Seperti layaknya lebaran-lebaran tahun sebelumnya, setelah saya menetap di sini. Sepi, tak ada bedanya dengan hari-hari biasanya. Kecuali kalau ikutan sholat di Masjid Al Hikmah di Den Haag atau ikut halal bihalal di rumah dinas Dubes, baru berasa suasana lebaran. Tapi karena saya tidak ke mana-mana, jadi ya biasa saja suasana lebaran tahun ini.
Awalnya saya sudah berencana akan ikutan halal bihalal. Namun saya cukup sadar diri dengan situasi yang tidak memungkinkan, akhirnya ya di rumah saja. Tahun ini adalah tahun ketiga saya tidak puasa Ramadan. Kangen pastinya ikutan puasa. Mudah-mudahan tahun depan bisa kembali puasa Ramadan.
Tidak ada rencana pasti apakah saya akan memasak khusus untuk lebaran, seperti tahun-tahun sebelumnya. Masih belum tertebak situasinya. Tapi H-1, ternyata cukup kondusif keadaan di rumah, secepat kilat saya memasak dengan bahan-bahan yang ada di freezer dan di kulkas. Intinya tidak memaksakan diri. Bisa masak, bersyukur. Kalau tidak, ya makan yang ada saja. Niatnya saya memasak yang agak banyak, jadi bisa diantar ke tetangga-tetangga.
Di Belanda, lebaran jatuh pada hari selasa, 4 Juni 2019. Lebih cepat satu hari dari lebaran di Indonesia. Suami berinisiatif bekerja dari rumah, jadi tidak berangkat ke kantor. Katanya supaya saya tidak terlalu sedih lebaran jauh dari keluarga, padahal dia ingin makan siang mewah haha.
Singkat cerita, inilah hidangan lebaran yang bisa saya masak. Kecuali rendang yang beli dari kateringan padang di Den Haag, selebihnya saya masak sendiri. Lodeh labu siem tahu, sambel goreng kentang ati, telor petis, sate ayam, lontong, dan opor ayam tahu. Terharu juga dengan waktu yang tidak banyak bisa masak beberapa macam. Kami sekeluarga makan siang bersama, merayakan lebaran di rumah.
Sorenya saya menghantarkan makanan-makanan tersebut ke beberapa tetangga, supaya mereka juga ikut merasakan suasana lebaran lewat masakan Indonesia. Mereka mengucapkan selamat lebaran pada saya. Dalam bahasa Belanda, lebaran adalah Suikerfeest : pesta gula, karena lebaran identik dengan makanan yang manis-manis.
Lingkungan rumah kami memang tetangga lumayan guyub. Maklum, mungkin karena di kampung. Jadi mengantarkan makanan satu sama lain adalah hal yang biasa. Para tetangga kami mayoritas Belanda karena lingkungan orang lokal, bukan pendatang. Paginya, seorang tetangga yang saya antarkan makanan menyapa saat saya terburu-buru jalan,”Deny, kalau kamu sering memberi saya makanan Indonesia yang enak-enak, badan saya nanti jadi melebar.” Saya anggap sebagai pujian.
Begitulah cerita lebaran tahun ini. Selamat hari raya Idul Fitri, selamat merayakan kemenangan. Mohon maaf lahir batin atas segala khilaf komen, menjawab komen, status, postingan yang tak berkenan, maupun perbuatan di dunia nyata. Semoga bulan syawal ini membawa keberkahan buat siapapun, dibukakan pintu kemudahan untuk yang sedang diuji dan kesabaran untuk menjalaninya. Semoga kita selalu bersyukur atas sekecil apapun nikmat yang dititipkanNya dan musibah sebagai pengingat untuk menundukkan hati.
Hari senin kemaren akan saya ingat sebagai salah satu hari bersejarah dalam hidup. Pasalnya, saya akhirnya bisa juga mengerjakan salah satu pekerjaan rumah tangga yang tidak terlalu saya sukai karena merasa tidak handal (berdasarkan dari hasil yang lalu-lalu, tidak memuaskan). Memasang seprei (dan kurungan selimut) adalah salah satu pekerjaan RT yang saya tidak suka. Sejak jaman ngekos, entahlah kenapa kalau pasang seprei selalu tidak rapi. Mencong sana sini. Mau dipakai peniti atau sepreinya sudah ada karetnya, tetap saja mencang mencong tak rapi. Mungkin karena saya tidak telaten.
Berbeda dengan suami, dia bisa rapi jali kalau pasang seprei. Betul-betul rapi seperti di hotel. Karenanya selama ini urusan ganti seprei saya serahkan ke dia. Nah beberapa waktu ini, dia memang sedang sibuk. Dan lagi, ada orang yang kerja bersih-bersih di rumah, jadi sekalian saya minta tolong mbak tersebut buat ganti seprei. Karena ada masalah, mbak tersebut tidak kerja lagi dengan kami. Terpaksalah saya yang ganti seprei karena sudah waktunya diganti. Membayangkan saja saya sudah capek dan pengen ngunyah martabak telor *alesan, padahal ya aslinya pengen makan.
Singkat cerita, ternyata saya bisa. Hasilnya lumayan rapi meskipun tidak selicin kalau suami yang pasang. Bener-benar saya langsung bangga pada diri sendiri haha. Pasang seprei bisa jadi pencapaian hidup saat ini. Kalau terpaksa, apapun mendadak jadi bisa.
Selain pasang seprei, pekerjaan RT lain yang saya tidak suka adalah ngosek kamar mandi dan wc. Untunglah di sini kamar mandinya kering pakai shower, jadi tidak perlu nguras bak mandi. Nah ini suami juga kinclong banget kalau mengerjakan. Semacam sangat menghayati kalau sedang membersihkan kamar mandi dan WC.
Ada beberapa pekerjaan RT yang saya memang tidak suka dan tidak memaksakan untuk suka. Ternyata suami yang lebih handal. Di rumah kami, semua kami lakukan berdua. Jadi tidak ada tuh yang ongkang-ongkang kaki sementara yang lainnya bersih-bersih. Prinsipnya adalah rumah ditempati bersama ya dirawat dan dibersihkan bersama. Pernah saya tuliskan tentang hal ini ditulisan ini. Namun, meskipun sudah ada bagian siapa mengerjakan apa, tapi hal tersebut tidak saklek. Kalau ada yang tidak bisa, ya yang bisa mengerjakan. Yang penting rumah tidak sampai berantakan.
Pekerjaan RT yang saya suka selain memasak dan beres-beres rumah (termasuk nyapu dan ngepel) adalah menyetrika. Saking sukanya dengan menyetrika, sampai serbet pun saya setrika haha. Kalau menyetrika saya bisa semacam meditasi. Jadi bisa ada ide-ide yang keluar dan bisa dapat inspirasi. Oh ya, meskipun saya suka masak, tapi saya tidak suka mencuci perkakas yang dipakai masak. Meskipun ada mesin cuci piring, tapi untuk peralatan masak yang besar tidak kami masukkan ke situ. Biasanya suami yang dengan sukarela mencuci peralatan masaknya (kalau pas dia di rumah ya).
Saking saya doyan dengan bersih-bersih dan kayaknya setiap saat selalu ngelap-ngelap, suami sering nyelutuk,”ga usah lah rumah terlalu bersih. Ini bukan museum, jadi kotor ya wajar.” Haha iya bener sih, memang bukan museum. Tapi mata gatel kalau ada yang kotor.
Kalau kalian gimana, handal dipekerjaan RT yang mana dan yang tidak disukai apa? Partner kalian ikut bareng-bareng ngerjain pekerjaan RT ga?
Oh ya, selamat mudik ya buat yang mudik. Semoga selamat sampai tujuan berkumpul dengan keluarga besar merayakan Idul Fitri. Selamat liburan juga. Kalau makan opor dan hidangan lebaran lainnya, tolong ingat saya, di sini ga masak apa-apa minggu depan haha. Lebaran sepi seperti biasa.
Saat di Jakarta, saya sering diajak grup Peucangers (teman2 backpackeran yang ketemu di pulau Peucang) untuk potluck. Seringnya sih ngumpul di taman Suropati. Selain memang tempatnya nyaman, sekalian saya bisa melihat pemuda pemudi yang main alat musik hari minggu pagi.
Sebenarnya potluck bukanlah hal yang baru buat saya karena sewaktu masih di Surabaya pun juga sering mengadakan potluck dengan teman-teman kampus. Cuma waktu itu menyebutnya bukan potluck melainkan : nggowo dewe-dewe yo rek panganane. Haha ga ringkes ya, kedawan (terlalu panjang). Tapi ya intinya sama, bawa makanan sendiri-sendiri lalu dimakan bareng dengan bawaan kawan lainnya.
Nah selama di Belanda, sudah tak terhitung berapa kali saya ikut dalam acara potluck. Bukan hanya dengan sesama orang Indonesia, tapi juga dengan kolega-kolega di tempat saya kerja dulu. Serunya kalau dengan kolega-kolega, kami bisa saling mencicipi masakan dari berbagai negara karena kolega saya tidak hanya berasal dari Belanda, ada juga yang dari Iran, Turki, Thailand, Irlandia, Kenya, Suriname, dan beberapa negara lagi tapi lupa mana saja. Wah itu masakan yang dibawa enak-enak. Kalau cuaca cerah, kami duduk-duduk di taman belakang rumah jompo. Lesehan gitu. Guyub rasanya. Saya yang memang selalu penasaran dengan makanan dari negara lain, selalu bawel bertanya tentang namanya, bahan masaknya apa saja, cara masaknya bagaimana dan tradisi memakannya di negara asal seperti apa. Seru sekali.
Kalau dengan sesama orang Indonesia juga tidak kalah seru. Karena bukan hanya suku Jawa peserta potlucknya, makanan yang dibawa juga bervariasi. Ada makanan Jawa Timur, Manado, Jawa Barat, Sumatera, Aceh, sampai Kalimantan. Lengkap. Nah inipun tidak kalah serunya karena kami bisa saling bertukar resep ataupun menyimak bagaimana proses memasaknya. Di Belanda, kumpul-kumpul yang paling enak memang kalau di rumah, lebih bebas dan tak terbatas waktu (ya ga mungkin sampai dini hari sih haha). Bisa juga disepakati kumpul di taman atau pinggir danau. Intinya bukan di mall atau restoran karena konsepnya bukan lagi potluck melainkan njajan
Kalau potluck begini, biasanya memang dibahas dulu siapa akan membawa apa. Semampu dan sebisanya saja. Fungsinya dibahas sebelumnya adalah untuk menghindari menu yang sama dan juga supaya tidak terlalu bentrok antara satu menu dan lainnya. Jadi saling melengkapi. Nah membahas menu ini juga menyenangkan karena akan menimbulkan perut keroncongan padahal rencana potlucknya masih 4 bulan yang akan datang.
Baru-baru ini saya dan beberapa teman mengadakan potluck yang bertempat di rumah kami. Pesertanya sih hanya 6 orang ya (plus anak-anak dan para suami), tapi makanan yang dibawa bisa untuk makan satu kampung haha saking banyaknya. Meja makan di rumah sudah lumayan besar, bisa untuk 8 orang, masih saja tidak cukup menampung makanan-makanan yang dibawa. Luar biasa memang semangat Ibuk-ibuk ini membawa makanan. Silahkan dizoom saja untuk melihat menunya apa saja. Kalau saya daftar, nanti malah panjang jadi buku berseri.
Empat diantaranya adalah blogger. Ya peserta tetap yang sering ketemuan. Yayang, Anis, Maureen, dan dua lainnya juga peserta tetap yaitu Rurie dan Asri. Karena masih dalam suasana hari Paskah, Rurie mengadakan permainan mencari coklat telur. Ini juga lumayan seru, anak-anak bersemangat sekali mencari coklat telur yang disembunyikan. Sayang cuaca saat itu tidak terlalu cerah di luar, jadinya kami hanya duduk dan ngobrol di dalam rumah.
Yang paling menyenangkan kalau ada acara kumpul-kumpul begini ya apalagi kalau bukan bungkus membungkus makanan. Lumayan kan jadi bisa bawa pulang beraneka jenis makanan. Apalagi saya sebagai tuan rumah, sampai 4 hari berturut tidak masak. Mengandalkan makanan hasil potluck haha. Jadi merasa orang paling kaya sedunia karena punya berbagai jenis makanan.
Kami sudah merencanakan untuk potluck selanjutnya summer nanti di ruang terbuka alias di alam. Sudah tidak sabar rasanya, karena menu-menunya juga enak-enak dan tempatnya nampak menyenangkan. Mudah-mudahan cuacanya benar-benar musim panas. Bukan musim gugur berkedok musim panas.
Hari Ibu di Belanda dan beberapa negara Eropa (atau mungkin di benua lainnya juga) dirayakan setiap hari minggu, pada minggu kedua dibulan Mei. Jadi tanggal 12 Mei adalah Hari Ibu ditahun 2019. Dengar-dengar tradisi di Belanda kalau hari Ibu, anggota keluarga yang lain akan membuatkan sarapan dan mengantarkan ke tempat tidur. Ibu memakan sarapan tersebut di sana. Lalu seharian, Ibu akan bebas tugas (bebas memasak terutama) mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
Meskipun saya mendapatkan hadiah, tapi hari Ibu di rumah kami tak ada bedanya dengan akhir pekan pada umumnya. Hari minggu waktunya leyeh-leyeh. Semua bangun siang, kecuali suami yang sudah lari pagi dan pergi ke gym sejak jam 6 pagi. Setelah suami datang dari Gym, sekitar jam setengah 9 kami sama-sama makan di ruang makan. Jadi tidak ada sarapan yang diantarkan ke tempat tidur (padahal ngarepnya yang diantarkan adalah bubur ayam, nyatanya ya sarapan roti seperti biasa). Untuk bebas tugas masak, memang betul. Bukan karena hari Ibu tapi karena hari Sabtu ada undangan ulang tahun anaknya Astrid dan hari minggunya ditraktir suami makan di restoran. Ya jadinya akhir pekan bebas masak.
Setelah bersiap, kami pergi jalan-jalan ke Clingendael. Seperti biasa kalau Taman Jepang waktunya dibuka untuk umum, kami tak pernah melewatkan untuk berkunjung. Walaupun ya isinya tetap sama, entah kenapa kami selalu saja kesana, dua kali setahun. Tak pernah bosan mengunjungi Japanse Tuin.
Kami melewatkan pagi dengan berjalan menyusuri taman di Clingendael. Mendengarkan kicau burung yang saling bersahutan, melihat keluarga yang saling bersenda gurau, menyapa oma opa yang semangat berolahraga, seorang Bapak yang menggandeng tangan anaknya, maupun sepasang kekasih yang saling bergenggaman tangan
.
Hari Ibu mengingatkan akan hubungan saya dengan Ibu yang tak pernah baik-baik saja, bahkan sampai saat ini. Kami saling menyayangi dengan cara yang tidak biasa. Walaupun begitu, saya mencoba berdamai dengan hal tersebut, mencoba semaksimal mungkin selesai dengan hal-hal yang memberatkan langkah saya. Apa yang telah terjadi pada saya dan Ibu, memberikan banyak pelajaran berharga pada saya yang saat ini sudah mempunyai keluarga. Yang baik akan saya pertahankan, yang buruk akan saya singkirkan. Dan saya akan melangkah dengan cara saya sendiri. Luka yang pernah ada, coba saya obati dan sembuhkan perlahan.
Kami makan siang di restoran yang terletak di pusat kota. Sembari menunggu saya selesai makan, suami pamit sebentar ke supermarket. Mau membeli roti katanya.
Tak berapa lama dia datang sambil membawa roti dan bunga. Wah tumben nih dikasih bunga, batin saya. Dia meletakkan bunga tersebut di meja depan saya, tanpa berkata apa-apa dan dengan ekspresi yang datar
Saya : “Terima kasih ya bunganya.”
Suami : “Bunga apa? Ohh itu tadi aku beli buat Mama.”
…………………………………………….Hening sesaat dan kami saling berpandangan. Beberapa detik kemudian meledaklah tawa kami.
Saya sudah GR tak karuan. Ternyata bunganya untuk Mama mertua. Tiwas sudah tersipu malu. Pengen krukupan panci ae rasane.
Hal-hal receh seperti ini tetap membuat kami tertawa terbahak. Saya yang gampang sekali GR dan suami yang tidak tertebak jalan pikirannya. Bagaimanapun, saya sangat bersyukur memiliki dia. Bersyukur memiliki keluarga yang tidak sempurna tapi pantang menyerah untuk terus belajar supaya hari ini menjadi lebih baik dari hari-hari sebelumnya.
Apapun status saat ini dan nanti, semoga saya selalu ingat bahwa saya tetap seorang individu. Ada hal-hal yang tidak serta merta melebur dan saya tetap bisa bersenang-senang sebagai seorang individu. Betapapun beratnya waktu yang telah terlewati, setiap mengingat bahwa keluarga dalam keadaan sehat dan bahagia, selalu membuat payah jadi terbayarkan dipenghujung hari. Rasa syukur yang selalu terucapkan karena mempunyai keluarga tempat untuk kembali pulang dan menerima saya apa adanya.
Biasanya saya menuliskan tentang pengalaman Ramadan selalu menjelang akhir Ramadan atau saya jadikan satu dengan cerita Idul Fitri. Tapi kali ini saya menuliskan di awal dan mudah-mudahan diakhir Ramadan dan cerita Idul Fitri tahun ini bisa saya tuliskan juga.
Tanggal 6 Mei sudah mulai puasa Ramadan. Selalu, ada rasa haru, sedih, serta rindu suasana Ramadan di kampung halaman bersama keluarga di Indonesia. Rindu taraweh bersama, rindu mendengar bedug Maghrib dari Masjid, rindu mendengar khataman Al Quran dari Musholla, rindu buka puasa bersama, rindu masakan Ibu selama Ramadan, bahkan rindu berburu gorengan dan berbagai jenis es ketika ngabuburit. Yang saya tidak terlalu rindu adalah buka puasa bersama di mall karena antrinya panjang, tempatnya rame, sholat maghribnya terburu-buru. Sebagai perantau, saya tahu konsekuensinya jika jauh seperti ini, ya pasti merindukan kebiasaan-kebiasaan menjelang dan selama Ramadan.
Tahun ini adalah Ramadan kelima di Belanda dan akan menjadi tahun ketiga saya tidak menunaikan puasa selama Ramadan. Semoga tahun depan saya sudah bisa kembali berpuasa ketika Ramadan dan hutang-hutang puasa bisa saya cicil pelan-pelan.
Buat yang menjalankan puasa Ramadan, semoga lancar, berkah, sehat-sehat terus dan diijabah doa-doa yang dipanjatkan. Buat yang berpuasa di negara dengan durasi Ramadannya panjang (di Belanda tahun ini sekitar 18.5 jam), semoga dikuatkan dan istiqomah. Cuaca di Belanda nampaknya tidak terlalu panas selama Ramadan ini (kayaknya ya, karena kemaren cuacanya super labil. Sebentar hujan, panas, angin, hujan es, repeat sampai seharian. Ini bulan Mei lho masih saja hujan es deras. Bahkan saat menulis ini, di luar mendung dan hujan. Saya sudah kangen sekali cuaca hangat).
Maaf lahir batin dari saya jika ada khilaf dalam berkomentar ataupun tidak berkenan maupun tidak sependapat dengan postingan yang ada di blog ini (maupun di media sosial lainnya). Berbeda pendapat tidak masalah yang penting tidak memecah belah. Semoga yang mempunyai kesulitan dibukakan pintu kemudahan untuk menyelesaikannya dan Ramadan membawa berkah.
13 April 2019 menjadi tanggal yang tidak akan saya lupakan sebagai WNI yang tinggal di Belanda karena hari sabtu tersebut saya mempergunakan hak pilih pada pemilu tahun 2019 yang bertempat di Sekolah Indonesia Den Haag di Wassenaar. Setelah sempat ragu beberapa waktu sebelumnya apakah saya bisa datang atau tidak, lalu mendengar kabar bahwa pemilik katering Padang favorit akan membuka stan di sana, saya jadi bersemangat ingin datang. Ya, sejujurnya motivasi utama saya karena ingin membeli masakan padang (pemiliknya tidak punya restauran hanya melayani pemesanan dan makan ramai ramai di rumahnya). Salah satu variabel kebahagiaan saya adalah makanan. Jadi ya, langsung berbinar ketika tahu bisa menyantap masakan padang setelah mencoblos. Namun sesungguhnya saya pun ingin menyaksikan dan merasakan secara langsung bagaimana suasana dan keadaan pemilu di Belanda. Saya bilang ke diri sendiri bahwa ini akan jadi bagian sejarah hidup saya, pertama kali merasakan dan ikut pemilu di Belanda setelah tidak tinggal di Indnesia.
Pagi hari saya mempersiapkan diri di rumah. Cuaca cerah, matahari bersinar, langit biru dengan suhu 3°C. Dingin sekali pagi itu. Tapi tidak menyurutkan niat saya untuk datang. Setelah diantar suami dan sampai di tempat pencoblosan, mendadak agak surut langkah. Antrian mengular sampai di luar area sekolah. Namun saya tetap langsung masuk di antrian.
Setelah beberapa saat, akhirnya bisa melewati pintu pemeriksaan tas. Antrian bergerak perlahan. Saya tidak akan ceritakan secara detail ya apa yang terjadi kemaren selama mengantri. Karena akan sangat panjang
Saat ada panitia lewat, saya sempat bertanya apa tidak ada jalur atau antrian khusus untuk Lansia, orang sakit, wanita hamil, orangtua yang membawa balita (atau Ibu yang membawa bayi yang masih menyusui), disabilitas. Ibu panitia menjawab bahwa jalur khusus hanya untuk wanita hamil. Lalu saya bertanya lagi bagaimana Ibu yang membawa bayi dan butuh menyusui apakah tidak bisa dimasukkan jalur khusus. Dijawab : antri saja.
Selama mengantri, sebenarnya banyak sekali hal-hal lucu sampai menjengkelkan yang saya temui. Ini saya bagi ceritanya beberapa saja ya :
Ketika sudah 1.5 jam mengantr dan itupun masih panjang antrian di depan (belum setengahnya), saya mengeluh kepada orang di samping kenapa jalur khusus hanya untuk Ibu hamil saja. Lalu seseorang menyelutuk “lho saya hamil tapi kok tidak tahu kalau bisa langsung masuk tenda pendaftaran?” Lalu saya bilang : langsung saja Bu ke tenda. Ibu tersebut keadaannya segar bugar ya, bukan Ibu hamil yang pucat. Lalu Ibu tersebut diantar suaminya langsung ke tenda pendaftaran dan si suami ikut mengantri di belakangnya. Panitia yg di dalam tenda bertanya : Bapak juga hamil? Kalau tidak, silahkan kembali le antrian yang di luar. Saya sebenarnya ingin tertawa, tapi saya tahan.
Ada seorang Bapak lewat di depan antrian saya. Orang-orang di sekitar saya langsung menyalami Bapak tersebut. Saya hanya melihat sambil berpikir keras siapa ya Bapak itu. Kayaknya pejabat tapi siapa. Lalu saya tanya ke sebelah saya. Ohh ternyata Bapak Dubes haha. Duh, kok saya tidak hapal ya muka Bapak Dubes. Padahal pernah sekali ketemu di Pasar Raya tahun lalu. Orang-orang sekeliling saya memandang tak percaya kalau saya tidak tahu bahwa Beliau adalah Pak Dubes. Duh biasa aja sih, ga usah dipandang aneh gitu.
Singkat cerita ya, akhirnya setelah 1.5 jam dalam antrian dan seorang panitia melihat, saya disuruh masuk ke dalam tenda pendaftaran. Jadi kalau ada yang bertanya berapa lama saya mengantri, saya jawab 1.5 jam karena memotong antrian yang normal. Kalau dengar cerita dari Crystal, dia antri 3 jam. Lalu kemudian di forum saya baca ada yg sampai 6 jam mengantri.
Setelah di tenda pendaftaran, lalu masuk ruang tunggu per TPS, lalu masuk ke TPS. Saya mencoblos di TPS 1. Wah terharu juga ya akhirnya mencoblos dengan perjuangan ngantri, dingin, berangin dan sempat gerimis (kata teman sorenya bahkan hujan es dan salju). Melalui pintu keluar TPS, saya lalu tidak sabar beli sate Padang. Duh nikmatnya, karena perut sangat lapar. Selain gembira karena sudah mencoblos, makan sate padang dan bungkus pulang rendang serta ikan bakar, saya juga senang bisa bertemu beberapa teman di sana termasuk Crystal dan Yayang yang bertemu di bis menuju pulang. Bis menuju dan pulang dari Wassenaar gratis disediakan oleh KBRI. Berdasarkan pengalaman tahun ini, untuk pemilu selanjutnya, saya mencoblos lewat pos saja. Tak sanggup antri segitu lamanya.
Ada beberapa hal yang menjadi perhatian saya dan sudah tersampaikan kepada salah satu panitia. Ini yang hanya berhubungan dengan yang saya alami. Karena sesungguhnya banyak sekali yang perlu diperbaiki dalam pelaksanaan pemilu di Belanda kali ini :
Perlu diadakan antrian khusus untuk Lansia, Ibu hamil, orang tua, orang sakit, disabilitas, orangtua yang membawa balita (termasuk di dalamnya Ibu yang membawa bayi yang masih menyusui).
Tidak ada nursery room. Saya lihat ruang di tempat tenda-tenda makanan masih luas sehingga masih memungkinkan untuk mendirikan satu tenda supaya orangtua bisa mengganti popok anaknya atau Ibu yang mau menyusui bayinya. Di cuaca dingin, sangat kasihan melihat beberapa balita ganti popok di ruangan terbuka dan menangis kedinginan.
Masukan saja, lebih baik sejak pintu masuk sudah dipisah antrian berdasarkan TPS, antrian khusus dan antrian buat mereka yg tidak membawa C6. Kemungkinan dengan antrian sudah dipecah sejak awal akan mengurangi keruwetan dan antrian yang mengular sampai ke jalan raya.
Bagaimanapun juga, terima kasih untuk tim panitia atas kerja kerasnya. Semoga ke depan lebih baik lagi pelaksanaannya dengan memperhatikan masukan-masukan yang ada sebagai bahan evaluasi dan perbaikan.
Saya benar-benar terharu akhirnya ikut merasakan pesta demokrasi Indonesia di negara Belanda. Tidak menyangka bahwa saya akhirnya mempergunakan hak pilih. Diantara banyak hal yang terjadi selama di sana, komentar-komentar tak penting dan menyebalkan yang saya terima, tetaplah saya gembira sudah merasakan dan menyaksikan secara langsung suasana pencoblosan. Kelak, bisa saya ceritakan pada anak-anak kami, bahwa mereka bagian dari saksi sejarah ini.
Semoga presiden yang terpilih nanti amanah. Dan segala perseteruan tak penting antara teman, saudara, sahabat berakhir damai. Ingat, beda pilihan itu biasa, apalagi pilihan berpolitik, namun jangan sampai meretas apa yg sudah terjalin baik selama ini. Setiap orang berhak atas pilihannya masing-masing. Mari saling menghormati saja. Tak perlu menjelek-jelekkan di belakang.
Buat pemilih di Indonesia, semoga apapun pilihan politik kalian tanggal 17 April 2019, selamat berpesta demokrasi. Gunakan hak pilih dengan bijak.
Saya yang masih leyeh-leyeh di kasur meneruskan kegiatan di pagi hari, menelusuri twitter. Tiba-tiba saya teringat kalau truk sampah hari ini jadwalnya mengangkut sampah di bak warna abu-abu. Saya bergegas turun mengejar suami supaya sekalian mengeluarkan bak sampah. Syukurlah dia masih pemanasan di bawah.
Saya : Bak sampah jangan lupa dikeluarkan ya. Soalnya sudah penuh sekali itu.
Suami cuma senyum-senyum sambil memberi kode mata supaya saya balik badan melihat apa yang ada di belakang.
Kejutan dipagi hari
Beberapa hari sebelumnya suami bertanya ingin kado ulang tahun apa. Saya menjawab sekenanya, “Saya sudah punya semua, keluarga sehat dan kita bahagia, itu sudah lebih dari cukup. Tapi kalau dikasih kado ya tetap dengan senang hati diterima.” Haha tetep ya ujung-ujungnya. Tapi serius, karena sangat menikmati bulan Maret, saya tidak terlalu perhatian dengan tanggal ulang tahun. Jadi ketika ditanya mau hadiah apa, saya tidak ada persiapan memikirkan sebelumnya. Biasanya kalau ulangtahun, saya selalu minta liburan. Tahun lalu kami pergi ke Portugal. Tahun ini di Belanda saja.
Sorenya, kami semua pergi ke pusat kota. Sesuai permintaan, saya ingin merayakan ulangtahun di tempat favorit, apalagi kalau bukan Sushi All You Can Eat (sebenarnya saya ragu memilih antara restauran Indonesia juga, karena ingin makan bakso dan tekwan. Tapi saya tahan-tahanlah, dua minggu lagi ada undangan makan bakwan malang). Sebelum makan, kami jalan-jalan dulu sebentar karena cuaca menghangat setelah beberapa hari hujan, angin, dan mendung.
Senang bukan kepalang makan sushi sepuasnya lagi. Kami sampai rumah jam 8 malam.
Keesokan hari, cuaca masih cerah. Awalnya kami akan ke kebun binatang yang di Rotterdam, lalu berubah ke taman burung, lalu berubah lagi yang ujung-ujungnya ke taman bermain lalu pulangnya mampir ke kedai es krim
Maret sudah berakhir, bilangan umur bertambah satu, semoga saya sekeluarga selalu diberikan kesehatan dan kebahagiaan, dan semoga cuaca cerah sering-sering mampir Belanda pada bulan-bulan selanjutnya.
Beberapa waktu lalu rame tantangan 10 tahun banyak dilakukan dengan cara memasang foto dalam rentang 10 tahun tersebut. Saya tidak ikut memasang foto. Alasannya sederhana : karena 10 tahun lalu saya masih belum memakai jilbab. Ya sejak memutuskan memakai jilbab pada tahun 2010, segala foto-foto yang belum menggunakan jilbab jadi koleksi pribadi saja. Bahkan saya juga sudah menghapus foto-foto tanpa jilbab yang ada di media sosial, meskipun saya tahu bahwa jejak digital tidak segampang itu menghapusnya. Mungkin itulah tantangan saya yang sesungguhnya :)).
Walaupun tidak ikut meramaikan memasang foto, tapi saya ikut meramaikan dengan bercerita apa sih perbedaan saya yang sekarang dibanding 10 tahun lalu. Apa saja hal-hal yang terjadi dulu dan sekarang. Tidak semua saya tuliskan di twitter, jadinya cerita yang singkat padat jelas saja.
10 tahun lalu, saya masih bekerja di Jakarta, sampai 7 tahun lamanya. Tahun 2009, berarti baru sekitar 4 tahun bekerja di perusahaan tersebut. Lembur sampai dini hari lalu paginya sudah harus siap presentasi. Dulu semangat banget ya, ambisi juga karena ingin mencapai satu posisi dalam departemen yang saya incar. Bersyukur ketika saya berhenti bekerja, jabatan terakhir sesuai dengan yang saya incar. Berasa kerja super keras (dan agak tidak cerdas) ada hasilnya. Membayangkan saya yang dulu, rasanya tidak ingin kembali ke masa itu haha. Kok ya saya kuat dulu hidup seperti itu. Benar-benar capek lho. Belum lagi jadwal perjalanan bisnis yang padat merayap. Dalam waktu sebulan, 3 minggu saya perjalanan bisnis dan satu minggu di kantor. Ah masa-masa itu, memang nikmat untuk dikenang tapi jujur saya tidak ingin kembali ke masa itu. Walaupun saya bersyukur dalam rentang umur 20an digunakan secara maksimal. 10 tahun lalu saya bahagia dalam kondisi tersebut karena itulah yang saya inginkan. Meskipun mungkin bahagianya lebih ke arah duniawi. Mengejar ambisi.
10 tahun kemudian, siapa yang menyangka bahwa saya akan hidup di Belanda, melewati 4 tahun dengan banyak cerita. Saya dengan pilihan hidup saat ini, bahagia lebih ke arah spiritual. Lebih sadar dengan setiap langkah yang saya jalani. Lebih banyak bersyukur dengan segala apa yang ada dengan emosi yang lebih tertata. Jika dibandingkan 10 tahun lalu, saat ini saya lebih merasa bahagia.
Pencapaian yang saya raih lebih ke arah dalam. Tidak ada rasa ingin menonjolkan apapun. Sekarang terasa bahwa segala perjalanan yang telah saya tempuh selama ini benar-benar mendewasakan dalam arti sebenarnya. Segala keluh kesah, emosi, rasa gembira, suka cita lebih tau cara mengelolanya. Dulu selalu menggebu-gebu dalam hal apapun, bahkan menuangkan di media sosial. Segala apa yang ada di pikiran, dari caci maki, nyinyir sampai hal yang menggembirakan tumpah ruah di media sosial. Sekarang saya lebih tahu diri. Buat apa meluapkan hal-hal yang tak menguntungkan, hanya emosi sesaat. Lebih baik saya pergunakan energi untuk sesuatu yang membuat saya gembira.
Penerimaan terhadap diri sendiri juga membuat perjalanan hidup selama 10 tahun terakhir menjadi berwarna. Menerima bahwa tidak semua hal harus sesuai pengharapan. Jatuh bangun, segala air mata dan tawa yang menghiasi langkah kaki membuat saya saat ini bisa menerima sesuatu yang kadang sudah direncanakan dengan baik tapi meleset sampai tak nampak lagi jejaknya. Badan yang tak lagi sama seperti dulu, namun jiwa yang lebih bahagia dibandingkan 10 tahun lalu.
Mereka yang mengenal saya dengan baik sering bilang saat ini saya lebih tertutup. Ada benarnya, karena hidup saya pun saat ini sudah berbeda. Lebih tepat jika dikatakan saya sengaja membuat dan menjaga jarak. Tak mengapa jika ada bisik-bisik tetangga yang mengatakan saya lupa akar. Apapun yang orang katakan diluar sana, selama tidak mengganggu keluarga saya, silahkan.
Jika ada yang bertanya, mana yang lebih saya pilih. Saat ini atau saya yang 10 tahun lalu? Saya memilih untuk tidak memilih. Saya yang saat ini adalah hasil dari perjalanan 10 tahun lalu. Masing-masing fase hidup saya jalani dengan penuh kesadaran. Tubuh yang tak lagi sama bentuknya, pun saya jalani dengan rasa gembira dan penuh sadar. Nanti, jika memang waktunya sudah tiba, tubuh ini akan kembali seperti yang saya inginkan. Namun, penerimaan diri bahwa rasa bahagia melalui banyak pembelajaran, itu yang lebih utama. Tak lagi membandingkan pencapaian diri dengan hal lain diluar sana. Sebagai motivasi, boleh. Namun bukan sebagai hal yang malah membuat diri merasa jauh dibelakang.
Saya tidak pernah berangan-angan untuk kembali lagi seperti 10 tahun lalu. Disetiap fase hidup, saya selalu berusaha untuk menjadi pribadi paling baik menurut versi saya. Bukan untuk memuaskan orang lain, karena akan capek pada akhirnya. Saat ini saya bahagia dengan apa yang telah saya lalui dan apa yang terjadi saat ini. Semoga saya dapat menjadi versi terbaik yang saya bisa.
Akhirnya kesampaian juga menuliskan di blog tentang buku-buku yang tuntas dibaca. Setiap tahun memang niatnya ingin rajin mendokumentasikan di blog tentang buku-buku apa saja yang tuntas dibaca, tapi apa daya selama ini hanya wacana belaka. Mumpung sekarang lagi rajin, jadi didokumentasikan dalam bentuk tulisan. Jadi kalau dibaca lagi, bisa memotivasi untuk tetap dan semakin semangat membaca ditengah kesibukan sehari-hari.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, buku yang saya baca bukan hanya fiksi saja tetapi juga nonfiksi. Bukan hanya dalam bahasa Indonesia saja tapi juga bahasa Inggris (tahun sebelumnya malah rajin baca novel bahasa Belanda, sekalian belajar buat ujian).
BUKU FIKSI
Dari daftar buku fiksi, akhirnya saya membaca juga bukunya Eka Kurniawan. Padahal saya sudah punya dua buku ini sejak tahun 2016, tapi baru ada niatan membaca tahun 2018. Ternyata oh ternyata, saya langsung jatuh cinta dengan gaya penulisan dan berceritanya. Suka sekali!. Jadi menyesal kenapa telat bacanya. Saya pikir dulu itu gaya bertuturnya akan berat, eh ternyata tidak sama sekali. Nyastra sih tapi masih bisa mengikuti alur ceritanya dengan baik. Jadi ingin membeli buku Eka Kurniawan yang lainnya. Padahal saya sudah bertemu dengan Beliau sewaktu di Belanda, minta tanda tangan dibukunya, eh baru dibaca haha.
Jika buku Laksmi Pamuntjak sebelumnya yang berjudul Aruna dan Lidahnya membuat saya bosan sekali kecuali bagian cerita kulinernya, tidak dengan buku Laksmi yang berjudul Amba. Buku ini bisa menghipnotis saya dengan cerita fiksi yang dipadukan dengan sejarah. Seperti tidak rela berhenti sejenak tapi juga tidak rela cepat-cepat selesai. Sama rasanya ketika saya membaca semua tulisan Leila S.Chudori.
Kalau buku fiksi lain yang saya suka adalah Resign! Dari halaman awal, sudah mempesona ceritanya. Menarik, unik, lucu, dan segar. Mungkin karena ada kesamaan cerita yang pernah saya alami sewaktu bekerja di Jakarta selama 7 tahun (terutama bagian lemburnya), jadi sangat menikmati cerita dalam buku ini. Sayang ketika hampir selesai, jalan ceritanya terlalu seperti dipaksakan untuk berakhir. Tidak smooth. Kabarnya buku ini akan difilmkan, semoga sebagus bukunya atau lebih bagus dari bukunya.
Buku fiksi yang agak mengecewakan adalah Dilan. Saya sudah berharap terlalu tinggi dengan cerita dalam buku ini karena gaungnya di tanah air sangat kencang apalagi filmnya yang dielu-elukan. Ternyata membaca dua bukunya, tidak sesuai yang saya harapkan. Bukan tipe buku yang ingin saya baca. Ternyata saya bukan fans Dilan. Biasa saja.
BUKU NONFIKSI
Buku nonfiksi tahun lalu yang saya baca selain masih seputaran parenting juga ada topik lainnya misalkan tentang industri makanan dan revolusinya (terutama di Amerika) yaitu buku In Defense of Food. Dari buku ini saya jadi tahu tentang fakta-fakta industri makanan yang jarang terkuak (atau memang sudah jadi rahasia umum hanya saja saya yang tidak tahu). Misalkan tentang sapi-sapi yang dibiakkan secara instan supaya bisa lebih cepat dipotong salah satunya dengan digelonggong (kalau ini ada juga ya di Indonesia) atau disuntik atau ditempatkan di kandang yang sangat kecil dan sumpek. Bacanya jadi miris sendiri.
Nonfiksi favorit saya adalah The Childhood roots of adult happiness. Saya sampai memberi bintang lima untuk buku ini. Berkali-kali dibahas betapa pentingnya mengajak anak untuk sebanyak mungkin bermain di alam, bersinggungan dengan alam dan benar-benar meniadakan (tidak memperkenalkan terlebih dahulu) paparan teknologi (misalnya TV, gadget dll) untuk usia tertentu (dibawah dua tahun). Contoh yang diberikan misalnya di Jerman, anak-anak selalu diajak bermain di luar rumah minimal 1.5 jam setiap hari apapun musimnya. Jadi tidak ada alasan hujan tidak bermain di luar. Bukan musimnya yang salah, tapi memakaikan pakaian yang tepat untuk setiap musim, jadi anak-anak tetap bisa bermain di luar. Saya merekomendasikan buku ini bagi yang tertarik membaca tentang parenting.
Imperfection juga jadi favorit karena saya seperti ditarik ke belakang jaman pencarian jati diri. Cara bertutur penulis di buku ini tidak menggurui karena memang berdasarkan pengalaman semasa masih dalam taraf pencarian jati diri dan menerima segala kekurangan yang ada, menjadikannya sebagai bahan lecutan untuk menjadi lebih baik. Terbaca klise ya,tapi tulisannya membuat saya malas untuk berhenti sejenak membaca buku ini. Inginnya langsung selesai, saking menariknya.
Satu lagi yang menjadi favorit saya adalah Jatuh Hati Pada Montessori. Di buku ini tidak dijelaskan tentang teori Montessori melainkan pengalaman penulis sebagai praktisi Montessori yang mendirikan sekolah berbasis Montessori. Banyak sekali motivasi terselip disetiap ceritanya dan membuat saya berdecak kagum juga akhirnya jadi termotivasi untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.
BUKU FIKSI DAN NON FIKSI
BUKU CERITA ANAK
Selain buku-buku di atas, saya juga membeli dan membaca beberapa buku cerita anak bahasa Indonesia. Di rumah kami, untuk buku cerita anak memang difokuskan dalam bahasa Belanda dan bahasa Indonesia karena sehari-hari kami aktif menggunakan dua bahasa tersebut. Untuk bahasa Inggris, kami tiadakan dulu. Karenanya koleksi buku cerita anak di rumah saat ini dalam dua bahasa tersebut. Dua penulis cerita anak favorit saya sampai saat ini adalah Clara Ng dan Watiek Ideo. Topik yang diangkat dalam karya tulisan merekapun beragam tapi saya senang membaca tentang toleransi dan perbedaan dalam hubungan pertemanan. Jelajah kota pun jadi salah satu buku favorit saya selain rangkaian kisah dari Nusantara (Kisah dari Alor, Kisah dari Sumba, dan Kisah dari Banggai).
Karena bahasanya yang sederhana, suami saya jadi suka juga membacanya dan jika ada kalimat atau kata yang dia tidak mengerti, langsung bertanya apa artinya. Saat ini, kemampuan berbahasa Indonesia suami jadi lebih meningkat dibanding sebelumnya. Semakin banyak kata dalam bahasa Indonesia yang mampu dia ingat dan ucapkan dan juga bisa merangkai kalimat panjang. Lumayan kan, sekali dayung dua tiga pulau terlampaui.
BUKU RESEP MASAKAN
Sejak mempunyai buku resep masakan karya Junita (Xander’s kitchen), saya jadi selalu mempunyai ide mau memasak apa. Biasanya pagi hari saat sarapan, saya mencari ide akan masak apa hari itu dengan membuka buku resep ini dan membolak baliknya, mencari apa yang sesuai dengan bahan yang saya punya di kulkas. Benar-benar membantu sekali dengan keberadaan buku ini.
Sebenarnya saya juga nitip ke sepupu untuk dibelikan buku Icha Irawan, karena tertarik ada resep kue kue juga. Eh ternyata laku keras terus.
Tidak hanya buku resep masakan dewasa yang jadi favorit saya tahun lalu, juga buku resep mpasi BLW.
Itulah cerita buku-buku yang tuntas saya baca ditahun 2018. Jadi ada 34 buku yang saya baca (Seingat saya malah 36 buku, tapi dua lainnya saya kok lupa baca buku apa). Untuk saya pribadi, ini sudah sebuah prestasi bisa membaca buku sebanyak itu tahun lalu mengingat kesibukan sehari-hari yang sepertinya tiada henti. Meskipun setiap tahun target membaca selalu saya pasang 50 buku, dan tidak pernah kesampaian sampai saat ini, tapi bisa membuat saya selalu semangat untuk terus membaca buku.
Buku-buku yang rencananya akan dibaca tahun 2019
Kalau tadi sudah saya jabarkan dan perlihatkan buku-buku apa saja yang sudah saya baca tahun 2018, di bawah ini adalah buku-buku baru yang sudah nongkrong di ruang perpustakaan kami di rumah. Total ada 30 buku dan kebanyakan adalah Non Fiksi yang kali ini didominasi tentang topik Parenting dan Stoic. Ceritanya saya sedang tertarik memperdalam pengetahuan tentang Stoicisme (awalnya karena membaca Filosofi Teras, jadinya malah sangat tertarik dan pas banget suami saya pernah melakukan penelitian tentang filosofi ini jadi ada beberapa bukunya di rumah).
Semoga semua buku ini bisa saya baca. Target saya bisa membaca 40 buku tahun 2019. Mudah-mudahan bisa ya karena 2019 makin bertambah yang diurus jadi makin sibuk. Sampai saat ini dari buku-buku di bawah ini, sudah 9 buku selesai saya baca dan sekarang sedang membaca buku ke 10. Semangat!
Buku-buku yang dihibahkan awal tahun 2019
Setiap tahun saya selalu rajin membeli buku fisik, ada buku-buku yang ingin saya koleksi, ada yang tidak ingin saya simpan lagi. Karenanya, setiap tahun saya selalu rajin menyortir buku-buku apa saja yang harus keluar dari rumah kami. Karena sesuai dengan prinsip yang saya anut sejak kecil : jika membeli satu barang, minimal satu barang harus keluar dari rumah. Hal tersebut berlaku juga untuk buku. Jadi awal tahun saya sudah woro-woro di twitter dan grup whatsapp, buku-buku apa saja yang saya tawarkan untuk dikirim seputar Eropa. Gratis hanya ganti ongkos kirimnya saja. Selain 25 buku di bawah yang ternyata laris manis sudah menyebar ke beberapa negara di Eropa, buku-buku tentang kehamilan, parenting dan perbayian yang pernah saya tulis di sini, juga saya berikan kepada kenalan yang lebih membutuhkan. Supaya manfaatnya terus mengalir. Jadi lumayan, rak buku di rumah jadi tidak penuh.
Begitulah cerita panjang saya seputar buku. Semoga apapun kondisinya, saya selalu punya semangat dan waktu untuk tetap membaca buku. Karena tahun 2019 ini salah satu komitmen saya adalah lebih mengurangi aktivitas bermedia sosial dan blogging, itu kenapa produktivitas membaca buku saya rasakan jadi meningkat.
Kalau kamu, setiap tahun punya target membaca tidak? Lebih suka membaca buku fiksi atau nonfiksi?
Hari ini adalah terakhir musim dingin. Besok sudah mulai masuk Maret yang artinya musim semi. Beberapa hari terakhir (tepatnya sejak sabtu minggu lalu), cuaca mulai menghangat sampai 18ºC. Agak aneh sih untuk ukuran musim dingin. Aneh dan membingungkan. Meskipun tak dapat dipungkiri saya senang ya dengan suhu hangat seperti ini yang artinya hasrat petakilan bisa tersalurkan, tapi saya juga khawatir bagaimana dengan musim panas nanti. Karena tahun kemaren, saya ingat betul suhu mulai menghangat ketika memasuki awal April dan musim panas benar-benar parah panasnya dan berlangsung panjang. Jadi kalau akhir Februari saja sudah mulai menghangat, siap-siap musim panas tahun ini akan lebih panjang, lama dan makin panas.
Karena sepupu saya sudah datang sejak minggu kemaren (dan akan tinggal di sini sampai tiga bulan ke depan) dan cuaca sedang hangat, maka saya ajak dia untuk jalan-jalan ke kota-kota sekitar Den Haag. Dimulai dengan ke pasar Haagse Markt haha. Ya karena dekat dengan rumah dan saya ingin menunjukkan ke dia bagaimana pasar tradisional di Belanda ditambah lagi memang ada banyak yang akan saya beli. Pengalaman pertama dia jalan-jalan di Belanda, ke pasar. Dia sampai terbengong melihat betapa pasar ini luas sekali dan betapa ragam barang yang dijual banyak. Dari pasar becek sampai pasar kering. Dan tentu saja membandingkan harga dengan di Indonesia.
Hari Sabtu saya ada acara di Gouda. Undangan kumpul-kumpul dari anggota Mbakyurop cabang Belanda. Tapi sejatinya yang datang malah bukan hanya dari Belanda tapi juga dari Belgia, Jerman, dan Perancis. Waahh seruuu kumpul-kumpul kali ini karena bukan hanya pasokan makanan yang melimpah ruah, tapi juga berkesempatan bertemu beberapa orang yang selama ini hanya ngobrol lewat whatsapp saja. Rurie sebagai tuan rumah (pemilik katering @kioskana -akun IG nya-), benar-benar menjamu kami dengan suguhan masakan yang enak sekali. Belum lagi tambahan yang lainnya juga membawa makanan. Makin melimpah ruahlah makanan sampai acara bungkus membungkus saat waktu pulang tiba, bingung mau bawa pulang apa saking banyaknya haha.
Saya pun bertemu lagi dengan Anis setelah terakhir ketemu lebih dari satu tahun lalu saat Anis ke rumah. Diberi hadiah lagi oleh Anis, jadi senang saya haha. Terima kasih ya Anis. Bertemu lagi juga dengan Maureen dan Patricia. Wah pokoknya ramai dan seruuu sabtu lalu. Tidak hanya makan-makan di rumah, kami juga menyempatkan ke pusat kota Gouda yang hanya selemparan kolor dari rumah Rurie. Rombongan rame-rame ke sana jadi seperti rombongan turis. Dan kok ya pas ada pasar di pusat kotanya. Saking berkesannya acara kemaren, kami sudah membuat rencana lagi ketemuan selanjutnya di mana. Tidak Sabar!
Beberapa hari kemudian berturut-turut saya (bersama sepupu saya tentu saja) menjelajah beberapa kota. (Delft, Den Haag, Rotterdam) sejak pagi sampai sore baru kembali ke rumah. Jadi kalau dihitung, total jalan kaki kami perhari minimal 10km dan sampai 15km. Lumayanlah melemaskan kaki. Senang sekali saya bisa mengajak dia keliling dengan cuaca cerah seperti ini. Sekaligus menjelaskan sistem transportasi di Belanda, jadi nanti kedepannya dia bisa jalan-jalan sendiri keliling Belanda bahkan ke negara tetangga.
Tujuan kami sewaktu ke Rotterdam adalah Markthal dan Rumah Kubus. Sewaktu kami ke sana, ada pasar rame sekali. Saya pikir pasar kaget. Ternyata kata Yayang itu namanya pasar Blaak dan memang selalu ada setiap hari selasa dan sabtu. Owalaahh saya baru tahu itu namanya pasar Blaak padahal sering dengar haha. Sayang sekali saya tidak janjian dengan Yayangpadahal waktu itu ternyata berada di lokasi yang sama dengan dia dan si Kembar. Volgende keer ya Yang!
Lalu kami ke Den Haag, muter-muter pusat kota, menunjukkan Binnenhof dan danaunya lalu berakhir cari makan di restoran Indonesia. Saya makan bakso beranak (pake nasi), sepupu saya makan soto betawi. Bakso beranaknya rasanya ya biasa saja. Malah enak bakso buatan Rurie.
Keesokan harinya, karena saya ada jadwal ke RS di Delft, jadi sekalian saya ajak sepupu ke Delft. Kota favorit saya ini. Tempat nongkrong favorit, depan gereja sambil berjemur menikmati sinar matahari. Intinya saya benar-benar memanfaatkan sinar matahari yang cerah ceria beberapa hari ini.
Ada satu cerita kocak saat kami ke Markthal yang ada di Rotterdam. Ada satu stan yang menjual buah-buah tropis. Lebih lengkaplah dibandingkan Haagse Markt buah tropisnya sampai Manggis dan salak pun ada. Nah, saya tunjukkan ke sepupu sambil bilang harganya sekian per buahnya. Dia berkali-kali istighfar melihat harganya. Shock sambil bilang “Buset dah, ketelen itu ya makan Manggis seperempat kilo harganya €5, buah naga satu biji harganya €4. Di sana mah rambutan tinggal petik di halaman, buah naga sekilo ma belas rebu. Set dah! Ntar balik ke sana aku ga akan sia siakan lagi buah buahan ini. Ingat-ingat harga di sini” Hahaha langsung tobat dia. Saya terus terang meskipun ngiler-ngiler ingin makan buah naga sejak pertama kali tinggal di sini, tapi ga pernah kesampaian karena melihat harganya mendadak langsung kenyang. Nanti pas liburan ke Indonesia, saya puas-puasin makan apa yang tidak kesampaian makan di sini karena mahal. Maka bagi kalian yang tinggal di Indonesia, berlimpah ruah buah-buah tropis lokal, manfaatkanlah dan bersyukurlah dengan makan buah sebanyak-banyaknya. Ingatlah kami di sini terkadang cuma bisa ngiler menahan hasrat untuk beli karena harganya mahal.
Itulah sekilas cerita seminggu terakhir musim dingin tahun ini. Maret akan datang, saya antusias menyambutnya. Mudah-mudahan meskipun cuaca jadi tidak karuan begini, musim panas nanti tidak menyengat sekali. Pada foto di bawah ini, perbedaan musim dingin tahun lalu dibandingkan tahun ini pada tanggal yang sama. Tahun lalu bersalju dan tahun ini suhu hangat 11ºC. Ngeri ya, pemanasan global itu nyata.
Selamat hari Jumat, selamat berakhir pekan, semoga keberkahan dan kebahagiaan menyertai kita semua. Selamat datang Maret!