Sewaktu mencari tempat mau ke mana akan saya lalui pada hari ulangtahun, di mana hanya bisa di Belanda saja karena bukan hari libur, maka saya memutuskan ingin ke provinsi Limburg. Browsing sana sini, lalu saya tertarik untuk mengunjungi Thorn yang disebut sebagai kota putih. Membaca deskripsi dari berbagai sumber, saya semakin penasaran. Lalu saya utarakan hal ini ke suami, dia langsung mengiyakan dan ikut penasaran seperti apa Thorn itu karena memang belum pernah ke sana sebelumnya. Saya tidak terlalu berharap banyak cuaca akan cerah karena beberapa hari sebelumnya salju sempat turun di sekitar tempat tinggal kami. Tidak turun hujan saja sudah sangat saya syukuri. Sewaktu sampai di Thorn, suasananya sangat sepi dan langsung tampak bangunan dan rumah dengan cat putih sepanjang mata memandang. Hanya beberapa turis yang kami jumpai saat itu, memegang peta sambil mengamati beberapa bangunan yang ada dan sesekali membidikkan kamera untuk mengabadikan yang ada di depan mata. Tidak banyak foto yang saya dapatkan di sini, entah karena udara yang begitu dingin atau saya terlalu fokus dengan situasi di sana sehingga lebih menikmati suasana lalu menjadi agak malas untuk mengabadikannya. Hanya sempat merekam beberapa sudut kota ini dalam video.
Sekitar tahun 990, kota Thorn terbentuk karena banyaknya biarawan dari kalangan bangsawan. Setelahnya, kota ini berkembang menjadi kerajaan kecil. Menjelang abad ke-18 para wanita bangsawan yang ada di Thorn melarikan diri untuk menghindari orang Perancis. Lalu, sejumlah besar orang miskin datang untuk tinggal di kota ini. Orang Perancis menghitung pajak berdasarkan dimensi jendela rumah. Karena orang miskin tidak dapat membayar pajak, mereka lalu membuat jendela mereka lebih kecil dengan cara membakarnya. Rumah-rumah itu kemudian dicat putih untuk menyembunyikan perbedaan antara batu bata tua dan baru. Begitulah asal usul kota putih Thorn yang saya baca dari Wikipedia dan mengapa semua rumah di kota ini berwarna putih. Sampai saat ini, rumah di Thorn berpenghuni selayaknya rumah biasa. Selain rumah-rumah lama (dibangun sekitar tahun 1500an) yang masih bisa dilihat dengan kondisi bagus, ada gereja tua dan kapel yang masih terjaga dengan baik. Untuk mengetahui apa saja yang bisa dikunjungi di Thorn, di dekat gereja terdapat pusat informasi untuk turis, jadi kita bisa mendapatkan informasi sejelas mungkin di sana.
Thorn ini letaknya tidak terlalu jauh dari Roermond, salah satu Designer outlet yang terkenal di Belanda. Saat ini, Thorn merupakan salah satu kota tujuan wisata karena keunikan warna putihnya tersebut. Para wisatawan yang datang ke Roermond untuk berbelanja, menyempatkan diri untuk mengunjungi Thorn. Jadi jika ada yang sedang liburan ke Belanda dan salah satu tujuannya adalah berbelanja ke Roermond, tidak ada salahnya mampir ke Thorn sebagai alternatif tempat wisata yang tidak terlalu turistik. Tidak usah khawatir, di Thorn banyak dijumpai restaurant dan cafe.
Hallstatt adalah sebuah kota kecil yang terletak di Austria, tepatnya di pinggir danau Hallstätter See. Terletak di antara pantai barat daya Hallstätter See dan lereng curam massif Dachstein, kota ini berada di wilayah geografis Salzkammergut, yang menghubungkan Salzburg dan Graz. Hallstatt terkenal dengan produksinya yaitu garam yang merupakan sumber yang sangat berharga sehingga wilayah ini secara historis sangat kaya. Di atas pusat kota Hallstatt, terletak tambang garam pertama di dunia yang bernama Salzwelten. Turis yang datang ke sini bisa mengunjungi tambang garam ini.
Saya pertama kali mengetahui Hallstatt ini dari tulisan Patricia di blognya. Saat kami bertemu hampir setahun lalu, sempat saya bertanya tentang Hallstatt dan dia bilang suatu saat saya harus mengunjungi kota kecil ini karena memang sangat indah. Melihat foto-foto yang bertebaran di Internet pun membuat rasa penasaran saya semakin menjadi, pada saat itu. Beberapa bulan kemudian, saya lupa tentang Hallstatt sampai suatu hari ketika Puji datang ke Belanda dan kami bertemu lalu suaminya bercerita salah satu rute perjalanan mereka selama di Eropa adalah ke Hallstatt. Wah, saya adi teringat kembali. Lalu Puji menuliskan di blognya dan menyertakan foto-fotonya. Duh, makin ngiler saya. Tapi waktu itu belum terpikir akan ke Hallstatt dalam waktu dekat karena kami tidak ada rencana untuk berlibur ke Austria tahun ini.
Nah, saat suami tiba-tiba memberi ide untuk roadtrip, salah satu rute yang ditawarkan adalah Austria. Kalau saja saya tidak menghubungi kenalan yang tinggal di Austria, saya mungkin lupa akan keinginan ke Hallstatt. Jadi, sewaktu saya menghubunginya, dia bilang kalau pada saat jadwal kami ke Austria, dia sedang tidak ada. Lalu saya bilang kalau kami akan ke Salzburg. Dia bertanya kenapa tidak sekalian ke Hallstatt karena rutenya melewati dari Ceko ke Salzburg. AHA!!, untung saja dia mengingatkan, kalau tidak, pasti terlewat. Langsung dengan semangat saya memasukkan kota ini jadi salah satu tujuan kami, mampir sebelum ke Salzburg. Saya tidak menyangka akan ke kota yang indah ini dalam waktu yang tidak terlalu lama setelah pertama kali mengetahuinya dari Patricia. Rejeki memang tidak kemana. Saya bahkan sudah mempersiapkan baju khusus yang akan dikenakan ketika berkunjung ke Hallstatt, sekalian foto-foto keren ceritanya. Sesekali mumpung tempatnya bagus sekali.
Karena terlalu bersemangat itulah saya lupa kalau terkadang apa yang kita inginkan tidak semuanya bisa didapatkan. Banyak faktor salah satunya adalah kuasa alam. Saya lupa di tulisan Patricia sewaktu berkunjung ke sana, cuaca sedang hujan dan kabut pekat turun. Yang lekat di ingatan saya adalah langit biru dan cerahnya sehingga semakin menonjolkan keindahan kota kecil yang berada diantara lembah dan dipinggir danau luas. Saya juga terlanjur sangat PD karena sewaktu kami ke sana masih dalam suasana musim panas. Saat mendapati hujan mengguyur sangat deras dan kabut pekat turun menyertai perjalanan kami dari Ceko ke Austria, lemas bercampur kesal, itu yang saya rasakan. Buyar impian saya mengenakan baju yang sudah dipersiapkan dan foto-foto dengan latar langit biru yang kece. Yang ada tangan sibuk memegangi payung dan melindungi kamera dari tampias hujan. Melihat saya cemberut, suami menyelutuk, “Nikmati saja yang ada sekarang. Tidak semua orang punya kesempatan ke sini. Kita tidak bisa dapat semua apa yang kita inginkan, bersyukur saja. Anggap saja kamu punya foto-foto keren dengan sudut yang berbeda dari foto-foto yang ada di internet.” Duh! perkataannya tepat sasaran menohok. Saya jadi malu, hanya karena tidak bisa berpose sesuai dengan keinginan, saya jadi lupa bersyukur bisa ke tempat yang selama ini hanya saya lihat di blog orang lain maupun foto-foto cantik dengan langit biru yang banyak terdapat di internet. Meskipun dengan suasana yang berbeda, saya masih tetap bisa menikmati keindahan Hallstatt yang tampak misterius diantara kabut pekat yang menyelimuti. Saya masih bisa menjejakkan kaki dan melihat dengan mata kepala sendiri kota cantik ini. Sudah seharusnya memang saya bersyukur.
Meskipun hujan terus mengguyur, tidak menyurutkan turis yang terus berdatangan. Mereka yang ke sini kebanyakan dari China, Korea, dan Jepang. Bagaimana saya tahu? ya dari bahasanya. Nguping lah dikit-dikit haha. Tetapi banyak juga turis dari negara lain. Mereka yang datang ke sini selain menggunakan jasa tour, kendaraan pribadi, juga naik bis (atau juga kereta?) dari Salzburg dan Vienna. Awalnya saya ingin naik cable car untuk menuju ke tambang garam. Tapi karena hujan, saya jadi malas. Mau naik ke atas bukit sedikit saja membuat saya takut terpeleset, membayangkan licin. Akhirnya saya tetap punya foto-foto dengan latar belakang yang misterius, penuh kabut haha, lumayanlah berbeda. Ketika meninggalkan Hallstatt, sempat berkata dalam hati, kalau ada kesempatan, rejeki, dan umur panjang, ingin kembali ke kota kecil ini. Mendatangi sudut yang belum sempat kami datangi, melihat danau dari atas bukit, dan mengunjungi tambang garamnya. Dan mudah-mudahan pada saat itu, cuacanya cerah.
“Waktu kita ke Venezia, kamu kan sedang ngambek. Masalah apa ya kok kamu sampai marahnya luar biasa”
“Ehhmmm… Iya ya kenapa. Aku ingat waktu itu marah banget. Tapi aku ga ingat kenapa sampai kayak gitu”
Beberapa waktu lalu Suami tiba-tiba membuka pembicaraan tentang Venezia. Entah kenapa dia menjadi teringat sewaktu saya marah besar, bahkan sebelum kaki kami menginjak di Venezia. Sampai saat saya menulis ini pun, saya tidak ingat kenapa waktu itu marah dan ngambek ga karuan. Ya memang seperti itulah, hampir di setiap perjalanan yang kami lakukan, ada saja saat dimana saya tantrum tidak jelas. Ada yang ingat betul penyebabnya apa, ada yang tidak ingat. Kalau yang tidak ingat, biasanya ya seputar perut lapar atau saya sedang mengantuk dan capek haha. Akhirnya cranky ga jelas.
Karena pembahasan tentang Venezia tersebut, ingatan saya terlempar pada tanggal 13 Juli 2016, waktu kami ke sana, salah satu kota yang kami kunjungi ketika sedang melakukan perjalanan beberapa minggu di Italia. Suami sudah pernah ke Venezia beberapa puluh tahun sebelumnya, sedangkan saya tentu saja ini menjadi kali yang pertama.
Sudah banyak tulisan atau artikel yang saya baca tentang Venezia. Betapa romantisnya kota ini dengan gondolanya, jembatan kecil, grand canal, St. Mark’s Basilica dan masih banyak hal lainnya yang menambah daya tarik turis untuk menyaksikan secara langsung seperti apa Venezia. Satu hal yang selalu tersebut tentu saja adalah turis yang berjubel terutama pada musim panas. Saya kalau sudah membaca atau mendengar tentang suatu tempat dengan banyak turis, entah kenapa langsung keliyengan dulu. Males mengunjungi, tapi ingin. Kalau ke sana, takutnya jadi pusing. Tapi daripada penasaran kan ya, akhirnya memantapkan niat untuk ke Venezia. Kami sengaja datang pagi dari tempat menginap yang letaknya di kota lain tapi tidak jauh dari Venezia. Kami lalu membeli tiket kapal terusan yang bisa dipergunakan selama 24 jam (lupa harganya berapa), karena memang sudah niat akan menyusuri Venezia menggunakan kapal dan juga akan mampir ke beberapa tempat seperti Burano dan Murano. Selain untuk naik kapal, tiket yang kami beli ini juga termasuk tiket naik bis yang masih dalam jangkauan (tertera di tiketnya zona nya), jadi bisa kami gunakan untuk kembali ke penginapan.
Karena masih pagi, kami memutuskan untuk menyusuri gang-gang yang ada di sana. Lumayan seru lho menyusuri setiap gang yang ada, menyesatkan diri di dalamnya. Banyak sudut-sudut menarik yang bisa diabadikan maupun sebagai tempat berhenti sejenak dan memandang bangunan atau kapal kecil yang berlalu lalang. Setelah puas menyusuri gang, kami lalu menuju ke St. Mark’s Square dimana terdapat St. Mark’s Basilica yang terkenal. Untuk masuk ke dalam gereja ini tidak dipungut biaya, tetapi antriannya memang lumayan panjang dan berliku. Di dalam gereja pun kita tidak boleh memotret. Tapi dalamnya memang bagus sekali. Jadi kalau ke Venezia, saya sarankan untuk tidak melewatkan mengunjungi St. Mark’s Basilica.
Setelah dari St. Mark’s Basilica, kami lalu berpindah ke tower yang ada di depannya untuk melihat Venezia dari atas. Untuk naik ke tower ini kita harus membayar (kalau tidak salah 8 euro) dan ke atas naik lift. Jadi tenang saja, tidak naik menggunakan tangga. Dari atas, kita disuguhi pemandangan Venizia yang tampak berbeda. Bangunan, air, dan pulau-pulau yang ada di sekitarnya. Saya betah berlama-lama di atas tower ini. Rasanya kamera tidak pernah cukup untuk mengabadikan apa yang ada di depan mata dari sudut menara yang berbeda. Indah.
Saya pernah membaca atau mendengar, bahwa Venezia agak sedikit bau airnya jika musim panas. Untungnya pada saat itu, saya tidak mencium air yang berbau. Cuaca sangat terik ditambah lagi banyak turis, tetapi entah kenapa saya menikmati Venezia tanpa pusing sedikitpun melihat banyak orang di sana. Mungkin saya tersihir oleh pesona Venezia sehingga melupakan kebiasaan saya yang suka panik sendiri kalau melihat orang banyak yang berjubel. Kami sengaja tidak naik gondola, alasannya : mahal! Kami cukup terhibur melihat pasangan maupun keluarga yang banyak memilih untuk totalitas menikmati keromantisan Venezia dengan naik gondola.
Kami kembali ke penginapan sekitar jam 8 malam. Langit masih cerah tapi badan kami mulai rontok dan mulai mengantuk. Usia memang tidak bisa bohong ya haha. Kesan kami, Venezia memang punya daya tarik yang luar biasa. Entahlah, kami bisa merasakan keromantisannya meskipun turis luar biasa banyaknya. Salah satu tempat yang membuat saya bisa berubah mood secepat kilat dari marah besar menjadi berbinar-binar sepanjang hari. Susah dijelaskan, tapi saat meninggalkan Venezia, hati saya menghangat membawa kenangan indah selama satu hari berada di sana.
Kami baru saja kembali dari liburan dengan menempuh perjalanan darat selama 10 hari. Rutenya adalah Jerman – Ceko – Austria. Liburan kali ini tidak seperti liburan musim panas sebelum-sebelumnya yang direncanakan dengan sangat matang. Liburan dengan rute ini sangatlah mendadak. Awalnya, jauh hari sebelumnya, kami merencanakan liburan musim panas selama 3 minggu di Portugal. Jadi rencana awalnya akan road trip di beberapa kota di Portugal selama 3 minggu. Saya sudah mencatat kota mana saja yang akan dikunjungi, mau menginap di mana, sampai ke info kuliner. Lalu tiba-tiba akhir Juli, suami memberitahukan kalau dia tidak bisa cuti lama dari kantornya karena ada project yang kejar tayang. Akhirnya liburan ke Portugal tinggal wacana dan kami tidak ada pembicaraan sama sekali tentang liburan pengganti. Sampai saya dan beberapa teman punya rencana untuk girls trip ke Jerman 2 hari. Eh ternyata rencana girls trip ini pun buyar di tengah jalan karena ketidaksesuaian jadwal satu dengan lainnya. Yah, mungkin memang saya harus tinggal di rumah untuk beres-beres beberapa hal termasuk satu kamar yang akan datang mebel pengisinya di bulan September.
Sampai pada minggu ke dua Agustus, tiba-tiba suami bilang kalau dia butuh liburan karena penat dengan pekerjaan. Lah piye wong iki. Tapi tetap, liburannya tidak bisa terlalu lama dan ke negara yang tidak terlalu jauh karena dia inginnya dari Belanda bisa ditempuh dengan naik mobil. Mas Ewald memang suka sekali road trip. Setelah didiskusikan, akhirnya terpilihlah Jerman, Ceko, dan Austria. Sebenarnya tujuan utamanya ke Ceko terutama Praha karena dia belum pernah ke kota ini (saya juga). Lalu Austria dan Jerman pun kami kunjungi sebagai tempat berhenti untuk beristirahat saat menuju dan kembali ke Belanda. Karena memang waktu diputuskannya mepet sekali (satu minggu) sebelum berangkat, akhirnya saya menyusun rencana perjalanannya juga ngebut. Memutuskan di kota mana saja kami akan berhenti, kota mana saja yang akan dikunjungi, menginap di hotel atau Airbnb, dan tentu saja informasi kuliner. Satu hari cukup untuk saya menyusun itu semua, walaupun tidak dengan sangat detail. Minimal ada gambaran liburan kami akan bagaimana nantinya. Nah, saat di Salzburg, saya sudah berencana harus bertemu dengan Mbak Dian yang sebelumnya pernah kopdar pertama kali di Berlin. Setelah menghubungi Mbak Dian, ternyata pada hari kami di Salzburg dia ada jadwal kerja, tetapi dia bisa menemui saya setelah selesai bekerja. Lalu saya teringat Nova, salah satu anggota #Mbakyurop #Uploadkompakan yang juga tinggal di Austria. Kalau dengan Nova, saya belum pernah ketemuan, makanya kalau waktunya cocok kami bisa ketemuan, ini akan jadi pertemuan pertama kami setelah sekitar 1 tahunan berada di grup whatsapp yang sama. Senangnya, Nova ternyata bisa ke Salzburg dari kota dia karena dia juga belum pernah ketemu dengan Mbak Dian. Asyiknyaa, liburan sekalian bisa kopdaran walaupun mungkin waktunya tidak akan lama.
Jadi, inilah rute perjalanan kami dengan kota-kota yang didatangi di setiap negara yang kami singgahi. Pada tulisan kali ini, saya akan memberi gambaran secara garis besarnya saja. Ditulisan terpisah, akan saya bahas masing-masing kotanya.
JERMAN
Jerman menjadi tempat pemberhentian kami saat akan menuju Ceko dari Belanda dan saat akan kembali ke Belanda dari Austria. Pada saat berangkat, kami menginap satu malam di Kassel dan pada saat kembali ke Belanda, kami menginap satu malam di Trier.
KASSEL
Awalnya sempat ragu apakah kami harus menginap di Kassel atau Gottingen. Tetapi suami lebih memilih untuk singgah di Kassel karena kotanya lebih menarik perhatiannya. Selain itu di Kassel ada acara Internasional yang bernama Dokumenta. Jadi Dokumenta ini adalah pameran seni berkelas Internasional. Yang dipamerkan semacam instalasi seni. Walaupun kami tidak mengunjungi secara khusus, tetapi kami bisa melihat beberapa karya seni yang ditaruh di luar gedung, seperti contohnya adalah pada foto di bawah ini. Bangunan di sebelah kiri, berbentuk seperti bangunan di Yunani namanya adalah Panthenon yang dibangun dari 25.000 buku-buku yang dilarang beredar pada jamannya. Disekitar Panthenon ini ada sekitar 20 orang petugas keamanan yang berjaga. Pengunjung bisa masuk dan melihat secara dekat buku-buku apa saja yang ada di sana.
Selain Dokumenta, di Kassel kami juga mengunjungi taman yang termasuk UNESCO World Heritage Site, bernama Bergpark Wilhemshöehe yang didalamnya ada 3 bangunan bersejarah, satu diantaranya adalah kastil dan Hercules Monument. Kami naik ke Hercules Monument yang tingginya bikin ngos-ngosan ketika naik melalui tangganya. Saya hanya sanggup sampai 3/4 jalan, sedangkan suami sampai titik paling atas. Beberapa kali saya sempat mencari, siapa tahu ada cable car haha. Airbnb yang kami tinggali letaknya tidak jauh dari taman ini, hanya 5 menit berjalan kaki. Tetapi taman ini sangatlah luas. Kami mulai menjelajahi taman pukul 9 pagi, baru selesai sekitar pukul 2 sore, dengan berhenti-berhenti tentu saja.
TRIER
Trier adalah kota paling tua di Jerman, letaknya berdekatan sekali sekali dengan perbatasan Luxembourg. Beberapa bangunan di Trier tercatat sebagai UNESCO World Heritage Site, salah satunya adalah Porta Nigra. Kami juga mengunjungi Amphiteater di sana. Pada masanya, Trier adalah menjadi kota perdagangan yang paling diperhitungkan dan penting. Trier berkaitan erat sekali dengan Romawi .
CEKO
Ada tiga kota yang kami datangi saat di Ceko yaitu Praha (tentu saja), Kutna Hora, dan Cesky Krumlov. Dibandingkan Belanda, harga-harga di Ceko lebih murah (terlebih makanan).
PRAHA
Siapa tidak kenal dengan kota yang terkenal romantis ini. Saya lupa tepatnya kapan pertama kali tahu tentang Praha. Yang pasti jauh sebelum film Surat Dari Praha. Entahlah, saya benar-benar tidak ingat. Tapi satu yang pasti, sudah sejak lama saya memendam keinginan untuk bisa mengunjungi kota ini. Ingin membuktikan sendiri hawa romantisnya seperti apa. Suami juga ternyata sejak lama ingin berkunjung ke Praha. Jadi pas sekali kalau kami ternyata akhirnya bisa sama-sama mengunjungi kota yang sudah lama kami ingin datangi. Hari itu, Praha sangat terik. Tetapi tidak menyurutkan langkah kami mengikuti free walking tour selama 3 jam menyusuri tempat-tempat bersejarah di Praha. Kami berjalan menyusuri Praha dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam. Badan rasanya rontok, tetapi hati senang. Tidak itu saja, kaki juga cenat-cenut. Belum semua tempat sempat kami kunjungi, mungkin ini pertanda kami akan kembali lagi lain waktu. Siapa tahu 🙂
KUTNA HORA
Kota Kutna Hora terletak tidak jauh dari Praha, 1 jam berkendara atau sekitar 2.5 jam naik kendaraan umum. Kutna Hora terkenal dengan gereja yang didalamnya banyak tengkorak manusia, namanya adalah Sedlec Ossuary. Ini tengkorak manusia betulan. ada sekitar 40.000-70.000 tengkorak manusia di dalamnya. Selain gereja ini, ada beberapa bangunan yang termasuk UNESCO World Heritage Site. Kutna Hora kotanya tidak terlalu ramai oleh turis, sangat berbeda jauh dibandingkan Praha. Kami menghabiskan waktu satu hari untuk berjalan disekitar Kutna Hora. Jika ingin menepi sejenak dari Praha yang ramai, Kutna Hora bisa dijadikan pilihan.
CESKY KRUMLOV
Saya mengetahui Cesky Krumlov ini dari twitter. Ada artikel perjalanan yang membahas kota-kota yang termasuk UNESCO World Heritage Site. Sejak saat itu, saya sudah membuat daftar bahwa kota ini akan menjadi salah satu kota yang wajib dikunjungi jika kami akan berlibur ke Ceko. Kebetulan juga perjalanan kami menuju Hallstatt melewati Cesky Krumlov. Kami menginap satu malam di sini. Airbnb yang kami sewa, hanya berjarak 5 menit jalan kaki ke kota tuanya dan kalau malam, kami bisa melihat megahnya kastil dari kamar. Sungguh romantis. Sayang waktu kami ke sana, cuaca sedang tidak begitu bagus, hujan satu hari. Jadi tidak tampaklah awan biru. Meskipun begitu, menjelajah kota tua Cesky Krumlov membuat kami seperti ditarik ke abad 14 dengan bangunannya yang apik juga letak kotanya yang seperti labirin. Terus terang sewaktu kami awal datang, rasanya seperti di Monschau di Jerman yang pernah kami kunjungi.
AUSTRIA
Sedangkan saat di Austria, kami singgah di Hallstatt dan Salzburg
HALLSTATT
Hampir saja Hallstatt tidak masuk dalam daftar yang kami kunjungi, sampai ada salah satu kenalan yang mengatakan kenapa tidak mampir sebentar di Hallstatt karena letaknya tidak terlalu jauh dari Salzburg, kota tujuan utama kami di Austria. Setelah saya lihat, rutenya memang tidak terlalu nyempal. Ternyata desa ini sudah lama saya lihat foto-fotonya yang indah jika saya sedang berselancar di dunia maya. Desa yang termasuk UNESCO World Heritage Site ini cukup unik karena seperti terperangkap diantara lembah dan terletak di pinggir danau yang sangat luas. Kali ini, kami tidak cukup beruntung menikmati awan biru di Hallstatt. Walaupun awalnya sempat kesal dengan hujan deras yang turun dan kabut pekat yang menyelimuti sehingga jarak pandang sangatlah terbatas, namun kemudian saya bersyukur bisa menikmati Hallstatt dengan keindahan yang berbeda. Seperti yang suami saya katakan pada saat itu, “Kita tidak bisa mendapatkan semua yang kita inginkan. Nikmati saja yang ada, sehingga kamu tidak akan lupa untuk bersyukur.” Saya jadi malu karena mengeluh di awal. Bersyukur saya berkesempatan ke Hallstatt dan menikmati keindahan desa ini dengan mata kepala sendiri dan menuliskan di blog ini.
SALZBURG
Terus terang, yang mengusulkan untuk ke Salzburg adalah saya karena banyak cerita dan foto-foto indah yang Mbak Dian bagikan tentang kota ini. Saya ingin membuktikan sendiri. Dan tentu saja, saya mengunjungi Salzburg karena ingin bertemu Mbak Dian yang tinggal di Salzburg dan akhirnya Nova pun bisa diajak ketemuan. Ada pengalaman yang kurang menyenangkan dengan Airbnb di Salzburg yang menyebabkan kami memutuskan untuk pindah ke hotel di kota tua. Foto yang ditampilkan di Airbnb tidak seindah kenyataan. Akhirnya suami yang memang agak rewel masalah penginapan, memutuskan untuk pindah keesokan harinya. Beruntungnya kami mendapatkan harga yang tidak mahal di hotel ini dan letaknya yang strategis, persis di kota tua. Tentu saja yang tidak kalah menyenangkan adalah bisa kopdar dengan Mbak Dian dan Nova, selain menikmati keindahan Salzburg yang selama dua hari kami di sana diguyur hujan yang deras. Jika ingin melihat keindahan Salzburg dari lensa kamera Mbak Dian, bisa kunjungi IG nya di @dian_photo_journal atau jika ingin tahu tentang Nova, bisa dilihat IG nya di @inong_sam.
Pagi hari ketika kami meninggalkan Salzburg menuju Trier, matahari kembali bersinar terang. Suami sempat menggoda saya, “Gimana, apa harus kembali ke Hallstatt ini untuk bisa foto-foto dengan langit yang biru?” yang tentu saja saya sambut dengan cubitan kecil.
Itulah sekilas (yang ternyata panjang juga kalau dituliskan) rangkuman perjalanan liburan kami ke beberapa kota. Selama singgah di beberapa kota ini, seperti biasa saya juga selalu mengirimkan kartupos ke beberapa teman dekat dan juga beberapa blogger. Tunggu saja, siapa tahu kartupos dari saya tiba-tiba muncul di rumah kalian 🙂
Oh ya, saya menerima beberapa email yang menyarankan (atau menanyakan) kenapa saya tidak membuat Vlog tentang keseharian saya (termasuk membuat Vlog tentang memasak) dan suami di Belanda maupun tentang cerita perjalanan kami. Saya sudah punya channel youtube sejak lama untuk mendokumentasikan beberapa hal, tetapi bukan khusus tentang Vlog. Untuk Vlog tentang keseharian, sudah pernah saya singgung di tulisan (entah yang mana) bahwa ada banyak hal yang lebih baik kami simpan dan bagikan di dunia nyata, bukan dunia maya karena menyangkut kenyamanan dan privasi. Lagipula percayalah, saya jauh lebih baik ketika membagikan cerita dalam bentuk tulisan dibandingkan membuat Vlog tentang keseharian. Dan untuk Vlog perjalanan, saya tidak cukup telaten mendokumentasikan secara apik perjalanan kami dan tergantung cuaca hati. Beberapa rekaman memang saya kirimkan ke Net CJ, lumayan kan mendapat imbalan uang. Tetapi untuk Vlog, kembali lagi, memang mungkin bukan bidang saya yang sangat menikmati dunia menulis. Terima kasih untuk saran-sarannya tentang Vlog.
“Kamu kok ga tertarik ke Paris sih. Yang lain pada pengen ke Paris kamu malah gaya banget belum mau.”
“Takut aku, ntar aja ah kapan-kapan. Sekalian ke Disneyland nya.”
Bukan hanya sekali atau dua kali suami mengajak saya ke Paris. Jarak Belanda ke Paris tidak lah terlalu jauh. Dari tempat kami, sekitar 4.5 jam berkendara. Dia ingin sekali ke Paris karena ingin melihat keadaan di sana setelah banyak hal yang terjadi akhir-akhir ini di Paris. Dia ingin mengamati beberapa hal di sana sekaligus bernostalgia yang entah beberapa tahun lalu terakhir ke Paris. Intinya dia ingin sekali ke Paris dengan saya.
Saya, justru kebalikannya, tidak merasa nyaman karena selain banyaknya kejadian yang meresahkan di Paris, juga mungkin karena saya banyak membaca berita-berita atau tulisan yang tidak menyenangkan tentang Paris. Dari penipuan, pencopetan, kumuh, banyak gelandangan, banyak pengemis, belum lagi tindakan kriminal lainnya. Semakin was was lah saya dan menjadikan Paris tempat yang nanti-saja-untuk-dikunjungi. Harus diakui bahwa saya termakan dengan pemberitaan tidak baik mengenai Paris. Padahal saya belum pernah ke sana, tapi entah kenapa ketakutan sudah hinggap terlebih dulu di otak saya. Melenyapkan ingatan pada masa remaja tentang kota Paris yang Romantis.
Ketika Adik berlibur ke Belanda, dia tidak ada permintaan khusus ingin mengunjungi negara tertentu di sekitar Belanda. Suami lalu kembali dengan ide untuk mengunjungi Paris ditambahi dengan kata-kata, “mumpung Adik ada si sini, dia pasti senang sekali kalau diajak ke Paris.” Kali ini saya tidak bisa mengelak lagi. Saya pikir benar juga, selagi dia ada di Belanda, tidak ada salahnya kami ke Paris di akhir pekan. Rencana kami ini tentu saja disambut dengan wajah gembira dan penuh semangat oleh Adik. Saya mencoba meminggirkan segala pikiran buruk tentang kota ini dan mengingat kembali betapa Paris itu Romantis. Meskipun ya tidak sepenuhnya berhasil karena kecemasan tetap saja ada. Biasanya saya yang mengurusi tentang tempat menginap dan rencana perjalanan, tapi karena melihat saya agak malas-malasan, maka kali ini suami yang mengurus semuanya.
Pas sekali perjalanan kami ke Paris beberapa hari sebelum ulang tahun ke 3 perkawinan. Jadi saya pikir, hadiah untuk kami, ke tempat yang romantis. Nanti ada yang bisa diingat kalau kami ke Paris dalam rangka juga ulang tahun ke 3 perkawinan. Kurang romantis apa coba *dipas-pasin 😅
Kami berangkat Jumat pagi, karena sebelum ke Paris kami mampir dulu ke kota Leuven yang ada di Belgia. Selain istirahat sejenak menyetir juga dari hasil penelusuran di google, Leuven ini kotanya cantik. Singgah beberapa jam di Leuven, kami melanjutkan perjalanan ke Paris. Sampai Paris sekitar jam 8 malam. Setelah menaruh barang-barang di kamar, (Adik mendapat kamar di lantai 1, kami di lantai 5 dan tidak ada lift nya pula. PR banget deh ini) kami makan malam di restoran sekitar hotel. Untungnya tidak jauh.
Keesokan pagi setelah sarapan, kami meninggalkan hotel sekitar jam 9 pagi. Saat sarapan, saya bertanya ke mas yang jaga tentang trik dan tips supaya tidak kecopetan. Masih lho saya cemas dicopet atau ditipu. Ya maklumlah, sewaktu di Jakarta saya pernah dua kali kecopetan dan itu membekas sampai sekarang. Jadi saya selalu punya rasa cemas yang berlebihan kalau di tempat yang ramai. Takut dicopet. Nah, mas yang jaga ini dengan penuh semangat memberikan tips supaya berhati-hati dengan barang bawaan kami. Misalkan, kalau selesai memfoto dengan Hp, lebih baik Hp segera disimpan lagi jangan ditenteng karena bisa diincar untuk dijambret, lalu kalau ada orang yang tiba-tiba menjatuhkan sesuatu jangan langsung diambil. Itu biasanya salah satu cara pengalihan perhatian karena komplotannya nanti yang akan beraksi mencopet. Sama juga kalau misalkan ada orang yang tiba-tiba datang sambil bawa peta, itu juga patut dicurigai jangan langsung percaya. Lebih baik menghindar saja. Dan ada beberapa tips lainnya tapi saya sekarang agak lupa apa. Karena mencoba berhati-hati juga saya sampai memperingatkan beberapa kali ke Adik yang membawa tas punggung untuk tidak usah bawa paspor, (bawa fotocopy saja) dompet ditinggal, tas diisi air saja dan camilan makanan, lalu kamera dicangklong di leher. Suami juga saya peringatkan beberapa kali untuk selalu menutup tasnya. Kebiasaan di Den Haag ya, santai aja gitu kalau tas terbuka. Saya mana bisa, selalu berungkali memastikan kalau tas tertutup dengan baik.
Kami naik metro menuju ke Notre-Dame dan membeli tiket yang paket satu hari. Sebelumnya, niat saya sebenarnya ingin ke toko buku Shakespeare and Company yang muncul di beberapa film salah satunya Before Sunset. Letak toko ini sebenarnya tidak jauh dari Notre-Dame. Tapi setelah turun dari metro, saya berubah pikiran. Lebih baik kali ini mengunjungi tempat-tempat yang ikonik dulu di Paris. Kalau kesempatan berkunjung ke Paris lagi, baru menjelajah ke tempat-tempat lainnya.
Kunjungan pertama kami ke Notre-Dame. Sesampainya di sana, sudah ramai sekali. Antrian untuk masuk katredal mengular dan berbelok-belok. Ternyata masuknya gratis. Meskipun antriannya panjang, tapi tidak terlalu lama menunggu. Saya semakin penasaran seperti apa di dalamnya. Kami mengantri bergantian antara saya, adik, dan suami. Jadi saya sesekali bisa duduk. Sesampai di dalam, saya tidak bisa berlama-lama karena rame sekali. Daripada pening, saya cepat-cepat keluar dan menunggu adik di luar bersama suami.
Setelah dari Notre-Dame kami melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki menuju Museum Louvre. Tempatnya tidak terlalu jauh. Sepanjang jalan kaki ke Louvre di trotoar dipinggir sungai Seine, kami mampir-mampir melihat beberapa stan yang menjual kartupos atau barang antik lainnya. Saya tergerak untuk membeli beberapa kartupos dengan desain yang unik untuk dikirimkan ke beberapa teman dan untuk saya simpan sendiri. Senang deh memperhatikan stan-stan kecil di sepanjang trotoar menuju ke Louvre. Barang-barang yang mereka jual juga unik dan antik.
Sesampai di Louvre Museum, juga sudah ramai. Maklum, musim panas, musim liburan dan ini adalah Paris. Disetiap sudutnya pasti ramai. Saya terkesiap sesaat melihat bangunan kaca di depan saya, yang selama ini hanya saya lihat jika berselancar di dunia maya. Megah, menarik, dan tentu saja ramai. Saya pernah membaca kalau untuk masuk ke museumnya, lebih baik membeli tiket secara online untuk memangkas antrian. Awalnya kami tidak ada rencana masuk ke museumnya. Tapi ya, suami pasti gatal lah ya kakinya sudah ada di area museum tapi tidak masuk. Akhirnya dia beli online tiketnya pada saat itu juga. Daya tarik terbesar museum ini adalah lukisan Mona Lisa. Tapi buat dia, yang namanya museum pasti semua isinya menarik. Kalau saya ya, langsung ke tempat yang paling jadi sorotan saja. Selebihnya mengamati seperlunya lalu duduk-duduk menunggu. Museum Louvre ini sangat besar. Butuh satu hari sepertinya untuk menjelajah semua ruangannya.
Awalnya saya tidak tertarik untuk mendekat karena melihat kerumunan yang berjubel. Tapi begitu melihat suami merangsek ke depan, jiwa kompetitif saya muncul, ikut masuk ke kerumunan haha. Lalu beberapa orang memberi saya akses untuk ke depan. Akhirnya saya benar-benar di depan persis lukisan Mona Lisa. Entah karena memang tersihir oleh senyumnya atau karena memang malas, saya tidak mengambil foto lukisan tersebut dari jarak dekat. Cukup saya simpan dalam memori otak kalau saya pernah sedekat itu. Ada lho yang niat sekali memoto menggunakan ipad segede gaban, pose sampai berkali-kali pula dan sampai pindah ke beberapa sudut.
Perjalanan selanjutnya menuju ke Arc de Triomphe. Saya mengusulkan untuk naik metro saja. Tapi suami bilang sayang kalau harus naik metro karena nanti kami akan melewati taman kalau ke sana sambil berjalan kaki. Masalahnya saya sangsi apa sanggup jalan kaki sejauh itu. Sepertinya sih dekat ya karena bangunannya nampak dari Louvre. Ya sudahlah, akhirnya kami berjalan kaki, dengan sesekali harus berhenti sejenak kalau saya sudah merasa capek, sambil makan crepes isi coklat 😅.
Sebelum sampai ke Arc de Triomphe, kami melewati Concorde. Di sekitar Concorde ini bagus-bagus bangunannya. Suasananya juga menyenangkan. Saya sempat bercerita ke suami sepanjang perjalanan kalau ada beberapa bangunan di Indonesia yang menyerupai bangunan-bangunan yang ada di LN. Contohnya di Kediri ada yang mirip Arc de Triomphe, di Bekasi ada yang mirip Louvre meskipun terbalik, bahkan saya beberapa waktu lalu membaca ada tempat wisata yang menyerupai Stonehenge. Saya juga tidak terlalu paham awal mula tempat-tempat tersebut ada.
Kami melewati area perbelanjaan dengan toko-toko segala merek terkenal. Nama areanya The Champs-Elysées. Sebenarnya area ini bukan hanya perbelanjaan saja sih karena ada restoran, hotel, cafe, cinema dan teater. Suami tiba-tiba nyelutuk, “ini semacam Malioboro kali ya kalau di Indonesia.” 😅 Lah, brand nya saja bedaaa Mas. Rame sekali di sini, kayaknya semua turis tumplek blek. Entah memang untuk berbelanja atau seperti kami, menuju ke Arc de Triomphe.
Akhirnya sampai juga ke Arc de Triomphe. Wah besar sekali ternyata. Megah. Sepertinya bisa naik karena saya melihat di atas banyak sekali orang. Tapi kami memutuskan untuk melanjutkan ke Eiffel. Kali ini naik metro karena untuk jalan kaki saya sudah tak sanggup haha. Sekalian menghemat tenaga juga.
Saya kok deg-degan ya selama di Metro menuju ke Menara Eiffel. Rasanya seperti mau ketemuan dengan seseorang yang ditaksir. Mungkin karena selama ini saya cuma melihat Eiffel dari berbagai media, tidak secara langsung, jadi begitu akan melihat secara nyata rasanya benar-benar membuat deg-degan.
Dan benar saja, semakin mendekati Eiffel, saya semakin antusias. Begitu sudah ada di bawahnya, duh rasanya girang sekali. Saya senyum-senyum terus, bahagia bukan main. Rasanya kayak, “ini beneran ya ada di Eiffel.” Haha norak ya, tidak masalah. Namanya juga gembira ya. Antrian untuk naik sangat mengular. Kami cuma lewat saja dan memilih mencari toilet untuk saya karena sudah menahan kencing. Kami sempat berpikir, di tempat yang ramai ini kenapa tidak nampak banyak polisi atau militer ya. Kalau misalkan ada kejadian trus bagaimana.
Eiffel sudah didepan mata, maka harus diabadikan dalam berbagai pose. Adik saya sampai bosen jadi tukang foto dadakan haha. Mumpung ya mumpung liburannya bertiga, jadi kami bisa punya banyak foto berdua.
Dari Eiffel, kami ke tempat selanjutnya yaitu Sacré-Coeur. Saya tidak naik sampai atas, sementara suami ke atas dan adik saya memilih duduk-duduk. Saya sendiri muter dari satu toko ke toko lainnya. Karena memang banyak sekali toko untuk membeli oleh-oleh di sini. Kenapa saya tidak ikut naik, karena sudah capek *lah tapi keliling toko masih kuat 😅
Total satu hari kami berjalan kaki itu 24km. Saya tahu karena memakai jam tangan yang bisa menghitung langkah dan dalam km saat berjalan kaki. Pantas saja, ketika sampai penginapan jam 11 malam rasanya badan rontok, belum lagi harus naik ke lantai 5. Prestasi lah ini untuk saya saat ini, walaupun sering harus duduk sejenak kalau kecapaian dan ribet cari toilet berungkali karena beser.
Dan bagaimana tentang ketakutan saya akan hal-hal yang saya khawatirkan sebelumnya? Tidak terbukti meskipun memang perasaan was was itu terus bergelayut satu hari penuh. Hal ini yang membuat saya sangat awas dengan barang bawaan kami. Lebih baik awas daripada kehilangan.
Keesokan hari saat dalam perjalanan pulang, kami mendengarkan berita di radio. Ternyata sekitar jam 21.30 di Eiffel itu ada kejadian seorang lelaki membawa pisau menuju ke keramaian sambil bertakbir. Deg!!! Entah kenapa badan saya langsung lemes mendengar itu. Membayangkan kalau saya masih ada di sana, trus panik, dan saya tidak bisa berlari kencang. Padahal kami berencana akan tinggal lebih lama di sekitar Eiffel untuk melihat lampu di Eiffel, kan semakin romantis. Tapi karena saya ribet mencari toilet, akhirnya kami membatalkan untuk tinggal lebih lama di Eiffel. Saat kami pergi sekitar jam 19.30. Berarti dua jam sebelum kejadian. Alhamdulillah kami masih dilindungiNya. Memang tidak ada korban karena polisi langsung bergerak cepat. Tapi kalau saya masih ada di sana, aduh panik sekali! Dan ini jadi berita Internasional. Kalau penasaran, coba bisa dicari kejadian di Eiffel tanggal 5 Agustus 2017.
Terlepas dari Paris yang memang setelah saya buktikan sendiri ada tempat-tempat yang kumuh, ada banyak gelandangan, pengemis, kriminalitas, tapi setelah mengunjunginya, Paris tetaplah yang seperti bayangan saya saat masih usia remaja. Paris yang Romantis. Meskipun saya sepanjang hari waspada luar biasa saat berada di keramaian, tapi Paris tetaplah Indah, yang membuat saya mendadak jadi nempel terus ke suami sepanjang hari *biasanya nggak. Jika ada kesempatan dan waktu, saya ingin berkunjung kembali ke Paris. Mendatangi tempat-tempat yang tidak terlalu ramai, kembali merasakan Paris yang Romantis.
Dalam waktu beberapa minggu kedepan (sudah berjalan seminggu ini juga sih) saya akan menjadi pemandu wisata pribadi adik yang sedang berlibur ke Belanda. Yap!! akhirnya saya bertemu juga dengan adik yang selama 2.5 tahun tidak pernah saling berjumpa muka. Walaupun diawali dengan drama pesawat dan imigrasi, akhirnya adik sampai dengan selamat di Belanda seminggu lalu dengan -tentu saja- membawa barang titipan saya yang jumlahnya tidak seberapa banyak. Barang titipan yang didominasi oleh buku-buku berbahasa Indonesia (lebih dari 20 buku). Sedangkan titipan makanan hanya beberapa saja, salah duanya yang tidak boleh lupa adalah petis madura dan keju Kraft. Jangan heran kalau saya minta Ibu untuk memasukkan keju Kraft ke koper adik karena sudah kangen makan keju itu sejak lama. Ibu saja sampai bingung kenapa saya yang tinggal di negara keju malah minta dibelikan keju Kraft. Yah, namanya selera lidah, saya tidak terlalu cocok dengan keju Belanda. Sudah mencoba beberapa jenis, yang cocok hanya keju asap. Untuk makanan yang lainnya, saya tidak terlalu kepingin. Oh iya, bandeng asap dan otak-otak bandeng juga tidak ketinggalan diangkut. Yummm, terpuaskan sudah keinginan makan bandeng asap dan otak-otak bandeng.
Nah, karena adik akan lumayan lama liburan di Belanda (dan nanti ke beberapa negara tetangga juga), maka saya sudah menyiapkan daftar tempat mana saja yang akan dikunjungi. Tentu saja saya ikut mengantar disesuaikan dengan jadwal kerja dan cuaca di Belanda. Beruntung juga kerja paruh waktu sehingga bisa menemani adik berkeliling ke beberapa tempat wisata. Tapi yang jadi agak hambatan adalah cuaca. Akhirnya kalau hujan sedangkan saya tidak jadwal kerja, kami hanya berdiam di rumah. Tapi berdiam di rumah akhirnya jadi ajang cerita seru, banyak bercerita yang terlewatkan selama 2.5 tahun tidak saling bertemu karena kalau cerita di telfon kan terbatas waktu.
Minggu lalu saya mengajak adik ke tempat kerja karena mumpung cuaca cerah jadi saya berencana ke tempat wisata yang selama ini saya ingin kunjungi tetapi malas kalau sendirian ke sana. Sedangkan suami tentu saja tidak mau ke sini karena menurut dia terlalu turistik. Suami bilang nanti saja kalau Adik dan Ibu ke Belanda, saya bisa pergi sama-sama ke sini. Jadi setelah selesai kerja, saya dan adik langsung ke tempat wisata yang nampaknya wajib dikunjungi kalau ke Belanda atau paling tidak kalau berkunjung ke Den Haag. Tempat ini tidak jauh dari rumah kami bahkan beberapa kali saya selalu melewati depan bangunannya kalau sedang bersepeda dengan suami ke arah pantai Scheveningen. Akhirnya ada kesempatan juga mengunjunginya.
Saya dan Adik mengunjungi Madurodam. Jadi tempat ini adalah lokasi yang memajang miniatur tempat-tempat dan bangunan-bangunan bersejarah dan terkenal di seluruh Belanda. Entah kenapa sejak pertama datang ke Belanda saya selalu penasaran dalamnya Madurodam itu seperti apa. Untuk mencapai Madurodam, dari Den Haag Centraal bisa ditempuh dengan menggunakan tram no.9 arah Scheveningen dan berhenti di halte Madurodam. Saran saya, untuk membeli tiket masuk Madurodam, lebih baik membeli secara online karena akan mendapat potongan harga sebesar €3 sekaligus tidak perlu lagi mengantri panjang apalagi kalau musim liburan sekolah atau sedang musim panas. Waktu kami ke sana, sedang musim liburan sekolah. Tak heran isinya anak-anak kecil di mana-mana. Tapi itu tidak mengurangi ke khusyukan saya mengelilingi area Madurodam meskipun tidak bisa semuanya karena cuaca yang sangat panas sekali. Tak kuat saya, lelah akhirnya menunggu adik yang berputar ke seluruh area sambil makan popcorn dan memperhatikan anak-anak kecil kegirangan melihat beberapa miniatur yang bisa bergerak jika ada koin yang dimasukkan.
Masuk ke Madurodam ini seperti membangkitkan kenangan masa kecil yang selalu kegirangan jika melihat mainan. Apalagi melihat miniatur bangunan yang saya bayangkan seperti mainan yang bisa digerakkan. Melihat miniatur bandara Schiphol dengan pesawat KLM yang bisa bergerak, pabrik klompen yang bisa mengeluarkan klompen sungguhan, pabrik coklat yang mengeluarkan coklat mini. Saya jadi tidak berhenti menyunggingkan senyum selama di sana. Entah kenapa, girangnya bukan main. Apalagi kalau melihat mini kereta api yang sedang melintas, senang bukan kepalang. Kalau tidak karena cuaca panas yang bikin saya gerah, mungkin selama 3 jam kami di sana, bisa berkeliling ke seluruh area. Adik saya yang mengelilingi seluruh area yang memang tidak terlalu luas, juga merasa senang dengan Madurodam. Fasilitas di dalam Madurodam juga sangat membuat pengunjungnya nyaman. Toilet bersih dan tidak bau (penting bagi saya) serta gratis, beberapa tempat makan, kursi-kursi yang nyaman untuk beristirahat, disediakan stroller gratis juga bagi yang punya anak kecil dan tidak membawa stroller. Jalan setapaknya juga ramah bagi penyandang disabilitas.
Jadi jika ada yang sedang berkunjung ke Den Haag dan tertarik melihat miniatur negara Belanda, bisa berkunjung ke Madurodam. Meskipun buat saya tiketnya terbilang tidak murah, tapi wajib saya kunjungi karena tinggal tidak jauh dari sini. Buat bahan cerita, gitu haha. Saya sampai mengirim foto di depan Madurodam ke teman jalan di Belanda dengan keterangan. “Sah jadi turis dan sah tinggal di Belanda karena sudah berkunjung ke Madurodam!!”
Minggu pertama Ramadan, kami pergi berlibur beberapa hari ke beberapa kota yang letaknya tidak terlalu jauh dari tempat kami tinggal. Meskipun tidak terlalu jauh, tapi lumayan hitungannya ke luar negeri karena tujuannya ke Belgia dan menclok sebentar ke Perancis. Enaknya tinggal di sini, nyetir sebentar sudah kepleset ke negara tetangga *hahaha ini sok banget, tapi memang iya. Ini sebenarnya liburan agak dadakan. Dikatakan dadakan karena rencana liburan kami bukan di akhir bulan Mei. Tetapi karena cuaca sedang bagus, suami butuh rehat sejenak dari rutinitas kantornya, dan saya juga butuh melemaskan badan supaya tidak nglimpruk saja, akhirnya terpikir untuk jalan-jalan sebentar ke negara yang belum pernah saya kunjungi meskipun letaknya bersebelahan, yaitu Belgia. Diputuskan kami ke kota Antwerp, Brugge, dan Ghent sewaktu di Belgia lalu mampir ke Lille yang terletak di Perancis. Namun sebelumnya kami ke Zeeland dulu yang ada di Belanda. Cuaca saat itu sedang cerah cenderung panas untuk ukuran saya, selalu diatas 25ºC yang menyebabkan botol minuman 2L tidak sampai 8 jam sudah kosong kembali. Ngelak rasane pengen nggowo galon. Di setiap kota ini kami menginap satu malam lalu pindah ke kota selanjutnya keesokan hari. Karena kali ini adalah jalan-jalan yang super santai sekali, jadi kami tidak ada target tempat wisata mana saja yang akan didatangi. Tetapi tetap dong kami ingin mendatangi beberapa tempat yang terkenal dari setiap kota. Untuk memudahkan, kami ikut Free Walking Tour selama di Belgia. Ini tour jalan kaki gratis tetapi tentu saja tidak mungkin 100% gratis karena kami memberikan imbalan sepantasnya untuk pemandunya. Jadi hampir setiap hari selama liburan ini, seperti biasa kalau liburan, kami berjalan kaki sejak pagi sampai menjelang malam yang masih terang benderang (jam 10 malam saja masih terang). Kalau dilihat dari aplikasi, kami rata-rata 10km an jalan kaki setiap hari.
Zeeland
Pagi hari pada saat berangkat ke Zeeland, awan pekat bergelayut dan angin kencang sekali. Kami mikir, wah ga seru ini kalau hujan karena lokasi yang akan kami datangi terletak di pinggir laut. Bahkan kami berencana naik kapal laut. Lah kan ga lucu ya kalau naik kapal trus hujan deres. Ternyata sampai sore hujan tidak datang bahkan sorenya matahari nyentrong sekali. Rencana naik kapal laut dibatalkan karena kami sampainya terlalu pagi di Deltawerken. Akhirnya kami putuskan untuk mengunjungi beberapa kota yang ada di Zeeland. Kami mendatangi Middelburg (ini pusat kotanya Zeeland), Vlissingel, Veere lalu kami menginap di Zierikzee. Dari beberapa kota tersebut yang paling nyantol di hati adalah Zierikzee karena meskipun kotanya lebih kecil dibanding 3 kota lainnya yang kami kunjungi, tetapi tata kotanya apik, pinggir pelabuhan, ada beberapa kastil, dan penginapan kami persis depan sungai yang ada museum bahari. Kamar yang kami tempati juga besar sekali dengan interor dalamnya seperti kastil, atapnya tinggi menjulang. Kotanya juga sepi jadi terkesan romantis *halah iki dipas-pasno. Selama di Zeeland, saya terpuaskan melihat kapal-kapal bersandar. Maklum, anak pesisir melihat kapal saja sudah senang apalagi bisa naik kapal.
Antwerp
Meskipun Antwerp jaraknya tidak jauh dari rumah, 1.5 jam berkendara, ini kali pertama saya berkunjung ke sini. Biasanya kalau tempat yang dekat tidak segera didatangi itu kan alasannya : ah, nanti saja ke sana, dekat ini. Sampai Antwerp, kesan pertama yang saya sampaikan ke suami : wah, seperti Den Haag ya lagi renovasi di mana-mana. Namun tentu saja Antwerp jauh lebih besar daripada Den Haag. Pusat perbelanjaannya saja panjang membentang dan ada beberapa kawasan. Akhirnya kesampaian juga ke Stasiun keretanya yang tercatat sebagai salah satu stasiun kereta tercantik di dunia. Dan memang, cantik sekali juga besaaarr. Hari pertama sampai kami langsung menuju Grote Markt untuk bergabung dengan Free Walking Tour yang berkumpulnya di sana. Pesertanya tidak terlalu banyak dan pemandunya juga menyenangkan. Dia ini pintar sekali bercerita, sampai saya merasa seperti sedang didongengi karena ternyata Antwerp ini banyak sekali cerita legendanya termasuk darimana kata Antwerp berasal. Hanya satu, jalannya cepat sekali. Saya terengah-engah mengikutinya dan sering ketinggalan. Mbak pemandu seringkali kasihan melihat saya ketinggalan dan akhirnya jalannya dipelankan. Suami saya juga ga srantan nunggu saya jalan dan agak kasihan juga nampaknya melihat saya jalan terengah-engah, akhirnya tas ransel saya yang imut, dia yang bawa. Mungkin maksudnya untuk mengurangi berat di badan :)))) Kebanyakan makan waffel sama es krim haha. Oh iya, sewaktu kami di Antwerp, bertepatan dengan hari rabu akhir bulan sehingga akses untuk masuk ke semua museum di Belgia gratis. Tentu saja kami tidak mau melewatkan kesempatan itu. Suami memilih untuk ke Rubenshuis, rumah dari pelukis terkenal di Antwerp yang sekarang dijadikan museum.
Enaknya ikut Free Walking Tour kalau tidak punya banyak waktu di satu kota adalah kami tidak perlu repot-repot mencari lewat peta tempat-tempat di kota yang bersangkutan. Kami akan dipandu dan tentu saja diceritakan kisah dari setiap bangunan atau tempat tersebut. Ditambah lagi, diberikan rekomendasi makanan apa yang patut dicoba serta jika masih ada waktu lebih diajak ke tempat yang tidak terlalu banyak dikunjungi turis. Tour berakhir setelah 2 jam berjalan kaki tidak berhenti dibawah matahari yang aduhai panasnya. Tapi saya beberapa kali colongan duduk sih haha. Sewaktu di Antwerp, saya mencoba Waffel, suami makan Frieten (kata pemandu tour, jangan sekali-kali menyebut French Fries di Belgia, tetapi Frieten), sedangkan saya makan malam dengan Risotto. Jangan heran kenapa jauh-jauh ke Belgia makannya kok Risotto, ya karena memang sedang ingin makan itu. Padahal malam sebelumnya saya sudah makan Risotto di Zeeland. Hidup Risotto!
Brugge
Keesokan harinya kami ke Brugge. Saya sudah niat sekali kalau di Brugge mau naik kapal yang menyusuri sungainya. Saya lihat di internet seperti itu. Padahal naik kapal menyusuri kanal-kanal di Amsterdam saja saya belum pernah haha. Kalau di Amsterdam kan bisa kapan-kapan. Jam setengah 2 siang, kami langsung gabung Free Walking Tour. Wuiiihh tempat berkumpulnya di Grote Markt rameee sekali dengan anak-anak sekolah. Saking semangatnya Pemandu di Brugge ini, dia membawa kami berkeliling Brugge sampai 3 jam, sampai dibawa blusukan segala. Rencana saya untuk naik kapal akhirnya saya batalkan. Ku tak sanggup panasnya dan saya mulai kliyengan lihat orang banyak. Maklum, memang sejak saya kecil tidak bisa berada di tengah keramaian, langsung pusing kepala. Saya yang biasanya petakilan naik ke menara untuk melihat sekeliling kota dari ketinggian, kali ini harus rela melepaskan suami sendirian naik menara. Kondisi sedang tidak mumpuni untuk pecicilan ke atas setelah jalan kaki 3 jam *halah, mumpuni :))) Legrek maksimal!
Di Brugge, kami pesta coklat, makan coklat setiap saat. Suami yang memang coklat mania sampai beli beberapa jenis coklat. Brugge meskipun ramai dengan turis, tetapi masih nyaman karena banyak tempat-tempat kecil yang unik.
Lille
Lille terletak di Perancis, dekat dengan perbatasan Belgia. Kami sampai di Lille sudah menjelang sore karena siangnya masih kelayapan di Brugge. Karena di Lille kami tidak ikut tour apapun, jadi acaranya memang sangat santai. Kami mengunjungi museum lukisan (disetiap liburan kami, mengunjungi museum adalah wajib untuk suami. Sementara istrinya kebanyakan duduk-duduk saja -seperti biasa- kalau sedang di museum). Sebenarnya saya tertarik dengan museum lukisan, tapi ya tidak seperti suami yang selama 3 jam khusyuk melihat satu persatu lukisan. Kalau saya, ya seperlunya saja. Kami ke The Palais des Beaux-Arts yang merupakan museum terpenting kedua di Perancis setelah Louvre. Museumnya sedang dalam proses renovasi. Museum ini besar sekali, tidak hanya berisi lukisan tetapi juga maket dari beberapa kota di Perancis dan Belanda pada jaman dulu.
Setelah dari sana, kami melanjutkan menjelajah pusat kota Lille sampai menjelang malam dan tiba-tiba hujan deras mengguyur. Kami berteduh di emperan toko dan jadi bernostalgia sewaktu suami (waktu itu masih calon) ke Surabaya. Setelah kami dari House of Sampoerna, tiba-tiba hujan deras. Kami berteduh di tempat orang jualan rujak cingur haha.
Ghent
Keinginan untuk naik perahu menyusuri sungai akhirnya keturutan di Ghent. Entah karena akhir pekan atau memang sedang musim liburan, Ghent penuh berjejal orang. Kami ikut Free Walking Tour jam 2 siang. Selama dua jam, kami berkeliling ke beberapa tempat penting di Ghent. Hotel yang kami tempati tepat didepannya pelabuhan Ghent pada jaman dulu, yang juga sebagai tempat nongkrong karena banyak sekali orang duduk di pinggir sungai sambil makan waffel atau es krim atau hanya sekedar berbincang.
Selama liburan, saya kenyang makan Risotto, Waffel, es krim. Sementara suami sangat menikmati Frieten. Selamat berakhir pekan!
Dalam perjalanan dari Turin menuju Cinque Terre (kami menginap di La Spezia, kota terdekat ke Cinque Terre), kami mampir Bra lalu Portofino. Awalnya Portofino tidak masuk dalam daftar yang akan kami kunjungi, tapi Anggi merekomendasikan desa ini. Katanya tempatnya sangat bagus meskipun kalau musim panas berjubel turis. Dan karena kami melihat rutenya juga tidak terlalu nyempal, akhirnya kami mampir.
Portofino ini tempatnya menjorok, semacam di pojokan. Lokasinya di wilayah Genoa. Menuju ke Portofino sepanjang jalan mata dimanjakan oleh warna biru laut dan banyak sekali Yacht yang bersandar di dermaga. Dulu, Portofino ini adalah kampung nelayan. Tetapi karena keindahan alamnya, lambat laun tempat ini berubah menjadi tempat liburan para artis dari seluruh dunia dan orang-orang terkenal lainnya. Karenanya, di Portofino saat ini banyak sekali resor-resor mewah dan menjadikan Portofino sebagai kampung nelayan yang tersohor. Waktu itu saya berharap bisa berpapasan dengan Bon Jovi *ngayal jangan nanggung-nanggung.
Selain banyak ditemui restoran-restoran dengan harga yang standar sampai harga yang super mahal (Kami hanya mengintip harga makanan karena saya puasa Ramadhan hari terakhir), sepanjang bibir pantai juga banyak ditemui butik-butik dengan merek terkenal seperti Dior, Prada, Versace (masih banyak tapi lupa nama-namanya).
Untuk bisa menikmati Portofino dari ketinggian, salah satu tempat yang pas yaitu dari Kastil Brown. Untuk masuk Kastil Brown, perlu membayar tiket (lupa berapa) sehingga bisa menikmati dalam kastilnya juga. Tetapi jika tidak ingin melihat dalam kastilnya, ada jalan setapak yang menuju ke salah satu sudut di ketinggian sehingga tetap bisa melihat keindahan Portofino secara maksimal.
Sewaktu kami ke sana, ramainya tidak seperti yang kami bayangkan. Memang ramai turis tetapi tidak sampai sesak berjubel. Karena memang mampir, jadi kami tidak berlama-lama di sana, tidak sampai 3 jam. Setelahnya kami melanjutkan kembali perjalanan ke La Spezia.
Sudah beberapa kali saya singgung di blog bahwa saya ini suka sekali membaca sejak kecil karena memang melihat orangtua yang gemar membaca. Selain membaca, ternyata sejak kecil saya juga suka menonton film walaupun saat itu TV masih hitam putih dan menonton film disatu-satunya saluran TV yaitu TVRI. Nah, sampai sekarang kebiasaan membaca dan menonton film masih tetap berlanjut. Tidak mengherankan kalau saya suka terobsesi ingin pergi ke suatu tempat gara-gara cerita buku yang saya baca atau film yang saya tonton. Contohnya saja tahun lalu saat saya dan suami berlibur ke Italia, salah satu tempat yang kami datangi adalah impian saya bertahun-tahun lalu saat menonton film Letters To Juliet. Cerita film ini sebenarnya biasa saja namun menarik untuk disimak. Sepanjang film mata saya dimanjakan dengan alam Italia terutama Verona dan Siena serta perkebunan anggur yang ada di sana. Karena suka sekali dengan film ini, sampai saat ini saya sudah lebih dari lima kali menontonnya. Dan karena film ini juga, sejak pertama menontonnya pada tahun 2010, waktu itu saya seperti punya misi pribadi kalau punya anak perempuan akan saya beri nama Sophie atau Siena. Korban film ini namanya haha! Waktu menjejakkan kaki di Verona dan Siena, mata saya berkaca-kaca rasanya terharu sekali karena bisa menjejakkan kaki di tempat yang selama ini hanya saya lihat di film yang sudah ditonton berulang kali. Terdengar berlebihan ya tapi percayalah kalau apa yang kita impikan selama ini lalu menjadi kenyataan, rasa harunya sampai membuat kerongkongan tercekat, haru sampai mata berkaca-kaca. Sedangkan obsesi saya untuk kuliah S2 di Belanda berawal dari buku Negeri Van Oranje (tahun 2009). Meskipun tak gentar berkali-kali mengikuti proses mendapatkan beasiswa ke Belanda dan sampai tahun 2012 akhirnya menyudahi perburuan beasiswa ke Belanda karena sudah diterima kuliah di tempat lain, tapi memupuk mimpi ke Belanda tetap dilakukan sampai akhirnya suratan takdir berkata lain dan menerima kenyataan bahwa saat ini saya malah tinggal di Belanda.
Lalu, obsesi apalagi sehubungan dengan tempat atau negara atau benua yang ingin saya kunjungi karena melihat film atau membaca buku?
Afrika adalah benua yang ingin saya datangi sejak usia SD kelas 1 atau 2. Bayangkan anak SD ditanya kalau mau liburan ingin pergi ke mana, jawabnya Afrika! Padahal waktu itu letak Afrika di sebelah mana di peta saja saya tidak tahu. Awal ketertarikan saya dengan benua Afrika karena waktu kelas satu atau kelas dua (lupa tepatnya) saya melihat film The God Must Be Crazy yang ditayangkan di TVRI. Kalau seusia saya atau di atas saya kayaknya tahu film ini. Saya tidak terlalu ingat apakah film ini dulu terkenal atau tidak tapi yang pasti TVRI menayangkan film ini berulangkali sampai menancap dengan baik pada ingatan anak usia 7 tahun. Sebenarnya bukan cerita filmnya yang saya ingat, tetapi alam yang ditampilkan di film ini yang tidak bisa saya lupa. Cerita film ini berawal dari seorang Afrika yang sedang berjalan di sebuah padang savanah tiba-tiba kaget karena ada botol beling yang jatuh dari langit. Di Afrika diyakini bahwa sesuatu yang jatuh dari langit itu adalah kiriman dari Tuhan. Dan karena botol inilah orang Afrika ini mengalami petualangan-petualangan yang mengejutkan dan juga ada banyak komedi di film ini. Film yang ada sejak tahun 1980 ini benar-benar tidak hilang dari fikiran saya, semacam obsesi terpendam untuk bisa mengunjungi Afrika.
Setelah mengenal internet pertama kali, saat jaman SMA, saya mulai mencari tahu lokasi film The God Must Be Crazy yang di Afrika. Ternyata lokasi filmnya adalah Kalahari Desert. Kalahari Desert sendiri lokasinya ada di tiga negara yaitu Botswana, Namibia, dan South Africa. Penampakan Kalahari Desert seperti beberapa foto di bawah ini.
Saya ingin ikut safari di Afrika melihat binatang-binatang di alam terbuka dari dekat. Meskipun saya pribadi bukan orang yang suka binatang, tetapi jika melihat binatang di alam terbuka entah kenapa saya suka. Keinginan untuk ikut Safari ini semakin kuat saat saya membaca serial Supernova yang berjudul Partikel yang ditulis oleh Dewi Lestari yang salah satu ceritanya saat Zarah sedang mendapatkan tugas ke Afrika untuk memotret binatang buas di padang savanah. Karena pendeskripsian yang kuat tentang karakter Zarah, jadi punya keinginan juga untuk menamai anak perempuan dengan nama Zarah (halah, ancene labil kok haha). Dewi Lestari begitu detail mendeskripsikan bagaimana proses saat Zarah memotret binatang buas sampai harus berendam di rawa. Saya seperti berada di sana juga, ikut merasakan suasana mencekam, harus menahan nafas dan seperti ikut berada di tengah-tengah keindahan savanah di Afrika yang diceritakan.
Buku kedua yang semakin membuat saya ingin pergi ke Africa adalah This is Africa yang ditulis oleh J.E Ginting. Meskipun negara-negara di Afrika yang diceritakan dalam buku ini adalah negara-negara konflik, justru itu yang membuat saya penasaran. Sepanjang membaca buku ini, yang ada penasaran lembar demi lembarnya ingin mengetahui kelanjutan ceritanya. Bukan hanya ketegangan saja yang dituliskan tetapi keindahan pantai-pantainya juga juga banyak sekali kalimat sarkas dan kelucuan-kelucuan. Ah, keinginan saya semakin kuat untuk menginjakkan kaki di Afrika.
Impian sejak SD untuk bisa mengunjungi Afrika sempat timbul dan tenggelam. Timbul kalau saya melihat tayangan tentang Afrika lalu kembali menelusuri keindahan foto-foto Afrika lewat internet. Tenggelam saat mimpi-mimpi lain muncul untuk mengunjungi negara-negara yang saya lihat di film atau baca di buku. Tetapi keinginan itu semakin menguat saat saya kuliah S2. Karena saya memilih kelas Internasional dimana isi kelas tersebut mahasiswanya dari berbagai macam negara, maka berkenalanlah saya dengan seorang mahasiswa yang ternyata dosen dari University of Zimbabwe yang terletak di Harare, Zimbabwe. Perkenalan awal kami sangat singkat tetapi siapa yang menyangka selama dua tahun kuliah, saya justru dekat dengan dia yang selalu menceritakan keindahan Afrika terutama Zimbabwe. Dia bilang saya harus mengunjungi Afrika terutama Zimbabwe dan sekitarnya paling tidak sekali seumur hidup karena memang alamnya yang indah. Semakin terkiwir kiwirlah saya dengan cerita dia. Salah satu yang sering diceritakan dia adalah Victoria Falls yang ada di Zimbabwe. Air terjun ini berada di perbatasan Zambia dan Zimbabwe. Teman saya ini juga menawarkan kalau saya singgah di Zimbabwe, pintu rumahnya selalu terbuka untuk saya sekeluarga. Kami masih berhubungan sampai sekarang dan dia terus mengulang tawaran untuk menginap di rumahnya yang terletak di Harare.
Bukan hanya alam Afrika saja yang ingin saya buktikan keindahannya, tetapi juga makanannya. Saya menyukai serial Parts Unknown yang dipandu oleh Anthony Bourdain (saya penggemar Anthony Bourdain sampai punya beberapa bukunya). Beberapa tayangan Parts Unknown lokasinya di Afrika salah satunya adalah Ethiopia. Saya ngiler-ngiler melihat makanan di serial itu. Apalagi saya juga suka dengan Marcus Samuelsson Amharic, seorang Chef terkenal di Amerika yang memiliki beberapa restoran, yang asalnya dari Ethiopia dan diadopsi oleh keluarga Swedia. Dan satu lagi tayangan TV yang juga semakin menguatkan keinginan saya untuk ke Afrika adalah Oprah Winfrey Show. Acara ini beberapa kali meliput kegiatan sukarelawan yang lokasinya di Afrika. Keindahan alam dan kulinernya juga tak luput diliput.
Sebenarnya sewaktu saya masih di Jakarta, beberapa kali terpikir untuk ikut menjadi sukarelawan yang lokasinya di Afrika demi saya bisa ke Afrika. Tetapi waktu itu masih maju mundur mengingat saya tidak bisa lepas begitu saja dengan karier yang saya bangun. Dan keinginan untuk ke Afrika saya sampaikan ke suami diikuti oleh tatapan aneh darinya. Bukan sekali atau dua kali saya mendapatkan tatapan aneh seperti ini. Dulu kalau ada pertanyaan negara atau tempat mana yang ingin saya kunjungi. Kalau yang lain menjawab negara-negara di Eropa, atau Amerika atau Australia, saya menjawab negara-negara di Afrika. Bukan atas nama Anti Mainstream, tapi atas nama mewujudkan impian saat saya berumur 7 tahun, impian anak kecil yang masih menancap sampai sekarang.
Harusnya tahun ini saya bisa berkunjung ke Zimbabwe, Zambia, Namibia, Malawi, dan Botswana karena saya dan suami sudah merencanakan ke negara-negara tersebut sejak tahun kemarin. Tetapi karena satu hal, rencana itu terpaksa ditangguhkan dahulu sampai nanti saat yang tepat. Mungkin belum jodoh saya untuk pergi ke Afrika tahun ini, tetapi saya yakin, suatu hari nanti saya akan bisa berucap “Africa Here I Come!”
Ada yang ingin pergi ke Afrika juga? Atau ada yang sudah ke sana? ke negara mana?
Sejak bisa membeli telepon genggam yang agak canggih beberapa tahun lalu saat masih di Indonesia, setelah sebelumnya bertahan cukup lama dengan Nokia yang fungsi utamanya saya gunakan kebanyakan untuk sms dan telpon saja sampai rusak dan tidak bisa terpakai lagi, salah satu kesenangan saya adalah selain menggunakan secara maksimal untuk membuat foto dimanapun dan kapanpun, HP tersebut juga saya gunakan untuk merekam hal-hal yang sekiranya perlu direkam. Kesenangan tersebut tetap saya lakukan sampai sekarang. Banyak yang berakhir hanya saya simpan di laptop dan ada beberapa yang saya unggah di channel youtube. Jangan salah, yang saya unggah di youtube juga bukan hasil editan yang super canggih, seringnya malah tidak saya edit sama sekali. Langsung saya unggah apa adanya. Saya memang agak malas belajar untuk membuat video nampak lebih menarik, mungkin itu juga itu salah satu alasan saya tidak bisa -baca : malas- membuat vlog yang durasinya panjang. Apalagi untuk daily vlog, ini sih sudah Big No buat saya karena terbayang ribetnya musti pakai jilbab di rumah haha lagipula kehidupan sehari-hari saya ya begitu-begitu saja. Sebenarnya alasan utamanya saya tidak punya cukup percaya diri harus berbicara depan kamera sendirian di keramaian dan juga ribetnya itu lho. Belum lagi tentang kesepakatan dengan suami untuk tidak mengunggah kondisi rumah dan sekitarnya ke sosial media. Akhirnya youtube saya isinya ya seputar jalan-jalan, konser, dan beberapa acara yang saya datangi.
Sampai suatu hari, saya membaca postingan Fe tentang menjadi kontributor sebagai Citizen Journalist di Net TV. Wah saya langsung tertarik karena caranya gampang dan cocok dengan kesenangan saya yang suka merekam hal-hal disekitar apalagi saat jalan-jalan. Lalu saya pikir, iya juga ya, saya bisa karyakan hasil rekaman dengan mengirimkan ke Net TV lewat program Citizen Journalist (CJ). Setelah membaca tulisan Fe tersebut, niat saya lalu menggebu ingin segera bisa merekam dan mengirimkan ke Net TV. Niat hanya sekedar niat, nyatanya akhir tahun lalu saya ruwet dengan berbagai macam urusan.
Sampai pada suatu hari, pertengahan bulan Januari tepatnya hari minggu, keinginan tersebut terwujud dan saya bisa membuat video yang kemudian saya kirimkan. Tidak perlu menunggu lama, keesokan harinya saya mendapatkan email yang memberitahukan kalau video kiriman saya tayang di Net 12. Gembira sekali! Nanti pada bagian akhir tulisan akan saya ceritakan cerita di balik pembuatan video ini. Sekarang saya ingin berbagi pengalaman cara bisa menjadi Citizen Journalist di Net TV :
Membuat Akun di netcj.co.id. Membuatnya gampang sekali, hanya mengisi form yang tidak terlalu rumit seperti email dan nomer telefon. Nanti akan ada verifikasi email dan nomer telefon
Unggah video yang sudah siap. Video di sini adalah video mentah tanpa diberikan efek suara maupun tulisan atau watermark. Saya menggabungkan beberapa rekaman yang saya buat menjadi satu video utuh menggunakan iMovie. Ada banyak aplikasi selain iMovie untuk menggabungkan rekaman-rekaman menjadi satu video, contohnya seperti video maker. Panjang video yang dikirim, disarankan antara 3-4 menit (ini saya melihat produser Net CJ memberikan keterangan di yotube) karena nanti akan di edit lagi oleh pihak Net menjadi durasi antara 1 sampai kurang dari 2 menit yang tayang di TV. Tema video bisa macam-macam, dari segala kejadian sehari-hari yang unik, travelling, kuliner, bahkan sekarang saya lihat ada video tutorialnya juga.
Setelah mengunggah Video, selanjutnya mengisi deskripsi dari video tersebut. Deskripsi ini terdiri dari judul liputan (tidak boleh lebih dari 65 karakter), keterangan isi dari video, lokasi di mana video dibuat, dan kategori video (ini ada pilihannya). Keterangan video isi selengkap-lengkapnya sesuai dengan fakta yang bisa dipertanggungjawabkan. Bisa memakai rumus 5W 1H. Misalkan video yang saya kirim tentang ice skating di danau beku, saya tuliskan lokasi danaunya di mana, fakta bahwa danau tersebut tidak pernah beku sejak 5 tahun terakhir, luas dan kedalam danau, suhu waktu saya merekam, dll. Keterangan yang dituliskan menjadi acuan pengisi suara untuk bernarasi. Yang pasti mereka juga akan memverifikasi kebenaran video dan keterangan yang kita tuliskan. Maksudnya verifikasi ini adalah jika berkaitan dengan video, apakah video ini pernah tayang di TV lain atau belum (mereka punya alat untuk mendeteksi) dan berkaitan dengan keterangan yang kita tuliskan, mereka juga aka memverifikasi kebenarannya. Jika ada narasumber yang diwawancara, jangan lupa sertakan juga nama narasumber dan keterangan lainnya. Misalkan video pertama saya narasumbernya adalah suami sendiri (hahaha namanya video yang tidak direncanakan, akhirnya suami sendiri yang diwawancara), jadi saya tuliskan : SB (Sound Bite merupakan hasil wawancara dari narasumber yang diliput) nama suami dengan keterangan warga Belanda. Video kedua, yang saya wawancara adalah penjual langganan di pasar (karena ini video tentang pasar di Den Haag) saya tulis SB : nama penjual, keterangannya penjual di Pasar Den Haag asal Srilanka. Dan jika narasumbernya berbicara selain bahasa Indonesia, kita juga wajib menuliskan terjemahan dalam bahasa Indonesia dari wawancara yang ada di video. Video saya yang pertama narasumber berbicara bahasa Inggris dan video ke tiga dalam bahasa Belanda. Untuk wawancara yang ditaruh di video, sertakan yang kira-kira menarik hasil wawancaranya. Jangan terlalu panjang, yang penting informatif. Apakah harus ada yang diwawancara dalam video? tidak harus, saya saja yang iseng-iseng mewawancara karena kenal orangnya. Dan ketika mewawancara saya juga sebutkan kalau akan di kirim ke televisi di Indonesia. Tetapi jika ada yang diwawancara akan lebih baik karena video liputan jadi lebih komplit (sesuai tips yang dituliskan di akun twitter NET CJ).
Setelahnya, tunggu beberapa saat untuk proses mengunggahnya. Ini tergantung dengan kecepatan internet ya karena memang butuh waktu yang tidak sebentar juga.
Setelah sukses diunggah, pada akun yang kita buat akan ada status waiting approval. Video kita akan melalui proses checking. Lama untuk disetujui tergantung redaksinya. Jika layak tayang, statusnya berubah dari waiting approval ke waiting for published, tapi belum tentu tayang di TV. Video pertama, saya unggah malam hari waktu Belanda, pagi harinya saat akan berangkat kerja menerima email ternyata sudah tayang di Net 12. Video ketiga yang tentang pasar, satu hari setelah diunggah status dari waiting approval berubah menjadi waiting for published lalu satu hari kemudian saya membaca di twitter @NET_CJ ternyata video saya sudah tayang di Net 10. Video kedua yang saya kirimkan tentang perayaan imlek di Den Haag, tidak tayang di TV tapi tayang di website mereka. Kalau tayang di TV, pihak mereka akan mengirimkan email memberitahukan di program apa video yang kita kirimkan ditayangkan lalu mereka akan meminta scan atau foto ID, halaman depan buku tabungan (bagi yang baru pertama kali mengirimkan video). Betul sekali, kita akan mendapatkan honor ketika video yang kita kirimkan tayang di TV. Berapa besarnya? bisa langsung dibaca di website mereka karena keterangan tentang jumlah honor yang akan kita terima sangat jelas dituliskan. Pengiriman honor berselang antara 4-5 minggu sejak kita mengirimkan biodata. Kalau videonya tayang di website, kita tetap akan menerima email pemberitahuan kalau video kita sudah published tetapi tidak mendapatkan honor. Oh iya, video yang tayang, tidak hanya di program Net 10 saja, bisa jadi di program-program lainnya misalkan Net 12, Net 5, IMS atau program lainnya. Hanya, yang disebutkan di twitter mereka adalah video yang tayang di Net 10. Saya membaca pada akun twitter mereka, kalau misalkan dalam satu bulan video kita masih belum diapprove, berarti video yang kita kirimkan belum memenuhi standar kelayakan untuk tayang di NET TV.
Dulu, video yang tayang di TV ada link nya di youtube. Sejak akhir Januari, ada kebijakan baru bahwa video yang tayang di TV tidak ditampilkan lagi di youtube, hanya ada di website mereka.
Kalau mungkin ada yang bertanya kira-kira video seperti apa yang sukses tayang di TV? Saya juga tidak tahu secara pasti karena saya masih pemula (baru mengirimkan 3 video, dua yang tayang di TV). Tapi kalau yang saya baca dari akun twitter mereka dan saya amati dari video-video yang tayang di TV, saya bisa berbagi tips (catatan buat saya juga) :
Unik dan buat video se kreatif mungkin. Buka mata lebar dan telinga karena mungkin saja ada hal-hal disekitar kita yang bisa dijadikan bahan untuk membuat video. Tidak usah sesuatu peristiwa yang besar, hal-hal yang terjadi disekitar kita bisa jadi unik dimata redaksi. Misalkan video saya tentang ber-ice skating di danau beku. Ketika saya merekam itu, tidak bakal berpikir hal ini akan tayang di TV, karena saya mikir : haduh ini nilai jualnya di mana. Ternyata buat redaksi ini layak tayang.
Jika ingin meliput tentang kuliner, 50% dari isi video harus close up pada makanan dan varian makanan yang ada (jika tempat makannya menjual dari satu macam menu) atau bisa juga tunjukkan kartu atau buku menunya. Rekam juga keramaian, syukur-syukur bisa mewawancara yang punya tempat makan atau pengunjung yang sedang makan. Kalau ingin mengutarakan makanannya enak, bisa dijelaskan enaknya di mana apakah rasanya asin manis gurih, tidak terlalu liat ketika dimakan dan sebagainya.
Ketika merekam, usahakan jangan banyak goyang supaya yang menonton tidak pusing. Angle nya bisa dari kiri ke kanan, kanan ke kiri, atas ke bawah, atau bawah ke atas. Variasikan saja dengan gerakan perlahan.
Saya pernah tanya di postingan Fe apakah muka kita harus kelihatan? maksudnya apakah harus seperti reportase begitu? Soalnya saya kan kagok ya ngomong sendiri depan kamera haha. Apalagi waktu saya di pasar, musti cari tempat yang agak sepi supaya tidak dilihat banyak orang, itu saja tetep banyak yang lihat. Belum lagi cuaca dingin sekali sampai mulut saya kaku untuk dibuka. Ok kembali lagi ke topik. Ternyata baca dari twitter mereka, liputan yang menggunakan PTC (Piece To Camera atau On Cam atau ngomong depan kamera yang berfungsi menguatkan liputan, jika liputan itu adalah hasil dari CJ) sudah dipastikan dimasukkan rundown. Apa yang kita omongkan ketika depan kamera? Tergantung fakta apa yang ingin disampaikan yang tidak bisa dilihat oleh penonton dalam video kita. Artikulasi dan suara harus jelas ketika sedang PTC. Hindari mengucapkan kata-kata : Sekarang, saat ini karena bukan liputan secara langsung (LIVE). Saran saya, bisa mencari informasi atau fakta terlebih dahulu tentang tempat yang akan kita liput, jadi kita tahu akan menyampaikan apa di depan kamera. Teknik PTC ini bisa dilakukan secara selfie. Tapi saya melihat juga ada beberapa video yang tidak menggunakan PTC tayang di TV. Jadi, kembali lagi kepada kita mana yang ingin dilakukan.
Banyak melihat video-video yang sudah tayang di Net TV sebagai bahan pembelajaran untuk membuat video-video selanjutnya supaya lebih baik lagi, atau bisa juga mencari ide-ide dari video-video tersebut. Kalau saya, banyak melihat video dari Mbak Rosi(yang merupakan kontributor tetap) di youtube maupun website Net CJ untuk melihat bagaimana cara pengambilan object, cara berbicara depan kamera, cara mewawancara orang dll. Karena saya dan Mbak Rosi tergabung dalam satu grup whatsapp, jadi saya bisa langsung bertanya ke Mbak Rosi hal-hal yang saya masih kurang mengerti dan mendapatkan banyak masukan. Terima kasih Mbak!
Saat merekam momen, kamera harus dalam posisi horizontal (landscape), jangan portrait (vertikal). Lalu saat merekam usahakan angle nya ada yang Wide, Medium, dan Close Up. Jangan takut dengan piranti yang dipakai untuk merekam. Sejauh ini saya selalu merekam menggunakan iPhone (belum pernah menggunakan kamera) atau apapun jenis HP kamu selama hasil dan kualitas rekamannya memadai untuk ditayangkan di TV.
Secara keseluruhan bisa disimpulkan bahwa video CJ yang layak tayang di NET TV memenuhi beberapa kriteria seperti : angle menarik, kualitas video, lengkap informasi, unik, menarik, dan tidak basi.
Sampai saat ini, ketika saya membuat liputan, tidak dalam kondisi yang memang diniatkan datang ke lokasi hanya sekedar untuk merekam. Misalkan tentang liputan ke pasar, saya merekam ya memang saat jadwal saya ke pasar. Jadi waktu ke pasar, sekalian merekam. Saat liputan imlek juga begitu, saya ke Den Haag kota karena janjian dengan teman-teman untuk melihat perayaan imlek, sekalian saja saya rekam. Jadi sekali kayuh beberapa tujuan terlampaui. Saat merekam ice skating di danau beku, aslinya hari minggu itu saya tidak tahu kalau danaunya sangat ramai dan banyak yang bermain ice skating dan hockey. Karena sehari sebelumnya saat saya jalan kaki sendiri ke danau (rumah kami tidak jauh dari hutan, danau, dan peternakan), saya lihat danaunya beku tapi tidak ada siapapun di sana kecuali saya. Keesokan harinya saya ajak suami jalan kaki ke danau setelah belanja (jadi kami ke danau bawa tas-tas belanjaan), eh ternyata ramai sekali orang. Tiba-tiba ada ide untuk merekam meskipun muka saya tanpa polesan lipstick, tanpa bedak, hanya pakai pelembab saja :))) Ngomong depan kamera juga grogi sekali, sampai belepotan haha!. Saya akhirnya menodong suami untuk diwawancarai. Untung dianya oke oke saja. Ini video rekamannya yang masih ada link di youtube sebelum ada kebijakan baru.
Jadi, tidak susah ya menjadi Citizen Journalist. Jika ada yang berminat yuk rekam kejadian yang ada di sekitar kamu ketika jalan-jalan, saat berwisata kuliner, tutorial memasak bisa juga atau membuat kerajinan tangan, untuk yang suka berkebun juga, atau kejadian apapun itu. Apa yang kita pikir tidak unik, siapa tahu itu menjadi unik bagi redaksi. Jadi jangan ragu-ragu. Buat saya manfaatnya sangat banyak, selain bisa menyalurkan kesenangan saya dalam merekam apapun, menyalurkan kesenangan menulis karena harus menulis deskripsi, melatih keberanian dengan mewawancara orang, mleatih PD dengan ngomong depan kamera, banyak belajar hal-hal baru karena CJ ini benar-benar hal baru untuk saya meskipun sebenarnya sudah ada sejak tahun 2013, dan bisa mendapatkan uang. Betul kata Mbak Rosi, sekali unggah video di CJ Net TV, bakalan ketagihan setelahnya. Yuk kirim videonya sekarang!