Memenuhi janji terhadap diri sendiri, bukan hanya lebih rajin membaca buku ditahun ini, tetapi juga rajin menuliskan di blog buku-buku apa saja yang sudah tuntas dibaca. Supaya tidak menumpuk di belakang dan malah membuat malas menuliskannya (lalu hanya berakhir menjadi wacana), saya akan membuat tulisan tentang buku setiap tiga bulan sekali. Untuk Q1 2019 (Januari – Maret 2019), saya membaca tuntas 10 buku. Menurut saya ini kemajuan dibandingkan tahun kemaren apalagi kesibukan saya di rumah sekarang bertambah. Mencuri waktu membaca buku di tengah hiruk pikuk pekerjaan rumah tangga.
Beberapa buku tersebut akan saya bahas beberapa :
MEMPELAJARI KEMBALI TENTANG ISLAM
Tahun 2019 ini saya niatkan untuk serius mempelajari kembali tentang Islam. Saya tidak berkiblat pada siapapun, benar-benar mengosongkan diri ketika nawaitu untuk belajar. Melepaskan segala ilmu yang saya dapatkan sebelumnya supaya kepala dan otak saya mau dan mampu menerima ilmu. Supaya saya tidak terjebak dalam ke-sok tahu-an. Buku yang pertama saya baca adalah Islam yang Saya Anut dari M. Quraish Shihab. Dalam buku ini dikupas satu persatu dasar-dasar Islam dari Rukun Iman, Rukun Islam, tata cara Sholat, Zakat dll. Bahasanya yang mudah dipahami, tidak ndakik ndakik, dan menjabarkan secara runtun dan terperinci tentang dasar Islam membuat niat belajar kembali tentang Islam tidaklah berat dan memberatkan.
Buku lainnya, meskipun tidak terlalu berkaitan erat dengan ilmu keislaman tapi masih ada irisannya yaitu tentang spiritual yaitu buku Hidup Itu Harus Pintar Ngegas dan Ngerem, kumpulan tulisan Emha Ainun Nadjib. Topik yang diangkat dalam buku ini bermacam karena merupakan kumpulan tulisan yang sudah dipublikasikan maupun yang ada di website maiyahan, tapi secara garis besar selama hidup kita musti tahu menempatkan diri. Maksudnya adalah tahu kapan harus mempertahankan pendapat, tahu kapan harus menundukkan hati dan memperlambat langkah. Sepertinya mudah, tapi kadang dalam pelaksanaannya susah.
PARENTING
Ada tiga buku tentang parenting yang saya baca pada tiga bulan pertama tahun ini. Five Minute Mindfulness Parenting mengupas tentang bagaimana menjadi orangtua tidaklah gampang, tapi juga jangan dipersulit. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk tidak melupakan bahwa orangtuapun adalah seorang individu, jadi tetap harus menyisakan waktu untuk diri sendiri, memenuhi diri sendiri dengan banyak cinta sehingga akan memberikan banyak cinta juga untuk keluarganya. Buku ini juga mengingatkan bahwa apa yang dilakukan oleh anak sesungguhnya adalah cerminan yang dilakukan oleh orangtua. Ingin anak kita sopan, mulailah dari diri sendiri dulu sebelum menuntut mereka untuk sopan. Mereka meniru dan mencontoh apa yang ada di depan mata, setiap hari. Ada kutipan dari buku ini yang saya suka :
“Your children model their behavior on your behavior. If you use your phone or screens incessantly, then do not be surprised when their technology usage mirrors or exceeds your own”
Buku kedua adalah Indahnya Susahnya Jadi Ibu. Sesungguhnya jika belum siap menjadi Ibu janganlah coba-coba karena menjadi Ibu tak seindah yang ditampilkan oleh selebgram-selebgram yang bergentayangan dengan tampilan kesempurnaan mereka sebagai sosok seorang Ibu. Menjadi Ibu itu capek, betul. Menjadi Ibu itu melelahkan, tidak salah. Menjadi Ibu menjadikan dunia jungkir balik, betul pada awalnya karena harus beradaptasi dengan hal-hal baru dan dengan manusia mungil yang tergantung 100 persen dengan kita. Namun ada banyak hal juga yang bisa dipelajari ketika status Ibu sudah menempel pada kita. Kelucuan-kelucuan yang spontan hadir serta hal-hal menyenangkan lainnya. Menjadi Ibu menjadi menyenangkan jika menjalaninya secara sadar. Buku ini mengupas secara apik dan lucu tentang pengalaman penulis (dan mungkin mewakili banyak Ibu diluaran sana) sehari-hari menghadapi bayi dan toddler. Saya seperti bercermin ketika membaca buku ini.
Parenting Without Borders adalah salah satu buku parenting yang saya suka. Memang benar bahwa setiap anak itu unik dan setiap orangtua punya gaya parenting masing-masing. Buku ini mengupas banyak hal tentang tipe parenting di beberapa negara. Membuka mata saya bahwa tiap negara mempunyai garis merah tentang khas parenting yang ada di dalamnya. Juga dijabarkan baik buruknya gaya parenting setiap negara tersebut. Misalkan : di Amerika anak diajarkan untuk percaya diri dengan menjadikan mereka berlomba-lomba menjadi nomer satu (disekolah dan lingkungan akademis), sementara di beberapa negara Eropa malah mengajarkan bahwa bermain lebih dikedepankan karena jika mereka gembira maka ketika berhadapan dengan akademis tidak akan merasa terpaksa dan meminimalisir depresi. Selain itu dengan bermain bisa diajarkan banyak hal misalkan kerjasama tim, belajar memecahkan masalah dan lain sebagainya. Buku ini sangat saya rekomendasikan untuk dibaca bagi yang tertarik dengan topik parenting.
Menjadi orangtua sampai kapanpun mustinya tak pernah berhenti untuk belajar, meskipun pada prakteknya akan banyak trial and error. Yang penting sudah ada bekal ilmu dan tak lelah untuk terus memperbaiki diri, koreksi diri dan belajar lebih baik hari demi hari. Saya selalu mengingat apa yang disarankan Maureen : Keep Learning. Belajar dan selalu belajar setiap saat supaya hari ini lebih baik dari hari kemarin. Tidak ada orangtua yang sempurna, saya pun tidak berambisi untuk menjadi sempurna. Yang saya harapkan bisa memberikan kasih sayang yang tulus, mempunyai stok sabar dan tegas yang berlimpah serta stok waktu dan cinta yang tak terbatas.
NOVEL
Laila S.Chudori adalah salah satu penulis favorit saya. Semua bukunya sudah saya baca. Laut Bercerita adalah novel yang ditulis dengan latar belakang kisah nyata yang terjadi pada jaman Orba khususnya tragedi ’98. Kisah para aktivis yang hilang, tentang keluarga mereka yang menunggu dan menuntut keadilan sampai saat ini, dan kisah mereka yang kembali tapi melalui beberapa perlakuan yang mengerikan. Mata saya semakin dibuka dengan banyak hal menyakitkan yang terjadi saat Orba. Pada bagian akhir Laut Bercerita membuat saya menangis. Membayangkan bagaimana menjadi keluarga mereka yang hilang tanpa diketahui nasibnya. Jika disuruh memilih, lebih baik tahu mereka meninggal dan bisa dikuburkan daripada tidak tahu kepastian nasibnya bagaimana, apakah masih hidup atau sudah mati, berharap setiap saat mereka pulang kembali ke rumah.
FILOSOFI
Filosofi Teras adalah buku pertama yang saya baca tahun ini. Terus terang tertarik baca buku ini awalnya karena penulisnya, Henry Manampiring, yang merupakan twitter crush saya haha *ngaku. Bukan hanya perkara tampang ya, tapi menurut saya, dia ini pintar dan cerdas. Makanya saya suka. Lalu ketika gencar dipromosikan Filosofi Teras karena dijanjikan bahwa bukunya tidak seperti buku filsosfi pada umumnya yang berat, makin tertariklah saya baca. Ternyata benar, buku ini enak dibaca karena dihubungan dengan kejadian sehari-hari. Stoicism adalah akar dari Filosofi Teras. Sebuah Filosofi yang mengajarkan untuk tidak terlalu mengambil pusing hal-hal yang di luar kendali kita dan lebih fokus dengan hal-hal yang bisa kita kendalikan. Ternyata, suami saya pernah mempelajari Stoicism ketika mengerjakan tesisnya (jadi salah satu bahan dalam tesisnya) dan dia punya beberapa buku yang membahas Stoicism. Saya makin tertarik mempelajari lebih dalam filosofi ini.
Yang lebih penting, Filosofi Teras bukanlah buku motivasi yang bahasanya indah-indah. Penulisnya menyelipkan beberapa contoh yang seringnya malah membuat senyum-senyum bahkan terbahak. Buku ini serius tapi juga banyak lucunya.
LAIN – LAIN
Buku L’art de la Simplicite : How to live more with less cukup menarik dengan cara penulisan yang mudah dimengerti. Beberapa ide dan gagasan bagaimana kita bisa merasa hidup yang lebih dengan mengurangi atau mereduksi kepemilikan terhadap barang. Misalkan untuk rumah : disarankan jika rumah tidak terlalu banyak aksesori yang dipajang. Selain supaya rumah lebih nampak lapang, juga dengan keberadaan banyak barang (yang sebenarnya tak terlalu penting secara fungsi), bisa menyerap energi kita. Akibatnya, orang yang berada dalam rumah yang banyak barangnya akan cepat merasa lelah, sering mempunyai pikiran yang negatif dan sebagainya. Intinya, jangan terlalu melekatkan hidup kita terhadap barang-barang. Semakin sedikit yang kita punya, semakin lebih yang kita rasakan. Kalau dituruti, memiliki barang-barang dan terlalu lekat, tidak akan pernah habis dan terpuaskan. Miliki sesuai kebutuhan dan fungsinya.
Itulah beberapa buku yang sudah selesai saya baca ditiga bulan pertama tahun 2019. Semoga Q2 2019 tidak terlalu banyak bedanya secara jumlah. Yang pasti ada beberapa buku yang benar-benar menarik yang sudah saya baca di Q2. Tunggu review selanjutnya, edisi Q2 2019
Buku apa yang paling menarik sampai saat ini yang sudah kalian baca tahun 2019?
-Nootdorp, 17 Juni 2019-