Tahun Ketujuh

Setiap tahun terasa seperti baru beberapa saat lalu. Tidak pernah terlupa sedikitpun detil setiap peristiwa sebelum dan sesudahnya. Seperti film yang selalu terputar lagi dan lagi dikepingan kenangan. Selalu ada rasa sesal, kenapa saya tidak di sana, bahkan sampai sekarangpun rasa itu tetap ada. Lalu selanjutnya saya pun berandai-andai, yang semestinya hal itu tak perlu saya lakukan. Hanya akan menambah sedih dan luka lama muncul kembali, walaupun sampai sekarang sebenarnya tak pernah tertutup, selalu menganga.

Setiap menjelang Ramadan terlebih lebaran, segala rasa berkecamuk di dada. Sedih dan pilu, itu yang pasti. Tetesan air mata selalu mengalir jika teringat hari itu. Terlebih jika saya melihat anak kecil sedang menghabiskan waktu dan bersenda gurau dengan Opa mereka. Ada yang terasa kosong di hati. Andaikan saja.

Konon katanya waktu yang akan menyembuhkan. Tapi saya selalu percaya bahwa sayalah yang harus berusaha keras untuk ikhlas dan menyembuhkan diri sendiri, bukan waktu. Sejak saat itu, hari di mana jadi titik balik kehidupan, saya mulai mempertanyakan segalanya-bahkan sampai saat ini. Harusnya saya lelah dan mengambil jeda untuk bernafas lalu berhenti. Tak perlu menggugat apa yang sudah tertuliskan. Saya hanya butuh waktu lebih untuk mengerti semua ini.

Tahun ini adalah tahun ketujuh saya tetap belajar apa namanya ikhlas. Entah butuh berapa tahun, saya tak terburu waktu. Menikmati prosesnya, bergulat dengan sakitnya dan berkawan dengan lelahnya. Banyak yang ingin saya ceritakan pada satu-satunya orang yang dulu selalu menjadi nomer satu untuk tahu saat saya sedih maupun senang.

“Bapak, tak perlu khawatirkan saya. Walaupun tak ada secara nyata, saya selalu percaya bahwa Bapak tak pernah benar-benar pergi, selalu ada disekitar saya. Dan saya yakin, tanpa perlu bercerita, Bapak pasti selalu tersenyum saat ini melihat apa yang dulu selalu Bapak doakan sudah dikabulkan. Tabungan doa untuk saya tentang sebuah keluarga. Saya butuh waktu untuk ikhlas, semoga itu tidak menghambat langkah Bapak.”

-Nootdorp, 6 Mei 2018-

Cerita Koningsdag 2018

27 April adalah hari ulang tahun Raja Belanda, karenanya ini menjadi hari libur nasional. Kemeriahan sudah dimulai pada 26 April malam. Pesta nampak di mana-mana terutama kota-kota besar. Malam hari ini dinamakan Koningsnacht. Banyak konser musik gratis diadakan. Tahun 2015 saat tahun pertama saya di Belanda, kami menikmati Koningsnacht sampai jam 12 malam di Den Haag. Menonton konser musik dari satu panggung ke panggung lainnya. Memang sangat seru. Tapi tahun-tahun berikutnya, kami habiskan Koningsnacht di rumah saja. Menonton TV atau ya seperti biasa tidur cepat. Koningsnacht tahun ini pun begitu. Kami memilih tinggal di rumah dan menonton film Wonder. Sejak tahun lalu saya punya bukunya, tapi masih belum selesai juga dibaca. Begitu melihat filmnya, yang ada nangis sesenggukan di beberapa bagian. Bukan karena jalan ceritanya yang sedih, tapi saya lebih melihat tentang hubungan Ibu dan anak laki-lakinya di film itu. Ah, film ini mengajarkan banyak hal-hal penting.

27 April bertepatan dengan hari Jumat. Sejak pagi saya sudah menyalakan TV, kebiasaan kalau Koningsdag karena ingin melihat liputan peringatan ulangtahun Raja. Tahun ini kota yang kebagian memperingati ulangtahun Raja adalah Groningen. Saya lihat di TV kok cuaca di Groningen cerah dan ada matahari, sementara di tempat saya tinggal kok mendung dan sedikit hujan. Wah, pawang hujannya tokcer di Groningen. Sementara saya masih sibuk di dapur memasak bebek, membuat sayur lodeh dan memasak bubur.

Jika Raja berulangtahun, pasang bendera depan rumah dan ditambahi kain warna oranye

Salah satu yang selalu saya nantikan kalau Koningsdag adalah pasar barang bekas atau disebut Rommelmarkt. Setiap orang berhak dan bisa berjualan apa saja pada hari ini, terutama barang-barang bekas. Bagaimana dengan harganya? Sangat sangatlah murah. Apalagi kalau jeli, bisa mendapatkan barang yang masih baru tapi harganya super miring. Tahun lalu sewaktu Koningsdag saya tidak bisa pergi ke luar rumah karena sedang tidak enak badan. Karena tahun ink sudah saya niatkan untuk ke Rommelmarkt disekitaran rumah saja. Tidak perlu sampai ke Den Haag kota atau Rotterdam.

Setelah makan siang dan menunggu cuaca lebih baik, kami menuju ke tempat kemeriahan Koningsdag di kampung tempat kami tinggal. Tidak terlalu jauh, hanya 10 menit jalan kaki. Ada panggung besar dengan penampilan beberapa Band, ada banyak sekali penjual barang bekas, ada banyak stan makana, ada banyak sekali permainan anak dan juga atraksi air.

]Salah satu group yang tampil Salah satu group yang tampil

Setelah saya berkeliling, ternyata di Rommelmarkt ini banyak sekali yang menjual barang-barang anak-anak. Saya tidak menyangka ternyata banyak anak-anak ya di sini. Kok seperti tidak melihat terlalu banyak anak-anak berkeliaran kalau hari biasa.

Yang dijual banyak barang-barang anak-anak Yang dijual banyak barang-barang anak-anak

Yang dijual banyak barang-barang anak-anak
Yang dijual banyak barang-barang anak-anak

Atraksi air seperti ini terakhir saya lihat sewaktu menonton Gay Pride di Amsterdam tahun 2015. Tidak menyangka di danau kecil yang sering kali saya lewati kalau akan ke danau besar dekat rumah, ternyata juga bisa dijadikan tempat atraksi seperti ini. Dan tidak menyangkanya lagi atraksi seperti ini ada di kampung tempat saya tinggal.

Atraksi Air Atraksi Air

Atraksi Air
Atraksi Air
Atraksi Air
Atraksi Air

Permainan anak-anak yang disediakan banyak sekali ragamnya. Salah satunya adalah panjat-panjatan ini. Kalau tidak ingat umur dan malu, pengen rasanya ikutan manjat-manjat juga. Tidak hanya atraksi ini, sepanjang jalan utama, masih ada banyak permainan anak.

Salah satu permainan anak Salah satu permainan anak

Sepanjang jalan ini penuh permainan anak-anak
Sepanjang jalan ini penuh permainan anak-anak

Saya kalap memborong 6 puzzles dari kayu dan beberapa alat musik yang kesemuanya seharga kurang dari €4. Kalau beli barunya mana boleh harga segitu untuk 9 barang yang saya beli. Kalau tidak jaga dompet, bisa kalap pengen beli ini itu. Setelah puas berkeliling dan langit mulai mendung lagi, kami mampir ke stan makanan. Saya ingin sekali makan sate, tapi begitu melihat satenya dimakan pakai roti, urung saya membeli. Lebih baik makan es krim saja.

Sate dimakan dengan lontong atau nasi itu sudah biasa. Cobalah sesekali sate dimakan dengan roti, dan bandingkan rasanya :D Sate dimakan dengan lontong atau nasi itu sudah biasa. Cobalah sesekali sate dimakan dengan roti, dan bandingkan rasanya 😀

Harum manis atau dalam bahasa Belandanya adalah Suikerspin
Harum manis atau dalam bahasa Belandanya adalah Suikerspin
Kami seperti biasa, apapun cucanya dan di manapun kapanpun selalu makan ice cream
Kami seperti biasa, apapun cucanya dan di manapun kapanpun selalu makan ice cream

Seperti biasa, Koningsdag selalu menyenangkan dengan berbagai macam kegiatan dan tentu saja Rommelmarktnya menjadi daya tarik utama. Semoga tahun depan kami bisa ikut bergabung di Rommelmarkt untuk menjual beberapa barang yang sudah tidak terpakai supaya gudang tidak terlalu penuh. Satu lagi dari kebiasaan orang Belanda yang saya kagumi adalah jika ada barang-barang yang tidak terpakai lagi dan mereka tidak ingin menjualnya, mereka tinggal taruh saja depan rumah dan menulis keterangan Gratis, jadi siapa saja boleh mengambilnya.
Nah kalau ini saya numpang mejeng dengan atribut koningsdag berwarna oranye, sepatunya saja :D Nah kalau ini saya numpang mejeng dengan atribut koningsdag berwarna oranye, sepatunya saja 😀

Kalau di bawah ini bonus cerita. Mau pamer hasil masakan saya. Lodeh ini adalah salah satu menu favorit di rumah. Kami doyan sekali makan lodeh terutama suami. Tapi cukup sebulan sekali aja paling sering menu ini tersedia.
Lodeh tewel, rebung, tahu, kacang panjang dan pete. Pakai balungan juga tapi ada di panci. Tak lupa bawang goreng andalan, beli di Inlly (haha disebut lagi) Lodeh tewel, rebung, tahu, kacang panjang dan pete. Pakai balungan juga tapi ada di panci. Tak lupa bawang goreng andalan, beli di Inly (haha disebut lagi)

Masakan bebek ala Madura ini termasuk salah satu andalan saya jika sedang ada acara atau sekedar ingin membawa buah tangan untuk teman. Sudah menerima banyak testimoni, kalau bebek buatan saya ini enak, bumbunya meresap dan yang terpenting tidak amis. Sambelnya juga katanya enak. Ini saya bukan menyombong, hanya menuliskan kebenaran haha. Nah karena hari Sabtu kami akan ke rumah seorang teman, salah satu masakan yang saya bawa ya bebek ini. Setelah diungkep selama dua hari, bebeknya saya masukkan di oven. Saya sudah jarang goreng menggoreng kalau tidak terpaksa. Selain malas, ya lebih praktis saja kalau dioven. Hasil dari satu buah bebek, bisa saya bagikan ke dua orang teman dan kami nikmati sendiri. Sekali masak, banyak mulut yang bisa terpuaskan.
Bagaimana, penampakannya sudah mirip Bebek Madura belum? Bagaimana, penampakannya sudah mirip Bebek Madura belum?

Kunjung ke rumah teman disuguhi ikan panggang, oseng daun pepaya, capcay, ayam bumbu saus, tempe goreng, lele goreng dan tak lupa sambalKunjung ke rumah teman disuguhi ikan panggang, oseng daun pepaya, capcay, ayam bumbu saus, tempe goreng, lele goreng dan tak lupa sambal

Begitulah cerita kami minggu lalu. Meskipun tidak terlalu banyak waktu yang saya punya karena harus mengerjakan pekerjaan domestik dan pekerjaan lainnya, semuanya berbagi tugas berdua dengan suami, tapi ide untuk menulis ada banyak di kepala, jadi saya sempatkan kalau ada waktu untuk selalu menulis.

-Nootdorp, 1 Mei 2018-

Pekan Terhangat di Musim Semi

Menuju danau Dobbeplass

Terhitung sejak hari selasa minggu lalu sampai saat saya menulis ini (hari senin) cuaca di Belanda secara keseluruhan menghangat dan cenderung panas, kecuali hari ini cuma gonjreng tapi hawanya semilir sejuk. Minggu lalu benar-benar hari ternyaman untuk saya, karena untuk suami katanya terlalu panas. Suhu setiap hari rata-rata bisa diatas 25 derajat celcius. Malah ada satu hari suhunya sampai 30 derajat celcius.

Karena keadaan seperti ini sangatlah jarang, apalagi di musim semi, maka mendadak saya jadi petakilan. Saya tidak betah di rumah, mendadak males masak, maunya ke luar rumah terus selama cuaca nyentrong seperti ini. Suasana hati mendadak gembira sekali. Senyum sepanjang hari. Riang gembira lah pokoknya. Ke luar rumah juga jadi lebih mudah. Cuma pakai sandal dan baju selapis. Merdeka banget rasanya. Saya inginnya kalau pagi sampai siang cuma leyeh-leyeh di halaman belakang. Rajin berbenah halaman depan dan belakang. Pokoknya halaman depan dan belakang mendadak jadi agak rapi (walaupun yang bagian depan tidak terlalu rapi sekali). Tahun ini saya tidak menanam apapun. Hanya mengandalkan tanaman-tanaman yang sudah ada. Semoga tahun depan bisa kembali bercocok tanam.

Kalau menjelang sore, kami seperti gasing jalan jalan ke sana sini. Dari jelajah taman sampai jelajah danau. Kenapa tidak ke pantai? karena membayangkan banyak orang di pantai saya sudah pusing duluan (ya kalau mau sepi, di kuburan Den!). Saya sampai bilang ke suami bahwa sejak tinggal di Belanda, saya jadi lebih menghargai yang namanya cuaca hangat (dan panas). Padahal kalau di Indonesia, marah-marah terus saya kalau cuaca panas. Ya tapi kan beda situasi, kalau di Belanda jarang cuaca panas karenanya lebih banyak bersyukur kalau panas datang.

Westbroekpark
Westbroekpark
Westbroekpark
Westbroekpark
Westbroekpark
Westbroekpark
Westbroekpark
Westbroekpark

Kalau di taman, kami beneran tidur di rumput-rumputnya melihat langit dan berjemur. Duh beneran nikmat sekali. Apalagi anginnya semilir ya, bikin ngantuk. Kalau tidak ingat punya tanggungan di rumah, saya bisa seharian di taman tiduran sambil baca buku.

Menuju danau Dobbeplass
Menuju danau Dobbeplass

Ada danau dekat rumah. Jalan kaki hanya 15 menit saja. Sewaktu kami ke sana, waduh ramainya tidak karuan. Semua berenang. Mau ambil foto saja sampai tidak bisa karena semua sudut ada orang pakai baju renang. Kan melanggar privasi kalau saya mengambil foto. kami duduk-duduk di bawah pohon, sesekali main pasir juga. Nah, beberapa hari setelahnya, kami ke danau ke kota sebelah di Zoetermeer. Ini danaunya lebih besar dari yang dekat rumah. Tapi ramainya juga tidak karuan. Sewaktu kami pertama sampai, saya mencium harum sate. Langsung dong ya saya mencari sumber harum sate itu, ternyata ada keluarga yang sedang memanggang sate dan panggangannya sama seperti panggangan di Indonesia. Langsung membayangkan makan sate pakai lontong trus minumnya es degan *halusinasi sesekali.

Kalau cuaca panas seperti ini saya memang seringnya membayangkan tukanhg jual makanan gerobak. Andaikan ada gerobak bakso, gorengan, dan es degan, sempurna sekali di pinggir danau makan semangkuk bakso pedas dan minum es degan *ngayal teruuusss!

Zoetermeer
Zoetermeer
Zoetermeer
Zoetermeer
Leyeh leyeh pinggir danau
Leyeh leyeh pinggir danau

Saking petakilannya, saya sampai tiba-tiba terpikir untuk ke pasar. Terakhir ke pasar Haagse, 3 bulan lalu sewaktu Ibu ada di sini. Ke pasar kali ini juga dipicu oleh suami yang belakangan ini mengeluh karena stok sambal habis. Setiap mau makan atau buka kulkas, dia selalu komentar “Sambelnya habis lho” “Kamu ga bikin sambal nih?” “Kok ada yang kurang ya makan tanpa sambal” “Kamu ada rencana bikin sambal kapan.” —-Saya merasa terteror dengan urusan sambal ini. Akhirnya demi mendapatkan cabe merah dengan harga murah, ke pasarlah kami naik tram, suami sih tidak ikut karena dia sedang belajar untuk ujian. Eh ternyata di pasar cabe rawit merah sedang langka. Di beberapa stan langganan tidak jualan karena katanya sedang mahal sekali. Untung saja mata saya melihat ada cabe rawit nyelip di jual di stan lainnya. Langsung saya borong semua. Selain untuk beli cabe, saya juga ingin beli ikan segar. Rencananya akan saya buat pepes. Selain itu saya juga cari buah naga, biasanya di pasar ada dengan harga murah. Eh, saya cari sampai teliti ternyata tidak ada.

Saking lamanya saya tidak ke pasar, beberapa langganan yang memang sudah hapal dengan saya sampai bertanya, “lama tidak ke pasar, stok cabe aman ya?” Hahahaha, maklum, saya kalau beli cabe sampai berkilo-kilo. Bukan buat diri sendiri saja, tapi titipan dari beberapa teman. Makanya sampai dihapalin oleh si pemilik stan. Belum lagi satu-satunya stan yang jual belimbing wuluh, pemiliknya sewaktu saya mau beli belimbing wuluh bilang, “setiap ada belimbing wuluh segar, saya selalu mbatin kamu lho. Kok lama tidak ke pasar.” ya beginilah kegiatan di pasar, selalu menyenangkan karena bertemu dengan banyak orang dan bisa sekalian cuci mata.

Langsung lahap makan pakai ikan beli di pasar meskipun menunya ga nyambung :)))
Langsung lahap makan pakai ikan beli di pasar meskipun menunya ga nyambung :)))
Sepanjang minggu bisa makan di halaman belakang. Ini makan pakai ayam panggang dan sisa bumbunya dipakai untuk masak Mie goreng
Sepanjang minggu bisa makan di halaman belakang. Ini makan pakai ayam panggang dan sisa bumbunya dipakai untuk masak Mie goreng

Hari Senin saya diawali dengan membuat stok sambal. Begitu melihat saya membuat sambal, sumringah lah muka suami. Berasa dapat lotere haha!

Sambel untuk suami
Sambel untuk suami

Bagaimana hari Senin kalian? Semoga awal minggu kalian juga menyenangkan yaaa. Minggu ini suhu di Belanda kembali pada angka belasan dan konon katanya beberapa hari kedepan akan turun hujan. Saatnya produktif lagi di rumah

-Nootdorp, 23 April 2018-

Ada Apa di Bulan Maret?

Coimbra

Bulan Maret selalu spesial di hati, karenanya saya selalu membuat rangkuman apa saja yang sudah dilalui di bulan Maret

  • Salju datang lagi

Awal bulan Maret salju datang lagi ke Belanda. Lumayan tebal juga. Dan cuaca semakin tidak menentu pada saat itu. Saya pikir musim semi akan semakin dekat, tapi cuaca minus tidak membuat keadaan jadi baik, apalagi suasana hati yang sudah bosan terkungkung jaket tebal dan ribet sekali kalau mau keluar padahal cuma mau beli tempe ke toko yang jaraknya cuma 5 menit jalan kaki.

  • Membuat Lumpia isi Rebung, Tahu dan Wortel

Saya itu doyan banget yang namanya lumpia isi rebung. Seringnya beli di toko Asia. Tapi, kalau beli mahal sekali. Per lumpia isi rebung dan ayam harganya €1.5. Kalau saya lagi rajin, lebih baik membuat sendiri. Nah pertengahan Maret lalu, saya lagi kepengen banget nyemil lumpia. Kepengennya sudah macam orang hamil yang ngidam. Lalu saya niati bikin lumpia isi rebung, tahu, dan wortel. Ternyata isinya kebanyakan. Walhasil saya bisa membuat sekitar 50 lumpia. Niatnya untuk stok di freezer, tapi saya pikir lebih baik dibagi ke tetangga dan Mama mertua. Tetangga senang sekali, trus dibarter dengan brownies. Kalau Mama mertua memang suka sekali dengan lumpia, apalagi bikinan menantunya *yang terakhir tambahan saya sendiri, ke PD an haha.

Kreasi Lumpia untuk tetangga dan Mama Mertua
Kreasi Lumpia untuk tetangga dan Mama Mertua
  • Setahun Lalu

Setahun lalu, seminggu sebelum ulangtahun saya menjadi hari yang tidak akan pernah kami lupa. Tanggal bersejarah kami menyebutnya.

  • Ulang Tahun

Akhir Maret adalah ulangtahun saya. Karena sudah terbiasa menghadiahi diri sendiri saat ulangtahun, maka kali ini saya memilih untuk membeli tas punggung dan pouch yang dibuat oleh Aggy. Nama produk ini adalah Astanya. Nama variannya adalah Sejuk dan Gula Jawa. Sejak awal lihat motif Sejuk dan Gula Jawa, saya langsung jatuh cinta. Dan karena memang saya suka sekali dengan tas punggung, belilah saya tas buatan Aggy ini (padahal dua tahun berturut lalu dikasih hadiah sama Mama mertua juga tas punggung. Beliau sampai heran, barang yang saya beli kalau tidak tas punggung, sepatu lari atau jalan, dan buku. Seputar itu saja). Saya belinya di sini. Saya suka tas dan pouchnya. Tasnya besar dan bisa menampung banyak barang. Pouchnya juga pas sekali sesuai dengan ukuran yang saya butuhkan.

Suka dua duanya!
Suka dua duanya!

 

Pada hari ulangtahun, saya sudah ribet sejak jam 3 pagi karena kami akan pergi ke Portugal pesawat jam 9 pagi. Makan malam ulangtahun, di restoran Italia di Portugal (haha ga nyambung sebenarnya, di Portugal tapi makannya Italy). Sebenarnya restoran ini juga pas nemu saja karena kami sudah capek dengan perjalanan satu hari dari Belanda ke Portugal. Eh tapi restorannya bagus sekali. Terkesan klasik. Saya makan menu favorit, apalagi kalau bukan Risotto.

Risotto Jamur dan Bayam. Duh ini enak sekali
Risotto Jamur dan Bayam. Duh ini enak sekali

Doa dan harapan saya setiap ulangtahun selalu sama, sehat dan bahagia selalu bersama keluarga kecil kami serta tidak menjadi orang yg lupa untuk selalu bersyukur atas apapun.

  • Roadtrip pertama kami tahun 2018 ke Portugal

Sewaktu menulis tentang liburan kami ke Münster, sedikit saya singgung kalau kami akan liburan dalam waktu dekat ke suatu tempat. Nah, suatu tempatnya itu adalah Portugal. Roadtrip selama 10 hari ini adalah kado ulangtahun suami untuk saya. Seperti biasa, setiap ulangtahun, saya ingin kadonya adalah jalan-jalan. Kalau kami sedang ada waktu dan uang, jalan-jalannya agak jauh. Jika uang dan waktunya mepet, jalan-jalan yang dekat saja. Senang kali ini bisa ke Portugal karena ke Portugal sebenarnya adalah rencana liburan musim panas tahun 2017. Tapi tahun lalu kami akhirnya roadtrip dengan rute yang berbeda. Selama 10 hari di Portugal, kami roadtrip berkunjung ke beberapa kota yaitu Porto, Lisabon, Sintra, Coimbra, dan Braga. Bersyukur semua lancar tanpa halangan yang berarti sejak berangkat sampai kami kembali ke rumah. Cerita lengkap tentang Portugal akan saya tulis pada postingan terpisah.

Coimbra
Coimbra
Porto
Porto
Kastil di dekat Braga
Kastil di dekat Braga

Oh ya, pulang liburan, saya turun 2kg lho. Meskipun mulut ngunyah tanpa henti karena makanan Portugal tidak ada yang tidak enak, tapi jalan kaki seharian dengan kontur kota yang naik turun, sukses merontokkan 2kg lemak di badan.

Nasi kuning syukuran
Nasi kuning syukuran

Beberapa hal itulah yang terjadi di bulan Maret. Saat ini, cuaca menghangat di Belanda. Senang karena bunga-bunga mulai bermekaran, saya bisa keluar rumah tanpa jaket tebal dan malah sudah pakai sandal terbuka.

-Nootdorp, 10 April 2018-

Kemana Kita Setelah Mati

Sabtu setelah kami selesai makan malam, sekitar jam setengah delapan, saya bertanya ke suami enaknya ngapain ya. Mumpung masih sore dan kami sedang tidak ada hal mendesak urusan masing-masing yang harus dikerjakan. Lalu saya mengusulkan untuk menonton film karena seingat saya terakhir kami menonton film bersama itu dua bulan lalu. Suami setuju. Saya lalu membuat coklat panas dan suami mengambil beberapa buah di kulkas sebagai camilan ketika menonton film. Kami tidak berlangganan Netflix di rumah (bahaya kata suami, bisa-bisa istrinya 24 jam di depan TV haha), jadinya pilihan film yang ditawarkan oleh provider TV kami juga terbatas. Setelah memilih beberapa judul, lalu kami memutuskan untuk menonton Maudie. Film baru, drama, ringan sekali ceritanya, gampang dicerna, terasa manis. Tetapi setelahnya membuat saya meneteskan air mata. Bukan karena filmnya sedih, tapi mengingatkan saya akan suatu hal. Saya merekomendasikan sekali film ini karena memang menarik. Saya tidak akan menuliskan di sini tentang bagaimana jalan cerita Maudie, film yang berdurasi hampir dua jam, karena pasti sudah banyak sekali yang menuliskan tentang film ini. Jadi silahkan dicari. Akhir dari cerita ini adalah sang istri meninggal dunia (spoiler sekali :D).

Setelah film selesai, tenggorokan saya tercekat dan perlahan mata saya berembun. “Bagaimana kalau aku meninggal duluan?” begitu tanya saya pada suami dengan suara yang agak serak menahan tangis. Suami lalu melihat saya perlahan, kemudian memeluk pundak saya, “kamu kan orang Statistik, jadi tahu donk berapa prosentase kemungkinan hidup pria dibandingkan wanita.” Duh, lagi melankolis gitu lalu menyebut tentang Statistik kan jadi mendadak males. Lalu saya bilang kalau namanya hidup itu kan bukan tentang Statistik. Umur itu sudah ditentukan, itu menurut saya. Sedangkan menurut dia yang semuanya berdasarkan logika, yang namanya umur itu ya tergantung bagaimana kita menjaga badan dan keberuntungan. Ok, tentang umur memang kami sepakat tidak memperdebatkan karena sudah dibahas beberapa kali tetap tidak menemukan titik temu.

Yang membuat saya menangis itu bagaimana kalau saya meninggal duluan, lalu siapa yang akan mengurus orang-orang yang saya tinggalkan. Saya pernah bilang ke suami bahwa saya tidak akan mengirimkan dia ke panti jompo kalau kami sudah sama-sama menua. Kami akan saling menjaga satu sama lain. Saya yang selama hampir dua tahun bekerja di panti jompo, tahu betul bagaimana kehidupan di sana. Bukannya kehidupan di panti jompo tidak baik, bukan begitu. Tapi saya bilang ke dia kalau panti jompo bukan tempat yang cocok untuk dia karena ada beberapa alasan. Jadi saya selalu bilang ke dia, “nanti kalau kamu sudah tua dan saya masih sehat, biar saya yang mengurus kamu. Saya tidak akan mengirimkan kamu ke panti jompo.” Nah, kalau saya mati duluan bagaimana? siapa yang akan mengurus orang-orang yang saya tinggalkan. Bagaimana keadaan mereka nanti? Film Maudie ditambah suhu yang beberapa hari ini kembali ke angka minus dan salju datang lagi (padahal saya sudah ke PD an memasukkan jaket winter dan menggantinya dengan jaket musim semi) membuat hati saya jadi sedih sekali.

Pembicaraan tentang kematian bukan sesuatu yang saya hindari lagi sejak kehilangan sepupu saya tercinta pada tahun 2011. Sedih sekali rasanya waktu itu dan saya seperti menggugat Tuhan kenapa harus dia yang dipanggil secepat itu. Setahun kemudian, Bapak meninggal. Hidup saya langsung melorot dititik nol, bahkan minus mungkin. Pertanyaan “kenapa harus Bapak?” terngiang terus di kepala dan selalu saya tanyakan pada Tuhan, bahkan mungkin sampai sekarang. Bukannya saya tidak ikhlas, tapi ada banyak hal diluar ikhlas yang tetap mengganjal hati dan pikiran saya. Percayalah, ikhlas itu tak segampang ketika saya menuliskan kata ini di blog atau mengucapkannya. Kata orang waktu yang akan menyembuhkan. Kalau menurut saya, ya kita sendirilah yang harus menemukan apa yang membuat kita ikhlas. Sejak tahun 2011, saya banyak berpikir dan mencari bahan bacaan tentang kematian, apa yang akan kita lakukan setelah mati, kemana kita setelah mati dan semua yang ada sangkut pautnya dengan kematian.

Bertemu dan menikah dengan orang yang selalu mengedepankan logika, membuat saya seperti mendapatkan lawan bicara yang cocok untuk membahas kematian. Papa mertua meninggal ketika saya baru dua bulan pindah ke Belanda. Melihat bagaimana keluarga di sini memaknai kematian dan melihat sesuatu yang berbeda dengan di Indonesia tentang prosesi pemakaman, kembali otak saya tidak berhenti berpikir tentang mati. Bukan sekali atau dua kali saya dan suami membicarakan tentang kematian, bagaimana kalau salah satu diantara kami mati duluan, akankah yang ditinggal mati nanti menikah lagi, menunggukah di suatu tempat yang mati duluan dan banyak hal. Membicarakan kematian buat kami bukan berarti kami tidak takut mati. Paling tidak, saya masih takut mati. Entah ya kalau suami. Tapi, membicarakan kematian bagi kami adalah mempersiapkan banyak hal di depan dan membuat kematian tidak terlalu lagi nampak mengerikan. Kami bahkan sering tergelak ditengah-tengah pembahasan tentang mati. Meskipun yang namanya kematian itu akan selalu menyisakan ketidaksiapan, walaupun dipersiapkan serapi mungkin. Kematian itu pasti, tidak bisa dielakkan. Tapi menyambut kematian itu yang sering kami perbincangkan dan juga kemana kita setelah mati.

Suami selalu bilang kalau dia sudah mempersiapkan daftar lagu yang harus diputar ketika prosesi pemakamannya dan ada beberapa daftar permintaan lainnya. Kalau saya sederhana, meskipun mungkin nantinya akan meninggal di Belanda tapi saya ingin dikuburkan di tanah kelahiran. Membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan kematian membuat kami jadi tahu satu sama lain apa yang kami inginkan ketika sudah mati nanti jadi ada hal-hal yang sudah bisa dipersiapkan dari sekarang. Berbicara tentang kematian bukan hal yang tabu buat kami. Dan saya sering bilang ke dia, “siapapun nanti yang mati duluan, saling tunggu ya di suatu tempat. Supaya kita tetap saling bergandengan tangan di sana dan tetap jatuh cinta meskipun tidak di dunia lagi.”

Selain itu, hal menarik lainnya yang selalu kami bahas adalah tentang kemana kita setelah mati. Bukannya tidak percaya tentang hal-hal yang sudah dituliskan dalam kitab suci agama saya, tapi saya masih merasa belum dapat gambarannya. Masih absurd menurut saya. Kami mempunyai pendapat yang berbeda tentang kehidupan setelah mati. Saya mempunyai pendapat yang saya sendiri masih belum sreg 100%, sedangkan suami mempunyai pendapat dari hasil pemikiran dan penelusurannya. Saya tidak berbicara tentang kesangsian akan ajaran agama sendiri, hanya saya sedang dalam proses pencarian. Salah satunya adalah : benarkah nantinya ada surga dan neraka? Apakah kita beribadah hanya untuk mengharapkan surga supaya tidak masuk ke neraka? bagaimana kalau ternyata surga dan neraka itu tidak ada, apakah kita tetap beribadah? kenapa beribadah tidak hanya dengan tujuan berucap syukur? masih banyak pertanyaan yang bergaung di kepala dan saya selalu haus ilmu untuk mencari jawabannya termasuk kemana kita setelah mati nanti.

Membicarakan dan mengingat tentang kematian membuat saya jadi selalu menghargai setiap detik kehidupan. Selalu bilang tentang saya sangat sayang dan cinta kepada orang-orang yang saya cintai, meminta maaf sesegera mungkin jika melakukan kesalahan, berterimakasih sebanyak mungkin akan banyak hal, berusaha dan belajar untuk tidak selalu mendongakkan kepala. Mengutip apa yang Tulus bilang, “kita tak pernah tahu berapa lama kita diberi waktu.” Kalau kata Bude saya, “hidup itu seperti pagi dan malam. Ketika kita tertidur saat malam, belum tentu kita bangun lagi saat pagi. Jadi sebelum tidur malam, selesaikan apa yang harus diselesaikan.”

Sebenarnya ngeri-ngeri sedap sih menuliskan tentang kematian di blog, apalagi mengangkat topik ini diawal minggu. Buat saya membicarakan atau menuliskan tentang kematian itu tidak masalah karena yang namanya mati itu pasti.

Kalau kalian, apakah pembicaraan tentang kematian itu tabu atau hal yang dihindari? Pernah membicarakan tentang kematian dengan pasangan atau orang terdekat? kalian ingin ketika sudah mati nanti orang mengingat kalian seperti apa? dan satu pertanyaan lagi, diluar apa yang sudah tertera dalam kitab suci, menurut kalian sendiri : kemana kita setelah mati? Pertanyaannya banyak ya, hanya ingin tahu saja persepsi tentang kematian.

Selamat mengawali minggu dengan kebahagiaan

-Nootdorp, 18 Maret 2018-

Kompetisi Penderitaan

A : Pas pembukaan 5, aku sudah ga kuat banget. Rasanya pengen dadah-dadah ke kamera menyerah. Padahal itu sudah 8 jam, stuck ga nambah.

B : Pembukaan 5 sih ga ada apa-apanya ya. Ga seberapa itu. Aku pas menuju ke pembukaan 9 baru tuh mulesnya ga kira-kira. Pas aku pembukaan ke 5 masih bisa akrobat segala. Pas pembukaan 9 sampai 5 jam tapi masih kuat ngeden.


A : Kerjaan kok gini-gini amat ya. Sudahlah gaji ga seberapa, bos galak, eh kolega di kantor pada sikut-sikutan pula.

B : Masih untung lho itu. Aku sudahlah gaji pas-pasan, musti biayain adik-adik sekolah pula dan ada tanggungan kredit rumah. Ngos-ngosan banget deh tiap bulan


A : Setelah melahirkan, aku sempat kena baby blues. Duh, ga enak banget ya rasanya. Gelap dan sedih berkepanjangan. Kira-kira sampai sebulanan kayak gitu.

B : Masih mending itu sebulan. Aku dulu sampai berbulan-bulan dan lebih parah dari itu. 


A : Tetanggaku ini lho, setiap siang hari muter lagu dangdut kenceng sekali. Ditegur berkali-kali kok ya tetep aja gitu. Aku yang sakit kepala jadi makin parah aja ini karena ga bisa tidur. Surem banget deh punya tetangga kayak gitu.

B : Dulu sebelum aku pindah ke rumah yang sekarang, tetanggaku muter lagu rock tengah malam kenceng banget. Aku di kantor sampai sering ketiduran gara-gara kalau malam ga nyenyak tidur denger lagu-lagu itu


A : Anakku ini lho kenapa ya umur 2 tahun masih belum bisa ngucapin sepatah katapun dengan jelas. Aku kan jadi gelisah gini. Dia cuma bisa ngedumel ga jelas gitu anaknya.

B : Anakku hampir 2.5 tahun ngomong masih belum bisa, jalan pun masih belum PD. Masih mending itu anakmu.


Dan daftar pun masih panjang.

Merasa seperti pernah dalam salah satu dari contoh perbincangan di atas? pernah menjadi A atau pernah menjadi B? Saya pernah menjadi kedua duanya. Pernah secara sadar maupun tidak sadar berkompetisi dalam penderitaan. Padahal lawan bicara inginnya mencurahkan isi hati, hanya ingin didengarkan, eh malah saya menimpali dengan kalimat yang bukannya menghibur atau menenangkan, malah membuat kalimat yang seolah-olah keadaannya tidak ada apa-apanya dibandingkan keadaan saya. Seakan saya ingin menegaskan bahwa dia harus bersyukur karena keadaan saya lebih terpuruk dibandingkan dia. Padahal yang namanya keadaan sedih atau sedang tidak beruntung, tidak ada yang bisa mengatakan bahwa siapapun lebih beruntung.

Dan ketika saya ingin mencurahkan isi hati karena sedih atau gelisah akan suatu hal, eh malah ditanggapi dan ditimpali bahwa penderitaan saya tidak ada seujung kuku dari apa yang pernah atau yang sedang dialami lawan bicara. Padahal saya hanya ingin didengarkan, bukan ingin mendengarkan perbandingan.

Semakin bertambahnya usia, saya semakin lebih belajar untuk mendengarkan, bahkan sampai sekarang dan sampai kapanpun. Tidak semua yang bercerita butuh nasihat, tidak semua yang berkeluh kesah butuh perbandingan, tidak semua yang bersedih butuh dihibur. Saya perlu banyak belajar untuk mendengarkan. Ketika mereka butuh tanggapan, saya akan menanggapi sesuai dengan kondisi. Sebisa mungkin tidak akan menasehati jika memang tidak diminta. Menahan diri untuk tidak cepat-cepat menimpali. Mendengarkan jauh lebih baik.

Setiap orang punya perjuangan masing-masing, tidak perlu berkompetisi dalam penderitaan.

Punya cerita seputar pengalaman di posisi A? atau di posisi B? atau keduanya? Gimana perasaanmu?

-Nootdorp, 12 Maret 2018-

Pernah Tirus

Tadi pagi sambil sarapan, sebelum kehebohan sehari-hari di rumah dimulai, saya melihat-lihat foto lama. Niatnya mencari foto jaman kuliah 3-4 tahun lalu. Saya sedang rindu dengan teman-teman kuliah, dengan mereka tempat saya berbagi canda tawa getir pahit jatuh bangun menyelesaikan perjuangan 2.5 tahun (mustinya 2 tahun, saya yang molor 0.5 tahun). Sudah tahu namanya kampus perjuangan, masih saja kecemplung di sana sampai 3 kali. Begitu melihat beberapa foto dengan mereka, tiba-tiba saya tergelak sendiri sambil mbatin, “pernah tirus ya.” Setelahnya saya membahas tentang “pernah tirus” ini dengan sahabat-sahabat saya di grup wa. Kami sampai menarik waktu kebelakang, saat pertama bertemu di kampus 19 tahun lalu. Semuanya sama-sama kurus dan pastinya juga tirus. Saat masalah terbesar dalam hidup hanya berputar pada kalkulus dan seputar mau makan apa akhir bulan saat uang mulai menipis. Maklum, anak kosan. Saking kurus dan tirusnya kami, sampai ada julukan kami sama-sama punya “wadah sabun” *mudah-mudahan ngerti ya istilah ini 😅 tapi saat itu, badan kurus dan pipi tirus yang saya miliki sebenarnya bukan berat badan ideal. Terlalu kurus. 

Badan saya ini sebenarnya tidak rewel. Mau naik atau turun berat badan bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Tidak pernah susah. Seperti jungkat jungkit. Malah lebih gampang turun daripada naiknya. Tapi itu dulu, sebelum usia 33 tahun. Setelah melewati usia tersebut, untuk membuat berat badan ideal harus dengan kerja keras. Bukan hanya mengatur pola makan tetapi juga olahraga. 

Saya selalu mengatakan berkali-kali bahwa saya tidak pernah percaya dengan yang namanya hasil yang instan tanpa berproses. Mau berat badan yang ideal, ya olahraga juga dong bukan hanya mengandalkan mengatur pola makan. Olahraga di sini jangan dibayangkan harus selalu gerak badan yang “hardcore” ya. Hardcore ini istilah yang saya buat sendiri ya untuk menyebut olahraga yang saya geluti dulu seperti Karate, Lari 10km-an, atau renang. Badan bergerak mengerjakan pekerjaan rumah seperti ngepel rumah manual merangkak, bersih-bersih taman, menyapu, bersih-bersih naik turun loteng rumah 3 lantai. Semuanya itu juga bisa disebut olahraga karena meng-olah-kan raga. Jalan kaki, naik sepeda dengan jarak tertentu juga termasuk olahraga. Yang penting badan gerak. Yang saya sebutkan tadi adalah jenis gerak badan yang saya lakukan setahun terakhir sejak tidak aktif lari.

Ok, kembali ke pembahasan pernah tirus. Dua anggota badan yang bisa jadi tolok ukur kalau badan saya tambah berisi adalah pantat dan pipi. Tidak perlu menimbang, kalau pantat sudah mulai agak semok atau pipi mulai melebar, tandanya berat badan saya sedang naik. Oh iya, perlu digaris bawahi yang saya maksud berat badan naik ini bukan massa ototnya bertambah ya, tapi benar-benar lemak. Karena sewaktu dulu saya rajin olahraga, berat badan malah naik karena larinya ke otot dan secara penampakan tetap sama. Berisi tapi padat. Nah ini yang saya bilang berat badan ideal. Sedangkan saat ini berat saya sedang tidak ideal karena lemaknya yang bertambah bukan otot. Makanya jadi melebar.

Terhitung sejak bekerja sampai saat ini, transformasi BB saya angka depannya pernah di angka 4, 5, bahkan 6. Jadi BB saya pernah di angka 40an kg, 50an kg, bahkan 60an kg. Kalau sekarang sih dikisaran 50an kg (yang kalau tidak direm bisa tembus ke 60kg😅). Walaupun saat ini bukan BB ideal, tapi ya sudahlah, sedang waktunya saja. Yang penting setiap hari badan saya selalu bergerak. Setidaknya lemak-lemaknya tiap hari ada yang luruh, meskipun langsung tergantikan dengan lemak-lemak yang baru *haha lha piye karepe *maklum, lagi banyak makan. 

Melihat transformasi pipi yang pernah tirus sampai saat ini pipi yang mengembang seperti diberi fermipan dan baking soda, membuat saya tetap tersenyum bahagia karena bisa menertawakan diri sendiri dengan transformasi tersebut. Seperti halnya tidak ada yang abadi di dunia ini, saya juga percaya dan yakin kalau pipi tembem ini juga tidak akan abadi 😅. Suatu saat akan kembali tirus, nanti pada saat yang tepat *halah, bahasaku ndakik-ndakik 😅

Kalau buat banyak orang pembahasan BB ini adalah hal yang tabu dan sensitif, buat saya tidak. Seperti juga saat membahas umur. Memang sekarang saya sedang semok-semoknya, saat beberapa tahun lagi menuju umur 40 tahun (Insya Allah). Mudah-mudahan tahun depan mulai menyusut.

Ada yang mau berbagi cerita tentang transformasi berat badan? Atau pernah tirus? Monggo lho dipersilahkan.

Selingan : saya tidak bisa menahan senyum setiap ingat selorohan bahwa kesuksesan lelaki setelah lulus kuliah bisa dilihat dari perubahan lingkar pinggangnya.

-Nootdorp, 7 Maret 2018-

Bercerita Tentang Makanan

Beberapa waktu lalu, seorang teman menyampaikan “protes” pada saya. Dia membaca tulisan saya sebelumnya dan rasanya tidak percaya kalau saya akan menulis hal yang receh seperti itu. Seperti bukan tulisan saya yang biasanya. Dan kalau membaca beberapa komentar, mereka pun bertanya, tumben saya menulis hal seperti itu. Tenang saja, tulisan itu akan menjadi permulaan dari tulisan-tulisan receh lainnya yang akan mengisi blog kami tahun ini 😅saya pastikan, tahun ini akan lebih banyak tulisan-tulisan santai di blog kami. Energi dan waktu yang biasanya saya gunakan untuk riset sana sini sebagai bahan tulisan di blog, kali ini saya pergunakan untuk hal yang lebih bermanfaat lainnya di dunia nyata. Jadi, selamat membaca tulisan saya yang santai-santai saja 😁 

Kali ini saya akan menuliskan beberapa hal yang berkaitan dengan makanan. Ya apalagi, makanan selalu membuat saya gembira, apalagi dingin begini.

1. Bawang Goreng Inly

Beberapa waktu lalu, kami mengadakan syukuran. Tidak terlalu yang besar-besaran, hanya mengundang keluarga dan teman-teman dekat. Karena rumah kami tidak terlalu besar, dari undangan yang disebar, acara dipisah pada 3 waktu yang berbeda. Jadi kloter pertama, untuk keluarga. Kloter kedua dan ketiga untuk teman-teman kami. Makanannya tentu saja masakan Indonesia. Karena waktu itu Ibu masih di sini, jadi kebanyakan Ibu yang masak. Saya kebagian yang ringan-ringan saja. Dan juga ada beberapa teman yang datang sambil bawa makanan. Mereka memang menanyakan sebelumnya apakah ada yang bisa dibantu berkaitan dengan makanan. Saya dengan tanpa sungkan langsung menyebutkan makanan yang bisa dibawa seperti kue-kue, campur Bali, jeroan (babat dan paru) goreng. Selebihnya menunya saya dan Ibu yang masak. Menunya adalah : mie goreng kuning, rendang, urap sayur, ayam panggang bumbu saus, sambel bajak, nasi kuning.


Dari semua menu di atas, salah satu yang menarik perhatian dan jadi pertanyaan terutama dari teman-teman saya adalah bawang goreng yang ada di dalam toples plastik. Mereka tanya apakah saya menggoreng sendiri bawangnya. Saya jawab : tentu sajaaaa….. tidak! 😅 saya suka sekali dengan bawang goreng. Kalau lagi rajin, saya selalu menggoreng sendiri. Tapi masalahnya rajin saja tidak cukup. Musti punya waktu yang cukup juga. Jadi, bawang goreng yang jadi primadona ini darimana? Saya beli di Inly. Tahu kalau keluarga Inly bisnisnya adalah berjualan bawang goreng dari salah satu tulisan Mariska. Sejak saat itu saya niat, kalau ada keluarga yang akan ke Belanda, saya akan nitip bawakan bawang goreng itu.

Pucuk dicinta, Ibu datang ke Belanda. Langsung saya hubungi Inly lewat twitter bertanya bagaimana cara pemesanannya dan bertanya bertahan berapa lama. Asli, ini bukan endorse-an. Sebagai penyuka bawang goreng renyah dan ga gampang melempeng, bawang goreng keluarga Inly ini josss banget. Tidak pakai tepung juga. Jadi asli bawang tanpa campuran. Saya beli 1kg yang dipisah menjadi 4 toples. Masih ada sisa 2 toples, saya sayang-sayang banget. Yang penasaran dan berminat, silahkan hubungi Inly ya. Ini testimoni dari konsumen yang puas. 

Penampakan bawang goreng Inly jadi taburan. Ini foto teman saya
Penampakan bawang goreng Inly jadi taburan. Ini foto teman saya

2. Sayur Daun Kelor aka Gengan Maronggi

Pada postingan tentang masakan rumah, saya menyebutkan kalau salah satu masakan yang saya kangeni dari rumah adalah gengan maringgi atau sayur kelor. Sayangnya, selama di Belanda, saya belum pernah menemukan yang namanya daun kelor. Kalau buah kelor aka kelentang, saya selalu beli di pasar. 

Nah sewaktu awal Ibu di sini, kami ke toko Asia, mau beli tempe. Tiba-tiba Ibu bilang, “Lho Den, katanya ga ada maronggi, lha ini ada” lalu saya ambil bungkusan itu. Owalaahh ternyata daun kecil-kecil yang hampir selalu ada di rak itu maronggi aka daun kelor tho. Saya ga ngeh sama sekali. Lagian selama di Indonesia, saya jarang memperhatikan daun kelor itu bentuknya seperti apa. Yang saya perhatikan dengan seksama kalau sudah dikirimi sayur kelor oleh tetangga dalam keadaan siap santap haha.

Waahh, saya tentu saja senang sekali ternyata kelor dijual di toko Asia. Sejak saat itu, kerinduan saya untuk makan sayur kelor terobati. Harganya pun tidak semahal buah kelornya. Sudah beberapa kali saya membuat sayur kelor dimasak pake kunci. Segernya luar biasa. Ini salah satu penampakan sayur kelor bersama lauk pauk lainnya. Teman saya yang sedang mampir ke rumah sampai nambah 3 kali hahaha. 

Sayur kelornya yang di dalam panci
Sayur kelornya yang di dalam panci

Pernah dengar mitos atau cerita seputar kelor ga? Kan katanya bisa merontokkan susuk haha. Kalau buat orang Jawa katanya kelor buat memandikan mayat ya.

3. Pecelan Komplit

Sabtu minggu lalu ada acara kumpul-kumpul di salah satu rumah teman di Rotterdam. Masing-masing orang yang datang bawa makanan. Tuan rumah masak ayam saus dan bakso lengkap dengan balungan dan gajih-gajihnya. Ada yang bawa siomay dan cendol. Ada yang bawa onde-onde dan kue. 


Saya sejak awal menawarkan akan membawa pecelan lengkap dengan sambel tumpang dan mendol. Sambel tumpang dan mendolnya saya buat asli dari tempe yang sudah kadaluarsa satu bulan. Jadi rasanya ciamik soro. Nah, bumbu pecelnya, Ibu yang membuat sebelum berangkat ke Belanda. Jadi Ibu membawa 2kg sambel pecel. Enak banget sambel pecel buatan Ibu. Sambel pecel Nganjuk gitu. Terasa bumbunya. Testimoni dari yang pernah merasakan seperti itu. Malah ada yang pesan untuk dibawakan. Makanya saya irit-irit sekali makan sambel pecel. Harus cukup sebelum nanti kami liburan ke Indonesia. Selain itu, sayuran di pecel yang saya bawa ada kenikirnya. Ini juga dibawa Ibu dari desa. Jadi kenikirnya dikeringkan. Harta berharga sekali kenikir ini, makan juga saya irit supaya tidak cepat habis. Maklum, di Belanda saya belum pernah menjumpai kenikir.

Pecelan Komplit
Pecelan Komplit

Suami saya doyan sekali dengan mendol dan pecel. Walaupun dia tahu mendol dibuat dari tempe kadaluarsa, tetap saja dimakan dengan hati gembira.

Nah, itu cerita singkat saya tentang beberapa hal yang benang merahnya adalah makanan. Suhu di Belanda minggu ini semakin drop. Di tempat tinggal kami kalau pagi sampai minus 8. Besok malah sampai minus 10. Bahkan di beberapa kota, salju datang lagi. Dalam minggu ini salju nampaknya akan rata datang lagi. Matahari sih sebenarnya bersinar cerah sekali, cuma dingin dan anginnya yang tidak kuat. Kami yang biasanya hampir tiap hari jalan kaki cari udara segar kalau siang atau sore, seminggu ini rencananya di rumah saja. Saya sudah kangen sekali hangat matahari. Supaya kalau mau beli tempe ke toko yang jalan kaki cuma 5 menit tidak harus ribet dengan pakaian yang membutuhkan waktu lebih dari 15 menit. 

Jadi, ada rencana makan siang apa kalian? Sewaktu saya jadi mbak kantoran di Indonesia, pertanyaan mau makan siang apa sudah didiskusikan satu ruangan semenjak jam 8 pagi 😅Besok siang saya ada rencana masak jamur goreng pedas, sambel tempe kemangi dan oseng kangkung. Ya mudah-mudahan rencana bisa terlaksana supaya tidak berhenti jadi wacana.
-Nootdorp, 26 Februari 2018-

Cinta Sendiri

Jam 7 malam, saat saya dan suami makan malam, entah kenapa saya mengajukan pertanyaan yang melintas di kepala.
Saya : Seberapa besar kamu percaya sama aku?

Suami : Aku tidak pernah meragukan kamu

Saya : Bagaimana kalau aku suatu hari nanti kembali ke mantan?

Suami : Aku tidak pernah meragukan kesetiaanmu pada keluarga kita

Saya : Tapi aku tidak bisa memastikan apakah hatiku tidak goyah ketika bertemu dengan mantan yang paling melekat dalam hidupku

Suami : Mantanmu yang mana yang paling melekat? (Hahaha berasa mantan dari istrinya ada banyak *lalu muter lagu Mantan Terindah). Aku tidak mau berandai-andai sesuatu yang belum terjadi

Saya : Aku hanya ingin mengatakan bahwa kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan, termasuk masalah mantan.

Lalu sayapun bercerita ke suami tentang kabar perceraian Pak Ahok dan Bu Vero. Ya menghubung-hubungkan dengan perbincangan kami di atas. Karena sebelum tidur biasanya saya menonton YouTube tentang kulineran atau video klip lagu-lagu dan juga beberapa gosip di Tanah Air, makanya saya tahu tentang kabar ini dan itu. Tapi tenang saja, saya tak akan menggosip atau mengulik kebenaran tentang cerita Pak Ahok dan Bu Vero. Itu bukan urusan saya.

Kembali ke perbincangan saya dan suami, saya lalu bercerita kalau hati saya ini gampang sekali lemah kalau lihat lelaki yang pintar, cerdas tapi tidak menampakkan kepintaran dan tidak terlalu banyak omong. Dan saya juga bercerita kalau saya ini gampang sekali terkena cinta lokasi. Waktu kerja di Jakarta dulu, saya dua kali (tentu saja dalam dua waktu yang berbeda ya 😅) terkena cinta lokasi. Sering berada dalam satu project, pulang malam-malam karena lembur, dan sering curhat-curhatan (bahaya banget nih yang namanya curhat), lama-lama hati goyah juga walaupun ujung-ujungnya yang terakhir harus memunguti hati yang berceceran di lantai karena Cinta Sendiri (lalu nyanyi lagunya Kahitna)

Perbincangan kami semakin dalam. Saya juga bercerita kalau saya ini tipe pemburu (hahaha lalu ngebayangin berburu pakai senapan). Kalau saya suka dengan seseorang, lebih baik saya mengatakan kalau saya suka daripada memendam. Saya tidak suka memendam perasaaan atau menunggu dia ngomong tapi tidak tahu kapan atau digantung tanpa kepastian *tsaahhh bahasanya 😅 intinya mending saya ngomong kalau suka daripada penasaran seumur hidup. Buat saya ngomong suka ke seseorang yang saya suka itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan harga diri atau gender. Kalau ngomong suka duluan bukan berarti lalu harga diri saya langsung murahan atau ga pantas kalau perempuan ngomong suka ke laki-laki terlebih dulu. No no, itu tidak ada dalam kamus saya. Tapi saya kalah cepat dengan suami. Dia lebih cepat ngomong duluan sebelum saya menyadari kalau saya suka dia haha.

Ujung-ujungnya suami komentar, “wah, aku jadi berpikir nih kalau kamu kerja kantoran nanti, mudah-mudahan ga terlibat cinta lokasi ya. Kan katanya hatimu lemah kalau kenal lelaki yang pintar” lalu saya balas dengan senyum-senyum saja, menggoda dia tentu saja.

“Tenang saja suamiku, mudah-mudahan istrimu ini selalu dikuatkan hatinya untuk selalu menjaga kesetiaan kepada keluarga kita. Apa yang sudah kita perjuangkan dan kita lalui sejauh ini mudah-mudahan tidak akan kutukar dengan godaan sesaat. Semoga”

Meskipun kadang-kadang saya suka cerita ke suami sih, penasaran dengan kabarnya mantan(-mantan). Kira-kira kabarnya (mereka) bagaimana ya. Trus suami sering menanggapi,”ya googling aja. Pasti ketemu kok.” Halah, malah ditanggapi 😅 saya bukan tipe orang yang akan kembali ke Mantan. Karena yang namanya Mantan, ya itu adalah masa lalu yang letaknya dibelakang. 

Ada yang punya pengalaman dengan mantan? Atau dengan Cinta Sendiri? Atau dengan Cinta Lokasi?. Lalu dibuka sesi curhat pada kolom komentar 😁

Selamat hari Senin, semoga minggu ini lancar ya semua kegiatannya.

*postingan kali ini diiringi oleh lagu-lagu Kahitna, supaya makin menghayati

-Nootdorp, 11 Februari 2018-

2017 dan 2018

Cover

Setelah hiatus beberapa bulan, mudah-mudahan blog ini kedepannya akan kembali menyemarakkan dunia perbloggan dan menelurkan tulisan-tulisan yang berfaedah *gimana berfaedah, judulnya aja ga kreatip plus pembukaan tulisan diawali dengan kata “menelurkan” *Hah, ya sudahlah. Mau nulis begini saja harus nyicil beberapa hari, mencari inspirasi. Saya rasa kali ini lebih sulit menulis blog dibandingkan menulis tesis. Ya bagaimana tidak, satu kata lalu hapus, ganti lagi hapus lagi. Macam mau kirim sms ke gebetan pada jaman dulu *lalu tsurhat.

Jadi siapa yang kangen dengan saya blog kami? Jangan malu-malu silahkan komen kalo kangen *lalu banyak yang melipir pergi :))) Saya menerima beberapa email dan pesan langsung, menanyakan keberadaan saya kok lama tidak muncul menulis di blog. Ada yang saya jawab apa adanya dan ada juga yang saya jawab seadanya. Tergantung seberapa dekat saya mengenal yang bertanya. Terima kasih ya yang sudah menanyakan kabar saya dan keberadaan blog kami. Pada tulisan perdana di 2018 ini, saya mau menulis secara singkat dan mudah-mudahan padat apa saja yang sudah kami lewati di 2017 dan apa harapan kami di 2018

2017

KEHIDUPAN

  • Senang sekali tahun 2017 Ibu dan Adik saya bisa berkunjung ke Belanda meskipun tidak dalam waktu yang bersamaan. Mungkin karena saya lama tidak pulang (sudah tiga tahun), jadi mereka ingin memastikan bahwa saya baik-baik saja di negara ini (ini asumsi saya saja sih :D). Selama Adik saya di sini, bisa mengajaknya jalan-jalan ke beberapa tempat wisata di Belanda, ke Belgia dan juga Paris. Tetapi ketika Ibu di sini, karena musim dingin yang memang dinginnya ekstrim untuk ukuran Ibu saya, akhirnya kami tidak kemana-mana. Hanya di rumah saja dan jalan-jalan seputaran Den Haag.
  • Tidak berapa lama setelah Ibu sampai Belanda, salju datang. Senanglah Ibu melihat salju pertama kali. Rejeki buat Ibu karena tidak disangka salju kali ini turun dengan lebat selama dua hari. Saking senangnya Ibu, di hari pertama salju Beliau malah jalan-jalan disekitar rumah untuk memantau keadaan katanya haha. Selama di Belanda, tempat yang paling sering Ibu kunjungi sendirian (naik tram sendiri tanpa saya temani) adalah Pasar. Kata Ibu, kalau ke Pasar selalu membuat Ibu senang.
  • Setelah sekitar 10 tahunan saya tidak mengkonsumsi Unggas dan Daging, akhirnya tahun 2017 saya memutuskan kembali untuk mengkonsumsinya karena tubuh saya membutuhkan asupan zat besi lebih dari biasanya. Setelah kembali mengkonsumsi, perlahan kembali naik dan mencukupi sesuai yang dibutuhkan tubuh saya.
  • Awal tahun 2017, ada satu tulisan saya dimuat di buletin Maiyah. Ini karena salah satu editornya menghubungi saya untuk menuliskan pengalaman menghadiri acara Cak Nun di Amsterdam dan testimoni selama mengikuti Maiyahan di Surabaya dan Jakarta.
Buletin Maiyah
Buletin Maiyah
  • Lumayan produktif mengirimkan video-video ke Net CJ yang artinya juga semakin menambah tabungan saya. Rasanya senang karena video ditayangkan di TV, sesekali saya juga bisa numpang nampang, dibayar pula. Tabungannya kan bisa menambah biaya selama liburan ke Indonesia.
  • Banyak berkah dan rejeki yang kami dapatkan di tahun 2017. Semoga kami tidak terlena dan tidak lupa untuk selalu bersyukur atas segala amanah ini.

JALAN-JALAN

Banyak syukur karena tahun 2017 membawa kami ke beberapa negara baru, terutama saya ya karena memang untuk pertama kalinya mengunjungi negara-negara tersebut seperti Belgia, Austria, Ceko. Tidak hanya negara saja, beberapa kota baru juga sempat kami datangi. Beberapa cerita sudah saya tuliskan, tetapi banyak juga yang belum sempat terdokumentasikan secara tulisan di blog ini. Mudah-mudahan punya mood baik untuk berbagi cerita.

BUKU YANG DIBACA

Saya gembira sekali 2017 menjadi tahun yang produktif dalam hal membaca, setidaknya dibandingkan tahun 2016. Sejak bertekad untuk mengurangi intensitas memandangi layar Hp, saya jadi banyak waktu untuk membaca. Mengikuti Reading Challenge yang diadakan Goodreads setiap tahunnya, dimana setiap tahun saya selalu membuat target 50 buku -dan selalu tidak tembus-. Tahun 2017 saya berhasil menyelesaikan membaca 25 buku. Walaupun secara kuantitas hanya 25 buku, tetapi secara halaman, buku-buku yang saya baca lumayan tebal dan membutuhkan waktu untuk mencernanya. Jadi buat saya, bukan bacaan yang terlalu ringan karena tidak bisa terburu-buru dan harus mengerti dulu sebelum masuk ke halaman selanjutnya. Mudah-mudahan nanti saya bisa menuliskan secara terpisah buku apa saja yang sudah saya baca selama tahun 2017 karena ada beberapa buku yang memang bagus sekali.

LAIN-LAIN

Itu sih yang saya ingat karena selebihnya sudah pernah saya tuliskan di blog ini selama 2017. Nanti kalau tiba-tiba ada yang teringat akan saya update lagi.

 

2018

Ada beberapa rencana yang ingin saya (dan kami) lakukan di tahun 2018. Semoga terealisasikan. Ini yang saya tulis yang bisa saya bagi saja ya karena selebihnya kami simpan sendiri.

  • Saya kembali memasang target 50 buku yang akan saya baca tahun ini, setidaknya itu yang saya ikuti untuk Reading Challenge di Goodread (ayo siapa yang punya akun Goodreads, bisa ikutan challenge ini, lumayan bikin termotivasi). Setidaknya itu yang saya inginkan. Setelah tahun kemaren kepala dibuat berasap dengan topik-topik buku yang saya pilih, tahun ini saya mau santai-santai saja memilih bahan bacaan yang ringan. Ketika Ibu akan ke Belanda, titipan terbanyak saya adalah buku. Ada 17kg sendiri untuk berat buku-buku yang dibawa. Saya sangat senang sekali karena akan banyak membaca buku berbahasa Indonesia dan kebanyakan adalah novel serta cerita-cerita ringan. Tidak lagi didominasi oleh topik yang membuat kepala berasap.
  • Tahun ini kami sekeluarga berencana mengunjungi beberapa negara baru. Dan tahun 2018 menjadi tahun yang menantang buat kami dalam hal jalan-jalan. Bukan menantang karena negara yang akan dikunjungi, tetapi lebih menantang dalam hal pelaksanaannya. Semoga lancar dan bisa berbagi cerita di blog.
  • Akhir tahun kami berencana untuk liburan ke Indonesia. Akhirnya ya, setelah dua tahun berturut ada rencana ke Indonesia selalu tertunda karena beberapa hal. Mudah-mudahan 2018 liburan ke Indonesia benar-benar terlaksana karena setelah nanti hampir 4 tahun saya tidak pulang, kami akan tinggal minimal 2 bulan di sana (rencananya sih 3 bulan). Jadi banyak kesempatan jalan-jalan juga mengunjungi beberapa kota di luar pulau Jawa. Tapi Suami tidak bisa berlama-lama liburan, jadi kembali terlebih dulu ke Belanda.
  • Tahun ini saya ingin kembali bisa mengikuti lomba lari. Setidaknya bisa kembali ke 10km. Setelah setahun lebih cuti dari dunia lari dan beralih ke Yoga (selain jalan kaki dan bersepeda), saya kangen juga ikutan lomba-lomba gitu. Bukan buat gaya-gayaan, tapi untuk memotivasi diri sendiri supaya lebih rajin berlatih. Semoga!
  • Lebih rajin menulis di blog.
  • Lebih banyak bersyukur atas segala apa yang sudah kami punya saat ini
  • Meluangkan waktu untuk menyapa kenalan atau teman atau keluarga yang sudah lama tidak saling berkirim kabar.
  • Ujian ONA tahun ini harus lulus (iya, saya belum ujian ONA), sebelum kena denda DUO dan didepak dari Belanda (semoga malasnya bisa diusir jauh-jauh dari badan saya). Januari saya tepat tiga tahun di Belanda, seharusnya sudah lulus semua ujian. Tapi saya masih nyangkut di ONA, belum ujian malahan.
  • Bisa nambah kopi darat dengan blogger-blogger yang saya kenal setelah bulan Januari bisa bertemu Maureen di rumah kami. Akhirnya ya Bu Dosen, setelah beberapa kali janjian yang tak bisa terealisasikan, kita dipertemukan oleh undangan dadakan :))) Selain itu, awal tahun ini saya juga diberikan berkah bisa kenal lebih dekat dengan Astrid meskipun kami belum pernah bertemu langsung, masih sebatas percakapan lewat WhatsApp beberapa minggu lalu tetapi sudah sangat intens. Saya selalu mengatakan ke Astrid bahwa dia adalah perpanjangan tangan Tuhan untuk menolong saya pada saat yang sudah genting. Saya selalu percaya bahwa tidak ada yang namanya kebetulan. Semua ini sudah diatur oleh Yang Kuasa. Terima kasih Astrid.
  • Semoga ada waktu untuk bertemu dengan sahabat-sahabat saya yang sudah selama hampir 20 tahun kami bersahabat. Karena mereka inilah yang membuat saya selalu waras -melewati beberapa kali masa-masa sangat sulit dalam hidup,termasuk baru-baru ini- dengan guyonan receh ala kami dan nasihat tapi tidak menggurui.
  • Karena ditahun 2017 entah kenapa saya mendadak jadi tidak suka sayur padahal sebelumnya saya adalah orang yang tidak bisa makan tanpa sayur, maka target di tahun 2018 ini saya ingin kembali bisa mengkonsumsi sayuran (terlebih yang mentah).
  • Rencananya ingin daftar kuliah. Tapi kok ya semakin kesini rasanya makin males. Mudah-mudahan apapun itu apakah kuliah ataupun kursus, yang penting tahun ini saya ingin belajar hal baru.

 

Setidaknya itu yang bisa saya tuliskan kali ini. Semoga kami sekeluarga selalu diberikan kesehatan yang baik dan umur yang berkah sehingga bisa melalui setiap waktu di 2018 ini dengan bahagia dan berbagi kebahagiaan, kegiatan yang bermanfaat dan tidak lupa banyak bersyukur. Dan untuk mereka yang sedang berjuang (berikhtiar) dalam hal kesehatan, karir, keluarga atau apapun itu, saya haturkan doa semoga perjuangannya diberikan kemudahan untuk mencapainya dan kelancaran pada saat prosesnya.

-Nootdorp, 1 Februari 2018-