Perasaan Iri Pada Hasil

Ladang Tulip di Lisse

Pagi ini, saya berbincang dengan seorang sahabat. Salah satu topik yang kami obrolkan, jadi insipirasi untuk saya tuliskan di sini. Sebenarnya hal ini juga mengusik pikiran saya akhir – akhir ini. Tentang perasaan iri pada hasil, bukan pada proses.

PEKERJAAN

Saya teringat saat masih bekerja di Indonesia. Setiap tahun, selama sekitar 13 tahun bekerja penuh waktu (pada beberapa perusahaan berbeda), saya pasti mendapatkan promosi. Terutama saat bekerja di kantor yang terakhir. Posisi dari bawah saat masuk, sampai mempunyai posisi yang lumayan saat saya memutuskan berhenti dari kantor tersebut. Sering mendengar desas desus tentang saya dari departemen yang lain, baik itu yang diucapkan langsung pada saya maupun dengar dari orang lain semacam begini : Den, enak banget ya jadi loe, tiap tahun dapat promosi. Kita – kita yang sudah lebih lama kerja, jangankan promosi, naik gaji aja seret. Iri tahu sama loe anak baru tapi karir melejit. Atau Den, kerjaan loe enak bener ya, cuma jalan – jalan tugas ke luar kota, tapi akhir tahun selalu naik jabatan. Atau yang bikin panas telinga denger dari orang lain : Deny sih ga heranlah kalau tiap tahun bisa promosi mulu, nah dia deketnya ama bos – bos gede. Gampang aja buat dia naik level, padahal kerjaannya jalan – jalan mulu. Balik kantor ngurusin claim, meeting, jalan – jalan lagi.

Mereka cuma melihat hasilnya saya tiap tahun dapat promosi, naik level, naik gaji. Yang mereka tutup mata padahal tahu dengan pasti kalau kerjaan saya tidak hanya sekedar “jalan – jalan” melainkan ya memang kerja tapi tidak di kantor. Mereka tahu pasti kalau nyaris tiap malam saya lembur dan pulang dini hari. Mereka tahu pasti kalau sedang di luar kota, saya jelas bukan jalan – jalan tapi ngurusin kerjaan di lapangan trus sampai hotel masih harus mengerjakan laporan ini itu. Mereka tahu pasti kalau saya dekat dengan bos – bos besar karena ya memang laporan saya ke mereka dan saya itu bawahan langsung mereka. Jadi, orang – orang yang menuding dan bilang iri tersebut tutup mata dengan segala proses berdarah – darah yang saya lewati, tapi yang mau dilihat bahwa saya ini enak kerjaannya sim salabim langsung naik jabatan, naik gaji padahal anak baru. Mereka padahal tau kerjaan saya tidak mudah dan apa yang saya dapatkan tiap tahun itu ya hasil dari kerja keras saya, bukan hanya leyeh – leyeh semata. Heran, gitu kok ya sempat – sempatnya iri wong saya berhak atas segala pencapaian tersebut.

Ya kalau mau hasilnya saja tapi tidak mau melewati prosesnya, akeh koncone Cak! Ini padahal yang dilihat mata tiap hari, masih saja tudingan ini itu disampaikan. Kalau mau enaknya saja tanpa mau melewati prosesnya, ya jadilah anak sultan yang tanpa bekerja keras sudah bergelimang harta macam Paman Gober.

PANDEMI

Saat ini, negara – negara di Eropa (Saya tidak terlalu mengikuti perkembangan saat ini sebenarnya untuk seluruh negara di Eropa, hanya tahu beberapa gelintir saja beritanya), sudah mulai ada pelonggaran aturan terkait pandemi. Di Belanda sendiri, sabtu besok sudah ada banyak sekali pelonggaran aturan misalkan tidak adanya lagi kewajiban memakai masker di semua tempat kecuali tempat – tempat yang susah menjaga jarak misalkan di kendaraan umum, sudah bisa menerima tamu tanpa ada batasan maksimal, sudah bisa berkumpul dengan banyak orang di luar ruangan tanpa batas maksimal dan sebagainya. Kehidupan perlahan tapi pasti sudah menuju normal. Vaksin pun di sini cepat sekali sudah menjangkau umur yang muda. Jadwal konser pun sudah mulai padat.

Lalu saya membaca sliwar sliwer status dari mereka yang di Indonesia, menuliskan semacam begini : Iriiii banget dengan Eropa yang sudah mulai berjalan normal lagi kehidupannya. Kita – kita yang di sini jalan di tempat malah nambah banyak kasus baru. Kapan deh Indonesia ini kayak Eropa, sudah enak banget sekarang bisa nonton konser, nonton bola rame – rame tanpa masker.

Kalian – kalian yang menulis itu, yang sehari – harinya tetap runtang runtung ha ha hi hi dempet – dempet an, masih doyan nongkrong bareng, senam rame – rame satu ruangan tanpa ada jarak yang cukup luas, datang ke kondangan rame – rame penuh sesak, liburan tetap jalan lintas provinsi kota negara, lalu dengan sadar menulis status tersebut iri pada keadaan Eropa saat ini. Pernah tidak timbul iri pada kami di sini yang 1.5 tahun ini berjuang mengikuti segala anjuran pemerintah. Pernah tidak terbersit iri pada kami di sini yang mau ketemu orangtua saja harus kami tahan – tahan sekian bulan lamanya padahal jarak antar rumah tidak terlalu jauh. Pernah tidak kalian iri pada kami yang tidak bisa keluar sampai malam karena ada jam malam yang kalau dilanggar denda besar menanti. Pernah tidak kalian iri pada banyak usaha di sini yang bangkrut karena pandemi berlangsung, banyak yang terkena pemutusan hubungan kerja, pada anak – anak yang tidak punya kehidupan normal bisa bermain dengan yang seusia dan harus puas main di rumah saja. Pernah tidak ada rasa iri saat kami benar – benar di rumah saja tidak bisa bertemu teman – teman, mau ke sana sini segalanya terbatas karena lokdan lokdon sampai berseri – seri. Pernah tidak kalian iri saat kami penuh rasa cemas mengirim anak ke sekolah padahal situasi masih belum aman benar, deg – degan kalau ada apa – apa nantinya dengan anak bagaimana. Pernah tidak kalian iri dengan rasa takut yang kami rasakan dengan adanya pandemi ini sehingga kami dengan sadar diri benar – benar menjaga diri di sini supaya semua cepat selesai, sadar menghindari kerumunan supaya virus tidak makin merajalela.

Yang kalian lihat saat ini adalah hasilnya dari proses yang berdarah – darah dari semua lapisan di sini selama 1.5 tahun. Kalian – kalian yang menulis status seperti itu, bisa lho seperti kami saat ini, jika kalian ambil bagian berpartisipasi tertib sadar diri untuk tidak makin memperkeruh keadaan dan suasana di Indonesia. Bisa lho ambil bagian yang paling gampang saja untuk tidak berkumpul tidak jelas kepentingannya supaya kasus positif di sana semakin menurun. Bisa lho menahan sejenak hasrat untuk tidak liburan kalau kondisi saat ini belum memungkinkan, kalau tidak ada kepentingan yang sangat mendesak. Jadi, kalian yang menulis iri pada kondisi di Eropa saat ini, sudah seberapa jauh partisipasi kalian membuat kasus positif di sana makin menurun. Sudah seberapa besar kesadaran kalian menjaga diri sendiri dan orang lain. Sebelum menuliskan kata iri pada hasil saat ini, pernahkan kalian iri pada proses yang kami jalani 1.5 tahun ini? *Iya, ini saya menuliskan dengan rasa gemas. Gregetan nemen rasane. Kalau kata sahabat saya tadi : Ikhtiarnya beda, hasilnya juga beda.

Jadi, jangan iri kalau ikhtiar kalian sebatas ongkang – ongkang kaki nangkring kanan kiri rame – rame setiap hari di tempat keramaian, trus nulis iri dengan kondisi di Eropa saat ini.

KEHIDUPAN DI LUAR NEGERI

Membaca komen dari Eva, jadi terpikir menambah tulisan ini satu poin. Saat masih tinggal di Indonesia, setiap melihat kenalan atau teman yang tinggal di luar negeri, suka terbersit rasa iri. Merasa kalau tinggal di LN seperti di Eropa atau Australia itu kok rasanya enak sekali. Berasa nyaman melihatnya, berasa kehidupan mereka kok enak sekali. Nampaknya saat itu saya termakan tampilan di film romantis yang pengambilan gambarnya tentu saja diambil bagian yang indah – indahnya saja.

Sekarang, saat sudah tinggal di Eropa, jadi tahu aslinya seperti apa. Yang ditampilkan mereka yang saya lihat dulu memang tidak salah. Sekali lagi, mereka menampilkan hanya yang ingin ditampilkan saja. Ya cerita dibaliknya biasanya disimpan dalam tumpukan baju yang belum sempat diseterika. Setelah saya mengalami sendiri saat ini tinggal di Belanda, woohhh ternyata yo ga semulus yang dibayangkan dahulu kala. Penuh perjuangan. Dari adaptasi bahasa, adaptasi cuaca, lingkungan, masyarakat sekitar dsb. Belum lagi susah minta ampun cari kerja yang sesuai minat, latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja sebelumnya. Belum lagi drama – drama pertemanan, kangen dengan makanan asli Indonesia, kangen dengan saudara – saudara, tidak punya saudara sedarah di tanah rantau, birokrasi setempat, semua dikerjakan berdua tanpa ada mbak yang membantu, mau makan tempe aja penuh perjuangan, dan segunung permasalahan yang ada.

Tinggal di sini memang enak, nyaman, dan menyenangkan. Tapiii itu semua tentu saja tidak afdol kalau tidak disertai lika liku kerikil dan sandungan. Jadi, jangan melihat enak – enaknya saja ya kalau melihat kami yang di sini. Kami setiap hari berjuang dengan segala adaptasi yang ada. Jangan melihat yang tinggal di LN itu otomatis bergelimang harta ya. Kami di sini tidak kalah kencangnya untuk menabung dan berhemat. Maklum, bukan keturunan sultan yang bisa mandi uang setiap hari. Jangan melihat mereka yang pekerjaannya sudah ok itu mendapatkannya dengan mudah ya. Ada perjuangan panjang dibaliknya, berdarah – darah sampai posisi bagus saat ini. Jangan melihat kalau menikah dengan WNA itu pasti jaminan mutu nyaman ya. WNA bukan mesin ATM yang kapanpun bisa mengeluarkan uang. Ada cerita yang sering tak ditampilkan bagi pasangan yang mengikuti tinggal di LN. Ada harga yang harus dibayar saat meninggalkan tanah air.

Jadi, tidak perlu iri dengan kami yang tinggal di LN. Kita sama, berjuang setiap hari dengan permasalahan masing – masing. Saat musim dingin, perjuangan tinggal di sini jadi semakin berlipat. Semua tempat pasti ada enak dan tidaknya. Sudah satu paket. Kita sama, bahagia tiap saat dengan berkah masing – masing. Tidak usah iri pada mereka yang menikah dengan WNA. Percayalah, yang kalian lihat nampak mulus – mulus saja, tidak selalu seperti itu. Kembali lagi, apa yang kalian lihat di media sosial, itu adalah yang memang ingin ditampilkan. Bagian gosrek WC kan ya males untuk ditampilkan di media sosial. Bagian berantem dengan pasangan masak iya musti dipamer di medsos. Banyak bagian – bagian kami simpan sendiri. Tak perlu semua orang tahu.

Hidup memang sawang sinawang. Melihat yang lain nampak lebih baik hidupnya. Padahal kalau melihat hidup sendiri, tak terhitung berkat yang bisa disyukuri. Jadi, sering – sering menengok diri sendiri ya, jangan terlalu lama melihat yang jauh dari mata. Nanti mata jadi sakit dan hati jadi jauh dari rasa syukur.

MEDIA SOSIAL

Dengan adanya media sosial yang berlomba – lomba ingin menampilkan apa yang terbaik dari penggunanya, tak hayal hal tersebut gampang memantik rasa iri dari yang melihat. Ada satu yang terlupa, bahwa yang ditampilkan mayoritas adalah hasilnya, bukan prosesnya.

Ada yang menampilkan badan jadi langsing dan berbentuk, lalu jadi iri. Membandingkan dengan diri sendiri yang badannya masih ginuk – ginuk. Sudah tanya belum pada yang bersangkutan prosesnya bagaimana badan jadi bagus begitu. Kalau sudah dikasih tau prosesnya dengan mengatur pola makan lebih sehat dan rutin olahraga, mau mengikuti tidak? Jangan – jangan tidak mau bersusah payah berusaha, hanya berhenti pada rasa iri saja lalu jadi penyakit hati.

Kalau melihat ada rumah kece dengan desain yang bagus, lalu timbul rasa iri dan merutuki diri sendiri kenapa tidak bisa punya rumah semacam itu. Sudah pernah berusaha semaksimal mungkin belum supaya punya rumah impian semacam itu? Pernah menjadikan postingan rumah bagus tersebut sebagai motivasi untuk semakin rajin menabung, rajin berinvestigasi, mencari pekerjaan yang lebih baik supaya dapat gaji yang lebih besar? Jika semua sudah dilakukan tapi rumah yang diimpikan tersebut belum terjangkau, ya sudah syukuri yang ada sekarang. Jangan merutuki diri sendiri dan melihat rumah yang ada saat ini terlihat jelek. Bagaimanapun juga, tempat berteduh yang sekarang pun hasil dari keringat sendiri, tidak mengutang, dan jadi hunian yang sangat layak. Mungkin nanti ada rejeki lebih dan berjodoh dengan rumah yang diinginkan, itu urusan nanti saja. Kalau terlalu jauh melihat, terkadang suka lupa mensyukuri yang ada di depan mata.

Kalau melihat postingan anak yang sudah pintar ini itu lalu timbul rasa iri kenapa anak sendiri tidak bisa, sudah pernah tanya prosesnya bagaimana anak tersebut sudah bisa? Sudah pernah tahu konsep bahwa tiap anak unik dengan kemampuan yang berbeda? Sudah pernah tahu proses dari orangtuanya bagaimana mengajari mereka? Apakah pernah bertanya kepada anak tersebut dia bahagia dengan apa yang dia bisa sekarang? Pernah melihat sendiri apakah mereka menikmati prosesnya? Jangan – jangan yang melihat hanya silau pada hasil karena tidak pernah ditampilkan prosesnya seperti apa. Silau pada senyuman orangtua dan si anak. Lupa bersyukur bahwa anak sendiri pun kemampuannya banyak yang bisa dibanggakan.

Hanya karena beda dengan anak orang lain di media sosial, mata jadi seperti terbutakan dengan apa yang ada di depan. Ini saya mendapatkan banyak cerita beberapa tahun lalu kalau ibuk – ibuk suka membandingkan anaknya dengan anak artis A, pesohor B atau anak siapapun yang kok dirasa pintar sekali sudah bisa salto, sudah bisa koprol, bisa menyelam sambil dansa -misalnya- sedangkan anak sendiri kok ga bisa. Lalu mengeluh dan memarahi anaknya kenapa kok ga bisa begini begitu. Lah kan ya sedih kalau begitu. Jangan begini ya para orangtua. Jangan silau dengan apa yang nampak di media sosial. Kita tidak tahu dibalik apa yang ditampilkan di sana.

Banyak hal – hal di media sosial yang bisa dijadikan contoh bagaimana hal – hal yang nampak sederhana saja gampang menimbulkan rasa iri. Kita lupa, bahwa yang tertampilkan adalah hanya apa yang ingin mereka tampilkan/ Seringnya, mereka atau kita semua menampilkan hasil akhirnya saja. Tentu saja ingin menampilkan yang indah – indah saja. Yang sepet, kita simpan sediri. Prosesnya sering tidak ditampilkan, lalu membandingkan proses dan keadaan saat ini dengan hasil yang sudah mereka capai. Ya, tidak apple to apple.

MENGELOLA RASA IRI JADI MOTIVASI

Bedakan rasa iri dan kagum ya. Kagum itu benar – benar memuji, takjub, tercengang dengan hasil yang orang lain lakukan, atau proses yang mereka sedang kerjakan. Sedangkan iri, ada rasa semacam kurang senang dengan apa yang dilihat pada orang lain, pada apa yang sedang mereka kerjakan, pada apa yang terjadi pada lingkungan sekitar lalu membandingkan dengan diri sendiri. Iri ini asosiasinya dengan rasa negatif.

Bisa lho sebenarnya menjadikan rasa iri sebagai motivasi. Ini bukan toxic positivity ya, hanya berbagi pengalaman dari saya yang dulu saat masih muda sering terbersit iri pada orang yang bisa ini itu. Seiring bertambahnya umur, pikiran jadi lebih jernih. Bisa diajak untuk berpikir lebih positif. Saya lalu mengelola rasa iri yang saya miliki menjadi rasa kagum lalu menjadikan motivasi supaya saya bisa seperti itu. Misalkan saat ini, saya punya akun IG khusus untuk jualan usaha rumahan yang saya miliki. Mayoritas, saya mengikuti akun – akun yang juga jualan kue dan roti atau mereka yang berkreasi di bidang tersebuh. Saya suka sekali dengan yang mereka lakukan. Hasil kreasinya sungguh mencengangkan sangat bagus. Alih – alih ada rasa iri, saya malah suka sekali melihat mereka berkreasi, kagum dengan proses dan hasilnya. Lalu saya memotivasi diri sendiri pasti suatu saat bisa sebagus mereka kalau banyak latihan. Jadinya sekarang saya sering latihan dengan melihat tutorial dari mereka. Saya bersemangat sekali berlatih.

Saya sering mendengar kalau IG itu toxic sekali. Dulu waktu saya masih punya akun IG (tahun 2015) rasanya ya saya santai aja tuh ga ada rasa iri dengki sama postingan orang. Sekarang punya akun jualanpun ya biasa saja. Malah sekarang senang karena dapat banyak ilmu gratis.

Medianya tidak salah. Mungkin yang salah adalah cara pandang, pikiran, hati dan salah follow orang. Kalau sudah engap di hati dan irinya semakin menumpuk jadi dengki lalu tidak bersyukur dengan apa yang dimiliki, mungkin itu saat yang tepat untuk keluar sebentar dari hingar bingar media sosial. Kembali ke kehidupan nyata dan melihat segala yang nyata di depan mata. Menapak kembali ke bumi supaya lebih sadar bahwa bagaimanapun hidup kita ini dalam dunia nyata, bukan hanya memandangi layar media sosial saja.

INTINYA

Rasa iri itu wajar, namanya juga manusia. Kalau tidak punya rasa iri malah dipertanyakan sisi kemanuasiaannya. Yang tidak wajar kalau rasa iri tersebut malah menghambat aktifitas sehari – hari dan lupa bersyukur dengan apa yang sudah dimiliki saat ini. Yang jadi tidak wajar itu kalau rasa iri lalu menjadi dengki dan jatuhnya jadi fitnah sana sini, sibuk menjatuhkan pihak yang dilihat lebih cemerlang.

Iri sewajarnya, secukupnya, lalu bangkit dan lakukan yang terbaik versi kita. Irilah pada sebuah proses, bukan hanya hasil semata. Supaya bisa menjadikan rasa iri itu menjadi penyemangat. Kelola rasa iri jadi sebuah motivasi. Jadikan motivasi supaya kita makin hari semakin baik.

Selamat berakhir pekan!

*Aslinya pembicaraan tadi pagi dengan sahabat saya itu seputar pandemi. Jadinya saya malah membahas sana sini di tulisan kali ini. Saking gemese karo wong – wong sing nulis iri karo Eropa dan mbandingno karo Indonesia tapi senengane kemruyuk gerombolan ga jelas tujuane opo.

-25 Juni 2021-

Cerita Terkini – Merintis Usaha Dari Rumah – Berat Badan Turun 25kg

Perjalanan selanjutnya di Bakery Institute

Saya baru saja selesai belanja online buanyaakk banget tapi memang perlu untuk usaha yang baru saya rintis. Usaha yang masih kinyis – kinyis baru. Masih ada waktu sedikit sebelum kembali pada rutinitas harian, saya sempatkan untuk menulis blog. Ngakunya blogger kan ya, jadinya ya musti disempatkan nulis. Kalau saya bilang ke Tyke, biar blog ada isinya. Dipaksa nulis paling tidak seminggu sekali. Biar tidak kaku otak dan tangan.

Ini saya mau bercerita hal – hal yang pendek saja. Beberapa cerita yang terjadi sekitar 2 bulan terakhir. Paling tidak, banyak yang terjadi bulan Mei. Setelah saya pikir lagi, bulan Mei jadi mendadak produktif, beberapa tanpa direncanakan. Seperti mendadak kejadian baik datang bertubi.

– LULUS UJIAN PRAKTEK MENYETIR MOBIL

Ini sudah saya ceritakan secara rinci di postingan sebelum ini. Jadi, silahkan baca di sini ya. Yang pasti sekarang sudah lega, satu hal sudah selesai. Jadi punya banyak waktu untuk mengerjakan yang lainnya. Yang pasti lagi, dananya bisa dipakai untuk keperluan yang lain.

– LULUS INTERVIEW SEKOLAH PATISSERIE

Sejak pertengahan tahun lalu, saya sudah terpikir untuk sekolah Patisserie dan Boulangerie. Cuma, saya tahu diri waktunya yang belum berpihak. Saya masih sibuk sebagai seorang Ibu. Awal tahun ini, suami menanyakan apa saya masih minat sekolah. Saya jawab, tentu saja. Dia bilang tahun ini pekerjaannya lebih longgar, jadi bisa punya banyak waktu luang dengan anak – anak dan dia menyuruh saya untuk mendaftar sekolah. Saya cari jadwal yang cocok di website Bakery Institute, tempat yang saya pilih untuk sekolah karena punya program Carierre Switcher. Saya pengennya ke Boulangerie dulu baru ke Patisserie. Hanya tahun ini jadwal yang cocok untuk saya, Patiserrie. Setelah memikirkan panjang lebar dan sempat maju mundur karena sekolah ini intensif setiap hari selama 3 bulan, perjalanan PP 4 jam naik kereta, akhirnya saya mendaftar akhir April. Beberapa hari lalu saya interview dengan direktur sekolahnya dengan datang langsung ke sana.

Selama interview, lancar jaya dalam bahasa Belanda. Ya soalnya sekolahnya pun dalam bahasa Belanda. Setelahnya saya mendapatkan kabar kalau saya lulus interview. Yiayy Alhamdulillah. Selama proses interview tersebut, saya mendapatkan gambaran lebih jelas seperti apa sebenarnya nanti. Saya juga diperlihatkan modul belajar dan buku panduannya. Setelah dinyatakan lulus, justru saya berubah pikiran. Saya akhirnya memutuskan untuk ikut beberapa kursus di tempat yang sama, dengan dosen yang sama juga. Saya pikir, untuk kondisi saya saat ini, kursus lebih fleksibel waktunya dibandingkan sekolah. Toh bahan yang diajarkan sama dan dosennya pun sama. Bedanya, kalau selesai sekolah dapat diploma, kalau kursus dapat sertifikat. Kursusnya pun bisa memilih sampai tingkatan mana. Misalkan Patisserie, saya sudah mendaftar untuk tingkat pemula, menengah, dan master. Masing – masing 4 hari dan waktunya pun berbeda bulan. Untuk Boulangerie, saya sudah mendaftar fokus ke Sourdough, Croissant dan roti manis, dan roti perancis. Saya pikir, dengan kursus juga bagus untuk usaha yang baru saya rintis. Jadi tidak harus saya tinggalkan selama 3 bulan. Selamat datang perjalanan saya selanjutnya di kelas – kelas baking. Ini yang akan saya jadikan jalan karir saya selanjutnya. Siapa tahu kan ya dimasa depan bisa punya bakery sendiri di sini. Saya imani dan amini dulu. Dari tukang angka, sekarang jadi tukang roti dan kue. Masih berhubungan dengan angka.

– MERINTIS USAHA BARU DARI RUMAH

Saya sudah punya ancang – ancang untuk membuat serius kesenangan saya akan baking untuk dijadikan hal yang menghasilkan uang, terpikir sejak awal 2021. Cuma kapannya, saya belum tahu. Lalu, sekitar minggu kedua Mei, saya mengirimkan brownies ke seorang teman yang baru saja melahirkan. Dia lalu memberikan testimoni kalau brownies yang saya buat, enak sekali Dia langsung memesan satu brownies utuh. Bukan hanya sekali ini sebenarnya saya mendapatkan testimoni kalau hasil baking – an saya enak. Lalu ada beberapa saran, untuk diseriuskan saja sebagai sumber pendapatan. Lumayan kan, mengerjakan hobi dan mendapatkan uang. Bisa dikerjakan dari rumah pun.

Setelah teman saya memesan brownies, saya jadi mikir kenapa tidak sekarang saja ya saya jadikan serius. Toh bulan Juni ini waktu saya lebih longgar. Jadi memang waktunya sudah tepat. Lalu mulailah saya satu persatu mempersiapkan semuanya. Dari mendaftarkan ke KvK, jadi usaha saya sudah terdaftar resmi di Belanda. Lalu menyiapkan logo, membuat media sosial dsb. Singkat cerita, per 1 Juni usaha ini sudah bisa beroperasi. Saya pun sudah mulai mengulik sedikit demi sedikit media sosial dan memikirkan strategi marketingnya bagaimana. Ini juga dibantu Anis, Crystal, Ratih, Patricia, dan pastinya suami yang mendukung penuh usaha saya. Sebenarnya saya sudah menerima pesanan dari beberapa teman dan tetangga. Cuma karena packagingnya belum dapat semua, saya bilang kalau minggu depan mulai saya kerjakan pesanan mereka. Hahaha bakulan opooo iki durung siap. Nanti secara jelasnya, saya akan buatkan tulisan terpisah ya sebenarnya saya ini jualan apa. Yang pasti roti yang saya jual nanti adalah Sourdough Bread dan beberapa produk manisnya juga memakai Sourdough. Usaha saya namanya Sophie Bread & Sweets. Mohon doanya semoga lancar jaya ya usaha ini. Pelan – pelan sebisa mungkin tetap konsisten dan berkembang. Saya masih menyusun strategi bagaimana menyesuaikan dengan ritme sehari – hari sebagai Ibu dan Istri. Masih ngos – ngosan rasanya, tapi saya yakin pasti bisa.

– BERAT BADAN STABIL 55KG

Dari Agustus tahun lalu berat badan saya 80kg, sekarang sudah stabil 55kg. Jadi turun 25kg. Masih ingin sebenarnya menurunkan sampai 53kg. Tapi saya pikir 55kg pun sudah cukuplah, wong ini juga rasanya badan saya sudah terbentuk karena olahraga rutin dan menjaga pola makan. Jadi massa otot bertambah. Semua sudah mengecil sekarang. Dari pinggang, lengan, perut, paha. Bahkan perut saya berbentuk kayak model – model gitu hahaha. Serius ini. Nanti ya, saya ceritakan secara lengkap proses perjalanan bagaimana saya bisa sampai pada berat badan sekarang. Yang pasti, sekarang saya lebih bugar, lebih sehat, dan baju – baju lama sudah muat lagi. Bahkan tempo hari beli kaos, ukuran XS sini, masih terasa longgar di badan. Ini saya sertakan foto ya. Ceritanya menyusul di postingan tersendiri. Bagaiman, penampakan saya sekarang, ok kan? *bwuahaha PD Jaya.

– RENCANA LIBURAN

Meskipun pemerintah Belanda sudah memperbolehkan untuk liburan ke LN dengan syarat dan ketentuan berlaku, kami memutuskan tahun ini tetap liburan dalam negeri Belanda saja. Masih belum sanggup membayangkan keruwetan untuk liburan ke LN (naik pesawat). Kami berpikir, justru ini waktu yang tepat untuk menjelajah Belanda tanpa harus berbagi dengan turis dari LN. Masih sepi lah istilahnya. Jadi, kami sudah menyusun rencana untuk menjelajah dari satu museum ke museum lainnya, dari satu provinsi ke provinsi lainnya untuk menikmati alamnya. Belanda memang kecil, tapi kalau dijelajahi, banyak sekali tempat – tempat menarik yang cantik. Apalagi museumnya, ratusan untuk bisa disinggahi. Alamnya pun juga banyak yang bagus. Jadi, tidak akan habis kami menjelajah Belanda tahun ini.

– MATAHARI MULAI MUNCUL PANAS DAN BENDERANG

Belanda ini memang untuk ukuran cuaca, ekstrim sekali. Kalau panas, puanaaasss banget seperti Surabaya clekit – clekit di kulit. Kalau dingin dan berangin, waahh wassalaam dinginnya. Bagaimanapun juga, saya tetap senang kalau matahari muncul. Jadi lebih semangat beraktifitas. Jadi punya banyak waktu panjang di luar rumah. Padahal ya banyaknya tetap nongkrong di sekitaran kampung sini.

Begitu saja cerita saya terkini. Sehat – sehat yaaa kita semua.

-3 Juni 2021-

Lulus Ujian Praktek Menyetir Mobil di Belanda

Bunga dari tetangga setelah saya dinyatakan lulus ujian menyetir mobil

Akhirnyaaaa, Alhamdulillah hari itu datang juga dimana saya dinyatakan lulus ujian menyetir mobil setelah 30 menit praktek didampingi oleh penguji yang disebut Examinator. Setelah dinyatakan lulus, saya langsung loncat – loncat kegirangan sampai otomatis nyaris memeluk instruktur yang ada di sebelah saya. Untung saya masih bisa mengendalikan diri. Bukan karena ingat dia bukan muhrim, tapi ingat ini masih musim Corona. Kalau tidak, mungkin benar adanya saya akan memeluk dia hahaha saking gembiranya dan legaaaa rasanya akhirnya lulus juga. Rasanya seperti satu beban terangkat dari pundak. Saya sangat bangga sama diri sendiri akhirnya lulus ujian praktek menyetir mobil di Belanda. Saya perlu tuliskan berkali – kali BELANDA-nya karena untuk mendapatkan SIM di sini, bukanlah perkara yang mudah. Selain mahalnya minta ampun, ujiannya pun susah karena standar kelulusan yang tinggi. Ujian teorinya, tricky minta ampun. Bersyukurnya tahun lalu saya langsung lulus sekali ujian dalam bahasa Belanda. Sebagai gambaran, orang Belanda saja bisa sampai 2-4 kali baru bisa lulus ujian teori. Makanya saya bangga bisa sekali lulus ujian teori dalam bahasa Belanda, saking tricky – nya ujian itu. Lengkapnya bisa dibaca di sini ya tentang ujian teori menyetir mobil. Ujian teori bisa sekali lulus, ujian praktek lain cerita. Panjaaanggg dan berliku. Saya ceritakan lengkapnya di bawah ya.

PERJALANAN PANJANG, BERLIKU, DAN PENUH AIRMATA

Sub judul ini tidak melebih – lebihkan. Bagaimana tidak panjang, berliku, dan penuh air mata kalau mendapatkan SIM mobil saja susahnyaaaa minta ampun. Jadi begini, saya mulai belajar menyetir di sini itu dari nul putul alias tidak bisa menyetir sama sekali. Di Indonesia tidak ada hasrat buat belajar menyetir mobil karena memang tidak minat. Di sini lain cerita, karena saya pikir menyetir mobil itu sebuah keterampilan yang saya harus bisa karena pasti akan terpakai nantinya. Supaya tidak tergantung dengan suami juga kalau butuh. Jadilah saya belajar dari awal. Mulai dari mengenali satu persatu segala tombol yang ada di mobil itu fungsinya apa saja. Bahkan belajar bagaimana mengendalikan setir mobil. Dari yang awal belok aja kayak mau nabrak trotoar, nginjak rem kayak mau tabrakan saking kerasnya (ga ada penghayatan sama sekali). Menginjak pedal gas sudah seperti di sirkuit balapan saking kencangnya. Saya kadang sampai sungkan dengan instruktur yang supeeerrr sabar. Sering bertanya sama dia apa saya ini murid dia yang paling parah ketidakbisaannya. Dia cuma 4 tahun lebih muda dari saya. Sabar dan telaten mengajari. Seingat saya, dia tidak pernah marah sama sekali. Hanya, dia tegas.

Ada masanya setelah beberapa bulan les, merasa kok kemampuan saya masih begitu – begitu saja. Merasa kok masih banyak salahnya. Sampai ada satu titik, memutuskan untuk menyerah. Saya sampai menangis di depan si Instruktur, bilang kenapa kok saya ini ga ada bakat menyetir rasanya. Sudah tidak terhitung menangis di depan suami bilang mau berhenti saja lesnya. Mau menyerah tapi ada rasa sayang kalau berhenti tengah jalan. Nanggung dan seperti tidak mendapatkan sesuatu. Seperti sia – sia kalau tidak diselesaikan sampai tuntas.

Apalagi setelah gagal ujian pertama. Rasanya makin merasa saya ini ga punya bakat menyetir. Padahal Instruktur saya selalu bilang begini : Setiap les, kamu jangan selalu lihat negatifnya saja. Lihat positifnya lebih banyak. Apa yang kamu pelajari hari ini, lebih banyak dari kesalahan apa yang kamu perbuat. Namanya juga masih belajar, pasti ada salahnya. Kesalahan itupun bukan selalu hal negatif. Dari kesalahan kamu bisa belajar banyak hal supaya kedepannya lebih baik lagi. Kamu jangan jadi orang yang terlalu perfeksionis. Letakkan perfeksionis kamu di rumah saat kamu sedang belajar menyetir. Jangan dibawa. Ingat, kamu dulu memulai belajar, bahkan menginjak menginjak rem saja tidak bisa. Lihat kamu sekarang, sudah bisa bawa mobil di jalan bebas hambatan. Lihat kamu sekarang sudah bisa lewat jalan yang super sempit. Lihat kamu sekarang sudah bisa papasan dengan truk tanpa rasa takut. Jangan bebani dirimu dengan target yang terlalu tinggi. Pelan – pelan yang penting pasti. Ya, kesalahan terbesar saya adalah terlalu menaruh target yang terlalu tinggi setiap les. Walhasil saya bukan fokus pada prosesnya tapi pada hasil akhirnya. Padahal tidak bisa seperti itu. Menyetir itu kan keterampilan, jadi ya ala bisa karena terbiasa. Pelan – pelan tapi ada progresnya. Tidak bisa mendadak sulapan sim salabim jadi lancar sekali. Setelahnya, perlahan saya mulai letakkan perfeksionis saya dan kemampuan menyetir semakin baik dan lancar.

Saya sampai curhat ke beberapa orang yang mengalami betapa susahnyaaaa mendapatkan SIM di sini. Cerita ke Yayang, Ratih, Maya. Lalu Yayang pernah bilang seperti ini : Kalaupun kamu pernah gagal ujian praktek, jangan menyerah. Lanjutkan sampai kamu dapat SIM. Mau berhenti di tengah jalan, akan rugi karena sudah sejauh ini. Lanjutkan. Lalu suatu ketika, Agnes di twitter juga pernah bilang : aku ujian kelima baru lulus. Aku memang berkeras kepala harus lulus, bagaimanapun caranya. Lalu sejak saat itu, saya punya keyakinan kalau sebenarnya saya ini sudah bisa menyetir, ya buktinya saya bisa menyetir kan setiap kali les. Hanya, kemampuan saya menyetir mobil tersebut belum sesuai standar sang penguji yang didasarkan pada aturan Belanda yang Subhanallah buanyaakkk dan supeerrr detail. Standar menyetir di Belanda ini memang tinggi. Saya tahu sih, demi keamanan dan untuk menekan angka kecelakaan. Untuk keselamatan diri sendiri dan orang lain juga tentu saja.

Persoalan lainnya, dalam perjalanan menuju lulus ini, di tengah – tengahnya ada selingan lockdown 2 kali plus perpanjangan lockdown satu kali. Dampaknya, durasi saya les pun makin panjang karena saat lockdown, beberapa jenis pekerjaan termasuk sekolah les menyetir dilarang beroperasi. Jadilah selama masa lockdown tidak ada kegiatan les sama sekali. Saya mulai les nyetir itu akhir Desember 2019. Lalu awal Februari 2020 sudah lulus ujian teori. Harusnya pertengahan Maret saya ujian (yang pertama). Tapi sehari sebelum waktu saya ujian, Belanda statusnya lockdown. Wassalam ujian saya dibatalkan. Lalu baru bisa ujian bulan Juli, hasilnya gagal saat ujian pertama. Lalu saya mendaftar lagi ujian kedua, bulan Oktober, hasilnya gagal lagi. Lalu mendaftar ujian lagi, harusnya akhir Desember 2020 jadwal ujian. Tapi seminggu sebelumnya, Belanda kembali status lockdown, jadi ujian saya dibatalkan. Akhir Januari 2021, ada pengumuman kalau kandidat yang ujiannya dibatalkan karena lockdown, bisa daftar ulang ujian. Akhirnya saya daftar lagi (lewat sekolah), dapat jadwal awal Maret 2021. Eh ternyata Februari diumumkan kalau lockdown diperpanjang sampai awal maret 2021. Walhasil ujian saya dibatalkan lagi. Pertengahan maret, mendaftar lagi, baru dapat jadwalnya akhir Mei. Berliku macam ular tangga.

Entah kenapa, selama bulan Mei les 4 kali, saya lebih PD dan lebih tenang. Mungkin efek pasrah yo wes lah sak karepmu iki ujian piye. Jadinya malah pasrah, tapi lebih fokus lebih PD dan lebih baik. Instruktur saya pun heran saya jadi lebih tenang dan lebih yakin saat menyetir. Makanya dia yakin kalau kali ini saya bisa lulus. Saya pun meskipun tidak mau menaruh harapan terlalu tinggi, tapi punya secercah keyakinan mungkin saja bisa lulus. Gagal ujian dua kali sebenarnya ada sisi positifnya, latihan menyetir jadi semakin panjang durasinya. Jadi makin luwes. Sisi negatifnya tentu saja uang yang keluar semakin banyak. Mendapatkan SIM di Belanda ini supeerrrr mahal. Saking mahalnya sampai puyeng sendiri. Sudahlah jangan ditanya berapa mahalnya, yang penting sekarang sudah lulus.

HARI H UJIAN KETIGA

Jadi ujian kali ini, adalah yang ketiga kalinya. Orang Belanda punya satu perkataan : drie keer is scheepsrecht. Artinya : yang ketiga kali, kamu akan sukses dengan apa yang kamu perjuangkan. Semacam itu ya artinya. Itu instruktur saya yang bilang. Saya amini saja supaya saya mensugesti hal – hal yang positif buat diri sendiri. Suami dulu juga ujian ketiga, baru lulus.

Ujian saya siang hari. Selama sepagian, saya benar – benar tidak tenang. Mendadak badan saya menggigil. Antara gugup dan sangat gugup. Sampai memikirkan kemungkinan terburuk : nabrak pas ujian. Bahkan saat pagi hari saya mengirimkan pesanan brownies dan cookies, saking gugup dan tidak konsen sampai salah masuk toko haha. Nah setelah makan siang, mendadak saya mengantuk. Lalu saya duduk di bangku dan tertidur. Sampai suami membangunkan dan bilang kalau sudah waktunya saya berangkat karena instruktur sudah menjemput. Ajaibnya, setelah bangun tidur, saya sudah tidak gugup dan panik lagi. Semuanya lenyap. Saya jadi lebih santai dan yakin. Lebih PD.

Saat menyetir ke tempat ujian, saya juga santai. Sudah seperti orang yang Pro menyetirnya. Setelah menunggu beberapa saat, Examinator datang ke mobil di tempat parkir. Setelah bertanya beberapa hal berkaitan dengan administrasi, lalu kami masuk mobil. Instruktur menunggu di parkiran CBR. Sebagai gambaran, Examinator kali ini sepertinya seumuran saya dan gerak badannya santai. Pria dan tidak banyak bicara, sekalinya bicara nadanya santai. Jadi sejak awal saat melihat dia, saya yakin kalau akan tenang selama ujian. Di dalam mobil saya ditanya -tanya beberapa fungsi yang ada di sana. Saya ditanya lampu merah yang menyala artinya apa dan ditanya kalau ada keadaan bahaya musti pencet tombol yang mana. Semua lancar saya jawab.

Lalu mulailah saya menyetir. Dalam waktu 30 menit itu, 3 kali saya bolak balik ke jalan bebas hambatan (snelweg), di lingkungan perumahan (woonwijk), di dalam kota, satu kali menyetir arah belakang (achteruitrijden), satu kali parkir arah belakang (fileparkeren achteruit), dan satu kali menyetir mandiri menggunakan aplikasi penunjuk jalan. Alhamdulillah semua lancar saya lakukan. Pengujinya pun tidak sampai menginjak rem dan sampai menolong mengendalikan setir. Intinya saya bisa membawa mobil penuh dalam kendali saya. Saya indikasikan, hasilnya ok lah ini. Meskipun ya, tetap jangan ke PD an. Nanti ga lulus lagi, bisa kecewa luar biasa.

Setelah sampai kembali ke parkiran CBR, kami langsung keluar mobil, instruktur saya sudah menunggu. Penguji bilang : Deny, ik heb goede nieuws voor je. Jij bent geslaagd. Gefeliciteerd! (Deny, saya punya kabar gembira. Kamu lulus. Selamat). Wuaaahhh saya spontan langsung meloncat – meloncat sambil bilang terima kasih berkali – kali ke penguji dan instruktur saya. Saking gembiranya dinyatakan lulus sampai spontan ingin meluk instruktur haha. Kalau tidak ingat Corona, pasti dia sudah saya peluk beneran. Sampai saya diingatkan penguji : Jangan keras – keras senangnya. Di parkiran ini banyak yang tidak lulus. Saya minta maaf karena sudah terlalu heboh reaksi senangnya. Ya bagaimana lagi, saya pikir entah kapan ini bisa lulus. Faktor penguji pun besar lho dalam kelulusan. Kalau dapat penguji yang galak dan tidak sabaran, wassalam susah sekali lulusnya. Alhamdulillah kali ini dapat penguji yang baik dan santai. Saya berkali – kali bilang terima kasih pada Kevin, Instruktur saya. 1.5 tahun bersama dia, bukan waktu yang sebentar. Saya memberikan Kevin Sourdough Chocolate Cookies, lebihan pesanan orang. Ucapan terima kasih pada dia. Tentu saja Kevin senang luar biasa pada akhirnya saya lulus.

Begitu sampai rumah, saya pun langsung mengucapkan terima kasih pada suami dan anak – anak yang tidak patah semangat menyemangati saya selama ini. Pun keluarga suami yang selalu support. Juga Ibuk yang tidak putus berdoa setiap Tahajjud demi kelulusan saya. Juga pada tetangga sebelah yang selalu menanyakan kapan saya akan ujian dan memberikan bunga saat lulus. Betapa saya bersyukur dengan rejeki dikelilingi orang -orang yang perhatian. Juga Maya yang selalu menyemangati saya. Kami ini sama – sama pejuang Rijbewijs. Begitu saya lulus, langsung saya kirimkan pose wajib di bawah ini ke beberapa teman dekat dan keluarga. Anis sampai senang sekali akhirnya melihat saya berpose seperti ini. Ini pose wajib punya setelah dinyatakan lulus ujian praktek menyetir mobil. Untung badan sudah melangsing, jadi difoto tidak nampak melebar haha. Terima kasih juga buat kalian para pembaca blog ini yang sudah ikut mendoakan saya sebelumnya.

Sorenya kami merayakan dengan membeli makanan di luar. Standar sih, makanan cepat saji. Yang penting ada perayaan atas pencapaian di titik ini.

Pose wajib setelah lulus ujian praktek menyetir mobil

JADI…..

Jadi untuk siapapun yang membaca cerita saya ini dan sedang ada niatan untuk les menyetir di Belanda, semangaaatt!! Semoga lancar proses lesnya, lancar ujian teori dan prakteknya. Kalau bisa, langsung lulus. Kalau tidak bisa, jangan patah semangat. Jangan pantang menyerah. Selama uangnya ada, selesaikan apa yang sudah dimulai. Bisa menyetir mobil di sini itu banyaaakkk sekali manfaatnya. Bisa mandiri dan tidak tergantung dengan pasangan kalau memang butuh untuk menyetir mobil. Meskipun di sini sarana transportasi sangat memadai dan tersedia sampai tengah malam, tidak ada salahnya punya keterampilan menyetir dan punya SIM. Sangat membantu saat diperlukan.

Buat yang masih belum lulus ujian praktek menyetir, tetap semangat. Yakin suatu saat pasti lulus. Sewaktu ujian, yang penting jangan tegang, jangan panik. Serahkan saja perkara hasil pada Yang Kuasa dan pada penguji. Kita lakukan yang bisa kita lakukan, menyetir seaman mungkin dan sesuai peraturan. Selebihnya, jangan terlalu dipikirkan. Pesan ini ditulis oleh orang yang pernah hampir menyerah dan ingin putus ditengah jalan tidak ingin meneruskan mendapatkan SIM. Pesan ini dituliskan oleh orang yang 2 kali gagal ujian. Tapi akhirnya bersemangat kembali berbekal perkataan ke diri sendiri : Saya harus menyelesaikan apa yang sudah dimulai, bagaimanapun susahnya. Saya harus berkeras kepala lulus sampai punya SIM.

Alhamdulillah, saya sudah menyelesaikan dengan lulus ujian praktek menyetir mobil dan dapat Rijbewijs! Selamat untuk diri sendiri. Bangganya luar biasa sama diri sendiri karena tidak memutuskan menyerah ditengah jalan dan menyelesaikan sampai akhir. Bangga karena saya lulus. Rasa bangga kali ini melebihi saat saya lulus ujian bahasa Belanda NT2. Selamat Deny! Akhirnya aku punya SIM Belanda, Yiaayy!! Sekarang musti sering menyetir mobil supaya makin terasah kemampuan menyetir saya.

Bunga dari Tetangga

*Kata Suami : Kamu kan sudah punya SIM, nanti pas di Indonesia bisa donk nyetir sendiri. Saya jawab : Ogah, mending kita nyewa mobil sekalian yang nyetirin. Ogah nyetir di Indonesia kalau tidak terpaksa. Ruwetnyaaa ga nahan. Ogah uji nyali.

-28 Mei 2021-

Menerapkan Minimalisme Digital dan Manfaatnya

Sourdouh Pukis. Pertama kali membuat pukis dan berhasil

Menyambung tulisan saya perihal undur diri dari twitter dan facebook, kali ini akan membahas kupas tuntas cara saya menerapkan minimalisme digital dan manfaat yang saya dapatkan sampai saat ini. Tulisan ini akan lumayan panjang, jadi siapkan waktu lebih untuk membacanya.

Saat memutuskan untuk rehat dulu dari dua media sosial ersebut, saya tidak merencanakan apapun sebelumnya. Jadi itu adalah keputusan yang mendadak pada pagi hari. Dua atau tiga hari setelahnya, saya mulai berpikir : apa ya yang sekiranya bisa dilakukan supaya tidak hanya media sosial saja yang saya kurangi, tapi juga membuat seminim mungkin kegiatan digital yang ada pada telepon genggam. Atau singkatnya, apa yang bisa saya lakukan supaya waktu saya bersama telepon semakin berkurang, sehingga bisa lebih produktif. Sebenarnya selama ini keterikatan saya dengan telepon juga tidak terlalu kuat. Misalnya kalau ke luar rumah ponsel ketinggalan, ya saya santai saja asal sedang tidah butuh google maps atau janjian ketemuan sama orang. Sering saya ke luar rumah tanpa membawa telepon. Atau kalau di rumah, telepon juga saya pegang kalau sudah senggang. Karena itu saya terkenal kalau membalas pesan lama sampai kena protes sana sini. Pesan dibalas sesuai prioritas ya. Kalau penting sekali ya langsung saya balas. Kalau bisa ditunda, kenapa tidak *ngikik

Jadi minimalisme digital ini singkatnya adalah memilih aplikasi digital yang sekiranya penting dan bisa memberi nilai tambah untuk kehidupan dan aktifitas sehari – hari. Jika memang tidak memberi nilai tambah, ya saya buang saja. Atau memang tidak terlalu sering saya gunakan, ya saya singkirkan.

Jadi, ini beberapa langkah yang saya lakukan untuk menerapkan minimalisme digital (terutama pada telepon genggam) dan hal – hal lainnya supaya tidak terlalu lekat dengan ponsel:

  • PILIH APLIKASI YANG PENTING SAJA

Saya mulai memilih dan memilah aplikasi apa saja yang sekiranya penting untuk dipertahankan dan mana yang lebih baik dibuang dari ponsel. Yang sekiranya sering saya buka semisal aplikasi belanja online mingguan, aplikasi bank, kalkulator, jam, aplikasi prakiraan cuaca dan sebagainya, saya tetap pertahankan karena hampir setiap hari saya buka sesuai dengan tingkat kepentingan. Sedangkan aplikasi yang sekiranya bisa saya buka lewat laptop atau PC, saya hapus dari ponsel Misalnya : goodreads, wordpress, beberapa aplikasi belanja online, dan sebagainya. Kalau email, memang sejak dulu saya tidak pernah install aplikasinya di ponsel. Saya selalu membuka lewat laptop atau PC.

Tujuan bersih – bersih tersebut supaya mengurangi keterikatan saya dengan ponsel. Juga untuk mempersulit saya menjangkau segalanya lewat ponsel. Misalkan : Kalau ingin membaca tulisan blogger lainnya, ya saya harus membuka WP lewat laptop atau PC. Atau kalau ingin beli buku online, ya saya buka aplikasinya lewat laptop. Saya ini paling malas buka laptop kalau tidak sangat perlu misalkan mengecek email atau membuat draft tulisan untuk blog, atau kebutuhan online lainnya.. Selebihnya ya malas menyentuh laptop. PC di ruangan saya, seringnya saya gunakan untuk belajar. Jadi harus ke lantai paling atas, butuh usaha ekstra.

Hasil dari bersih – bersih aplikasi di ponsel ini membuat saya tidak terlalu sering bersentuhan dengan ponsel. Apalagi sejak tidak twitter- an dan FB-an lagi, ya makin tidak terlalu pegang HP. Screen Time di HP turun drastis, rata – rata paling lama cuma 2 jam per hari. Ini sudah paling lama yang saya gunakan membalas pesan. Dulu, bisa sampai 5 jam per hari. Kalau di pikir lagi, kok seperti ga ada kerjaan saya dulu bisa sampai 5 jam berkutat dengan ponsel. Padahal punya bisnis saja tidak.

  • MATIKAN NOTIFIKASI DAN NADA DERING

Kalau ini sudah saya lakukan sejak dulu kala. Kalau di rumah, saya selalu mematikan dering telepon kecuali ada janjian dengan orang yang ingin menelepon saya. Notifikasi di ponsel pun sudah tidak saya aktifkan sejak lama. Alasannya supaya saya lebih konsentrasi dengan apa yang saya kerjakan di rumah. Itulah kenapa, saya kalau membalas pesan di WhatsApp terkenal lamaaaa sampai mendapatkan protes sana sini. Kalau ini saya punya dua alasan : pertama saya membalas berdasarakan prioritas. Kalau pas saya pegang ponsel, ada pesan masuk biasanya saya lirik saja. Membacanya nanti kalau sudah benar ada waktu luang. Kecuali ada pesan dari suami atau keluarga, biasanya langsung saya baca dan balas.

Alasan kedua kenapa saya lama membalas pesan : saya membalas kalau benar – benar senggang. Biasanya malam hari. Kalau tidak senggang sekali, saya tidak akan membaca segala pesan yang masuk.

Saya pernah membaca satu penelitian tentang konsentrasi yang bisa terganggu jika mendengar nada notifikasi. Jadi jika kita sedang konsentrasi terhadap satu hal, lalu tiba – tiba mendengar nada notifikasi atau dering telepon, untuk mengembalikan konsentrasi lagi butuh waktu 20 menit. Cukup lama juga ya.

  • TEMPATKAN TELEPON GENGGAM JAUH DARI JANGKAUAN

Hal ini juga sudah saya lakukan sejak lama. Alasannya simpel karena saya tidak mau mainan ponsel di depan anak – anak. Saya mentertibkan diri sendiri supaya tidak mengutak atik ponsel di depan mereka dan supaya lebih fokus saat saya bersama mereka. Ini juga berlaku saat ada suami. Tapi dulu suka curi – curi kesempatan. Jadi saat masak di dapur, saya suka mengambil ponsel dan membuka sesaat di dapur untuk melihat kelanjutan perseteruan yang ada di twitter misalnya. Atau ingin membaca kelanjutan berita A.

Nah sekarang, saya makin memperketat keterjangkauan ponsel dari jangkauan mata dan tangan. Karena aplikasi di ponsel semakin sedikit, jadi saya tidak terlalu tertarik lagi berdekatan dengan ponsel. Apalagi sejak suami kerja dari rumah, ya saya makin tidak terlalu butuh ponsel kalau di rumah, kecuali sedang ada janji ditelepon. Seringnya saat ini, saya lupa dengan ponsel kalau di rumah. Tiba – tiba ingat sore hari kalau seharian belum ngecek ponsel lalu lupa menaruhnya di mana.

Jika sedang mengerjakan sesuatu di PC atau laptop, ponsel juga saya letakkan jauh dari jangkauan. Misalkan saat belajar di PC, ponsel tidak terlihat depan mata. Walhasil belajar lebih khusyuk. Atau saat menulis blog, jadi lebih fokus dan cepat selesai nulisnya. Atau saat membaca buku, saya tidak pernah lagi berdekatan dengan ponsel. Hasilnya membaca buku jadi lebih konsen dan paham isinya.

  • SCREEN TIME dan FITUR IDLE

Dua bulan pertama menerapkan minimalisme digital, saya memanfaatkan fitur idle di ponsel. Sebelumnya tidak pernah saya pergunakan sama sekali. Akhirnya fitur tersebut saya gunakan untuk membatasi diri supaya tidak terlalu otak atik ponsel. Jadi saya atur waktunya dari jam 10 malam sampai jam 7 pagi, ponsel dalam keadaan idle. Semua aplikasi tidak aktif kecuali panggilan. Aplikasi tersebut bisa saja saya aktifkan pada pembatasan waktu yang saya buat, tapi saya ingin mendisiplinkan diri supaya menjadi terbiasa kedepannya. Dua bulan berjalan, akhirnya fitur idle tersebut saya hilangkan, untuk melihat apakah saya sudah terbiasa. Sampai sekarang, tanpa menggunakan fitur tersebut, saya jadi terbiasa jam 10 malam sudah tidak memegang ponsel lagi, kecuali ingin membalas pesan yang penting. Secara keseluruhan, saya sudah bisa mengontrol diri sendiri. Paling lama 2 jam memanfaatkan aplikasi yang ada di ponsel, seperti membalas pesan atau berbelanja mingguan online.

  • BUKA MEDIA SOSIAL LEWAT PC ATAU LAPTOP DAN BATASI WAKTUNYA

Ini rencananya akan saya lakukan saat sudah siap medsos-an lagi. Saya akan membuka, mengunggah status atau foto dari PC atau laptop saja. Ya karena aplikasinya sudah saya hapus dari ponsel, jadi kalau membuka dari PC atau laptop butuh usaha khusus tidak semudah saat dari ponsel. Juga waktunya akan saya batasi, misalkan saat hari tertentu saja atau cukup beberapa menit saja. Supaya ada kontrol terhadap diri sendiri.

Dua bulan setelah melakukan hal – hal yang saya sebutkan di atas, saya membaca buku Digital Minimalism yang ditulis oleh Cal Newport. Ternyata beberapa langkah yang saya aplikasikan, sama dengan yang ada di buku tersebut. Bukunya bagus sekali dan makin menguatkan saya untuk disiplin menjadi digital minimalist karena membawa banyak manfaat positif terhadap hidup saya.

Buku keren dan manfaatnya banyak, yang saya putuskan untuk pertahankan di rak buku, tidak saya berikan pada orang lain
Buku keren dan manfaatnya banyak, yang saya putuskan untuk pertahankan di rak buku, tidak saya berikan pada orang lain

MANFAAT MINIMALISME DIGITAL

Sebelum membahas lebih lanjut tentang manfaat yang saya dapatkan selama 5 bulan lebih memanfaatkan minimalisme digital, saya ingin membahas secara singkat apa yang saya rasakan saat 2 minggu pertama rehat dari media sosial. Jadi selama 2 minggu pertama tersebut, hati saya merasa sedih dan pikiran jadi gamang. Merasa seperti kesepian dan tidak punya teman. Merasa tidak diperhatikan. Setelah saya telaah lagi, hal tersebut terjadi karena biasanya setiap hari saya ada interaksi di media sosial. Jadi merasa seperti banyak yang memperhatikan. Jadi begitu rehat, rasanya jadi sepi. Setelah 2 minggu, lama – lama ya terbiasa. Sekarang ya biasa saja. Mungkin selama 2 minggu tersebut efek detoksifikasi sedang bekerja.

Ok, sekarang saya akan membahas manfaat apa saja yang saya dapatkan setelah menerapkan minimalisme digital :

  • BANYAK WAKTU UNTUK BERDIALOG DENGAN DIRI SENDIRI

Sejak tidak sibuk di twitter dan FB, saya jadi punya banyak waktu luang. Pikiran jadi lebih jernih dan bisa saya gunakan untuk banyak berdialog dengan diri sendiri. Karena punya banyak waktu untuk melihat ke dalam diri sendiri, saya makin mengenal diri saya seperti apa dan maunya apa. Selama ini saya terlalu sibuk ke sana sini sampai lupa menengok dan bertanya apa kabar ke diri sendiri. Mengabaikan apa yang sebenarnya diinginkan oleh diri ini. Setelah banyak – banyak berdialog dengan diri sendiri, satu persatu saya bisa menyembuhkan apa yang selama ini seperti luka menganga. Perlahan saya bisa menemukan apa itu yang namanya damai. Saya jadi bisa tahu apa yang sebenarnya saya inginkan, apa yang sebenarnya membuat saya bahagia dan tenang. Sekarang kalau ada yang membuat resah, pertama yang saya lakukan ada melihat jauh ke dalam diri dulu. Bertanya, berdialog, membuat jernih dulu di dalam.

Lima bulan terakhir ini, saya makin senang berdialog dengan diri, Makin menengok ke dalam. Hasilnya pikiran makin tenang.

  • LEBIH SADAR

Semuanya sekarang jadi lebih sadar. Mengerjakan sesuatu semuanya jauh lebih sadar. Bahkan makan saja sekarang lebih tau rasanya seperti apa. Dulu kalau sedang makan sendiri, tangan kanan melakukan aktifitas makan, tangan kiri scroll – scroll ponsel. Yang dilihat mata bukannya makanan tapi apa yang nampak di layar ponsel. Jadinya makanan cuma sekedar lewat saja tanpa mengerti rasanya seperti apa, tidak merasakan kunyahan demi kunyahan, melewatkan rasa penuh syukur karena masih bisa makan enak dan badan masih sehat untuk mengunyah, dan sebagainya.

Sekarang saya sudah terbiasa saat makan ya yang di depan saya adalah makanan. Saya tidak lagi melakukan aktifitas lainnya saat makan. Jadi mata betul – betul melihat pada makanan dan merasakan suapan demi suapan. Hal tersebut juga berlaku dengan aktifitas lainnya. Misalkan saat memasak atau baking saya jadi lebih sadar dengan prosesnya.

  • SLOW LIVING

Karena semuanya dikerjakan dengan lebih sadar, jadi pergerakan juga lebik lambat dan tidak terburu – buru. Dulu seringnya terburu karena ingin segera punya waktu istirahat supaya saya bisa lebih cepat ada interaksi dengan ponsel. Sekarang saya lakukan dengan lebih lambat tapi hasilnya lebih maksimal. Karena pergerakan yang lebih lambat dan lebih sadar ini, entah kenapa saya justru menikmati setiap prosesnya dan hasil akhirnya lebih baik dibandingkan sebelumnya. Semua dikerjakan dan dipikirkan tidak dengan terburu waktu. Saya lebih bisa mengerjakan banyak hal dan menikmati prosesnya. Saya jadi bisa mengerjakan satu hal dalam satu waktu. Tidak lagi multitasking karena ternyata lebih cocok untuk saya.

  • BERKEGIATAN TANPA DISTRAKSI, LEBIH FOKUS DAN LEBIH PRODUKTIF

Menyenangkan sekali rasanya berkegiatan tanpa ada gangguan. Baik itu gangguan dari pikiran maupun gangguan ponsel yang gampang dijangkau tangan. Sekarang baca buku saja jadi lebih tau isinya apa. Saya jadi lebih fokus membaca tanpa harus diselingi dengan membuka ponsel. Dulu membaca buku 5 menit, scroll – scroll ponsel 30 menit. Sekarang 1 jam membaca buku, saya jadi lebih khusyuk. Hasilnya, sampai akhir bulan April ini (saat tulisan ini mulai dibuat), saya sudah menyelesaikan membaca 20 buku dan paham isinya apa.

Contoh lainnya, memasak pun saya jadi lebih fokus dan tau yang saya masak apa. Dulu sambil masak, ingin cepat – cepat selesai supaya bisa memantau lagi apa yang sedang terjadi di FB dan twitter. Pikiran tidak seutuhnya di kegiatan memasak. Terburu – buru. Sekarang saya lebih menikmati proses memasak, lebih fokus, dan lebih sadar.

Karena lebih punya banyak waktu, saya jadi bisa mengerjakan hal – hal yang membutuhkan ketelitian tingkat tinggi. Ternyata, di rumah ada banyak hal yang bisa saya lakukan. Sesederhana, saya jadi punya banyak waktu untuk olahraga di rumah. Hasilnya badan lebih sehat dan berenergi, bonusnya turun berat badan. Sesederhana saya bisa otak atik resep untuk bikin kue, cookies, atau roti. Kok tahun lalu berasa punya banyak waktu untuk rebahan dan memantau media sosial ya, padahal di kehidupan nyata ada hal – hal yang lebih bermanfaat untuk diselesaikan. Ternyata, saya tidak senganggur itu.

Sourdouh Pukis. Pertama kali membuat pukis dan berhasil
Sourdouh Pukis. Pertama kali membuat pukis dan berhasil
  • MENIKMATI JOMO (JOY OF MISSING OUT)

Istilah JOMO ini saya dapatkan dari pembicaraan pagi hari dengan Maureen. Pagi itu saat kami bercakap di aplikasi kirim pesan, dia bilang kalau ingat saya saat ada yang membahas JOMO di twitter. Saya lalu googling, JOMO itu apa. Setelah paham, saya jadi berpikir, benar juga ya saya saat ini sedang menikmati fase tidak tau banyak hal dan itu baik – baik saja. Dulu saya rasanya merasa tidak percaya diri jika tidak tau berita terkini apa. Harus tau semua berita yang ada. Dulu saya merasa jadi orang yang tertinggal jika tidak mengikuti keributan apa yang sedang ada di timeline twitter atau FB.

Sekarang saya santai saja kalau tidak tau banyak hal. Saya cukupkan informasi apa yang bisa saya akses. Misalkan berita, saya hanya menonton 1 tayangan berita di TV nasional Belanda. Itu saja sumber berita yang saya akses. Jadi saya membatasi informasi apa saja yang masuk ke otak. Jikapun saya harus mencari informasi tambahan, tidak semuanya saya cari. Secukupnya saja. Sekiranya saya rasa sudah cukup, akan saya hentikan sampai di situ saja proses mencarinya. Membatasi informasi yang saya baca, ini berimbas pada hal – hal yang akan saya bahas selanjutnya. Intinya, saya sekarang santai saja kalau tidak tahu yang terkini apa.

  • TINGKAT KECEMASAN DAN BANYAK MIKIR JAUH LEBIH BERKURANG

Berhubungan dengan hal di atas, karena saya membatasi dan sangat memfilter informasi dan berita yang saya akses, tingkat kecemasan jadi jauh berkurang. Sangat jauh berkurang. Itu saya sadari selama 5 bulan ini. Ternyata, tidak tahu semua hal itu sangat menolong jiwa saya untuk jauh lebih waras. Tahun lalu kesehatan mental saya acakadut, setelah saya evaluasi sendiri, salah satu sumbernya ya karena semua hal ingin saya ketahui. Hasilnya, itu membuat lelah mental dan pikiran jadi ke mana – mana. Kalau malam jadi lebih cemas, tidur jadi tidak berkualitas, dan pikiran jadi tidak sehat karena mikir yang tidak – tidak.

Sekarang, pikiran saya lebih jernih, jiwa lebih tenang, dan rasa cemas sangat jauh berkurang, hasil dari saya membatasi informasi yang saya akses. Secukupnya saja. Ketinggalan informasi terkini, sekarang buat saya bukan jadi masalah besar. Tak tahu semua tidak membuat saya jadi orang yang terbelakang. Yang penting jiwa sehat bahagia.

  • PIKIRAN LEBIH TENANG

Karena membatasi sumber informasi dan tidak mengikuti semua berita terkini, juga lebih selektif dengan apa yang saya baca plus sudah tidak twitter an lagi, pikiran jauh lebih tenang. Saya jadi banyak waktu untuk bengong dan ngelamun. Jadi banyak waktu memikirkan hal – hal yang menyenangkan. Jadi punya kesempatan memikirkan hal – hal yang konyol. Otak saya seperti lebih banyak kapasitasnya sekarang. Berasa tidak penuh. Itulah sebabnya saya jadi lebih bisa berpikir jernih untuk segala hal. Lebih sadar dengan apa yang terjadi.

  • HIDUP UNTUK SAAT INI, SEKARANG, DAN DI SINI

Dengan menerapkan minimalisme digital, saya hidup untuk saat ini, sekarang, dan di sini. Artinya, saya lebih bisa melihat apa yang ada di depan mata, lebih bisa merasa dan mendengar. Saya lebih terhubung dengan yang ada di sekitar, lebih bisa mencium aroma, dan lebih peka.

Misalnya : Dulu saat jalan kaki di hutan, saya suka memfoto sana sini dengan pikiran ingin membagikan di medsos saat sudah sampai di rumah. Jadi sibuk cekrak cekrek sana sini. Sekarang, saat ke hutan, saya benar – benar bisa menikmati apa yang ada di depan mata. Bisa mencium aroma hutan tanpa sibuk foto sana sini. Sesekali tetap memfoto untuk mengabadikan. Atau bahkan memvideokan. Tapi ya sudah, tidak sibuk ria semua pojok difoto.

Contoh lainnya : Sekarang saat bersama anak – anak, ya saya 100% fokus membersamai mereka, pikiran tidak bercabang ke sana sini. Dulu saat main dengan anak – anak, pikiran saya suka ke sana sini misalkan mikir tentang berita di Indonesia lah, mikir tentang perseteruan di twitter gimana lanjutannya, mikir tentang kebijakan negara Belanda dan lain sebagainya.

5 bulan terakhir, hidup saya jadi berada di saat ini dan di tempat saya berada. Pikiran saya tidak ke mana – mana dan fokus dengan apa yang di depan mata. Hasilnya, saya jadi fokus dengan apa yang saya kerjakan. Atau saya jadi lebih menjejak ke bumi. Hidup saya sekarang melewati dari hari ke hari, tidak terlalu pusing dengan apa yang ada di depan atau terlalu memikirkan apa yang sudah berlalu.

  • MEMULAI HARI PENUH ENERGI, MENGAKHIRI HARI TETAP BERENERGI

Saya pernah membaca, mood orang ditentukan dengan apa yang dilakukan dia saat pertama kali bangun. Dulu, pertama kali bangun saya ngecek medsos. Ngecek ada notifikasi apa atau ada berita terkini apa bahkan pengen tahu ada keributan terbaru apa hari ini. Walhasil, selama satu jam memandang ponsel, energi saya jadi berkurang banyak. Mood untuk menjalani satu hari kedepan pun seringnya sudah amburadul.

Sekarang, saya memulai hari lebih berenergi karena saat bangun tidur ada banyak waktu untuk ngobrol dengan diri sendiri. Memikirkan hal – hal yang baik, mengevaluasi yang terjadi sebelumnya, dan merencanakan apa yang akan saya jalani hari ini. Waktu yang dulu saya gunakan untuk membuka media sosial, sekarang saya gunakan untuk membaca buku, menulis blog, atau hal – hal yang lebih nyata lainnya. Lebih punya waktu untuk banyak bersyukur dan beribadah. Tidak terburu – buru. Dalam sehari menjalani aktifitas, karena jadi fokus terhadap satu hal saat itu, jadi yang saya kerjakan pun selesai dengan baik. Mengakhiri hari saya masih punya energi tidak ngos – ngos san seperti kehabisan nafas karena mood selama sehari terjaga dengan baik. Mengakhiri hari saya masih bisa mengevaluasi apa yang terjadi hari ini, bisa menuliskan di buku harian apa saja yang bisa disyukuri hari ini, lalu sebelum tidur kembali berdialog dengan diri sendiri.

Memulai hari penuh energi, menjalani aktifitas sepanjang hari dengan maksimal dan tanpa uring – uringan, mengakhiri hari mood tetap baik dan energi masih ada.

Selama lebih dari 5 bulan menjadi digital minimalist, saya merasakan banyak sekali manfaat positifnya. Hal tersebut juga membawa banyak perubahan baik dalam cara pandang, mengelola emosi. dan mengatur aktifitas harian. Saya jadi punya banyak waktu untuk diri sendiri juga keluarga. Saya jadi punya banyak waktu untuk menjadi diri sendiri, berdialog dengan diri, dan menengok ke dalam diri sendiri. Saya jadi lebih tenang, lebih sadar, lebih fokus, dan lebih produktif sesuai dengan ritme yang inginkan. Hal lainnya yang saya syukuri adalah saya jadi makin dekat dengan keluarga, lebih ada dan nyata untuk mereka karena mereka adalah salah satu bagian terpenting dalam hidup.

Semoga yang saya tuliskan panjang lebar di atas bisa punya manfaat untuk yang sudah meluangkan waktu membaca. Terima kasih sudah menyempatkan untuk membaca.

Selamat berakhir pekan.

-7 Mei 2021-

Berkunjung (Kembali) ke Ladang Tulip

Ladang Tulip di Noordwijk

Ini postingan singkat saja. Ingin mendokumentasikan dalam bentuk cerita dan foto kalau kami hari ini menyempatkan diri untuk melihat tulip langsung di ladang yang ada di sekitaran Lisse dan Noordwijk (Bollenstreek route). Awalnya, kami sudah berencana naik sepeda untuk menyusuri ladang – ladang tulip yang ada di beberapa area sekitaran Lisse, seperti yang pernah kami lakukan pada tahun 2016. Cerita lengkapnya bisa dibaca di sini ya. Tapi kali ini, kami naik sepeda dari rumah, lalu naik kereta dari Den Haag Centraal turun di Leiden, dan meneruskan perjalanan naik sepeda lagi. Pulangnya juga sama.

Namun, rencana naik sepeda terpaksa dibatalkan karena beberapa hari belakang anginnya lumayan kencang dan suhu juga dibawah 10 derajat celcius, meskipun matahari nyentrong. Selain itu, ada 2 pasukan yang hidungnya agak meler. Jadi kalau naik kereta, takutnya nularin sakit ke penumpang yang lain. Jadilah kami putuskan untuk sewa mobil saja, berkunjung ke beberapa ladang tulip, tidak usah sampai blusukan.

Akhirnya, terlaksana hari ini. Agak dipaksakan karena prakiraan cuaca seminggu kedepan hujan terus setiap hari. Kalau nunggu tidak hujan, takutnya tulip sudah tak ada lagi. Biasanya pertengahan Mei itu sudah waktu maksimal Tulip mekar. Lumayan, bisa datang ke 4 lokasi. Suasana ladang tulip yang kami kunjungi sepi. Bahkan 3 lokasi cuma ada kami yang datang. Sedangkan satu lokasi lainnya, ada beberapa pengunjung lainnya. Lokasi yang saya maksud ini benar – benar ladang punya petani, bukan dibuka untuk umum, meskipun kalau mau datang ya bisa saja. Sedihnya, di lokasi yang ada beberapa pengunjung, tulipnya mulai dimusnahkan oleh traktor. Dan banyak ladang yang sudah mulai gundul. Seingat saya, akhir April begini masih banyak tulip ya. Tapi ini saya lihat ladang – ladang yang ada di sana sudah mulai gundul. Apa memang mereka tidak menanam tulip seperti biasanya. Tapi beberapa ladang lainnya, tulip malah belum mekar sempurna.

Di lokasi yang tidak ada pengunjungnya, salah satunya adalah lokasi yang sama seperti pada postingan tahun 2016. Pada foto terakhir di postingan tersebut, kami kunjungi lagi. Tapi tadi tulipnya tidak sebanyak waktu itu. Lalu saya dan suami jadi bernostalgia saat kami berdua waktu itu bisa niat sekali sepedahan dari rumah, blusukan ke ladang – ladang tulip, kembali lagi ke rumah tetep sepedahan sampai malam. Masa – masa masih berdua.

Sebenarnya saya lebih suka dengan Hyacinth karena wangi, pun warnanya kece. Begitu sampai ke salah satu ladang, aroma wanginya langsung semerbak. Bagus pula warna ungunya. Ada beberapa warna lain di sebelahnya.

Hyacinth

Tentu saja tadi kami manfaatkan dengan foto sebanyak mungkin. Tanpa rebahan dan goler – goler ya dan saya juga agak segan sampai ke tengah ladangnya. Cukup di depan saja, yang penting punya kenangan foto bersama sekeluarga. Saat melihat salah satu foto saya dari kamera ponsel suami, lalu kuterkedjoet melihat ternyata badanku kok langsing banget *ihiiyykk *pamer haha. Begini rasanya pernah punya badan segede gaban, lalu sekarang menciut *tetep pamer :)))

Mudah – mudahan tahun depan kami bisa sepedahan lagi menyusuri semua area Tulip yanga ada di sekitaran Lisse. Napak tilas. Untuk hari ini, sangat bahagia bisa melihat keindahan tulip dan hyacinth yang berwarna warni. Dan senangnya lagi, tempatnya sepi. Jadi hiburan buat kami, sejenak ke luar rumah melihat keindahan tulip langsung di ladangnya.

-28 April 2021-

Pertambahan Usia Tahun Ini

Perhatian yang saya dapatkan saat pertambahan usia tahun ini

Sangat Berkesan. Bukan hanya angkanya yang cantik, juga karena yang awalnya saya pikir akan biasa – biasa saja, ternyata saya mendapatkan banyak kejutan. Dua tahun lalu, pernah ngobrol dengan suami tentang ulangtahun ini. Kalau nanti, sampai usia saat ini saya masih hidup, ingin membuat pesta kecil di rumah untuk merayakannya. Rencananya saya akan mengundang teman – teman yang sekiranya dekat saja, lalu makanannya pesen. Kateringan gitu biar saya sebagai yang berulangtahun tidak repot sendiri mikiri makanan. Sesekali jadi tuan rumah yang duduk anteng. Atau rencana kedua, saya akan mengundang 4 teman yang memang sangat dekat untuk saya traktir di restoran all you can eat di dekat rumah, yang menunya dari beberapa benua.

Rencana hanya tinggal angan semata ya. Bukan hanya karena Corona masih bergentayangan, juga Belanda masih setengah Lockdown. Peraturan dari pemerintah Belanda pun masih lumayan ketat. Tamu yang datang ke rumah dibatasi cuma satu orang dalam sehari. Restoran pun masih belum bisa makan di tempat, hanya bawa pulang saja. Kalau restoran sudah boleh makan di tempat pun, saya yang belum punya nyali makan dalam ruangan. Kalau di terasnya, masih berani. Lagian ya, meskipun sejak beberapa minggu lalu restoran sudah boleh buka untuk melayani pembelian bawa pulang, tetep saja banyak restoran yang masih tutup.

Jadi, pas awal tahun suami mulai bertanya mau dibuat apa ulangtahun saya kali ini. Saya jawab ya biasa saja karena tidak bisa ke mana – mana juga. Biasanya memang sejak menikah, setiap saya berulangtahun jika tidak ada halangan, kami pasti jalan – jalan. Tahun lalu sudah berencana akan ke Andalusia, eh Corona datang. Jadi buyar rencana. Menyadari bahwa kondisi tidak memungkinkan ke mana – mana (karena Januari, saat suami bertanya, masih total lockdown), saya bilang kalau kami akan merayakan di rumah saja. Seperti biasa saya akan masak nasi kuning dan membuat taart.

Tapi, yang saya pikir pertambahan usia dengan angka yang spesial kali ini akan biasa saja, ternyata sangat berkesan.

KEJUTAN DARI SUAMI

Pertengahan Februari, ucluk – ucluk suami mengajak liburan, dalam rangka ulangtahun saya. Hotel dan penginapan memang buka meskipun restoran saat itu masih tutup. Tapi, sudah terdengar rumor kalau dalam 2 minggu kedepan restoran boleh buka tapi pesan bawa, tidak makan di tempat. Suami pun sudah mempersiapkan semuanya. Dari mencari penginapan, lokasi liburan, rencana selama seminggu, dan akan ke mana saja kami selama itu. Biasanya, tugas mencari penginapan dan kegiatan selama liburan, ada pada saya. Tapi kali ini, semua sudah diatur oleh suami. Saya tinggal duduk manis saja. Dia cuma mengingatkan untuk menghubungi teman dekat saya yang tinggal di Limburg karena kalau dia ada di rumah, kami akan mampir sebentar.

Jadi, kami liburan ke Zuid Limburg. Saya tidak menyangka kalau provinsi ini luar biasa cantiknya. Khususnya pedesaan di Zuid Limburg. Saya pernah ke Limburg sebelumnya dalam beberapa kali kunjungan sendiri atau bersama suami. Kota – kota yang pernah saya datangi yaitu Horst, Valkenburg, Thorn, Vaals, Sittard, Maastricht, dan Roermoend. Tapi kalau spesifik mengunjungi Zuid Limburg sampai ke pedesaannya, saya belum pernah. Baru kali ini. Kami benar terpana karena alamnya yang luar biasa cantik. Perpaduan alam Italia dan Perancis utara. Kami pernah roadtrip ke Italia dan ke Perancis Utara. Jadi selama di Zuid Limburg, kami merasa de javu. Satu wilayah, seperti Italia. Ke wilayah lain, menyerupai Perancis. Suami pun heran kalau di Belanda ada bagian yang bukan seperti Belanda. Lah, dia aja baru tahu sekarang. Nanti akan saya tuliskan terpisah ya tentang liburan kami ke Zuid Limburg. Siapa tahu bisa jadi ide liburan musim panas di Belanda.

Kastil tempat kami menginap
Kastil tempat kami menginap

Selama di sana, kami menginap di kastil. Lebih tepatnya, di bangunan sebelah kastil. Letak kastil ini di kota Valkenburg. Jadi ini rumah yang lengkap dengan perlengkapan dapur. Dalam satu lokasi, ada sekitar 10 rumah. Bangunan lama tapi bersih. Setiap bangun dan akan tidur, pemandangan dari kamar kami ya kastil ini. Liburan kami terberkati dengan cuaca yang mendadak sangat cerah saat itu. Padahal beberapa hari sebelumnya hujan terus bahkan hujan es. Pas kami berangkat dari rumah, itupun masih mendung. Keesokan harinya, langsung suhu menghangat dan cuaca cerah sekali. Bahkan selama seminggu, suhu sampai 26 derajat celcius. Nikmat sekali hiking, jalan kaki di perkebunan, kunjungan ke beberapa kastil, tanpa memakai jaket. Cuma selembar kaos tipis sudah cukup.

Hari H

Pagi hari, seperti biasa mendapatkan ucapan ulangtahun dari suami dan anak – anak. Dinyanyikan lagu ulangtahun juga. Luar biasanya, merayakan di lingkungan kastil. Kado dari mereka? sudah saya dapatkan sebulan sebelumnya. Jauh hari saya mengatakan ingin membeli beberapa barang sebagai kado ulangtahun. Kata suami, beli saja. Barangnya sampai rumah sebulan sebelum ultah. Gercep. Ada kejadian agak lucu. Jadi sehari sebelum kami berangkat liburan, ada kartu yang lumayan besar ukurannya masuk ke kotak pos di rumah. Tertujunya untuk saya. Lalu saya pikir, mungkin dari Astrid karena biasanya Astrid suka kirim kartu. Begitu dibuka, ada foto saya. Lalu saya baca isinya, ternyata dari suami dan anak – anak. Saya lalu terharu membaca kalimat yang dituliskan. Ketika suami turun untuk makan siang, saya bilang terima kasih atas kartunya. Dia lalu ngakak : Wah, saya lupa bilang, kalau ada kartu datang buat kamu, jangan dibuka dulu. Itu rencananya akan saya berikan pas hari ultahmu. Kami lalu ngakak berjamaah. Kejutan yang terlalu cepat.

Hidangan ulangtahun

Pagi hari ultah, kami sarapan dan membuka kado dari teman dekat saya. Kadonya berkesan sekali. Dia benar – benar perhatian. Siangnya kami ke Maastricht. Sorenya kami ke pusat kota Valkenburg untuk membeli makan. Restoran meskipun sudah boleh buka, tapi ternyata masih banyak yang tutup. Beruntungnya pas hari H, ada restoran Indonesia yang buka. Jadi, kami merayakan dengan makan masakan Indonesia dan membeli taart mini. Kami makan malam di bagian belakang penginapan yang pemandangannya adalah perkebunan. Makan di bangku, di bawah sinar matahari jam 6 malam. Nikmat pertambahan usia.

KEJUTAN DARI TEMAN DEKAT

Sebelum ke Kastil tempat menginap, kami mampir terlebih ke rumah teman dekat yang saya ceritakan sebelumnya. Niatnya, saya hanya mampir sebentar sekedar ingin bertemu dia karena terakhir ketemu Agustus tahun lalu. Ternyata, dia mengundang kami untuk makan siang sekalian. Wah, kami tentu saja senang. Waktu itu saya berpikir, sekalian saja saya merayakan ulangtahun di sana. Paling tidak, saya merayakan pertambahan usia yang spesial ini dengan orang yang spesial juga selain keluarga. Jadi, saya membuat tiramisu dan beberapa kue untuk dibawa ke sana sebagai oleh – oleh. Kejutan untuk dia dan suaminya karena saya akan merayakan ultah di sana tanpa pemberitahuan awal. Meskipun saat itu masih 2 hari menuju hari H.

Sampai di sana, saat duduk di ruang tamu, saya melihat di dekat meja makan ada gantungan tulisan Happy Birthday. Saya bertanya, siapa yang berulangtahun. Dia menjawab : Lho, kamu kan ultah 2 hari lagi. Makanya saya siapkan kejutan. Kan pertambahan usia yang spesial tahun ini.

Nasi bancakan yang dia siapkan

Saya lalu terbelalak tak percaya. Ternyata dia ingat ultah saya dan sengaja menyiapkan kejutan. Meskipun hubungan kami dekat, tapi untuk urusan ultah, saya pikir dia tidak akan ingat karena selama 6 tahun berteman, kami sangat jarang mengucapkan selamat ulang tahun satu sama lain. Tahun ini, saya sampai diberikan kejutan. Sangat manis. Dia memberi saya kado, menyiapkan masakan Indonesia. Nasi bancak-an. Ini menu syukuran kalau di Jawa. Kata dia, untuk mensyukuri pertambahan usia semoga semakin berkah. Saya benar – benar terharu atas perhatiannya.

KEJUTAN DARI TETANGGA, MAMA MERTUA, DAN ASTRID

Hari ke tujuh, liburan kami berakhir. Selama 2.5 jam berkendara, akhirnya kami sampai juga di rumah. Suhu masih hangat dan cuaca sangat cerah. Saya terkejut karena di meja makan sudah ada bunga, brownies, beberapa kado, dan beberapa kartu ucapan ulangtahun. Tetangga sebelah yang selalu kami titipi rumah jika kami liburan, membuatkan brownies (yang saat kami datang, masih hangat), meletakkan bunga potong segar, dan kartu ucapan. Kado dan kartu ucapan lainnya saya dapatkan dari Astrid, Mama mertua, dan tentu saja suami juga anak – anak. Sekali lagi saya terharu atas perhatian mereka. Tidak menyangka jika pertambahan usia tahun ini sangatlah berkesan dan sangat spesial.

Perhatian yang saya dapatkan saat pertambahan usia tahun ini
Perhatian yang saya dapatkan saat pertambahan usia tahun ini

Minggu depannya, saya memasak nasi uduk dan printilannya. Merayakan ulangtahun di rumah. Juga tidak lupa kue ulangtahun yang kali ini saya membuat Marble Cake disiram coklat pekat.

Marble Cake
Nasi Uduk komplit

UCAPAN ULANG TAHUN DARI PARA SAHABAT DAN KELUARGA DI INDONESIA

Hari H ulangtahun seperti biasa saya menerima ucapan selamat dari beberapa sahabat, Ibu, dan Adik. Ucapan dari beberapa sahabat : welcome to the club. Welcome to mata plus haha. Yess, ternyata mata saya sekarang sudah nambah ada plus nya. Jadi sekarang mata saya ada tiga macam kelebihan : minus, silindris, dan plus. Kayaknya yang plus sih baru sebulan terakhir ini. Welcome to kalau baca dekat kacamata harus dicopot dulu haha (masih agak denial kalau ternyata sudah ada plusnya).

HADIAH UNTUK DIRI SENDIRI

Karena pertambahan angkanya spesial, jauh hari saya sudah memikirkan apa ya yang sekiranya saya ingin berikan ke diri sendiri sebagai kado ulangtahun. Lalu saya memutuskan untuk mengambil sertifikasi HACCP (Hazard Analys Control Critical Point) untuk Horeca. Jadi, apa sih HACCP itu? Saya tuliskan pengertiannya dari Safe food alliance

Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP) is an internationally recognized method of identifying and managing food safety related risk and, when central to an active food safety program, can provide your customers, the public, and regulatory agencies assurance that a food safety program is well managed. HACCP is a management system in which food safety is addressed through the analysis and control of biological, chemical, and physical hazards from raw material production, procurement and handling, to manufacturing, distribution and consumption of the finished product. 

Nah, untuk saat ini, saya mengambil sertifikasi untuk bidang Horeca. Selanjutnya, saya ingin mengambil yang khusus Bakery. Kenapa kok saya ambil sertifikasi yang berbeda jauh dengan latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja sebelumnya? Karena selain tertarik, juga mudah – mudahan ini adalah bidang kerja yang ingin saya jalani kedepannya.

Selain mengambil sertifikasi tersebut, ada satu hadiah lagi yang saya berikan pada diri sendiri yaitu, saya akhirnya bisa menurunkan berat badan sampai 20 kg (Pada saat ulangtahun, karena saat menulis ini, sudah turun beberapa kg lagi). Memang selama 3 tahun terakhir, berat badan saya melonjak drastis. Faktor hormon dan faktor memang doyan makan. Waktu itu saya punya alasan kuat kenapa BB bisa naik pesat. Tapi setelah saya tidak punya lagi alasan untuk punya BB yang aduhai angkanya, akhirnya saya putuskan untuk pelan – pelan kembali ke jalan yang benar. Jadi saya mengatur pola makan, olahraga, punya tidur yang berkualitas, dan pikiran yang tenang. Ini perjalanan panjang ya karena bukan sulapan cuma beberapa minggu saja. Saya sudah mulai sejak Oktober atau November tahun lalu (tepatnya lupa). Nanti saya tuliskan terpisah tentang turun berat badan ini. Saya akan tuliskan secara detail. Masih ada target 5-7kg an lagi lah ini. Tapi saya santai saja. Yang penting dijalani dengan suka cita dan bahagia untuk tetap dilakukan sampai jangka panjang. Baju ukuran S sudah bisa dipakai lagi (sebelumnya ukuran M).

Pamer turun berat badan 20kg saat hari ulangtahun di depan kastil Hoensbroek

Begitulah cerita pertambahan umur tahun ini yang sangat berkesan. Angkanya spesial, mendapatkan banyak perhatian dari orang – orang yang spesial di hati. Doa saya tidak muluk – muluk. Sehat jiwa raga, bisa membersamai suami sampai tua, membersamai dan menemani anak – anak sampai mereka besar, dan saya tetap bisa belajar dan mencoba banyak hal baru. Satu lagi, bisa lebih bermanfaat buat diri sendiri dan orang banyak. Tahun ini pada akhirnya saya bisa mendapatkan tenang yang sesungguhnya karena beberapa hal bisa saya terima dengan lapang dada. Acceptance. Saya pun sudah merasa cukup dengan apa yang ada sekarang. Lebih dari cukup sehingga yang perlu saya tingkatkan adalah rasa syukur dan berbagi kebahagiaan.

-20 April 2020-

Empat Musim Dalam Satu Hari di Belanda

Musim semi, bunag - bunga cantik mulai bermekaran

Saat baru pindah ke Belanda, guru les bahasa Belanda saya bilang kalau mau basa basi dengan orang Belanda, gampang. Cukup obrolkan saja tentang cuaca hari ini. Mereka akan sangat bersemangat bercerita. Dan topik kedua adalah berbincang tentang rencana liburan atau mereka sudah pernah libur ke mana saja. Beberapa lama kemudian, saya membuktikan sendiri. Kalau disapa di kendaraan umum, mereka pasti ngomong tentang cuaca. Semisal : cuaca hari ini cerah ya. Atau : prakiran cuaca hari ini bilang akan turun hujan deras. Jadi saya cepat – cepat pulang ke rumah. Atau : Hey, minggu depan cuaca bagus, kamu ada rencana ke mana? Jadi buat kalian yang ada rencana liburan ke Belanda atau tinggal di Belanda, ga usah khawatir akan ditanya : Sudah punya anak? Tinggal sama siapa di sini? Kapan nambah anak? ya pertanyaan – pertanyaan lazim pas lebaran tiba. Ga usah kawatir, kalian tidak akan mendapatkan rentetan pertanyaan seperti itu (kecuali ketemunya dengan orang Indonesia yang masih berjiwa Indonesia sekali).

Saya, akhirnya ketularan kebiasaan itu. Setiap disapa orang, biar tidak terjadi situasi yang canggung, akhirnya senjata pamungkas obrolan tentang cuaca pun dikeluarkan. Sebenarnya basi sih, tapi saya jadi terikut terobsesi dengan cuaca. Bahkan menyimak analisa tentang cuaca ekstrem tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya atau tahun – tahun yang lama sudah lewat. Menurut saya, menarik menyimak analisa mendalam mereka tentang cuaca. Apalagi cuaca di Belanda ini sangat cepat berubah dalam satu hari.

Musim semi, bunga – bunga cantik mulai mekar

Dulu saya sering mendengar, cuaca di Belanda bisa berbeda dalam satu hari. Bisa merasakan 4 musim dihari yang sama, itu sudah biasa. Saya membuktikan bagian yang ini. Sering dalam satu hari : hujan es lalu tak berapa lama hujan air biasa, disusul matahari bersinar cerah dengan langit biru dan ditutup dengan angin yang super kencang. Sudah biasa seperti itu. Jadi saya sudah tidak kaget. Atau misalkan saat Belanda bersalju dan sungai serta danau serentak beku, minggu depannya langsung hangat. Seperti tidak ada sisa – sisa kenangan saat salju turun deras. Kali inipun seperti itu, malah lebih ekstrem lagi.

Bunga di halaman belakang. Semoga tidak mati kena salju.
Bunga di halaman belakang. Semoga tidak mati kena salju.

Jadi, seminggu lalu cuaca di Belanda sedang bagus. Hangat. Benar – benar nikmat untuk leyeh – leyeh di luar rumah. Suhu sampai 26 derajat celcius. Sempurna lah untuk musim semi. Cuaca seperti itu, kami nikmati nyaris selama seminggu. Pas banget selama seminggu tersebut, kami liburan ke provinsi sebelah. Ini akan saya ceritakan dipostingan terpisah. Pulang liburan, saya langsung sibuk berbenah halaman depan dan belakang karena ditinggal seminggu saja kok rumput – rumput liar sudah tumbuh dan bunga – bunga mulai mekar. Saya berencana, minggu depannya akan saya tambahi beberapa tanaman di halaman rumah kami. Jadi sebelumnya dibersihkan terlebih dahulu.

Tunas bayi pohon pisang yan mulai tumbuh. Sempat mati pas salju datang

Minggu malam, saat kami melihat siaran berita, prakiraan cuaca mengatakan kalau mulai senin salju akan turun dan suhu tidak lebih dari 4 derajat celcius. Ini sudah April lho, suhu kok ya ngedrop lagi. Wah saya kaget. Cepat – cepat saya ke luar rumah untuk menutup bayi pohon pisang yang sempat mati saat salju datang, lalu sekarang tumbuh tunas baru. Kalau terkena salju, khawatir mati suri lagi. Demi bisa melihat pohon pisang tumbuh di halaman ya kan. Tapi kekhawatiran saya bukan itu saja. Kalau salju betul akan datang, bunga – bunga yang sudah mekar ini akan bertahan atau bagaimana ini nasibnya. Lagian ini sudah April, kok ya masih saja salju turun. Rasanya capek juga bergelut dengan dingin selama berbulan lamanya.

Senin kemaren, pagi hari saya melihat hujan turun. Tak berapa lama kemudian salju lalu disusul dengan hujan es. Lalu matahari bersinar terang dan langit biru cantik. Setelahnya langit menggelap, lalu hujan es lagi. Disusul angin kencang, salju turun lagi. Matahari nongol lagi, langit kembali biru cerah. Begitu seterusnya sampai menjelang malam. Saat malam hari saya tidak terlalu memperhatikan apakah hujan es dan salju masih turun.

Hari ini, selasa, cuaca lebih ekstrem. Pagi hari saya harus ke luar rumah. Jadi selama 2 jam di luar rumah, saya langsung merasakan yang namanya hujan air, salju, hujan es, angin kencang, matahari gonjreng bersinar terang, langit biru lalu berubah jadi langit gelap. Rasa meriang ya dan butuh makan bakso plus gorengan berlimpah minyak jelantah *halah, alasan! Cuaca hari ini benar – benar cepat sekali berubah. Saya membayangkan seperti time-lapse 4 musim tapi terjadi dalam satu hari. Bahkan salju yang turun lebih tebal dari kemaren dan es yang turun pun lebih besar dibandingkan kemaren. Angin pun tidak mau kalah mau unjuk diri, sudah seperti badai saking kencangnya. Bahkan saking anehnya, hujan es dan salju beberapa kali turun dalam waktu bersamaan. Jadi dua hari ini, saya merasakan apa yang orang Belanda bilang, 4 musim terjadi dalam satu hari. Ini malah dua hari berturut. Entah esok hari masih berlanjut atau tidak.

Sebesar ini lho esnya. Sakit ini kena kepala.

Mengalami dan melihat sendiri hal tersebut, membuat saya khawatir. Ini rasanya sudah tidak biasa. Khawatir apa yang akan terjadi dengan bumi. Apa yang sebenarnya terjadi saat ini. Khawatir dengan alam yang mulai berubah. Bahkan saat menulis ini dimalam hari, saya masih mendengar suara kencang hujan es turun di luar dan suara geluduk yang keras.. Ada rasa takut dan khawatir karena ini rasanya sudah tidak biasa. Salju di bulan April? rasanya sudah tidak biasa. Alam sedang dalam kondisi tidak baik, saya tahu itu.

Semoga esok hari cuaca kembali normal meskipun suhu diperkirakan kembali minus beberapa hari kedepan. Ingin rasanya kembali merasakan suhu musim semi. Bukan suhu musim dingin di musim semi. Saya rindu cuaca hangat.

Stay safe semuanya, sehat – sehat selalu dan semoga alam kembali baik – baik saja.

*saat tulisan ini siap diluncurkan, di luar lanjut salju turun lebat.

-6 April 2021-

Buah Tangan Setelah Bepergian

Museum De Valk - Leiden

Kalau ada pembicaraan tentang bagaimana terganggunya mereka yang sedang bepergian lalu diminta untuk membawakan buah tangan alias oleh – oleh saat kembali, saya tidak bisa ikut nimbrung karena tidak terlalu punya pengalaman diminta-in oleh – oleh setelah pulang bepergian. Kadang saya suka terperangah sendiri jika mendengar atau membaca yang meminta oleh – oleh seringnya tanpa sungkan sebut ini itu padahal jelas tidak ikutan nyumbang beli tiket pihak yang sedang bepergian. Kok ya ga ada rasa malu ya sampai minta sedemikian rupa, tanpa bertanya dulu yang diminta-in oleh – oleh ada uang lebih tidak, ada ruang lebih tidak untuk menaruh barang yang diminta. Meminta oleh – oleh itu kan artinya minta gratisan ya. Minta gratisan sampai menyebutkan spesifik barang yang diminta, ehmmm kok ya rasanya gimana gitu, ga nduwe isin.

Atau kalau si pihak yang bepergian memang dengan senang hati memberikan sesuatu lalu diberikan komentar oleh si penerima semacam : duh liburan ke luar negeri kok begini aja nih oleh – olehnya, coklat seperti ini sih banyak di supermarket sini. Atau komen seperti ini : Tugas kerja kan dibayarin kantor tiketnya, mbok ya oleh – olehnya jangan gantungan kunci donk, agak mahalan dikit. Atau komentar dari keluarga : liburan ke luar negeri bisa tapi kok ngasih oleh – oleh keluarga cuma tempelan kulkas, buat apaan nih. Sakit hati ya rasanya kalau sampai diberikan komentar seperti itu. Saya yang tidak pernah mengalami hanya mendengar atau membaca saja, rasanya krenyes – krenyes di hati. Kok sampai tega ngomong seperti itu padahal sudah diberikan sesuatu sebagai buah tangan. Saat membeli, orang yang bepergian pasti menyisakan budget dan waktu khusus untuk memilih yang cocok yang mana sebagai oleh – oleh. Artinya yang diberikan buah tangan, sudah ada di pikiran si pemberi. Kok ya sampai hati memberikan komentar seperti itu.

MINIM PENGALAMAN DIMINTA BUAH TANGAN

Kesukaan bepergian saya sepertinya turunan dari Ibuk yang memang suka jalan – jalan sendiri dari ke luar kota sampai luar pulau. Bapak saya tidak terlalu suka liburan jauh. Kalaupun liburan, biasanya yang bisa dijangkau oleh mobil atau kendaraan umum yang jarak tempuhnya tidak terlalu lama. Pernah sih Bapak beberapa kali ke Jakarta dari kota kami menyetir sendiri dengan seluruh keluarga. Waktu itu, bisa sampai 24 jam perjalanan diselingi beberapa kali berhenti untuk istirahat. Rasanya, itu jarak tempuh yang paling lama yang pernah Bapak lakukan. Ibuk, seingat saya kalau sudah sampai rumah dari bepergian, membawa oleh – oleh ala kadarnya. Seringnya makanan. Meskipun ala kadarnya menurut Ibuk, kami yang di rumah tentu saja senang apapun yang dibawa oleh Ibuk. Tidak membawa sesuatu pun, kami tidak pernah menanyakan.

Seingat saya, para tetangga kami pun tidak pernah ada yang menanyakan perihal oleh – oleh jika saya pulang ke rumah sejak pertama kali ngekos umur 15 tahun. Bahkan saat saya sudah mulai bekerja, mereka tetap tidak pernah meminta oleh – oleh padahal tahu pekerjaan saya isinya wira wiri lintas provinsi. Mereka lebih tertarik menanyakan kabar, mendengarkan cerita saya kalau pergi ke kota di provinsi nun jauh di sana, bahkan lebih tertarik bertanya sebenarnya pekerjaan saya itu ngapain saja.

Bagaimana dengan keluarga? Lah ya tentu saja mereka tidak peduli saya ini mau membawa oleh – oleh atau tidak. Setiap saya bepergian entah itu untuk urusan kantor atau liburan pribadi, saya selalu pamitan sama Bapak dan Ibu. Sekedar bilang kalau saya akan ke luar kota atau ke luar negeri. Mereka selalu berpesan hati – hati jaga diri dan mendoakan semoga selamat dari berangkat sampai pulang lagi. Bahkan Bapak selalu mengingatkan untuk tidak usah membawakan barang atau makanan apapun karena takut tidak bisa dimakan (karena beda selera) atau barangnya tidak cocok untuk mereka. Adik – adik saya pun sama, cuek saja perkara oleh – oleh. Dibawakan ya dimakan, tidak ada pun tidak pernah bertanya. Mereka lebih senang kalau saya pulang ke rumah lalu kami makan bersama satu keluarga, menyantap masakan Ibuk sambil mendengarkan saya bercerita seputar liburan atau tugas kantor di luar kota atau luar negeri.

Bagaimana dengan teman kantor dan teman – teman lainnya? Sama saja, mereka juga tidak pernah cerewet nitip ini dan itu. Kalau teman kantor, saya dengan senang hati selalu membawakan makanan sebagai oleh – oleh karena mereka pun berlaku yang sama jika sedang tugas kantor ke luar kota atau luar negeri. Sebagai informasi, frekuensi bepergian saya untuk urusan kantor dalam sebulan bisa sampai 3 minggu. Jadi efektif saya di kantor selama sebulan, paling lama 1,5 minggu saja. Kalau saya sudah masuk kantor, rasanya benar – benar melepas kangen dengan banyak bercerita sambil makan oleh – oleh yang saya bawakan untuk teman – teman satu ruangan. Nah, mereka tidak pernah komen : Den, loe kok cuma bawa makanan aja sih, atau Den, bawa apa gitu kek kalau dari kota A, jangan makanan mulu. Komen seperti itu tidak pernah saya dengar kalau membawakan makanan setelah dinas luar kantor. Makanan adalah pemersatu kubikel.

Teman – teman yang lainnya pun sama, rasanya saya tidak pernah ingat diminta-in oleh – oleh jika mereka tau saya ada urusan kerja di kota lain atau liburan ke negara lain. Mereka lebih tertarik mendengar pengalaman saya selama liburan atau tugas kantor.

MEMBELI BUAH TANGAN KARENA KEINGINAN SENDIRI BUKAN KARENA DIMINTA

Dari cerita yang saya sampaikan di atas, sudah ada bayangan ya selama ini saya nyaris tidak punya cerita bagaimana rasanya ditodong keluarga, teman, tetangga untuk membawakan oleh – oleh. Bersyukurnya, jika mereka tau saya akan bepergian, pasti akan berpesan untuk hati – hati dan mendoakan saya selamat dari berangkat sampai pulang lagi. Seingat saya, justru tidak pernah ada kata – kata untuk minta dibawakan oleh – oleh ini itu, atau nitip beli ini itu. Kalau saya sudah pulang, yang ditanyakan pertama ya kabar saya, sehat atau ada hal lainnya. Mereka antusias mendengarkan cerita saya.

Sewaktu Adik dan Ibuk di Belanda, saya bertanya mereka mau bawa oleh – oleh apa untuk dibawa ke Indonesia supaya bisa diberikan ke para tetangga atau teman – teman kerja Adik saya. Ibuk bilang tidak usah membeli banyak oleh – oleh, secukupnya saja. Toh tidak ada yang meminta. Malah Adik saya bilang kalau beli sedikit saja atau beli coklat saja, lebih berguna bisa dimakan. Sepupu yang tinggal dengan kami selama 3 bulan juga lebih tidak terlalu pusing memikirkan harus membawa apa saat pulang ke Indonesia. Dia bilang : beli aja dikit, buat syarat. Kalau ada yang protes kubilang aja “protes mulu loe, ngasih duit aja kagak” haha bener juga.

Museum De Valk - Leiden
Museum De Valk – Leiden

Tahun lalu saat kami sudah membeli tiket untuk mudik, saya mulai bertanya ke Ibuk dan saudara – saudara yang lain ingin dibawakan apa kalau saya mudik nanti. Ibuk bilang ga usah bawa apa – apa yang penting selamat semua sampai Indonesia. Sedangkan saudara yang lain malah malas – malasan jawab : ga usah lah dibawakan apa – apa, keju kami juga ga doyan. Ga usah repot bawa macam – macam, ketemu kamu saja kami sudah senang. Jadi tahun lalu saya pun tidak terlalu ribut mencari oleh – oleh. Dengan senang hati saya membeli seperlunya juga, semampu saya dan ya tidak memaksakan diri membawa banyak lha wong yang di Indonesia saja tidak minta. Kalau tidak diminta oleh – oleh seperti itu, saya malah dengan senang hati membelikan karena mereka akan sangat menghargai apapun yang saya beri. Buat mereka, saya sampai sana dalam keadaan selamat, itu jauh lebih penting. Oleh – olehnya sudah siap, lah mudiknya ditunda. Jadi oleh -olehnya mangkrak di rumah sampai saat ini.

Keluarga di Belanda juga begitu, khususnya Mama mertua. Kalau liburan, kami selalu bertanya ingin dibawakan apa. Mama sering bilang jangan sampai membeli apapun. Beliau lebih menantikan cerita kami selama liburan dan lebih antusias untuk melihat semua foto dan video yang kami buat. Walaupun begitu, sesekali kami masih membelikan seperti coklat sebagai buah tangan yang seringnya berujung kena omel karena sudah dibilang untuk tidak membawakan apapun, tapi kami tetap ngeyel membelikan. Tanda cinta kami buat Mama. Untuk tetangga yang kami titipi rumah selama liburan, seringnya kami berikan buah tangan. Biasanya makanan khas dari tempat yang kami datangi dan juga kiriman kartupos dari sana.

Sebenarnya saya senang memberikan satu benda sebagai buah tangan yaitu, mengirimkan kartupos. Untuk beberapa orang teman atau keluarga, kami senang mengirimkan kartupos dari tempat tujuan kami berlibur (atau tugas kerja). Mereka selalu antusias menerima kartupos yang kami kirimkan. Untuk kartupos ini, kami juga selalu mengirimkan ke alamat rumah kami sendiri. Jadi saat sampai ke rumah, seringnya kartupos sudah sampai. Jadi kami membaca sendiri kartupos tersebut. Buah tangan kami untuk kami selama liburan. Menyenangkan membacanya.

Bersyukur rasanya selama ini ternyata saya tidak pernah ada beban apapun untuk memberikan buah tangan jika sedang bepergian atau tugas kantor. Kalaupun sampai saya membawa, ya itu keinginan sendiri yang selalu mendapatkan ucapan terima kasih dan tidak pernah dikomen macam – macam (baca : dinyinyirin). Apapun yang saya bawa, pasti dengan senang hati diterima. Dititipi untuk minta dibelikan ini itu, juga rasanya tidak pernah.

Ada salah satu teman kantor dulu saat liburan ke Belanda lalu membawa oleh – oleh coklat ke kantor. Departemen sebelah ada yang komen : lah kalau coklat aja mah ada di sini, ngapain jauh – jauh ke Belanda. Dijawab oleh dia : Loe kan belum pernah ke Belanda, makan nih coklat biar tahu bedanya coklat Indonesia sama coklat Belanda tuh apa, biar loe ga kebanyakan komen macam ini. Masih untung loe gue beri.

Harusnya memang kalau ada orang komen macam – macam kalau diberi oleh – oleh, langsung aja kasih komen balik yang pedas, Atau ya tandain, kedepannya sekalian ga usah dikasih lagi. Atau kitanya sendiri yang ga usah repot – repot membelikan oleh – oleh. Orang banyak mengedepankan ga enak hati sih ya kalau tidak membawa apa – apa setelah bepergian. Padahal prinsip oleh – oleh kan sukarela. Cuma memang ada tipe orang yang kalau tidak bawa apa – apa rasanya sungkan. Padahal ya suka – suka dia aja ya mau bawa apa tidak. Toh kalau ada yang sampai komen tidak enak tinggal jawab aja apa adanya. Misal : ga ada duit lebih buat beli oleh – oleh. Atau : loe sih ga ngasih duit ke gw, jadi ya gw ga beli apa – apa buat loe. Atau ya jawab saja : males belinya. Singkat, padat, beres.

Sekali lagi, buah tangan setelah bepergian itu sifatnya sukarela. Jadi jangan sampai dijadikan beban. Liburan sampai beban mikiri oleh – oleh kok ya jadi repot sendiri. Atau mau mudik sampai repot berburu oleh – oleh sampai memaksakan diri melebihi kapasitas uang atau ruang yang ada. Memang ada yang kalau mudik membawa banyak sekali oleh – oleh untuk semua isi kampung. Salah satu kebanggaan karena satu indikator kesuksesan merantau buat dia terpenuhi, yaitu bisa membawa oleh – oleh yang banyak kalau mudik. Entah itu memang dianya sendiri yang secara sukarela membelikan aneka macam rupa buah tangan, atau sampai menabung lama asal bisa membawa barang banyak untuk penduduk desa, tak jadi soal. Yang penting bawa oleh – oleh. Ada yang sampai tidak mudik karena uang tidak cukup membeli oleh – oleh. Daripada malu tidak membawa buah tangan untuk orang kampung, lebih baik tidak mudik. Agak memusingkan memang perihal buah tangan untuk beberapa orang.

Kalau memang diri sendiri merasa senang membawakan oleh – oleh, itu lain hal. Artinya memang sukarela dan tidak merasa terbebani.

Lain orang, lain pandangan perihal oleh – oleh. Yang penting bijak menyikapi, tidak memaksakan diri, dan seperlunya saja.

-1 April 2021-

Sampai Lupa Rasa Aslinya

Pecel Pitik, sajian khas lebaran di kampung

Sudah seringkali saya singgung di blog ini tentang rencana mudik yang ada saja tertunda setiap tahunnya. Sudah beli tiket pun ya tetap tertunda. Jadi sejak pindah ke Belanda, saya belum pernah mudik sama sekali. Tahun ini, adalah tahun ke tujuh saya jadi imigran. Kangen Indonesia? ya jelas donk! Bagaimanapun juga, seburuk – buruknya Indonesia, itulah tempat saya lahir dan besar. Keluarga besar di sana, sahabat dan teman – teman dekat juga di sana, tempat saya meniti karier juga di sana, jatuh bangun dalam percintaan (halah, kok yo disebut barang), menempuh pendidikan formal dari SD sampai S2 juga di sana. Jadi, tidak mungkin kalau saya tidak rindu Indonesia. Selain keluarga besar, teman – teman dan para sahabat, yang paling saya rindukan tentu saja makanannya.

Tahun 2019 akhir, setelah kami Haqul Yakin akan mudik tahun 2020, mulailah saya mencicil untuk membuat daftar makanan apa saja yang wajib saya makan selama mudik 3 bulan. Sebenarnya 3 bulan ini saja buat saya rasanya terlalu singkat. Mana bisa waktu sesingkat itu berkunjung ke semua saudara, apalagi untuk mencicipi segala makanan. Lha wong keluarga besar saya itu sukanya menjamu saudara yang datang. Belum lagi Ibuk, tidak mungkin tidak memasak untuk anak perempuannya ini. Saya pun sudah pesan segala makanan ke Ibu untuk dimasakkan saat kami mudik. Perut cuma sebesar ini, daftar makanannya sampai beberapa bab sendiri. Ya mana muat.

Sebenarnya untuk urusan makanan Indonesia, di Belanda ini gampang sekali mencari restoran Indonesia yang rasanya benar – benar Indonesia. Belum lagi katering rumahan. Apalagi di Den Haag ya, tinggal tunjuk dan punya duit banyak saja, tiap hari bisa makan masakan Indonesia, kalau niat. Banyak sekali restoran Indonesia dan katering rumahan di sekitaran Den Haag yang rasanya masih Indonesia. Tapi, banyak juga Restoran Indonesia yang rasa masakannya sudah menyesuaikan dengan lidah orang Belanda. Jadi sudah tidak autentik lagi (dari sudut pandang orang Indonesia). Tinggal di dekat Den Haag ini sebenarnya dimanjakan sih. Segala sesuatunya gampang kalau berhubungan dengan makanan. Untungnya, saya bisa tahan diri *soale duite ga cukup. Saya jarang njajan karena ya kalau masih bisa masak sendiri, ya saya masak. Sesekali saja palingan njajannya sambil ketemu teman.

Bahan untuk memasak makanan Indonesia pun, gampang sekali dicari di sini. Jastip juga sekarang bisa membawa segala macam yang dipesan dari Indonesia. Jadi kalau benar – benar rindu dengan masakan Indonesia yang bukan kebanyakan dijual di restoran atau katering rumahan, saya bisa memasak sendiri. Misalkan masakan khas daerah tempat saya besar. Jadi istilahnya, selama ada niat (dan uang) rindu masih bisa lah terobati dengan segala makanan Indonesia yang dijual di sini. Atau ya memasak sendiri kalau lebih ingin sesuai selera lidah saya.

LUPA RASA ASLINYA

Meskipun gampang sekali untuk tetap makan hidangan asli Indonesia, baik itu memasak sendiri, ataupun membeli, ada saja beberapa masakan yang saya mulai lupa rasa aslinya. Kalau untuk urusan Bahasa Ibu, mau berapa lamapun tinggal di luar Indonesia, mustahil bagi saya untuk lupa. Lha wong saya ngobrol dengan Ibu dan saudara di sana menggunakan bahasa Indonesia dan Jawa, ya ga mungkin lah mendadak lupa. Tapi, kalau rasa makanan, ternyata setelah lebih dari 6 tahun tidak mudik, bisa membuat lidah dan otak saya agak lupa ini rasa aslinya seperti apa.

Sering kali kalau bertanya resep ke Ibuk, saya pasti bertanya : ini rasa yang dominan apa ya Buk? saya kok agak lupa. Tahun lalu, pertama kali saya masak Pecel Pitik. Ini masakan khas desa tempat Mbah. Setiap lebaran, selalu ada masakan ini. Jadi, sejak saya bisa makan pedas, ya setiap tahun saya makan pecel pitik kalau lebaran. Nah, sejak di Belanda, lebaran jelaslah tidak ada pecel pitik. Selain tidak ada yang jualan, saya juga tidak terpikir untuk membuat sendiri. Karena tahun lalu kami gagal mudik, untuk mengobati kerinduan lebaran di desa, saya bertanya ke Ibuk apa resepnya dan bagaimana cara membuatnya. Kalau di desa, para Bude dan Mbah yang biasa memasak. Saya tinggal duduk manis menyantap karena biasanya Bapak dan Ibuk sampai di desa sehari sebelum lebaran. Jelas semua masakan untuk lebaran sudah matang semua. Kalaupun saya masih ada kesempatan membantu, paling banter ya cuma bagian mengulek cabe.

Pecel Pitik, sajian khas lebaran di kampung
Pecel Pitik, sajian khas lebaran di kampung

Bertanya bumbu pecel pitik ke Ibuk juga sebenarnya salah alamat. Lha wong Ibuk tidak pernah memasak hidangan ini seumur hidup Beliau. Sama seperti saya, Ibuk hanya bagian penyantap saja. Ibuk lalu bilang akan menanyakan ke Bude bumbu dan cara memasaknya seperti apa. Setelah dituliskan lengkap dan saya bertanya lebih detail, lalu pertanyaan pamungkas saya : Buk, ini rasa yang dominan apa ya selain pedas? Saya kok ingatnya hanya rasa pedas yang menyengat. Rasa dominan yang lainnya apa ya? Saya agak lupa.

Lain waktu, saat saya membeli Rujak Cingur di warung the one and only rasa rujak cingurnya paling wenaakk se Belanda, Warung Barokah di Amsterdam. Eh ternyata mereka juga menjual Tahu Campur Lamongan. Tanpa pikir panjang, saya langsung membungkus 2 porsi. Saya pikir karena rasa rujaknya tidak mengecewakan, pasti tahu campurnya pun tidak. Yang masak sekaligus pemilik warungnya asli orang Jawa Timur. Jadi pasti terpercayalah untuk rasa, begitu pikir saya. Sesampainya di rumah, tidak sabar saya mencicipi tahu campurnya. Pas merasakan, saya sampai berpikir lama. Kok seperti ini ya rasa tahu campurnya. Seingat saya, tidak seperti yang saya rasakan saat itu. Tapi saya sendiri juga agak lupa rasa aslinya nya seperti apa.

Saya lalu berkirim pesan ke grup yang isinya orang Jatim semua. Kami cuma berempat saja, hampir bersamaan pindah ke Belanda. Saya ingin mengkonfirmasi rasa dominan tahu campur itu seperti apa. Mereka lalu tertawa. Pasalnya, di grup ini juga beberapa kali sebelumya, dari anggota lainnya yang bertanya rasa atau bentuk asli dari masakan A, B, C dsb, seperti apa. Waktu kami ngobrol tentang isi pastel, satu teman malah nanya kok pastel isinya banyak banget. Dia lupa, pastel di Indonesia kan isinya aneka rupa dari bihun, wortel, kentang, ayam atau potongan telur rebus. Ya begini kalau sama – sama tidak pernah mudik setelah di Belanda. Lalu ketika saya bertanya, kok ya akhirnya giliran lupa rasa asli masakan sampai juga pada saya. Jadi bukan tahu campurnya yang tidak enak, lidah saya saja yang lupa rasa aslinya seperti apa.

Sebenarnya lupa rasa asli beberapa makanan Indonesia, tidak hanya dua dari yang saya sebutkan di atas. Masih ada beberapa masakan atau jajanan yang saya mulai samar ingat ini rasa aslinya seperti apa. Mungkin lidah saya mulai bingung. Kalau sedang malas masak tapi ingin makan masakan Indonesia, saya sesekali membeli di toko dekat rumah. Yang masak orang Indonesia asli, tapi mayoritas rasa makanan Indonesia yang dijual sudah disesuaikan dengan lidah orang lokal. Jadi bumbunya tidak terlalu medok. Kata suami : bahkan rendang yang dijual, kalah enak rasanya dengan rendang buatanmu. Ya beginilah kalau punya suami yang lidahnya sudah terhipnotis masakan istrinya. Semua rasa makanan Indonesia di luar sana pasti dibandingkan dengan masakan istrinya. Sering saya ingatkan : sesekali ga usah komen mbanding – mbandingin dengan masakanku. Sudah dinikmati saja, meskipun menurutmu ga enak. Senang sih dipuji sama suami. Tapi kan saya juga ingin menikmati makan tanpa masak sendiri.

Jadi, lidah saya mungkin bingung. Sudah tercampur dengan rasa masakan Indonesia yang masih otentik maupun yang sudah disesuaikan dengan lidah orang lokal. Belum lagi kalau saya masak sendiri, rasanya ya tentu saja sudah saya sesuaikan dengan lidah keluarga saya. Mbuh akhire bingung sing asli rasa Indonesia iku sing endhi.

Tahu Campur Lamongan, Warung Barokah Amsterdam

Lucu juga ya, makan masakan Indonesia sejak lahir, tapi begitu jadi imigran dan lama tidak pulang, jadi ada yang terlupa beberapa makanan rasa aslinya seperti apa. Apalagi untuk makanan yang tidak biasa dijual bahkan tidak dijumpai di restoran manapun bahkan katering rumahan. Entah lupa rasa asli ini terjadi pada semua imigran yang lama tidak mudik, atau hanya pada imigran yang lidahnya agak belagu, seperti saya. Sok – sok lupa rasa masakan asli, padahal tiap hari ya makan pakai sambel terasi *jaka sembung.

-25 Maret 2021-

Kangen Ngobrol dan Ketemu Langsung

Kue Lumpur Penyambung Silaturrahmi antar Tetangga

Dua bulan lalu, Anis ke rumah untuk mengembalikan panci dan toples yang saya bawa saat acara ulang tahun di rumahnya, bulan Agustus tahun lalu. Panci itu saya isi Pecel Pitik dan toplesnya saya isi cookies coklat buatan sendiri. Sewaktu Anis menghubungi saya ingin mengembalikan panci dan toples, awalnya saya tolak halus dan bertanya apa dia ada keperluan di dekat rumah dan akan mampir untuk mengembalikan barang – barang tersebut. Ternyata, dia ingin datang khusus untuk mengembalikan panci dan toples. Saya mikir, wah itu panci kan bukan dari merek terkenal, beli juga di Action, sampai lintas provinsi nyetir apa ga sayang waktu dan bensinnya. Tapi Anis bilang nggak apa, sekalian silaturrahmi katanya.

Saya lalu mengiyakan dan bertemulah kami di depan pintu pada tanggal yang disepakati. Itu pertemuan pertama kami setelah terakhir Agustus lalu. Ngobrol di depan pintu rumah, hanya sekitar 15 menit saja. Senang rasanya bisa bertanya kabar dan ditanya kabar secara langsung. Apalagi pada saat itu bulan pertama saya melipir dari Twitter dan FB. Rasanya senang diberi perhatian *haus perhatian. Saya juga menanyakan kabar dia, kabar anak – anaknya, pekerjaannya, lalu kami ngobrol yang lainnya.

Kami tidak bisa ngobrol lama karena saya dan keluarga mau jalan – jalan ke bukit dekat rumah. Setelah Anis pulang, hati saya rasanya menghangat. Ternyata, senang juga ya ketemu teman secara langsung, berasa kangen tidak bertemu lama. Sayang hanya sebentar kami berbincang dan tidak bisa masuk ke dalam rumah. Saya lalu mengirimkan pesan ke dia, terima kasih sudah berkunjung, sudah menanyakan kabar saya, sudah ngobrol secara langsung. Saya yang tidak terlalu banyak bergaul, ternyata punya rasa rindu juga untuk mengobrol lama dengan teman, berbincang ketemu muka dan mata, kangen saling bertanya kabar langsung, dan kangen bersenda gurau.

KANGEN MENGUNDANG TEMAN KE RUMAH

Meskipun intensitasnya tidak terlalu sering, saya terbilang lumayan lah dalam kurun waktu setahun beberapa kali pasti akan mengundang teman – teman dekat atau kenalan untuk kumpul – kumpul di rumah. Tidak harus ada acara khusus, ya hanya sekedar berkumpul saja. Entah itu potluck atau saya yang memasak untuk semua. Senang saja rasanya bisa ngobrol panjang lebar sambil makan dengan suasana santai. Bisa selonjoran, duduk bersila, atau segala pose, serta tidak dibatasi dengan waktu (beda kalau ketemuan di resturant ya).

Tahun lalu, meskipun pandemi, saya sempat mengundang 3 teman ke rumah, dalam waktu yang berbeda. Dua teman datang untuk bezoek dan Ananti beserta keluarganya memang saya undang untuk makan siang saat akhir pekan. Selain itu, saya pun diundang temen dekat untuk makan siang di rumahnya, dan satu kali saya berkunjung ke rumah teman yang lain untuk melayat Bapaknya meninggal. Lain waktu, saya juga menghadiri acara nikahan Crystal dan undangan ulang tahun Anis. Jadi untuk ukuran pandemi, ya saya tidak terlalu suci banget sih masih berkumpul – kumpul. Cuma kalau dibandingkan dengan situasi normal, intensitas kumpul – kumpul jauh berkurang. Berasa sih rindunya meskipun ya saya tidak terlalu keberatan juga kalau banyak berdiam diri di rumah seperti saat ini. Hanya, memang rasa kangen itu ada. Kangen mengundang secara spontan teman – teman untuk datang di rumah, kangen diundang makan – makan *ngarep banget buuukk ada yang ngundang. Kangen ngobrol, kangen bersenda gurau, kangen bercerita banyak hal, kangen bertemu langsung.

KANGEN KUMPUL KELUARGA

Setahun lalu, saat ada acara di rumah kami, itulah terakhir kalinya kami sekeluarga besar kumpul lengkap. Setelahnya, suasana dan kondisi mulai berubah. Lockdown, pandemi, segala peraturan yang cepat berubah, rasa was – was, dan segala macam mulai datang silih berganti. Sampai saat ini, setahun lamanya, kami belum pernah bertemu lagi dengan keluarga besar. Saya tidak tahu secara langsung bagaimana muka para ponakan, tidak tahu muka para ipar. Tidak tahu cerita terbaru dari mereka apa, cuma dengar kabar dari Mama mertua.

Di keluarga besar suami, acara kumpul – kumpul rutin dilakukan jika ada yang berulang tahun, makan malam Natal dan Tahun Baru. Jadi intensitas berkumpul kami dalam setahun, lumayan sering. Suasana berkumpul dengan seluruh keluarga itu, selalu menyenangkan buat saya. Jangan dibayangkan keluarga besar ini jumlahnya sangat banyak. Kalau ditotal, tidak sampai 15 orang. Ya memang cuma segini, tapi guyup.

Berkunjung ke rumah Mama mertua pun, selama setahun ini jadi berbeda. Kami tidak pernah masuk sama sekali ke dalam rumah. Hanya berdiri depan pintu, dalam jarak yang lumayan jauh. Saya kangen duduk dalam rumah itu, kangen ditanya mau minum apa dan diberi kue manis. Kangen berbincang lama dengan Mama. Kangen duduk santai di dalam rumah.
Saya kangen berkumpul dan bisa bertemu lagi dengan seluruh anggota keluarga besar.

KANGEN BERTEMU TEMAN DI RESTAURANT

Biasanya, ada beberapa teman yang mengajak bertemu di restaurant. Seringnya restaurant Indonesia. Ada juga beberapa yang memang tanpa agenda, ingin saja makan bareng. Saya, Crystal, dan Ajeng yang seringnya seperti ini. Janjian makan di restauran Indonesia mana gitu di Den Haag, gantian, dicoba satu – satu. saling bertukar kabar, ngobrol ngalur ngidul. Sampai ga kerasa, waktunya musti pulang. Sudah ada yang nunggu di rumah. Kembali lagi pada peran masing – masing. Lumayan, ngobrol begitu saja jadi bikin hati senang. Kangen bisa kembali ke situasi seperti itu. Horeca masih belum buka sampai saat ini. Sudah buka pun, ya masih bimbang kalau musti janjian di restaurant. Pada belum berani ke sana ramai – ramai.

KANGEN NGOBROL DI RUMAH TETANGGA

Tetangga nempel tembok, sangat baik pada kami. Sering kami diundang ke rumahnya tanpa ada acara khusus. Anak – anak mereka pun sudah akrab dengan anak – anak kami karena sudah terbiasa menjaga di rumah. Hubungan sudah seperti saudara lah. Sejak Pandemi, kami belum pernah lagi masuk rumah mereka, sebaliknya pun begitu. Kami ngobrol hanya depan pintu saja. Jika ada yang berulang tahun, tetap saling berkirim kado, tetap saling berkunjung, tapi sebatas depan pintu saja.

Beberapa minggu lalu, salah satu anak mereka ingin belajar membuat kue lumpur. Ceritanya, saya memberikan kue lumpur, lalu pacarnya si anak ini suka sekali dengan rasa kue lumpur buatan saya. Jadilah si gadis ini ingin belajar cara membuatnya. Saya bilang akan mengundang dia ke rumah kalau saya akan membuat lagi. Jadilah saya undang dia saat saya membuat untuk sajian tukang – tukang yang sedang kerja di rumah. Itulah pertama kalinya dia masuk lagi ke dalam rumah kami setelah satu tahun absen. Berkah kue lumpur. Kangen rasanya bisa berkunjung kembali antar rumah.

Kue Lumpur Penyambung Silaturrahmi antar Tetangga

BUKAN PENGGUNA VIDEO CALL KALAU TIDAK KEPEPET

Entahlah, sejak dulu sampai sekarang, saya tidak terlalu suka yang namanya panggilan melalui video. Saat LDM dan LDR an dengan suami selama 1 tahun, selama itu juga kami tidak pernah satu kalipun menggunakan panggilan video. Manual lewat WhatsApp atau email. Telpon pun hanya sekali setiap 2 minggu. Itu saja sudah lebih dari cukup. Pandemi seperti ini, rasanya panggilan video bisa dijadikan alternatif untuk melepas rindu ya, tapi saya toh tetap tidak terlalu suka. Entahlah, rasanya tidak suka melihat muka di layar haha, berasa aneh. Saya menggunakan panggilan video hanya untuk yang hubungannya sangat dekat, misalkan keluarga bulek di Bekasi, beberapa sahabat, dan Mama mertua. Sudah itu saja. Selebihnya, mending telponan biasa. Dengan Ibu pun saya jarang saling menggunakan panggilan video.

Saling berkirim pesan lewat aplikasi pesan pun, secukupnya saja. Saya tidak terlalu punya banyak grup di WhatsApp, cuma 2 aja yang aktif dari 4 yang saya ikuti. Yang lainnya, saya pasif. Saya lebih senang bertukar kabar secara langsung, bukan di grup. Lebih senang berkirim email, daripada menulis panjang di aplikasi pesan.

SEMOGA DUNIA KEMBALI MEMBAIK

Semoga perlahan dan pasti, keadaan kembali membaik. Meskipun definisi normal kedepannya akan jadi sangat berbeda, tapi setidaknya beberapa hal bisa kembali seperti semula. Misalkan, bisa kumpul lagi dengan teman, seluruh keluarga, roda perekonomian kembali membaik, rasa was – was semakin berkurang. Saya rindu bertemu teman secara langsung, ngobrol dan saling bertanya kabar. Rindu berkumpul dengan keluarga besar, rindu menghadiri acara tanpa rasa cemas. Rindu sesekali ke restaurant.

Saya memang selalu bersyukur karena masih diberi sehat dan berkumpul lengkap dengan keluarga di rumah, namun rasa rindu yang saya sebutkan di atas, tak terelakkan. Rindu bertatap muka selain dengan orang di rumah. Rindu yang semoga suatu hari nanti bisa terobati. Bisa bertemu dan ngobrol secara langsung.

-18 Maret 2021-