenang sepanjang masa. Sebenarnya ini bukan pertama kali saya muncul di TV. Dulu ketika saya masih bekerja dibagian marketing, sering promosi produk kantor juga lewat TV, lokal maupun Nasional. Kalau dulu munculnya untuk memperkenalkan produk yang saya pegang dalam segmen talkshow, sekarang munculnya karena berbagi pengalaman dalam sebuah cerita disegmen berita. Sensasinya pasti beda. Inilah rekamannya :

Sebenarnya sehari sebelumnya saya sudah memberikan informasi ke Ibu untuk melihat saya, tapi karena ibu sedang ada didesa Bapak di Jember, tidak ada yang mempunyai saluran iNews TV karena rata-rata TV saudara-saudara menggunakan TV Kabel. Tapi sehari setelahnya saya memberikan link Youtube pada Beliau. Ibu langsung menelepon saya sambil tertawa dan kamipun membahas sampai satu jam lamanya. Kata Ibu “lumayan ya, meskipun belum bekerja lagi, kamu tetap bisa masuk TV.” Lalu seperti biasa, dalam hitungan jam berita itu sudah menyebar dikeluarga besar.

Begitulah cerita saya tentang berbagi pengalaman berpuasa selama di Belanda. Ada satu lagi sebenarnya untuk sebuah radio di Surabaya. Teman kuliah saya yang menghubungi 2 minggu lalu untuk berbagi cerita diradio tempat dia bekerja. Tapi karena masih belum tayang, nanti saja saya akan ceritakan kemudian.

Ibu menyebut saya seperti artis musiman. Laku keras kalau Ramadan saja. Lalu saya berkomentar, anggap saja berkah Ramadan. Suami lain lagi bercandanya “Untuk Ramadan tahun depan, harus atur jadwal supaya tidak bentrok. Saya mau jadi Manager kamu,” yang saya sambut dengan tertawa kencang.

-Den Haag, 14 Juli 2015-

Ramadan Pertama di Belanda

Bulan Ramadan ini adalah Ramadan pertama saya di Belanda. Sudah 21 hari terlewati, dimana sebagai perempuan saya tentu tidak penuh selama 21 hari tersebut. Saya baru berbagi cerita tentang pengalaman puasa menjelang penghabisan Ramadan karena ingin mengobservasi dahulu perubahan apa yang terjadi dari 14 jam lama waktu puasa di Indonesia menjadi 19 jam lama waktu puasa di Belanda. Sebenarnya saya tidak terlalu kaget karena sebelum Ramadan sudah mencoba latihan dengan melakukan beberapa puasa sunnah misalkan puasa senin kamis dan puasa daud tetapi pada saat itu masih belum memasuki musim panas dimana waktu siang lamanya tidak terlalu panjang. Dan puasa Ramadan kali ini tentu saja berbeda karena waktu dari subuh sampai maghrib berselang 19 jam dikarenakan memasuki musim panas.

Karena berbeda lamanya dengan Indonesia maka tantangannya juga berbeda. Kalau puasa di Surabaya atau Jakarta atau Situbondo atau Jember (ini empat kota yang memang jadi tempat tinggal selama di Indonesia) tantangan terberat adalah panasnya yang super dahsyat. Kenapa saya mengatakan demikian karena bukan hanya hawa panas tapi udara yang tidak segar. Jadi meskipun waktu berpuasa lebih pendek dibandingkan Belanda tapi saya merasa lebih nyaman berpuasa di Belanda meskipun beberapa waktu lalu panasnya sampai 38 derajat. Tetapi karena udaranya lebih segar jadi saya merasa lebih nyaman dibadan meskipun panasnya sudah menyerupai Surabaya.

Tantangan kedua adalah masalah waktu. Dengan jeda waktu berbuka sampai subuh yang hanya berselang 5 jam (Subuh sekitar jam 3 pagi dan Maghrib sekitar jam 10 malam) maka saya harus menyiasati bagaimana bisa melakukan aktifitas berbuka puasa, sholat Maghrib, Sholat Isya (waktu Isya sekitar jam 12 malam), Sholat Taraweh (kadang-kadang kalau masih ada waktu saya juga sempatkan sholat Tahajjud), sahur, dan Sholat subuh. Untuk tadarusan (baca Al Qur’an) saya lakukan setelah atau sebelum waktu sholat wajib lainnya. Awalnya sempat keteteran karena masih belum memahami ritmenya. Seiring berjalannya waktu, saya mulai bisa mengatur jadwalnya. Jadi jam 10 saya buka puasa minum air putih dan buah, kemudian sholat Maghrib. Setelahnya saya makan berat. Jam 11 malam saya usahakan untuk tidur, lebih tepatnya dipaksakan untuk tidur supaya badan disempatkan untuk istirahat. Jam 2 pagi bangun lalu sholat Isya lanjut taraweh. Kemudian saya sahur sambil menunggu waktu sholat Subuh. Sekitar jam 3.30 pagi saya tidur lagi lalu bangun jam 6 pagi. Kalau sedang ada jadwal sekolah, saya siap-siap untuk berangkat. Tapi kalau tidak sedang sekolah, saya bantu suami untuk menyiapkan keperluan dia ke kantor. Entah mengapa badan selalu selalu terbangun jam 6 pagi dan setelahnya tidak bisa tidur lagi sampai waktu tidur dimalam hari.  Begitulah cara pengaturan kegiatan saya.

Selang beberapa lama sebelum saya benar-benar mengetahui ritmenya, ada informasi dari seorang teman yang tinggal di Norwegia tentang fatwa dari Mekkah tentang puasa yang dilakukan dinegara dengan lama waktu siang lebih dari 18 jam. Jadi untuk kota yang latitudenya diatas 50 bisa mengikuti waktu puasa Mekkah dengan jam sholat yang sudah diperhitungkan dengan acuan pada Mekkah, lebih jelasnya bisa dilihat disini tentang pembagian waktu sholatnya. Karena ini adalah Fatwa yang artinya adalah pendapat dari orang (atau sekelompok orang) yang ahli terhadap suatu masalah, maka Fatwa ini sifatnya tidak mengikat. Jadi bagi mereka yang merasa kesusahan berpuasa lebih dari 18 jam karena alasan kesehatan atau merasa tidak khusyuk melaksanakan ibadah malam dengan waktu yang sangat terbatas atau karena alasan lainnya yang memang sifatnya personal antara satu orang dan yang lainnya, maka bisa dan diperbolehkan untuk mengikuti fatwa dari Mekkah tersebut. Tetapi harus diingat bahwa Fatwa tersebut tidak bisa disalahgunakan untuk kepentingan pribadi yang sifatnya hanya ingin berpuasa dalam waktu yang lebih pendek tanpa alasan yang logis. Namun kembali lagi, yang mengetahui mampu atau tidaknya hanya orang yang bersangkutan. Wallahu A’lam Bishawab. Informasi tentang Fatwa ini bisa dibaca lebih lengkap disini dan disini.

Jadi karena awalnya masih keteteran mengatur jadwal dan merasa tidak khusyuk untuk beribadah malam dengan waktu yang sangat pendek, dengan adanya informasi tentang Fatwa tersebut maka saya mengikuti puasa waktu Mekkah karena Den Haag latitudenya adalah 52 sehingga sudah memenuhi syarat. Jadi yang awalnya 19 jam waktu puasa, saya merubahnya menjadi 15 jam (jam 5.30 pagi waktu Subuh dan jam 8.30 malam waktu sholat Maghrib), mengikuti jam sholat yang sudah ditetapkan dengan mengikuti waktu Mekkah. Sambil jalan saya memantapkan hati untuk mencari informasi terkait supaya saya merasa lebih yakin. Tetapi selang beberapa hari saya memutuskan untuk kembali lagi mengikuti waktu puasa awal dengan mengikuti jadwal dari KBRI Den Haag. Saya memutuskan untuk kembali bepuasa dengan waktu awal karena pertama merasa belum cukup ilmu untuk mendalami tentang Fatwa tersebut dan kedua saya merasa masih mampu untuk puasa 19 jam. Kalau untuk mengatur jadwal ibadah malam, saya yakin pasti ada jalan keluarnya supaya ibadah lebih khusyuk. Jadi saya kembali berpuasa 19 jam karena secara pribadi, saya yang tidak memiliki cukup alasan kuat untuk mengikuti waktu Mekkah. Berpuasa memang bukan tentang berlomba lebih lama dalam waktu berpuasa, tetapi lebih kepada arti dari puasa itu sendiri yaitu menahan diri dari suatu perbuatan, misalnya menahan diri dari makan dan minum. Maksud dan tujuan puasa ialah menahan hawa nafsu dan meningkatkan iman dan taqwa kepada Allah swt, serta menjaga diri dari segala hal yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenam matahari dengan niat dan beberapa syarat. Nah Fatwa sendiri dibuat dengan syarat dan kondisi tertentu seperti yang sudah saya sebutkan diatas sebagai jalan keluar supaya tetap bisa melakukan ibadah puasa.

Ramadan-mubarak-ikeethalal.nl_

Bagaimana dengan pengaturan makan? Secara keseluruhan tidak ada bedanya jenis makanan yang saya konsumsi ketika puasa di Indonesia maupun di Belanda. Sejak dulu kalau sahur saya tidak bisa makan jenis makanan yang kompleks. Untuk sahur saya makan buah dengan variasi maksimal 3 jenis buah dimana pisang wajib ada karena mengandung karbohidrat kompleks. Buah lainnya biasanya apel, pisang atau anggur atau buah lainnya. Saya merasa kalau sahur dengan buah kenyangnya awet lama dibandingkan makan nasi beserta lauk pauk lengkap. Ketika berbuka saya awali dengan minum air putih lalu makan kurma dan buah. Kemudian setelah sholat Maghrib saya baru makan sayuran segar (raw vegetables), nasi dan lauk (lauknya didominasi tahu dan tempe, sesekali ikan karena saya tidak makan daging dan ayam). Jadi yang wajib adalah buah dan sayur. Untuk pengaturan minum air putih, saya minumnya tidak sekaligus banyak dalam satu waktu tetapi sebotol demi sebotol namun bertahap. Alhamdulillah dengan pengaturan makan seperti itu badan tidak gampang lelah meskipun beraktifitas seharian misalkan sekolah ataupun mengerjakan pekerjaan lainnya dengan mondar mandir bersepeda atau jalan kaki atau naik kendaraan umum. Jadi selama Ramadan, kegiatan masih sama dengan sebelum berpuasa. Tidak ada bedanya. Sampai sekarang saya turun berat badan 2kg. Saya juga masih melakukan olahraga ringan seperti lari disore hari dengan waktu yang tidak terlalu lama.

Begitulah cerita saya (yang lumayan panjang) tentang pengalaman puasa pertama di Belanda. Dari pengaturan jadwal ibadah, perubahan waktu puasa yang berganti dari 19 jam ke 15 jam kembali lagi ke 19 jam, dan pengaturan makan dan asupan gizi yang masuk ketubuh. Dan saya merasa senang sekali puasa di Belanda. Seperti yang sudah saya sebutkan tadi karena udaranya lebih segar sehingga puasa menjadi tidak terasa meskipun ada saat saat tertentu panasnya lumayan nylekit. Pasti ada masa sulit misalnya saya kangen dengan suasana puasa bersama keluarga, kangen masakan ibu, kangen dengar suara tadarus di Masjid, kangen suasana berburu takjil dsb. Tapi ketika masa sulit itu datang saya selalu mengatakan dalam hati untuk menikmati saja setiap waktu dengan ikhlas dan riang gembira selama Ramadan ini. Toh hanya selama sebulan diantara 12 bulan dalam satu tahun. Jangan dibuat susah dan menggerutu. Satu lagi kenapa saya senang melalui Ramadan di Belanda yaitu, terbebas dari suara mercon yang selalu membuat kaget dan gemetar kalo tiba-tiba terdengar dimalam hari atau pagi buta.

Selamat melanjutkan sisa hari Ramadan buat yang melaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Minggu depan sudah lebaran. Insya Allah kita dipertemukan lagi Ramadan yang akan datang dengan kualitas ibadah yang lebih baik.

Oh ya, kalau ada yang ingin tahu saya mudik apa tidak? Tidak, saya mau jalan-jalan sama Suami setelah lebaran. Sayang sudah jauh-jauh ke Eropa masak iya baru sebentar pulang lagi ke Indonesia.

-Den Haag, 8 Juli 2015-

Veteranendag 2015 and Night at the Park

Hari Sabtu minggu lalu, 27 Juni 2015, ada dua acara seru di Den Haag. Pertama adalah Veteranendag dan yang kedua adalah Night at the park. Acara yang kedua ini adalah konser beberapa grup band yang diadakan sejak jam 3 sore sampai jam 9 malam ditaman yang bernama Zuiderpark. Jadi saya dan suami sudah kelayapan sejak siang sampai tengah malam baru kembali kerumah.

Veteranendag 2015

Acara nasional di Belanda ini diselenggarkan setiap tahun sebagai bentuk apresiasi dan ucapan terima kasih kepada para Veteran yang berjumlah lebih dari 150.000 orang atas jasa mereka dimasa lalu dan sekarang, supaya setiap orang mengetahui apa yang telah mereka lakukan. Acara ini dimulai sejak pukul 9 pagi sampai pukul 5 sore di Gedung Parlemen (Binnenhof) dan di Malieveld. Acaranya sendiri terdiri dari atraksi pesawat, defile dengan rute sekitar pusat kota (defile veteran, motor besar, kendaraan bermotor besar, kuda, drumband militer), pertunjukan musik, dan makan minum.

Untuk saya yang baru pertama kali melihat Veteranendag ini, sangat antusias mengikuti acaranya meskipun tidak sejak pagi. Saya baru sampai di Malieveld sekitar jam setengah dua siang, sehingga sudah tertinggal bagian atraksi pesawat militernya. Bersyukurnya defile baru dimulai. Entah kenapa saya menjadi terharu melihat para Veteran ini. Mereka masih terlihat gagah, berjalan dengan penuh senyuman melambaikan tangan kepada para warga kota yang menyaksikan veteranendag ini. Saya seketika teringat dengan para veteran di Indonesia.

  

 


 

Sampai jumpa di Veteranendag tahun depan, 25 Juni 2016
Sampai jumpa di Veteranendag tahun depan, 25 Juni 2016
 

Ketika sedang asyik melihat defile dipinggir jalan, sambil jinjit dan menjulurkan leher karena saya tidak pada barisan pertama dan terhalang bapak yang ada didepan, ternyata bapak tersebut menoleh. Saya salah, ternyata seorang kakek. Beliau dengan ramahnya menyuruh saya untuk bergeser kedepan dan memberikan ruang disebelahnya. Kemudian Beliau berbicara dengan menggunakan beberapa kalimat bahasa Indonesia. Saya tentu saja terkejut. Saya kemudian mengajak berbicara Beliau dengan menggunakan Bahasa Belanda yang masih terpatah-patah, sementara Mas Ewald menguping dibelakang. Ternyata Beliau pernah ditugaskan di Indonesia tahun 1947-1950 di Jogjakarta, Sumatera, dan Jawa Timur. Beliau sudah berumur 89 tahun saat ini, tapi masih terlihat sangat sehat, hanya pendengaran yang mulai berkurang karena beberapa kali saya harus mengulang perkataan ataupun pertanyaan. Entah karena bahasa Belanda saya yang tidak jelas atau suasana yang agak berisik sehingga membuat semakin sulit Beliau untuk menangkap pembicaraan saya. Namanya Bapak De Winter. Beliau mengatakan suka tinggal di Indonesia karena sangat indah. Tidak berapa lama, Beliau pamitan karena merasa sudah capek berdiri. Sebelumnya saya meminta ijin untuk berfoto bersama dan mengatakan akan menaruh foto ini diblog. Beliau mengijinkan. Sebenarnya saya ingin lebih lama berbincang dengan Beliau sebagai saksi sejarah, penasaran saja sebenarnya apa yang terjadi pada tahun saat Beliau ada di Indonesia. Tidak menyangka saya bisa mengobrol dengan salah satu veteran dan beliau bisa menggunakan Bahasa Indonesia meskipun terpatah-patah. 

Bersama Bapak De Winter
Bersama Bapak De Winter
 

Tidak berapa lama setelah Bapak De Winter pergi, tiba-tiba datang beberapa polisi ingin membuka jalan dimana saya berdiri. Akhirnya kami mundur perlahan agar jalan menuju Malieveld terbuka. Ada beberapa anak kecil menanyakan apakah Raja Willem Alexander akan datang, Polisi menjawab tidak. Ternyata ada iringan tiga mobil yang datang mendekat. Mas Ewald tiba-tiba sudah heboh sendiri “Itu Raja datang, cepet difoto, difoto!” sementara saya hanya tercengang memandang mobil Raja yang melintas tepat didepan mata. Saya heran, Raja datang kok tidak ada kehebohan iring-iringan Polisi yang mengawal. Hanya tiga mobil saja. Membandingkan dengan Indonesia kalau ada Presiden datang pasti sudah heboh sana sini. 

Mobil Raja
Mobil Raja
 
Hanya bisa mengabadikan lambaian tangan saja
Hanya bisa mengabadikan lambaian tangan saja
 

Untuk mengetahui lebih lengkap tentang Veteranendag, bisa langsung klik websitenya. 

Ketika keluar dari Malieveld, saya melihat ada satu tenda yang mencari dukungan agar Papua Barat merdeka.

  

Night at the Park

Ini pertama kali saya melihat konser berbayar ditaman selama 5 bulan tinggal di Den Haag. Biasanya melihat pertunjukan musik secara gratis. Kami tertarik melihat Night at the Park karena ada Duran Duran dan UB40. Dua grup band tersebut legendaris sekali. Saya tumbuh dengan lagu-lagu mereka meskipun tidak bisa dibilang saya adalah fans mereka karena hanya mengetahui beberapa lagunya. Selain 2 band tersebut, pengisi acara yang lainnya adalah Splendid, ABBA Gold, K’S Choice dan De Dijk. Kami sampai di Zuiderpark, tempat berlangsungnya konser sekitar jam 6. Kami memang sengaja ingin lesehan, sehingga kami membawa tikar lipat. Karena memang konsepnya konser ditaman, maka banyak yang menggelar tikar dan duduk-duduk santai sambil rebahan. Mas Ewald sempat tidur juga. 

Leyeh-leyeh
Leyeh-leyeh
   

Jam 20:15 UB40 tampil. Tahu diri dengan kondisi tubuh yang mungil ini, maka tempat favorit saya tentu tidak jauh-jauh dari layar TV yang besar. Kalau saya memaksakan diri untuk mendekat ke panggung, yang ada justru tidak bisa melihat apapun karena tertutup dengan postur-postur yang aduhai tinggi menjulang. Jadi saya menikmati beberapa lagu UB40 seperti Red Red Wine, Kingston Town, I’ve got you Babe dekat dengan screen. Lagu-lagu mereka yang lain samar-samar lupa liriknya. Semua bergoyang Reggae menikmati alunan musik UB40. 

UB40
UB40
 

Setelahnya, sekitar jam 21:45 giliran Duran-Duran tampil. Teriakan riuh dari penonton mengiringi para personel Duran Duran yang satu persatu tampil keatas panggung. Disekitar saya penonton yang usianya sudah senior tetap semangat menggoyangkan badan dan bersama-sama menyanyikan lagu Rio, Ordinary World, A view to kill dan beberapa lagu lainnya. Yang membuat saya heran, para personelnya masih terlihat awet muda. Simon le Bon sebagai vokalis wajahnya ya masih begitu begitu saja, awet cakepnya. Night at the Park ditutup dengan pesta kembang api yang sangat meriah. Saya yang memang pencinta kembang api sangat senang melihat pertunjukan itu. Dari website resminya, disebutkan ada 50.000 orang yang datang pada Night at the Park tersebut.

Duran Duran
Duran Duran
 

   

Hari Sabtu yang menyenangkan.

 

-Den Haag, 30 Juni 2015-

Semua foto adalah koleksi pribadi

Japanese Garden – Den Haag

Beberapa waktu lalu saya dan suami mengunjungi Japanese Garden atau dalam bahasa Belanda disebut sebagai Japanse Tuin yang berada diantara Den Haag dan Wassenaar. Kami pergi kesana bersepeda karena jaraknya memang tidak terlalu jauh dari rumah, hanya 20 menit. Japanese Garden ini, yang merupakan menjadi bagian dari Clingendael Park, terbuka untuk umum dan masuknya tanpa dipungut biaya. Clingendael park sendiri terdiri dari beberapa taman, tetapi yang terkenal adalah Japanese Garden dan Taman Tua Belanda (Old Dutch Park).Meskipun Taman Jepang ini hanya buka dua kali dalam satu tahun yaitu pada musim semi dan musim gugur dengan waktu yang pendek, hal tersebut tidak menyurutkan pengunjung untuk pergi kesana. Terlihat tempat ini penuh serta ada beberapa pasang pengantin yang melakukan sesi pemotretan. Saya iseng menghitung, sekitar 7 pasang. Clingendael Park dan Japanese Garden memang indah dengan latar belakang bunga warna warni dan hamparan rumput yang hijau. Pada saat itu, cuaca juga mendukung, matahari sedang bersinar terang.

Menurut website pemerintah kota Den Haag sejarah berdirinya Japanese Garden ini adalah ketika Marguerite M. Baroness van Brienen (1871-1939) atau disebut juga Lady Daisy melakukan beberapa kali perjalanan ke Jepang. Ketika pulang ke Belanda, dia membawa beberapa benda khas jepang seperti lentera, pavilion, tong air, patung serta tanaman khas Jepang. Ini adalah satu-satunya Taman Jepang di Belanda sejak tahun 1910, karenanya memiliki nilai sejarah yang tinggi. Japanese Garden ini menjadi tanggungjawab pemerintah kota Den Haag.

Taman jepang ini berukuran kecil, namun penataan didalamnya rapi dan asri dengan pernak pernik khas jepang tentunya dan bunga warna warni  khas jepang juga sehingga ketika disana kita merasa benar-benar sedang berada di Jepang.

Untuk menuju Taman Jepang ini, sebelumnya melewati jalan setapak yang sisi kiri dan kanannya penuh dengan bunga berwarna warni.   

        

Suasana di Japanese Garden 

Jembatan favorit untuk sesi foto. Sampai harus mengantri untuk foto disini
Jembatan favorit untuk sesi foto. Sampai harus mengantri untuk foto disini
  

     

     

  

 

Clingendael Park 

  

         

Sedang sesi foto  ditengah hamparan bunga putih.  Rasanya pengen nebeng difoto juga :D
Sedang sesi foto ditengah hamparan bunga putih. Rasanya pengen nebeng difoto juga 😀
 

Menuju Clingendael Park ini bisa ditempuh juga menggunakan kendaraan umum yaitu bis nomer 18 dan 23.

Japanese Garden dapat dikunjungi pada :

Musim semi  : 25 April sampi 7 Juni 2015 Jam 09:00-20:00 dan

Musim gugur : 10-25 Oktober 2015 jam 10:00-16:00

Clingendael Park : Clingendael 12a, 2597 VH, The Hague

-Den Haag, 24 Juni 2015-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi-

Cerita Akhir Pekan

Sesekali bercerita tentang akhir pekan. Sebenarnya kali ini cerita dimulai sejak hari Jumat dimana kami mengunjungi Tong Tong Fair 2015 (TTF). Karena ini adalah pertama kali untuk kami berdua mengunjungi TTF, jadinya kalap melihat barang yang menggoda mata untuk dibeli. Belum lagi jajanan pasarnya yang dari penampakan sangat lezat untuk disantap. Tapi ketika membeli Tahu Isi yang pada awalnya saya pikir seperti yang biasa dijual di abang-abang jualan gorengan, ternyata tahu isinya tidak ada isi sama sekali. Dan rasanya pun tidak seperti yang saya bayangkan. Mungkin karena disesuaikan dengan lidah orang barat ya, atau mungkin karena produksinya banyak jadi rasa tidak terkontrol. Beruntungnya kekecewaan terobati dengan membeli cendol yang rasanya memang enak. Bagi yang akan mengunjungi TTF, masih ada waktu sampai 7 Juni 2015. 

 Kemudian hari Sabtu kami pergi ke Delft. Awalnya ingin belanja mingguan. Setelahnya malah nyasar lama ditoko buku bekas yang sebenarnya tanpa sengaja kami melintas didepannya. Toko buku yang bernama Antiquariaat Interessant ini mempunyai dua lantai. Kami hanya sempat menjelajahi lantai dasar. Dari pengamatan kami, bukunya masih sangat terawat, koleksinya juga bagus-bagus, serta harganya lumayan miring. Saya memang mencari buku cerita anak-anak untuk belajar membaca dalam bahasa Belanda, sedangkan suami menelusuri koleksi dibagian sejarah. Ruangannya bersih dengan lantai terbuat dari kayu sehingga kalau ada yang berjalan terdengar suara derik lantai. Tanpa sadar kami menghabiskan waktu 1.5 jam disini. Kalau sudah tenggelam dengan buku, kami memang selalu lupa waktu. Akhirnya saya hanya membeli 3 buah buku, yang tata bahasanya tidak terlalu sulit untuk dimengerti. Total 3 buku seharga 4 euro, padahal bukunya lumayan tebal. Kecuali cerita Donal Bebek (saya memang penggemar Donal Bebek). Setelahnya kami duduk-duduk didepan Nieuwe Kerk, mumpung hari itu matahari bersinar cerah. Lumayan menghangatkan badan sembari melihat turis yang banyak berdatangan sehingga Delft sangat ramai pada sore itu.  Setelah sampai rumah kami menerima kunjungan seorang teman SMA yang tinggal di Belgia. Saya selalu senang bertemu  dia dan keluarganya. Anak lelakinya membuat saya terkagum. Pintar dan cepat dekat dengan  orang baru. Rumah kami yang biasanya sunyi senyap karena hanya diisi dua orang, sore itu menjadi lebih ceria karena ada suara anak yang renyah dan meramaikan suasana.     

3 buku seharga 4 euro
3 buku seharga 4 euro
Hari Minggu sejak pagi sampai malam hujan deras dan angin sangat kencang, otomatis udara juga dingin sekali. Suami ada jadwal untuk mengikuti lomba lari yang bernama Royal Ten. Jarak yang dilombakan adalah kelas anak-anak, 5km dan 10km. Suami mengikuti yang 10km kelas Business Run karena memang dia didaftarkan oleh kantornya. Meskipun hujan deras, angin kencang, dan udara sangat dingin, para peserta tetap semangat dan luar biasanya seperti tidak merasa kedinginan dengan pakaian lari yang tipis dan pendek. Sedangkan saya yang memakai baju berlapis merasa dingin sekali. Total peserta untuk 10km adalah 2230 orang. Suami sampai finish dengan catatan waktu 49:19 diurutan 649. Catatan waktu paling bagus menurutnya selama mengikuti lomba lari 10km di 5 tahun terakhir. Sedangkan yang menempati urutan pertama catatan waktunya 28:53. Ketika saya melihat pemenang ini lari menuju finish, rasanya Wow sekali. Iku mlayu opo miber, batin saya saat itu. Larinya super kencang. Ada satu kejadian lucu yang terjadi pada saat saya menunggu suami. Setelah 10 menit berlalu saat peserta berangkat, tiba-tiba ada satu orang yang terlambat datang. Dia mengenakan kostum lari seperti baju Hawaii. Semua orang bertepuk tangan menyemangatinya. 
Royal Ten
Royal Ten
  
Finisher 10km
Finisher 10km
 
Peserta terakhir yang berangkat. Semoga malamnya Mas ini tidak minta kerokan :D
Peserta terakhir yang berangkat. Semoga malamnya Mas ini tidak minta kerokan 😀
   

Akhir pekan yang sangat menyenangkan, meskipun cuaca selalu berubah tiap harinya. Terima kasih bulan Mei untuk semua pengalaman serunya. Bulan Mei yang tidak akan terlupakan buat kami. Ada berita yang sangat menggembirakan yang hadir diawal bulan, serta cerita yang sangat menyedihkan ditengah bulan. Semuanya menjadi pelajaran berharga untuk kami. Pasti semua ada hikmahnya, karena setiap cerita mempunyai makna yang berharga.

Selamat datang bulan Juni. Kami siap menyambut pengalaman seru lainnya. Semoga selalu bisa mengingatkan diri sendiri untuk tidak lupa bersyukur atas segala yang terjadi.

-Den Haag, 31 Mei 2015-

Semua foto adalah dokumentasi pribadi

Our Visit to Tong Tong Fair 2015 – Den Haag

Today Adek Deny and I visited the 57th Tong Tong Fair in Den Haag (The Hague, The Netherlands). The Tong Tong Fair is one of the biggest fairs in Europe with products and information about Asia and especially about Indonesia. Originally the fair started as a gathering place for people from Indonesia in the late 50s and originally was named Pasar Malam.

Den Haag was an obvious choice because after the second World War and Indonesia’s independence many people from mixed Dutch and Indonesian descent (the so called Indo’s) decided to move from tropical Indonesia to less-tropical Netherlands and the city of Den Haag was a popular place to settle. It is well known that many of the immigrants had and still have many fond and nostalgic memories of their home country and the Pasar Malam was one of the few occasions once a year to share these feelings of what the Dutch define as “weemoed”. This nostalgic atmosphere is still very vibrant and present in 2015. I noticed that the majority of the visitors is still from that first and second generation of migrants that came to the Netherlands in the 40s and 50s.

Some years ago the founders of the fair thought that it would be a good idea to broaden the scope and make it a more Asian than Indonesian fair. I don’t think they succeeded in that plan (yet) as I experienced the atmosphere as very Indonesian.

The fair is located at the Malieveld in The Hague, a huge open space and grass field where during the year all kinds of events are held. It is located in walking distance from the biggest train station in Den Haag (Centraal Station) The Tong Tong Fair is completely hosted in a complex of big temporary tents connected with -also covered- walk ways, so whether the weather is good or bad outside you will not notice it. Tickets prices range from around 10 to 14 euro for a day ticket, the price depending whether one can apply for special discounts (for students and elderly people).

The most crowded part of the fair is the Indonesian Pavilion, where hundreds of sellers of goods and food offer their supplies. Most of them are from Indonesia and going through this Pavilion personally reminded me somewhat of visiting the side streets of Jalan Malioboro in Yogyakarta. Here you can find lots of original Indonesian food, clothing and accessories, only be aware the prices are very Dutch (so not cheap)!

Another big part of the fair is the Grand Pasar, that has a less Indonesian character. In the back of the Grand Pasar is the ‘Tong Tong Podium’ where artists perform during opening hours until closing time. We personally visited a concert by Orkes Keroncong Cente Manis, which we liked well. There is also a ‘Tong Tong Theater’ where more serious subjects about Dutch-Indonesian relations are being discussed. Finally there is The Food Court with many choices to have your lunch or dinner in real Indonesian style.

Personally I never visited the fair before, but I found it all together a pleasant experience. There are lots of opportunities to buy special Indonesian products and lots of opportunities to try those products before you buy. So I guess that probably most guests come outside with a full belly, full bags and emptier wallets. Exiting the fair brings you back into the reality of the Dutch weather conditions as the rain was already waiting for us. For most of the visitors this means there will be the waiting for another year before they have a chance to relive their Indonesian past again.

You still can visit the fair because it will be opened until June 7th, 2015!

-Den Haag, May 29 2015-

All pictures are our own documentation.

Becak
Becak

Queuing into Tong Tong Fair 2015
Queuing into Tong Tong Fair 2015

Workshop how to make Batik
Workshop how to make Batik

 

INDONESIA 

 

Cobek's corner
Cobek’s corner

 

Buying
Buying “penebah” : things for cleaning bed

Malioboro's atmosphere
Malioboro’s atmosphere

.

<

p style=”text-align: justify”>

Malioboro's atmosphere
Malioboro’s atmosphere

GRAND PASAR

The phenomenal one : Akik
The phenomenal one : Akik

 

 

Orkes Keroncong Cente Manis' performance
Orkes Keroncong Cente Manis’ performance

.

FOOD

Jajanan Pasar
Jajanan Pasar

Sambal's corner
Sambal’s corner

<

p style=”text-align: justify”> 

Durian
Durian

 

Indomie's party
Indomie’s party

Indonesian' snack
Indonesian’ snack

 

And actually we bought ….

These one
These one

Finally…

Brandgrens Run 2015 – Rotterdam

14 Mei 2015 adalah libur nasional di Belanda, hari kenaikan Yesus Kristus. Pada tanggal 14 Mei tersebut juga bertepatan dengan peringatan 75 tahun lalu kota Rotterdam dibom oleh Jerman (Bombardement op Rotterdam), tepatnya pada tahun 1940, pada masa perang dunia kedua. Pada 14 Mei 1940 jam 13:27 dalam waktu kurang dari 15 menit Rotterdam dibom oleh Jerman. Diperkirakan 900 orang meninggal dan 80.000 orang kehilangan tempat tinggal. Setiap tahun Rotterdam memperingati peristiwa ini.

Salah satu acara yang diselenggarakan pada peringatan tersebut adalah lari bersama pada jam 9 malam yang dikenal dengan nama Brandgrens Run. Acara ini diselenggarakan disekitar Gereja Laurens (Laurenskerk), salah satu Landmark, sebagai jantung kota Rotterdam. Mas Ewald ikut serta pada Brandgrens Run tahun ini karena didaftarkan oleh kantornya. Bersama 9 teman kantornya, dan sekitar 1000 partisipan lainnya, mereka berlari sepanjang 12 km.

Selain itu, ada suguhan musikal (Bevrijdingsconcert) dari KRPH (Koninklijke Rotterdamse Post Harmonie). Lagu yang dimainkan mungkin semacam lagu perjuangan karena adakalanya musiknya dinamis, adakalanya musiknya sedih mendayu. Ada beberapa tenda yang menjual makanan dan minuman. Tidak kalah serunya juga anak-anak yang bermain ketangkasan keseimbangan dan dance bersama. Sesaat sebelum tanda start dimulai, ada pertunjukan udara yaitu 3 orang melakukan terjung payung. Seru sekali buat saya yang baru 2 kali ini melihat terjun payung secara langsung. Dan setelahnya acara mengheningkan cipta bersama dengan diiringi alunan saxofone. Merinding terharu rasanya saat itu mendengar alunan suara yang keluar dari saxofone karena dilayar yang besar juga diputar rekaman film pada saat pengeboman. Tepat saat lonceng Gereja Laurens berdentang 9 kali maka peserta laripun diberangkatkan, serentak beberapa orang yang berdiri dipinggir memegang obor yang menyala, membuat suasana semakin dramatis.

-Den Haag, 21 Mei 2015-

Semua foto dan video adalah dokumentasi pribadi

Obor yang dinyalakan tepat jam 9 malam
Obor yang dinyalakan tepat jam 9 malam
KRPH
KRPH
Jam 8 malam di Gereja Laurens. Cuaca sedang mendung
Jam 8 malam di Gereja Laurens. Cuaca sedang mendung

 

Laurenskerk pada saat cuaca cerah
Laurenskerk pada saat cuaca cerah

 

Tenda penjual makanan dan minuman.
Tenda penjual makanan dan minuman.

 

Mereka sedang bersiap nge-dance
Mereka sedang bersiap nge-dance

 

KRPH
KRPH

 

Partisipan lari
Partisipan lari

 

Partisipan lari
Partisipan lari

 

Terjun payung
Terjun payung

 

Terjun payung
Terjun payung

 

Pelari yang paling ganteng... menurut istrinya :D
Pelari yang paling ganteng… menurut istrinya 😀

Sekolah Bahasa Belanda – Tingkat Inburgeringsexamen (A2) atau Staatsexamen NT2?

Sudah sebulan ini saya kembali bersekolah, lebih tepatnya belajar bahasa Belanda. Pada beberapa tulisan sebelumnya, saya pernah menyinggung bahwa saya tidak pernah mengikuti kursus bahasa Belanda ketika di Indonesia. Untuk keperluan MVV, diharuskan lulus A1 dikedutaan Belanda, dan semuanya lebih banyak saya pelajari secara otodidak. Jadi ketika sudah pindah ke Belanda, saya niatkan sejak awal ingin bersekolah, belajar secara benar tentang tata bahasa Belanda, tidak lagi menggunakan ilmu nekat. Awalnya saya tidak ingin cepat bersekolah, dengan pertimbangan pada saat itu saya baru selesai sidang tesis. Mendinginkan otak dulu, begitu pemikiran saya. Tetapi setelah satu bulan tidak ada kegiatan ternyata bosan juga. Akhirnya saya bilang suami kalau ingin segera sekolah saja supaya otak tidak terlalu lama menganggurnya.

Sebenarnya bersekolah ataupun kursus privat itu bukanlah sebuah keharusan karena sejak tahun 2014 semua harus kita sendiri yang membayar, dimana tahun sebelumnya semua pendatang diharuskan bersekolah dan semua biayanya ditanggung (disubsidi) oleh Gemeente kota setempat. Pada tahun tersebut, untuk mereka yang tidak bersekolah malah dikenakan denda. Kenapa harus sekolah? karena bagi para pendatang diharuskan untuk lulus ujian integrasi minimal level A2 atau yang disebut sebagai Inburgeringsexamen, dan batas waktu untuk lulus ujian adalah 3 tahun terhitung sejak hari pertama kedatangan di Belanda. Kelulusan ujian tersebut berhubungan dengan perpanjangan ijin tinggal di Belanda. Jika tidak lulus dalam waktu 3 tahun, berdasarkan pengalaman beberapa kenalan, akan dikenakan denda 200 euro tiap 3 bulan sampai beberapa bulan yang ditentukan. Jika tidak lulus juga sampai batas kelonggaran yang telah diberikan IND (Immigratie en Naturalisatiedienst), maka ijin tinggalnya akan dicabut, dan kembali ke negara asal, konon ceritanya seperti itu. Untuk informasi mengenai ini, lebih baik rajin memperbaharui informasi di website IND karena peraturannya seringkali berubah. Batas waktu 3 tahun untuk saya lulus berdasarkan surat yang dikirim IND adalah akhir Februari 2018 dengan ijin tinggal awal adalah selama 5 tahun.

Selain untuk kepentingan lulus ujian, dengan belajar bahasa Belanda, diharapkan para imigran melebur dan berbaur dengan masyarakat setempat. Meskipun hampir semua orang Belanda bisa berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Inggris, tetapi merekapun akan lebih senang kalau kita sebagai pendatang ini bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Belanda. Kita akan lebih nyaman juga untuk berkomunikasi kalau misalkan ke pasar atau supermarket atau mengurus sesuatu ke kantor pemerintahan atau bekerja jika menggunakan bahasa Belanda. Bayangkan saja jika kita tinggal di Indonesia kemudian ada pendatang dari negara lain bisa berkomunikasi dengan kita menggunakan bahasa Indonesia, lebih menyenangkan bukan. Seperti kata pepatah Di Mana Bumi Dipijak, Di Situ Langit Dijunjung. Jadi kita harus tahu diri, numpang hidup dinegara orang, jangan bersungut-sungut ketika harus belajar bahasa Belanda. Jangan hanya ingin dianggap sebagai turis dengan mengandalkan komunikasi menggunakan bahasa Inggris, padahal akan tinggal lama disini, lha wong kita ini imigran lho, begitu diwajibkan lulus ujian, menjadi bersungut-sungut. Selain itu, dengan belajar bahasa Belanda, kesempatan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik juga akan semakin luas, buat mereka yang bertujuan mencari kerja.

Kalau kita tidak ingin sekolah dan merasa mampu untuk belajar sendiri, itu juga sah-sah saja. Saya juga mendengar ada banyak orang yang lulus ujian A2 bahkan NT2 programma I dari belajar sendiri. Bagaimana caranya? Mencari bahan ajar yang banyak tersebar di internet ataupun membeli buku-buku yang diperlukan, mendatangi beberapa komunitas belajar mandiri dimasing-masing kota (langsung cari digoogle misalkan dengan kata kunci conversatieles + kota tinggal), belajar dengan partner, join grup Inburgeringsexamen (A2) di Facebook, atau Staatsexamen NT2 (Nederlands als Tweede Taal), atau mencari informasi tentang guru privat yang bisa datang kerumah tanpa membayar alias gratis (vrijwilliger). Ada beberapa kenalan yang menggunakan cara yang terakhir. Intinya, jangan pernah malas untuk mencari informasi sebanyak mungkin.

Kalau ingin sekolah, maka harus mencari informasi tentang sekolah berdasarkan dengan kebutuhan dan tujuan kita serta jika memungkinkan dekat dengan rumah. Hal pertama yang perlu ditetapkan diawal sebelum memutuskan akan belajar disekolah atau belajar sendiri sebenarnya adalah ujian tingkat apa yang akan kita inginkan. Hal ini berkaitan dengan tujuan apa yang akan kita raih kedepannya. Jika tujuannya untuk memenuhi syarat minimal yang diajukan DUO, maka Inburgeringsexamen (A2) sudah cukup. Jika tujuannya lebih dari itu, misalkan ingin melanjutkan sekolah atau ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih bagus, atau pindah kewarganegaraan, maka perlu ujian yang tingkatannya lebih tinggi yaitu Staatsexamen NT2 Programma I atau II (B1 atau B2). Apa perbedaan tentang A2 dan NT2? Silahkan langsung ke website DUO karena disana informasinya sudah sangat terperinci. Tentu saja ujian A2 dan NT2 berbeda, karena level NT2 lebih tinggi dari A2 maka ujiannya juga lebih susah. Setelah tujuan jelas, maka selanjutnya kita akan putuskan apakah akan belajar di sekolah atau belajar sendiri. Jika belajar disekolah, maka setelah mencari beberapa alternatif sekolah, kita juga harus melihat program yang ditawarkan apakah sesuai dengan tujuan yang akan kita capai. Karena ada sekolah yang programnya memang langsung untuk ujian integrasi, ada juga beberapa sekolah yang programnya untuk belajar bahasa Belanda secara reguler. Informasi tentang sekolah ini bisa kita dapatkan dengan bertanya dari beberapa kenalan yang sudah tinggal lebih dulu di Belanda, bertanya langsung pada Gemeente setempat, atau dari google.

Setelah melihat cocok tidaknya program sekolah tersebut dengan tujuan kita, selanjutnya masalah penting lainnya yang perlu dipertimbangkan adalah biaya. Apakah biaya yang kita anggarkan sesuai dengan biaya pada sekolah tersebut. Jika memang keuangan kita tidak mencukupi, DUO menyediakan program pinjaman untuk kita belajar disekolah. Untuk lebih lengkapnya, bisa langsung dipelajari pada website DUO karena ada beberapa syarat dan ketentuan yang berlaku. Secara garis besar, itulah gambaran tentang Staatsexamen NT2 dan Inburgeringsexamen (A2) serta beberapa cara untuk belajar bahasa Belanda, disekolah atau belajar sendiri.

Kembali kepada pengalaman saya, setelah melalui beberapa pertimbangan tentang tujuan belajar bahasa Belanda yang ingin saya lakukan yaitu : mampu berkomunikasi secara lancar lisan maupun tulisan dalam bahasa Belanda, lulus ujian integrasi, dan mencari pekerjaan serta jika memungkinkan ingin melanjutkan kuliah lagi. Karena tujuan tersebut maka saya memutuskan untuk mengikuti ujian Staatsexamen NT2. Jadi tujuan ini ditetapkan sesuai dengan kebutuhan masing-masing orang. Jangan cepat menghakimi bahwa ketika seseorang ingin mengikuti ujian NT2 dianggap “sok-sok an” atau ketika ada yang ingin mengikuti ujian A2 terus kita anggap levelnya biasa-biasa saja. Setiap orang mempunyai kebutuhan dan kemampuan yang berbeda.

Selanjutnya yang saya lakukan adalah mencari beberapa informasi sekolah yang lokasinya tidak jauh dari tempat tinggal (penentuan lokasi juga penting berhubungan dengan efisiensi waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk pulang dan pergi ke sekolah). Pada awalnya ada tiga tempat yang masuk kriteria yaitu Universitas A, Universitas B, dan sekolah bahasa Belanda C. Setelahnya saya membuat janji untuk mengikuti placement test supaya ketika masuk nanti sesuai niveau (tingkat) berdasarkan hasil placement test tersebut. Pada akhirnya saya hanya mengikuti placement test di 2 tempat yaitu di Universitas A dan Sekolah bahasa Belanda C. Hasil tes dikedua tempat tersebut sama yaitu saya ada di niveau A2.  Jadi saya masuk kelas A2 sebagai permulaan levelnya untuk menuju level B2 sebelum ujian NT2 programma II. Setelah melakukan beberapa pertimbangan : program yang ditawarkan, untuk tempat yang terakhir memang tempat untuk belajar yang tujuannya langsung pada ujian integrasi, sedangkan di Universitas A lebih pada program bahasa Belanda sistemnya reguler. Waktu dan tempat : di Universitas A waktu yang tersisa jam 7-10 malam, 3 kali seminggu, lama belajarnya membutuhkan waktu 1.5 tahun sampai level B2 (jika lancar), biaya sekolahnya total sekitar 3000 euro diluar buku dan biaya ujian, serta biaya yang dibutuhkan untuk akomodasi setiap kali datang 10 euro naik kereta PP. Sedangkan di Sekolah bahasa Belanda C, bisa ditempuh naik sepeda sekitar 20 menit dari rumah, atau satu kali naik tram dengan biaya 3 euro PP, waktu belajarnya jam 9-12 pagi seminggu 2 kali, lama belajarnya 9 bulan sampai pada level B2 untuk bisa mengikuti ujian NT2 Programma II, biaya sekolahnya sekitar 2000 euro (bisa dicicil 2 kali pembayaran) sudah termasuk segala macam buku dan biaya ujian di DUO.

Dengan pertimbangan yang sudah disebutkan, maka saya dan suami memutuskan untuk memilih Sagenn karena sesuai dengan tujuan dan keadaan saya. Awalnya saya ingin mengajukan pinjaman ke DUO, tetapi ternyata syaratnya tidak memenuhi karena gaji suami melebihi syarat minimal yang ditentukan oleh DUO. Dengan sistem pembayaran 2 kali sudah lumayan meringankan karena tidak harus membayar sekali waktu dalam jumlah yang lumayan besar. Pertimbangan lainnya kenapa saya lebih memilih belajar di sekolah adalah supaya bisa berinteraksi langsung dengan berbagai macam tipe orang dari berbagai macam negara. Menambah wawasan dan pengetahuan. Saya senang berinteraksi dengan lingkungan baru, meskipun saya akui tidak bisa cepat beradaptasi. Tetapi dengan memilih belajar disekolah, saya jadi mengetahui banyak hal dibandingkan jika saya belajar sendiri atau memilih belajar privat. Keuntungan lainnya bisa langsung praktek berbicara, berdiskusi, maupun belajar kelompok dengan teman-teman sekelas.

Begitulah pengalaman saya dalam memilih dan mempertimbangkan sistem belajar mana yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, serta ujian tingkat apa yang akan saya lakukan nantinya. Kembali lagi, semuanya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan masing-masing. Pertimbangkan baik-baik sebelum memutuskan karena Belanda adalah negara yang mahal, setiap euronya sangat berarti jadi jangan sampai membuang uang untuk sesuatu yang kita putuskan secara tergesa ataupun ikut-ikutan saja.

Semoga berguna apa yang telah saya tuliskan dan selanjutnya akan saya bagikan pengalaman selama sebulan saya bersekolah, tentang sistem belajarnya juga interaksi saya dengan teman baru dan guru-guru disana dari beberapa negara.

Jika ada informasi tambahan dan yang terbaru, monggo dengan senang hati saya menerimanya.

-Den Haag, 19 Mei 2015-

So you want to learn Dutch? You can!

Be prepared for a long and difficult journey though.

Since Adek Deny is trying to master the Dutch language she obviously comes to me with questions about how and why some things are as they are in Dutch language and grammar. As Dutch is my native language I accepted a lot of things when I learned the language over the years without explicitly thinking about the things I was taught. Frustrating for a new comer, because I have to think deeply and sometimes do not have a proper explanation  at all.

I want to show you in this post some of the difficulties that one might experience, trying to learn the Dutch language. Those difficulties are based on my own experiences with the questions from Adek Deny.

1. The Dutch have a very difficult system with conjugating verbs

Learning to use verbs correctly in sentences can be a nightmare, it is so difficult that the Dutch themselves make lots of mistakes actually. I have this example from one of the most popular and best read Dutch blogs: Geenstijl. It states “betaald” while it should say “betaalt” because they mix up the writing of a past particle with the third person singular tense (there is also an extra other bonus mistake as you can see in the picture).

betaald

All media often make grammatical errors (maybe this might give you some comfort). Through Google you can find lots of  websites that will try to give you the best explanations of the difficult matter of conjugating verbs.

2. The Dutch break have a habit of putting words in a sentence in a special order

Sometimes you think you can get away by your knowledge of the English language when creating your first sentences. Unfortunately, in some cases your knowledge of the English language is not applicable in Dutch. Have a look for example at this sentence: “I go to school tomorrow“. Knowledge of English language is not enough to make a correct Dutch sentence like “Ik ga naar school morgen” (although the Dutch will understand what you mean). The correct order would be: “Ik ga morgen naar school”. So besides that you already speak a language with news words and carefully have to think about the verbs to use, things can get extra complicated when at the same time you carefully have to consider the order in which you put the words in an sentence.

3. The Dutch break verbs apart

I never realised it myself, but there is something else strange going on with verbs. We break them apart in some circumstances. There are verbs like ‘aanzetten’ (= “to put on”) that suddenly are split when used in a sentence like ‘Ik zet de televisie aan”  (= “I put on the the television”). Actually what happens is that the verb already contains a preposition (“aan”) that will be taken away from the ‘real’ verb (“zetten”).

4. Pronunciation of the Dutch is very unlike most languages

In Netherlands we have this mocking about to how to determine someone is not originally Dutch by having her or him pronounce the word “Scheveningen” (the name of a beach village located close to Den Haag). The Dutch used that trick in Second World War to discover secret German agents and soldiers.

I started to realise that the Dutch have many more unique (vowel) sounds, like “ui” as in “huis” (=”house”), “eu” as in “keuken” (= “kitchen”), but even more standard vowel sounds like “aa” are difficult to master, because the Dutch really like to prolong  the sound, so don’t be afraid to hold the vowel and say a long “aaaaaaa” instead of a short “aa”. Trust me, it will make you sound more authentically Dutch.

5. The Dutch love to use in between and extra words

Also never realised it, but we Dutch use lots of extra words to create a sort of “cuty” effect or to make someone clear it is all not too serious (I tried to think about why we do that and I can not come up with a more satisfying explanation).

Use lots of words like “hoor” as in “Ja hoor”, “Nee hoor”, “Jammer hoor”. But there are so many other words, like “wel”, “nog”, “even”, “en zo”, “of zo” all difficult or impossible to translate in other languages. An example of a sentence using some of these words would be like: “Ik kan nog wel even doorgaan of zo” (= “I could continue like this’).

Some other tip to improve your authenticity as a Dutch speaking person: repeat some words lot. So when you leave friend or family, say “Doei doei” instead of “Doei” (=”Bye”) or say “Ja, ja” instead of “Ja” (=”Yes”).

6. De/ Het

Ok, so the Dutch have two defining articles “de” and “het” where the English only have one (=”the”). The positive side of the story is that this is one less than in German (“Der”, “Die”, “Das”), the bad news is that you must be prepared to study long time to learn what article to use in what case. There are so many ‘rules’ what to use in what instance, that it is probably easier to learn them by heart and expand your knowledge as you get more comfortable by learning Dutch.

There are more other difficulties with Dutch, so maybe one day I will expand the list later when Adek Deny comes with new questions. Be patient with your partner to teach him or her Dutch, because despite the difficulties I mentioned, you can absolutely learn Dutch and the Dutch will be very proud when you try to master their language! Mingle among the Dutch, watch television a lot or YouTube movies teaching Dutch, start with children books (like the famous “Nijntje”) and I am sure you will be doing fine learning the Dutch!

 

 

Bevrijdingsdag – Bevrijdingsfestival Den Haag 2015

5 Mei adalah hari libur nasional di Belanda dan disebut sebagai Bevrijdingsdag untuk memperingati Belanda yang dibebaskan oleh sekutu dari pendudukan Jerman pada masa perang dunia kedua. Pada tanggal 4 Mei jam 8 malam selama 2 menit mengheningkan cipta untuk mengenang yang gugur, disebut sebagai Dodenherdenking. Pada waktu Dodenherdenking, suami mencari-cari saya karena akan diajak mengheningkan cipta bersama famili yang sedang main kerumah. Kemudian dia menemukan saya dikamar sedang Sholat. Dan dia merasa terharu karena dipikirnya saya sedang mengheningkan cipta melalui Sholat. Setelah saya jelaskan kalau saya tidak sedang mengheningkan cipta, tapi memang waktunya Sholat Maghrib, dia lalu meralat rasa harunya 😀

Jauh hari sebelum Bevrijdingsdag, Yayang mengajak saya untuk melihat festival musik di Rotterdam yang katanya selalu ada setiap tanggal 5 Mei, tapi ini bukan hanya di Rotterdam saja melainkan juga ada dibeberapa kota lainnya yaitu Den Haag, Amsterdam, Vlissingen, Haarlem, Almere, Utrecht, Den Bosch, Roermond, Wageningen, Zwolle, Assen, Leeuwarden, dan Groningen, namanya Bevrijdingsfestival. Tahun lalu sewaktu pertama kali saya mengunjungi Belanda, pernah melihat festival musik ini sekilas di Den Haag. Karenanya ketika Yayang mengajak, saya menjadi antusias dan akan memberi kabar sehari sebelumnya, tergantung banyak tidaknya PR dari sekolah yang harus saya kerjakan. Singkat cerita, tanggal 5 Mei kami saling update berita sejak pagi. Yayang menginformasikan kalau hari itu akan ada hujan deras jadi kami harus siap-siap jas hujan atau payung. Wah, mendengar kata hujan saya jadi males. Tapi sayang juga kalau tidak jadi karena saya ingin bertemu dengan Cinta Cahaya. Ternyata benar tengah hari hujan deras sekali, langit pekat, angin super kencang, dan ada kilat serta geluduk. Sepertinya ini geluduk dan kilat pertama yang saya rasakan sejak pindah ke Belanda. Akhirnya saya dan Yayang memutuskan batal demi keselamatan bersama. Saya kecewa tentu saja karena sudah siap-siap akan berangkat. Yayang juga menceritakan Cinta dan Cahaya juga kecewa karena mereka sudah rapi dan cantik siap akan berangkat dan bermain di Euromast. Akhirnya saya tertidur karena punggung pada hari itu sedang sakit sejak semalam sebelumnya.

Bangun tidur sekitar jam 3 sore matahari sudah cerah ceria kembali. Wah, negara ini memang cuaca cepat sekali berganti. Suami bertanya apakah saya mau jalan-jalan ke Den Haag Centrum melihat Bevrijdingsfestival. Tentu saja saya menyambut ajakannya dengan antusias. Padahal awalnya dia sama sekali tidak ada rencana keluar rumah karena sedang kejar tayang menyelesaikan Tesis. Meskipun angin bertiup sangat kencang, saya beberapa kali terseret angin dan harus digandeng suami ketika berjalan menuju Malieveld, tempat berlangsungnya acara, tapi kami tetap antusias. Suami mengatakan akan ada penampilan musisi dari Indonesia. Tidak berapa lama setelah sampai dan hampir didepan panggung, tiba-tiba saya mendengar lagu Bengawan Solo. Wow! Saya terkesima dan entah kenapa menjadi terharu. Mendengarkan lagu Bengawan Solo dinegara orang hati menjadi sangat tersentuh. Ternyata tidak hanya Bengawan Solo saja, tetapi dilanjutkan dengan lagu Sayang E. Kalau dari website Bevrijdingsfestival mereka ini adalah “Molukse en Nederlandse popmusici” jadi kolaborasi Musisi Maluku dan Belanda dan salah satu penyanyi wanitanya bernama Sandra Reemer. Kata suami, Beliau ini penyanyi dan artis senior di Belanda.

Ini adalah video yang saya rekam ketika mereka sedang perform Bengawan Solo dan Sayang E. Senangnya melihat antusias penonton ketika Bengawan Solo dinyanyikan. Ada yang berdansa, ikutan bernyanyi, bahkan anak-anak mudanya menggerakkan badan menciptakan tarian yang energik.

Setelahnya mereka menyanyikan lagu berbahasa Belanda dan bahasa Inggris yang kemudian diakhiri dengan perkenalan masing-masing anggotanya. Hati saya gembira setelah melihat penampilan mereka. Setelahnya ada penampilan dari Brainpower dan 3js Final Act. Saya hanya bertahan 1.5 jam berdiri didepan panggung karena tiba-tiba lapar dan punggung mulai nyeri. Kerumunan penonton semakin memadati depan panggung, kami meninggalkan tempat acara dengan senyum lebar karena bisa melihat Festival Musik gratisan. Menurut Yayang, artis-artis yang tampil dibeberapa kota berpindah lokasi menggunakan helikopter. Seru sekali.

-Den Haag, 6 Mei 2015-

Semua dokumentasi disini adalah milik pribadi

Malieveld - Den Haag
Malieveld – Den Haag
Penonton Bevrijdingsfestival Den Haag
Penonton Bevrijdingsfestival Den Haag

 

Penampilan 3js Final Act
Penampilan 3js Final Act