The Documentary of Jakarta 2014

Video dibawah adalah lanjutan tulisan Mas E tentang Jakarta, One Week In Java (Day 1, Jakarta), yang kami kunjungi akhir Agustus 2014. Mas E saat ini sedang sibuk mengerjakan paper kuliah dan tugas pekerjaannya juga banyak. Jadi saya yang disuruh menulis ini. Mungkin nanti ada tambahan dari Mas E.

Tujuan utama kami ke Jakarta sebenarnya mempunyai misi khusus, yaitu menelusuri jejak keluarga Mas E di daerah Menteng. Jadi, Kakek Mas E, orang Belanda, dulu sewaktu masa pendudukan Belanda (Sebelum tahun 1945, Ibu Mertua lupa tepatnya rentang waktunya) bekerja sebagai Engineering di Pelabuhan Sunda Kelapa. Mereka tinggal di Jalan Surabaya No.40 dan No.12. Menteng, Jakarta. Pada masa itu, Jalan Surabaya masih belum ada Pasar Antik, karena Pasar ini mulai ada sekitar awal tahun 70-an. Karenanya, begitu Mas E bilang kalau sekarang di Jalan Surabaya terkenal dengan Pasar Barang Antik, Ma (panggilan saya ke Ibu Mertua) kaget. Karena pada waktu Ma masih disana pasar antiknya belum ada.

Ma lahir tahun 1937 dan tinggal di Indonesia sampai umur 15 tahun sebelum kembali ke Belanda pada tahun 1953. Karena sejak kecil sampai remaja tinggal di Jakarta, Ma sampai sekarang masih bisa sedikit Bahasa Indonesia. Beberapa kali sepatah-sepatah masih bisa bercakap dengan saya dalam Bahasa Indonesia. Dan sejak mengetahui kalau anak lelakinya akan menikahi wanita Indonesia, Ma seperti bernostalgia dengan masa kecilnya di Jakarta

Kami terkejut ketika menemukan rumah Ma sekarang menjadi Penginapan milik Mabes TNI yang bernama Wisma Wira Anggini I (No. 40). Sedangkan No. 12 masih berbentuk rumah biasa. Memang benar, dulu ketika Kakek Mas E meninggalkan Indonesia, semua aset harus dijual karena menurut Ma, ketentuan dari pemerintah Indonesia ada dua untuk warganegara Belanda setelah Indonesia merdeka. Kalau ingin tetap tinggal di Indonesia, maka harus berganti warganegara menjadi Indonesia, atau jika ingin kembali ke Belanda, harus menjual segala aset yang dimiliki kepada negara. Kakek Mas E memilih yang kedua. Dibawah ini adalah foto-foto yang masih disimpan Ma

Rumah Ma, Jalan Surabaya No.40 Menteng pada waktu itu
Rumah Keluarga Ma, Jalan Surabaya No.40 (atas) dan No.12  (bawah) Menteng pada waktu itu
Jembatan didepan rumah, yang saat ini letaknya dibelakang Pasar Antik. Dan sampai saat ini masih ada, bentuknya masih seperti aslinya. Yang difoto itu Ma
Jembatan didepan rumah, yang saat ini letaknya dibelakang Pasar Antik. Dan sampai saat ini masih ada, bentuknya masih seperti aslinya. Gadis kecil difoto itu Ma
Jalan Surabaya No. 40
Jalan Surabaya No. 40 sekarang menjadi Wisma Milik Mabes TNI

Ternyata Mas E memang sudah mempunyai keterikatan sejarah dan emosi dengan Indonesia sejak dulu. Pantas saja memilih wanita Indonesia untuk jadi istrinya *halaahh, informasi ga penting 😀

Nah, setelah misi selesai terlaksanakan, maka saatnya Mas E menikmati suasana Jakarta. Seperti yang sudah diceritakan Mas E sebelumnya, kami keliling Jakarta mengunakan Trans Jkt, Bis Tour City of Jakarta, KRL, bahkan naik angkot. Mas E mendokumentasikan perjalanannya selama di Jakarta dalam video singkat dibawah ini.

Ada cerita lucu dibalik pembuatan video ini. Jadi, di kantor Mas E punya kebiasaan kalau dalam satu team ada yang baru pulang liburan, wajib share pengalaman dan ceritanya pada saat jam makan siang. Pada 9 Desember 2014 kemarin, giliran Mas E yang harus berbagi cerita. Lalu Mas E membuat kompilasi beberapa foto dan Video singkat tentang beberapa tempat yang kami kunjungi selama Mas E sebulan di Indonesia, salah satunya Video tentang Jakarta ini. Nah Mas E bertanya, kira-kira makan siang menunya apa ya yang khas Indonesia. Trus saya ingat ada Restoran Padang Salero Minang yang tempatnya tidak terlalu jauh dari kantor dan bisa delivery order. Karena Mas E pernah makan Nasi Padang sewaktu di Indonesia dan senang sekali dengan yang namanya Rendang, akhirnya pesanlah ke Salero Minang untuk makan siang. Menunya Nasi Rames. Kebetulan satu teamnya (7 orang yang semuanya asli Belanda) belum pernah ada yang makan nasi padang. Ternyata ludes, mereka suka sekali dengan Rendang, si bintang utama. Bahkan minta Mas E alamat Salero Minang. Mau makan disana kata mereka. Ah senang sekali saya bisa memperkenalkan masakan Indonesia ke mereka 🙂

Nasi Rames Salero Minang. Harganya 12.5 Euro lengkap dengan Sate Ayam, Rendang, Nasi, Dan sayur Mayur
Nasi Rames Salero Minang. Harganya 12.5 Euro lengkap dengan Sate Ayam, Rendang, Nasi, Dan sayur Mayur

Kemudian Mas E bertanya pada saya, kira-kira lagu apa ya yang cocok dijadikan backsound video singkat ini. Dia menanyakan lagu yang sering diputer adik saya dirumah. Saya bilang itu lagu dangdut, saya tidak tahu karena saya bukan penikmat lagu dangdut. Lalu dia minta saya mencarikan lagu yang temponya cepat. Karena saya suka Sujiwotejo, saya rekomendasikan lagu Nadian. Saya suka lagu ini (meskipun tidak terlalu mengerti artinya) karena dinyanyikan tanpa alat musik. Keren!. Mas E bilang ok, akan memakai lagu ini. Tiba-tiba pagi ini saya membuka video dari youtube yang dia share di Twitter. Tawa saya langsung meledak sepanjang durasi, karena ternyata Nadian berubah jadi Bara Bere yang dinyanyikan Siti Badriyah. Kok yaaa jauh sekali menyimpangnya hahaha. Pantas malam sebelumnya Mas E bertanya ke saya apakah mengetahui lagu Indonesia berjudul Bara Bere? Saya menjawab pernah mendengar, tapi tidak tahu siapa penyanyinya, yang pasti saya tahu kalau itu lagu dangdut. Mas E bilang suka dengan musiknya. Ternyata lagu ini yang dipasang jadi backsound. Duh Mas! Ngerti opo ga isi lagu iki artine opo hahaha. Dan saya baru sadar, Mas E ini ternyata suka sekali dengan lagu Dangdut 😀

Silahkan menikmati Video singkat yang telah dibuat oleh Mas E tentang Jakarta dengan iringan lagu dangdut Bara Bere 🙂

-Surabaya, 10 Desember 2014-

Catatan Perjalanan – Karimunjawa

Ada bentangan pantai berpasir putih di sini dengan beragam fauna yang menakjubkan, juga hutan mangrove dan hutan tropis dataran rendah yang menyajikan pemandangan menyejukan mata.

Wonderful Indonesia

Masih dalam rangkaian jalan-jalan sebulan dari Bali dan seluruh Jawa, kali ini episode Karimunjawa. Tulisan kali ini agak panjang, jadi sabar ya membacanya. Karena pengalaman di Karimunjawa sangat sayang untuk tidak ditulis semua.

Sebelum dengan suami, saya sudah pernah ke Kepulauan Karimunjawa sebelumnya, tahun 2009, backpacker-an berenam dari Jakarta. Saat itu, Karimunjawa belum terlalu ramai seperti saat ini.

Karimunjawa adalah gugusan pulau yang sangat indah dengan hamparan pasir putih menawan, meliputi 27 pulau dalam 1 kecamatan dan terbagi dalam 3 desa. Luas tempat indah ini adalah 107.225 ha, sebagian besar wilayahnya berupa lautan (100.105 ha) sementara sisanya adalah daratan seluas 7.120 ha. Karimunjawa dijuluki Perawan Jawa, sebuah inisial yang merujuk pada perairannya begitu bening sehingga sebuah koin yang jatuh ke dalamnya akan dengan mudah ditemukan karena kejernihannya (Wonderful Indonesia)

Tidaklah susah menuju Karimunjawa. Ada dua cara melalui Jepara atau Semarang. Kalau bertanya lewat Google, maka informasi kapal menuju Karimunjawa akan sangat gampang ditemukan. Dan, tidak setiap hari ada kapal menuju pulau ini. Jadi rajin-rajin update karena jadwal bisa berubah mendadak karena kondisi cuaca, seperti yang kami alami waktu itu.

Karena sebelumnya saya menyeberang melalui Semarang, maka kali ini saya ingin merasakan melalui Jepara. Penyeberangan melalui Jepara ini dibumbui oleh drama-drama dan kejutan-kejutan. Segala informasi saya cari di google. Saya sudah memesan tiket Express Bahari (Harga tiket Rp 110.000) melalui telepon ke Agen yang (katanya) resmi. Ketika saya tanya uang harus ditransfer kemana, mas yang menerima telepon bilang tidak usah. Langsung datang ke loket pada hari H. Dari sini saja saya sudah mulai curiga kenapa uang tidak mau ditransfer. Tapi menurut mas tersebut, nama saya sudah dicatat. Jadi saya antara tenang dan tidak juga sih rasanya. Masih was-was. Sedangkan untuk tiket kembalinya, yaitu Karimunjawa – Semarang, kami menggunakan Kapal Cepat Kartini, dan saya sudah menelepon (024) 70400010 dengan Ibu Chandra. Ini adalah nomer telepon Pelni Semarang. Jadi saya lumayan tenang karena sudah mentransfer uang (Harga tiket Rp 130.000). Ibu Chandra bilang kalau tiket fisiknya mendekati jadwal kepulangan akan dititipkan kepada salah satu awak kapal.

Jadwal penyeberangan kami Jepara-Semarang Jumat 22 Agustus 2014 (14:00-17:00). Karena sebelum ke Jepara kami menginap di Semarang, maka saya memesan travel Semarang-Jepara untuk keberangkatan Jumat jam 7 pagi, dengan asumsi masih punya banyak waktu untuk jalan-jalan disekitar pelabuhan karena lama perjalanan Semarang-Jepara sekitar 3 jam. H-1 saya masih belum memesan penginapan dan kapal untuk snorkeling disana. Malamnya, ketika sedang menunggu Mas E yang sedang menjelajah Lawang Sewu (Saya tidak pernah berani masuk ke gedung Lawang Sewu, jadi saya menunggu diluar, duduk-duduk dengan bapak satpam), iseng-iseng saya menelepon salah satu penginapan yang (lagi-lagi) saya dapat dari Google. Setelah deal masalah penginapan, mas yang terima telpon saya (lupa namanya, maaf ya mas:D) bertanya saya sedang ada dimana. Saya jawab saja masih di Semarang karena penyeberangan dari Jepara jam 2 siang jadi saya baru berangkat ke Jepara jumat pagi. Masnya terkejut, dibilang kalo penyeberangan dari Jepara dipindah pagi jam 10 karena alasan cuaca buruk. Dan pemberitahuan tentang pindah jadwal ini sudah diumumkan seminggu sebelumnya. Lah, mana saya tahu. Waakk!! Saya langsung panik. Bagaimana ini? Kalau jam 10 pagi, harus berangkat jam berapa dari Semarang, dan saya tidak tahu apakah ada travel pagi sebelum jam 7 berangkat ke Jepara. Huhh!! Asli panik sekali. Saya langsung tanya sana sini, akhirnya saya memperoleh satu nama travel (lupa lagi namanya), ada pemberangkatan jam 5, dan kursi yang tersisa tinggal 2. Pas!!

Paginya sekitar jam 5 kami sudah dijemput dan jam 6 mulai meninggalkan Semarang. Sampai di Pelabuhan Jepara sekitar jam 9.30. Dan itu yang namanya pelabuhan sudah penuh dengan lautan manusia. Wisatawan asing dan wisatawan lokal memenuhi pelabuhan. Saya tiba-tiba panik. Kami kan belum membeli tiket kapal. Kami langsung menuju loket, ternyata masih tutup. Dan antrian sudah panjang. Beberapa saat, kami mendengar kalau tiket penyeberangan sudah terjual habis beberapa hari sebelumnya. Duh! Rasanya kesal sekali. Jadi yang saya pesan lewat telepon tidak berguna. Menyebalkan!. Saya bilang ke Mas E untuk menjaga tas. Saya mau keliling nyari calo (hahaha, baru kali ini rasanya saya nyari calo). 10 menit sebelum keberangkatan saya sudah pasrah saja tidak dapat tiket karena setelah keliling, para calo bilang kalau tiket sudah habis. Saya berjalan gontai. Dan ketika sudah pasrah seperti itu, ternyata keajaiban datang. Saya melewati beberapa lelaki yang bergerombol membicarakan tiket. Sayup-sayup mendengar ada 2 tiket lebih. Langsung saya berteriak kalau saya bersedia membeli berapapun harganya. Dan, diluar dugaan, tiket dijual dengan harga normal dengan syarat saya dan Mas E disuruh menginap di penginapan saudaranya. Saya langsung menyanggupi dengan konsekuensi saya harus membatalkan reservasi penginapan yang sudah saya buat sebelumnya. Yiaayy!! Saya jogged-joged India karena kesenengan dapat tiket last minute. Mas E yang tidak mengerti jalan ceritanya saya cium-cium karena saya terlalu senang. Saya bilang kalau Tuhan selalu bersama orang-orang yang sedang bulan madu 🙂

Perjalanan 3.5 jam laut kami lalui dengan lancar. Tidak ada drama mabuk laut meskipun ombak sedang tinggi. Tetapi ada drama lain didalam kapal. Kami baru sadar ternyata tiket yang sudah dibeli beda kelas. Satu VIP dan satu bisnis. Akhirnya saya yang mengalah, saya yag dikelas bisnis. Tanpa AC tentu saja, dan Mas E di VIP. Alasan saya yang mengalah, karena dia kan belum lama di Indonesia, saya takut dia merasa tidak nyaman kalau harus kepanasan tanpa AC, dan duduk berdesakan dengan penumpang yang lain. Rasanya sangat tidak nyaman duduk terpisah ruangan begitu. Biasanya runtang runtung, ngobrol dan tertawa bareng, sekarang jadi manyun sendiri. Mas E juga ternyata merasa seperti itu. Tanpa sepengetahuan saya, ternyata dia “menyuap” a.k.a dengan membayar tambahan 10.000 kepada awak kapal agar saya bisa satu ruangan. Suapan pertama yang dia lakukan, karena awak kapal yang ternyata memberi ide untuk membayar uang tambahan.

Sesampainya di Karimunjawa kami langsung dijemput mobil (sebenarnya jalan kaki juga bisa, sekitar 15 menit) langsung menuju penginapan. Ternyata penginapannya bersih dan nyaman sekali. Semalam harganya 80 ribu sekamar. Kamar mandi bersih dengan toilet duduk dan setiap pagi sore dapat minuman dengan rasa (kacang hijau, es cincau, teh, dan es apa ya satu lagi lupa). Pelayanan memuaskan. Di Karimunjawa penginapannya adalah rumah penduduk. Rata-rata sih bersih dan nyaman. Kalau mau menginap di hotel atau resort sih bisa. Harga menyesuaikan, artinya jauh lebih mahal dibandingkan penginapan di rumah penduduk, karena biasanya dimiliki oleh warga negara asing. Ada juga penginapan apung ditengah laut. Tapi saya juga tidak tahu harganya berapa. Di Karimunjawa pasokan listrik dibatasi. Dari jam 7 pagi sampai jam 17.00 sore listrik padam. Jadi kalau malam segala gadget harap di charge sebelum paginya listrik dipadamkan

HARI PERTAMA

Hari pertama langsung nyebur kelaut. Snorkeling dengan paket snorkeling yang dapatnya dadakan dengan harga Rp 150.000 per orang untuk alat snorkeling lengkap, makan siang dan sewa kapal. Jadi, untuk siapapun yang ke Karimunjawa tidak ikut paket tur, jangan khawatir. Selalu ada paket snorkeling dadakan seperti pengalaman kami. Seperti yang sudah disebutkan, Karimunjawa terdapat 27 pulau. Tetapi tidak semua pulau bisa dimasuki atau bisa menjadi tempat snorkeling karena beberapa pulau sudah dibeli oleh warga negara asing. Biasanya yang menjadi tempat snorkeling adalah Pulau Menjangan besar dan kecil, Pulau cemara besar dan kecil, Tanjung Gelam, Pulau Tengah dan Pulau Cilik. Kami snorkeling di 2 tempat, Pulau Cemara Besar dan Pulau Menjangan Besar. Setelah muter sana sini, komentar suami bagus banget pemandangan bawah lautnya meskipun biota laut tidak sebanyak di Pulau Menjangan, Bali.

Setelah puas snorkeling 2 dua tempat, kami melanjutkan ke Penangkaran Hiu. Jadi ditempat ini ada satu kolam berisi anak-anak hiu, dan kita diperbolehkan bermain-main dengan mereka asal tidak ada luka atau kalau yang wanita tidak sedang menstruasi (kata penjaganya sih begitu).

Dari penangkaran hiu, kami kembali ke penginapan karena sudah menjelang malam. Malam harinya kami menikmati suasana Karimunjawa yang tenang dengan berkumpul di Alun-alun bersama banyak pengunjung menikmati kuliner lokal. Makanan yang ditawarkan kebanyakan makanan laut pastinya dengan harga yang masih masuk akal. 1 ikan bakar ukuran besar sekali (Saya makan berdua berasa kenyang sekali dan masih sisa karena sudah kekenyangan) harganya Rp 50.000. Selain kuliner, di Alun-alun juga banyak yang menjual Souveni Karimunjawa seperti kaos, gantungan kunci, pernak pernik dari laut. Kaos yang dijual rata-rata Rp 30.000. Kami membeli di malam kedua karena kehabisan baju.

HARI KEDUA

Hari kedua Mas E mengajak mengelilingi pulau dengan menyewa sepeda motor. Dia sudah merasa cukup snorkeling karena sebelumnya sudah snorkeling di Bali. Saya sebenarnya agak cemas dengan ide Mas E untuk mengelilingi pulau dengan menggunakan sepeda motor. Sebabnya dia baru sekali naik sepeda motor ketika sedang liburan di Yunani. Jadi ini menjadi pengalaman keduanya. Waduh! Saya kan takut kalau dia tidak stabil mengendarai karena untuk mengelilingi pulau jalannya kan naik turun dan tidak semua jalan rata. Tapi kecemasan saya tidak terbukti, sepanjang jalan baik-baik saja kami. Jadi, mengelilingi pulau bisa dijadikan alternatif wisata di Karimunjawa. Dengan menyewa sepeda motor matic penduduk setempat seharga Rp 70.000 per hari plus bensin 3 liter (saat itu satu liter harganya Rp 10.000 disana) sangat cukup untuk mengelilingi pulau dari ujung sampai ujung, dari pagi sampai malam.

Pertama kali dibonceng sama suami, rasanya romantis hahaha. Karena kami santai, tidak terburu oleh apapun, maka kami banyak berhenti di pantai-pantai yang tersembunyi, misalkan Pantai Barakuda, Pantai Nirwana dan yang lainnya (lupa saking banyaknya singgah). Kami juga berhenti untuk trekking di Hutan Mangrove yag terletak di desa Kemojan. Juga menemukan bukit yang bernama Joko Tuo dimana kami bisa melihat seluruh Karimunjawa dari atas. Perjalanan kami berujung di Bandar Udara Dewandaru. Baru tahu ternyata Karimunjawa mempunyai Bandara, meskipun bukan pesawat komersil yang beroperasi melainkan beberapa pesawat pribadi dari warga negara asing dan pesawat milik pemerintah. Sepanjang perjalanan beberapa kali kami berhenti untuk makan. Mas E yang doyan banget makan kelapa muda selama di Indonesia jadi seperti merasakan surga di Karimunjawa karena bisa makan kelapa muda yang langsung dipetik dari pohon. Ketika makan di salah satu rumah penduduk, tiba-tiba kami ditawari untuk membeli tanah dengan harga per meter persegi Rp 340.000 tersedia untuk 1000 meter persegi. Woohh, murah hitungannya. Mereka bilang kalau banyak sekali warga asing yang membeli tanah di Karimunjawa untuk dijadikan resort atau sekedar tempat tinggal untuk liburan. Mas E sempat menyelutuk “untung disini ga ada ATM, kalau ada bisa langsung aku beli itu” <— Mbujuukk Mas Mas :D. Oh iya, di Karimunjawa tidak ada ATM ya, jadi bawalah uang yang cukup selama tinggal disana

Perjalanan darat kami diakhiri dengan melihat sunset di Tanjung Gelam. Rupanya pulau ini menjadi salah satu tempat terbaik untuk mengabadikan sunset di Karimunjawa selain bukit Joko Tuo. Dan memang benar, sunsetnya sungguh menghipnotis. Perjalanan hari itu sungguh menyenangkan. Banyak sekali mengunjungi pantai dan tempat yang kami belum tahu sebelumnya. Berkenalan dengan penduduk setempat, berbincang dan bercanda bersama mereka

Inilah yang kami suka dari sebuah perjalanan. Tidak hanya mengenal tempat yang baru, tetapi bisa berinteraksi dengan penduduk setempat, mengenal dan berbaur dengan mereka. Perjalanan itu bukan hanya tentang sebuah tujuan, melainkan mendapatkan pengalaman.

HARI KETIGA

Hari ini waktunya kami pulang. Kami sudah siap sejak jam 7 pagi karena kapal akan pergi pada pukul 10. Kami memutuskan untuk jalan kaki menuju pelabuhan karena kami rasa jaraknya masih normal dengan menggendong ransel yang besar. Sesampainya di Pelabuhan, kami sudah diberi tahu awak kapal bahwa ombak sedang tinggi. Ternyata benar, tidak lama setelah kami bertolak dari tepi pantai, ombak mulai membuat kapal bergoyang kesana sini. Konon waktu itu ombak sampai ketinggian 5 meter. Walhasil saya dan Mas E mabuk muntah-muntah sepanjang jalan. Saya muntah didalam kapal, dia muntah diluar kapal. Kocak banget sekarang kalau diingat. Sesampainya di Semarang, kami sudah lemas karena seluruh isi perut keluar. Lapar ujung-ujungnya. Mas E sampai bilang “aku ga akan naik kapal ini lagi. Nightmare” hahaha. Yang bikin mabuk sebenarnya bukan kapalnya, tapi ombak yang tinggi itu.

Kesan Mas E terhadap Karimunjawa adalah pulau yang menyenangkan dan ideal buat tempat liburan. Tidak rame dan alamnya masih alami belum banyak eksploitasi sana sini. Awalnya dia terpikir untuk membeli tanah dan tinggal disini. Tapi setelah melewati drama mabuk laut, jadi berpikir ulang, kecuali menuju Karimunjawa naik pesawat pribadi *berasa pejabat ya Mas 😀

Selama di Karimunjawa, saya lebih mengenal Mas E. Ya maklum saja, selama ini kami selalu menjalin hubungan jarak jauh, dan waktu 8 bulan sejak kenal sampai memutuskan menikah sangatlah singkat untuk mengenal satu sama lain apalagi dipisahkan oleh jarak. Tidak dipungkiri selama di Karimunjawa kami sering bertengkar, dari hal-hal sepele sampai yang besar. Tapi kami menyadari bahwa itu adalah proses pengenalan kami satu sama lain. Istilahnya pacaran setelah menikah. Dan saya senang telah memilih traveling selama sebulan dari Bali sampai seluruh kota-kota besar di Jawa sebagai proses kami untuk saling mengenal. Selama perjalanan, baik buruk pasangan jadi terkuak semua. Traveling adalah cara yang paling efektif untuk lebih dekat mengerti dan memahami pasangan

Perjalanan bukan hanya tentang sebuah tujuan, melainkan tentang pengalaman, termasuk pengalaman dalam mengenal pasangan

 

NB : Saya bukan pengingat dan pencatat yang baik. Karenanya saya jarang mengabadikan detail perjalanan dalam sebuah catatan. Saya hanya bisa mengingat detail kejadian. Dan saya bukan perencana perjalanan yang baik. Saya biasanya hanya merencanakan secara garis besar. Tapi tidak bisa sampai detail, karena terlalu ribet. Dan saya juga biasa menikmati perjalanan yang mengalir dengan segala kejutan-kejutannya :). Tapi saya selalu punya senjata. Mengandalkan kecanggihan teknologi dan tanya sana sini ^^. Jadi buat yang ingin pergi mandiri, jangan malas untuk cari informasi sebanyak-banyaknya dari internet ya. Jangan gampang bertanya sesuatu yang sebetulnya informasinya mudah didapat dari google. Happy traveling 🙂

Bagaimana dengan pengalamanmu?

Selamat melakukan perjalanan dengan pasangan 🙂

-Surabaya, 28 November 2014-

 

Snorkeling di Pulau Cemara Besar
Snorkeling di Pulau Cemara Besar
Karimunjawa dilihat dari atas bukit Joko Tuo
Karimunjawa dilihat dari atas bukit Joko Tuo
Kedua kali naik sepeda motor seumur hidupnya. Jadi bangga kesenengan si Mas :)
Kedua kali naik sepeda motor seumur hidupnya. Jadi bangga kesenengan si Mas 🙂
Melewati pemandangan ini sepanjang tour darat
Melewati pemandangan ini sepanjang naik sepeda motor muter pulau
Selama di Indonesia, dimana-mana yang dicari selalu kelapa muda. Tidak pernah sebelumnya makan kelapa muda yang langsung ambil dari pohonnya
Selama di Indonesia, dimana-mana yang dicari selalu kelapa muda. Tidak pernah sebelumnya makan kelapa muda yang langsung ambil dari pohonnya
Sarapan dengan Lontong Pecel super pedas. Duh! ini enak banget rasanya. Sepiring penuh harganya Rp 5.000
Sarapan dengan Lontong Pecel super pedas. Duh! ini enak banget rasanya. Sepiring penuh harganya Rp 5.000
Hutan Mangrove
Hutan Mangrove
Mangrove Karimunjawa
Mangrove Karimunjawa
Pohon Ranting berdiri kokok diatas tanah kering
Pohon Ranting berdiri kokok diatas tanah kering
Sunset di Tanjung Gelam
Sunset di Tanjung Gelam
Rawa
Rawa
Kolam Hiu di Pulau Menjangan Besar. Jadi kita bisa nyemplung dan bermain bersama bayi-bayi hiu ini. Saya dan Mas E? Duduk-duduk saja di Perahu :D
Kolam Hiu di Pulau Menjangan Besar. Jadi kita bisa nyemplung dan bermain bersama bayi-bayi hiu ini. Saya dan Mas E? Duduk-duduk saja di Perahu 😀

P1000746

Sunset Tanjung Gelam
Sunset Tanjung Gelam
Numpang Narsis :)
Numpang Narsis 🙂 … Ya ampun, nampak seperti liliput gitu, mungil disebelah Suami 😀

One week in Java (Day 1: Jakarta)

In 2014 I spent a considerable amount of my time in Indonesia, in Java and Bali to be more precise. Lately I got the question from a friend which things to visit if he would spend a week in Java. The most obviously answer would of course be “That’s wayyy too short”, but it made me think how I would spend a week now that I have had so many wonderful experiences. I will write down in 7 episodes how I would spend such a week.

Day 1: Jakarta

Jakarta is a ‘must see’  although probably not everyone’s piece of cake. Be prepared for a continuous flow of cars and motor cycles, day and night. When you have bad luck you end up in one of its terrible traffic jams (not exclusively something that might happen to you in Jakarta, as we will discover along the journey). The air can be heavy polluted, garbage seems to be everywhere. But nevertheless Jakarta contains a lot of interesting experiences that you simply can not experience anywhere else in Java.

Public transportion is never an expensive thing in Indonesia, but in Jakarta they made it extra attractive with a free Jakarta City Tour. This tour will take you in a double deck bus along the most remarkable sites and buildings of the Jakarta centre, like the Monas (the national monument built in the 1960’s) and the presidential residence. It will take you an hour to finish the full tour and you can drop out in between when you think you found something interesting along its route. The tour guides on the bus are very friendly and speak English excellent.

jakarta day 1 city tour jakarta
Deny in front of the City Tour bus.

After the bus tour visit the Monas, the Monument Nasional. You can go with a small elevator to the golden top and from there you will have an overview of modern Jakarta with its countless sky scrapers. Be aware though that the Monument is a very popular attraction, so there might be a long waiting line before you can go to the top. The Monas also contains an underground informative information centre where the history of Indonesia is displayed in countless three-dimensional scenes behind glass. You get a fast update on how Indonesia became the Republic it is nowadays.

Monas in the late afternoon
Monas in the late afternoon

Then visit the National Museum. The Museum is a two-part building: one is a reminiscent of the Dutch colonial days, the other part is multi store modern building. The impressive thing of the Museum is that you get a real good overview on the complexity of all the different cultures of Indonesia. For me it was an eye-opener because here I learned that Indonesia is such a diverse multi-cultural and multi-racial country (which obviously brings a lot of challenges in keeping its unity). There is a lot to see about the different races, clothing, religions, music, house constructions from its habitants.

jakarta day 1 National Museum
The National Museum – Jakarta

Now that it is afternoon visit the ‘Old City’ (Kota Tua in Bahasa Indonesia), the part of Jakarta that reminds most of its colonial past, when the Dutch were in charge for circa 500 years. In those days Jakarta was called Batavia (and Batavia refers to ‘Batavians’ one of the original tribes that lived in the Netherlands some 2000 years ago). Many of the interesting places are centred around the square where the so called Gourverneurskantoor (Office of the Governor) is situated. In front of the building you can even rent bikes and discover the surroundings on a bike. You will  surely be noticed by the local people, but be careful: pedestrians and bikers are somewhere at the bottom of the Indonesian traffic hierarchy chain! You can visit the Gouverneurskantoor, it contains a nice museum that gives you an  impression how the colonial Dutch decorated their office.

jakarta day 1 kota tua
Rented a bike, put on the heads and posed in front of the old Governmental Office.

So when you have had enough for the day and you want to relax a little bit among the local Jakarta people, return to the Monas park, sit down in the grass and order a typical Betawi (name of the local Jakarta people) meal: Kerak Telor. In the park at night there is an abundant choice of souvenirs that are being sold by local Jakarta people.

jakarta day 1 kerka telor
My part time job as Kerak Telor chef and sales man.
jakarta day 1 monas by night
Lot of activities in the night time around the Monas.

This ends our first day in Java and Jakarta! On the second day we will explore more of Jakarta.

-Den Haag, November 16 2014-

Catatan Perjalanan – Bali

Sunset di Uluwatu

Sebulan sebelum menikah, saya bertanya ke Mas E apakah setelah menikah mau jalan-jalan atau mau langsung kembali ke Belanda. Ternyata Mas E mendapat cuti selama 5 minggu dari kantor. Wah, senang sekali! Dia maunya sebulan jalan-jalan dari Bali sampai Bandung. Dia mempercayakan semua pada saya untuk mengatur mekanismenya. Terserah mau dibuat ala backpacker apa ala koper. Karena saya tidak terbiasa jalan-jalan dengan budget mahal, akhirnya saya mengatur ala backpacker. Yang pada akhirnya nanti praktek dilapangan kombinasi antara keduanya. Rute bulan madu kami adalah : Bali-Jember-Surabaya-Jogjakarta-Solo-Semarang-Jepara-Karimunjawa-Jakarta-Bandung-Surabaya-Situbondo-Bromo dari tanggal 11 Agustus 2014 sampai 7 September 2014. Mas E ingin lebih mengenal Indonesia, termasuk mengenal budaya dan masyarakatnya. Jadi bulan madu ini ada misi khusus selain memperkenalkan tempat wisata juga memperkenalkan ragam kuliner Indonesia.

Tasnya sudah mantap banget-semacam meyakinkan ala backpacker-
Tasnya sudah mantap banget -semacam meyakinkan ala backpacker

BALI

Mas E belum pernah ke Bali. Jadi dia sangat antusias pergi ke pulau Dewata. Sebelumnya Mas E sudah mencari info tempat-tempat mana saja yang ingin dikunjungi. Kami menggunakan jasa Wonderful Menjangan untuk mengatur rute perjalanan selama kami di Bali. Mereka sangat kooperatif dan fleksibel. Terima kasih Pak Rico yang menemani kami selama 4 hari 12-15 Agustus 2014. Tempat-tempat yang kami datangi tentu saja lokasi turis seperti Bedugul, Ubud, Tanah Lot, Sanur, Tampak Siring, GWK, Pantai Balangan, Kecak di Uluwatu, Jimbaran, Pantai Pendawa, Snorkeling satu hari di Pulau Menjangan.

Sangat direkomendasikan untuk mengeksplor keindahan bawah laut Pulau Menjangan yang merupakan wall diving terbaik di Bali. Taman laut dengan visibility yang baik dan kaya akan biota laut penuh warna. Mas E sangat senang snorkeling disini. Dia sangat terkagum-kagum dengan keindahan biota lautnya. Snorkeling di dua spot sampai musti diingatkan untuk mentas. Sepanjang perjalanan pulang perjalan kembali ke Denpasar yang memakan waktu sekitar 3 jam, tidak berhenti Mas E bercerita tentang keindahan bawah laut Pulau Menjangan. Suami senang, Istri bahagia 🙂

Dibawah ini beberapa foto dari beberapa tempat yang kami kunjungi :

Sunset di Uluwatu
Sunset di Uluwatu
Kecak,  Uluwatu
Kecak, Uluwatu

 

Bercengkrama
Bercengkrama

 

DSC_0032 (2)
Pantai Pandawa, Bali

Pantai Pandawa, Bali. Disini pengunjung diperbolehkan berenang karena ombak tidak tinggi. Banyak sekali wisatawan domestik

Pantai Pandawa, Bali. Disini pengunjung diperbolehkan berenang karena ombak tidak tinggi. Banyak sekali wisatawan domestik

Tanah Lot, Bali
Tanah Lot, Bali
Pantai Balangan, Bali. Disisi satunya ombak sangat tinggi. Tempat para surfer, Wisatawan domestik hampir tidak terlihat.
Pantai Balangan, Bali. Disisi satunya ombak sangat tinggi. Tempat para surfer, Wisatawan domestik hampir tidak terlihat.
Garuda Wisnu Kencana, Bali
Garuda Wisnu Kencana, Bali
Garuda Wisnu Kencana, Bali
Garuda Wisnu Kencana, Bali
Pulau Menjangan, Bali
Pulau Menjangan, Bali
Pulau Menjangan Bali
Pulau Menjangan Bali
Snorkeling Pulau Menjangan, Bali
Snorkeling Pulau Menjangan, Bali

 

-Surabaya, 8 November 2014-

Belanda dan Impian yang Tertunda

Belanda, sebuah negara dimana selama 7 tahun kebelakang saya ingin sekali pergi kesana. Awalnya saya tidak terlalu ambisi karena pada saat itu masih dimasa awal bekerja. Sibuk ini itu sebagai lulusan baru. Kemudian seorang teman menceritakan betapa dia ingin ke Belanda, melanjutkan kuliah disana, ingin berkelana ke Eropa. Saya pun jadi tertarik untuk menelusuri seperti apakah Belanda itu. Beberapa fakta yang saya cari saat itu sama seperti yang tertera pada gambar dibawah ini. Hanya saja saat itu saya mencari versi tahun 2007.

 Fact About Netherlands

Karena latar belakang kuliah saya adalah Statistik, dan bidang kerja adalah Marketing Riset, maka yang perlu saya cari adalah universitas apa yang cocok untuk menampung saya disana, bidang riset apa saja yang bisa saya lakukan, dan bagaimana keilmuan saya bisa beradaptasi disana. Selain itu, karena saya penyuka sesuatu yang berhubungan dengan seni, maka informasi tentang kehidupan berkesenian menjadi sangat penting.

Singkat cerita, akhirnya saya mencari berbagai macam informasi tentang beasiswa ke Belanda. Beberapa kali tes TOEFL di Nesso, tapi selalu gagal, tidak memenuhi syarat minimal yang diajukan. Setiap tahun menghadiri pameran pendidikan di Belanda di Jakarta. Menjadi pengumpul sejati brosur-brosur dan gimmick universitas-universtitas disana. Tekad saya semakin bulat, saya harus kuliah di Belanda. Berkali-kali gagal tidak menyurutkan langkah. Tempelan kata-kata “2009 berangkat ke Belanda” “Ayok Semangat, Belanda menanti” “Bangun, raih Tulipmu. Raih Belanda” dan beberapa kata-kata motivasi lainnya menghiasi dinding kamar, buku agenda kerja sampai layar monitor computer.

Dengan kata-kata motivasi yang saya buat itu, mau tidak mau selalu teringat sampai alam bawah sadar. Tidak hanya di kamar, di buku catatan kerja juga saya tuliskan. Selain itu, ada satu buku yang menjadi penyemangat saya untuk tetap mewujudkan impian itu. Buku Negeri Van Oranje. Berisi tentang dinamika kehidupan mahasiswa S2 di Belanda asal Indonesia. Namun pada suatu saat dipekerjaan, saya dipromosikan dan deskripsi kerja semakin banyak. Saya diharuskan keluar kota dalam jangka waktu yang lama dengan frekuensi yang sering. Dan harapan untuk kuliah ke Belanda semakin jauh dari jangkauan karena kesibukan dan saya yang mulai patah semangat karena tidak kunjung lulus tes TOEFL. Tapi didalam hati kecil, saya selalu mengucap, suatu hari saya akan menginjakkan kaki di Eropa dan Belanda, entah kapan, entah dengan cara apa.

Ketika memutuskan berhenti kerja di Jakarta dan kembali untuk kuliah lagi di Teknik Industri ITS Surabaya pada tahun 2012, saya mulai cari-cari lagi beasiswa short course ke Belanda. Belum berhasil juga karena gagal dalam persyaratan. Malah saya lolos untuk double degree ke Taiwan, namun tidak saya ambil. Akhirnya kesibukan kuliah (kembali) menenggelamkan ambisi saya untuk ke Belanda.

Hingga pada saatnya tiba, saya menikah dengan seorang berkewarganegaraan Belanda. Pertemuan yang tidak diduga, singkat padat jelas kemudian kami menikah. Sebelum menikah, saya diminta ke Belanda oleh orangtua Mas E. Mereka ingin mengenal saya lebih dekat. Juga berkenalan dengan saudara-saudara disana. Sayangnya sewaktu Mei saya kesana tidak bisa dalam waktu yang lama karena sedang kejar tayang untuk seminar proposal tesis. Dan saat itulah pertama kali saya melihat dan memegang bunga Tulip secara nyata di Keukenhof, yang selama ini hanya ada di mimpi saya, melihat di majalah ataupun di media sosial lainnya. Saya terkagum-kagum dengan cara kerja Tuhan yang misterius. Dia selalu bekerja dengan cara yang tidak mampu kita pikirkan. Tidak pernah mengijinkan saya untuk ke Belanda dalam rangka kuliah, malah saya dipertemukan dengan suami asli Belanda dan dalam waktu dekat akan pindah kesana.

Seneng banget bisa sampai Belanda, menghirup udara Eropa. Norak foto depan Schiphol
Seneng banget bisa sampai Belanda, menghirup udara Eropa. Norak foto depan Schiphol 🙂

Yang selalu saya yakini adalah : Tuhan selalu memberikan yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Dia selalu tahu apa yang terbaik untuk kita. Memberikan disaat yang tepat, tidak kurang, tidak lebih. Tidak terlalu cepat, tidak terlambat. Kalau kita merasa Tuhan tidak mengabulkan doa kita, yakin saja bahwa doa kita sedang menunggu saat yang tepat dan dalam keadaan yang lebih baik dari apa yang kita minta. Tuhan itu Maha Segalanya.

Suatu ketika Mas E pernah berkata “Kalau kamu nanti susah dapat kerja di Belanda, lanjutkan saja kuliah di universitas impian kamu.” Dan memang, impian untuk kuliah itu masih saja tersimpan rapi dalam angan saya. Tuhan memberi lebih dari apa yang saya inginkan selama ini. Suami impian, dan harapan untuk kuliah di Belanda.

Lalu, apa impianmu yang terwujud seolah-olah itu adalah sebuah keajaiban?

-Surabaya, 6 November 2014-

 

DSC_9774DSC_9574DSC_9535DSC_9654DSC_9652 (2)DSC_9663DSC_9655 (2)deny-may-2014-netherlands48DSC_9764 (2)

DSC_9638deny-may-2014-netherlands11