Menjadi sukarelawan bukanlah hal yang baru buat saya karena pada dasarnya saya adalah tipe orang yang cepat bosan jika tidak melakukan kegiatan jika ada waktu senggang yang banyak. Maksudnya kegiatan disini adalah yang bertemu dengan beberapa atau banyak orang dan melakukan sesuatu yang baru sesuai minat. Dengan menjadi sukarelawan banyak hal baru yang bisa saya dapat dan membuat semakin bertambah ilmu juga pengalaman. Dari masing-masing kegiatan sukarelawan yang pernah saya ikuti, suka dukanya juga berbeda-beda, ilmu dan pengalaman yang didapat pastinya juga berbeda. Tetapi sejauh ini, saya selalu menikmati kegiatan sukarelawan yang sesuai dengan minat serta disesuaikan dengan waktu yang tersedia. Sewaktu kerja di Jakarta, jika sedang tidak ada tugas kantor keluar kota pada akhir pekan, saya selalu menyempatkan diri untuk mengikuti beberapa kegiatan sukarelawan yang memang tidak jauh-jauh dari kegiatan mengajar dan bercerita karena memang saya suka dua hal tersebut. Beberapa kegiatan sukarelawan di Jakarta yang pernah saya ikuti adalah Indonesia Bercerita, Shoebox project, dan mendongeng disebuah rumah baca. Sedangkan ketika kembali kuliah di Surabaya, saya mengikuti Kelas Inspirasi (ceritanya disini). Senang bertemu kenalan baru, berbagi pengalaman dengan mereka, melatih kesabaran ketika bertemu dengan anak-anak, bahkan sering menangis terharu melihat kepolosan serta mimpi-mimpi yang sering diutarakan oleh anak-anak ini saat saya berinteraksi langsung dengan mereka. Pengalaman hidup yang tidak akan terlupakan.
Ketika pindah ke Den Haag, beberapa kenalan memberikan saran untuk mengikuti kegiatan sukarelawan sebagai sarana melatih berbicara bahasa Belanda dan untuk bersosialisasi dengan lingkungan di Belanda. Mama mertua dan suami juga menyarankan hal serupa. Pada bulan kelima sejak datang, saya mulai memberanikan diri untuk membaca dibeberapa website tentang kegiatan sukarela yang ada. Tetapi kebanyakan membutuhkan kemampuan bahasa Belanda. Saya nekat untuk mencoba melamar beberapa dan seperti sudah diduga, lamaran saya ditolak semua karena memang yang mereka butuhkan yang bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Belanda (yang saya lamar memang organisasi yang membutuhkan kemampuan bahasa Belanda selain bahasa Inggris). Sampai pada akhirnya bulan Oktober 2015, ketika guru disekolah bahasa Belanda mengatakan bahwa kemampuan berbicara saya sudah lumayan bagus (dibandingkan ketika baru masuk yang bisanya cuma hitungan dan beberapa kalimat pendek dengan tata bahasa yang acak adut) dan beliau memberikan alamat website organisasi yang mengkoordinasi sukarelawan di Den Haag, barulah saya mempunyai kepercayaan diri untuk mulai mencoba melamar lagi. Setelah memilih dan memilah, akhirnya beberapa lamaran saya kirimkan. Dibawah ini adalah beberapa pengalaman saya menjadi sukarelawan di Den Haag :
Guru Tamu di The World In Your Classroom (The World In Your Classroom)
Saya pernah menuliskan cerita sebagai guru tamu untuk kegiatan TWIYC ini pada tulisan sebelumnya disini. TWIYC adalah sebuah proyek atau kegiatan sukarela yang diprakarsai oleh pemerintah kota (Gemeente) Den Haag yang bekerjasama oleh ACCESS, PEP, The Bridge Hague, Holland Times serta AngloInfo sebagai media partner. The Hague atau yang dikenal dengan Den Haag adalah kota Internasional yang banyak sekali pendatang dari segala penjuru dunia dengan tujuan menetap ataupun bekerja. Pemerintah kota Den Haag melihat sebuah peluang dari keberagaman pendatang tersebut yang bisa dijadikan sebagai sebuah kerja sukarela (vrijwilligerswerk) sebagai sukarelawan (volunteer atau dalam bahasa Belanda disebut vrijwilliger), maka didirikanlah TWIYC. Kegiatan dalam TWIYC ini bertujuan memberikan kesempatan kepada para pendatang untuk menjadi Guest Lecturer dalam waktu satu jam pada siswa berusia 12 sampai 16 tahun disekolah menengah (Middelbare School) diseluruh Den Haag.
Sampai pada saat ini saya sudah mendatangi 4 sekolah di Den Haag untuk mempresentasikan tentang Indonesia (dengan tema keragaman kuliner tradisional di Indonesia). Saya senang dengan kegiatan ini karena bisa berinteraksi langsung dengan murid-murid dan guru serta seringkali mendapatkan kejutan-kejutan menyenangkan dari pertanyaan-pertanyaan yang terlontarkan. Senang mendapati mereka sangat antusias untuk mengetahui Indonesia. Seringnya karena terlalu banyak yang bertanya tetapi waktu yang tersedia hanya maksimal satu jam, guru yang berada dikelas membatasi pertanyaan dan murid-murid tetap berebut bertanya. Pada dua sekolah terakhir saya mempresentasikan penuh dalam bahasa Belanda karena murid-muridnya kesulitan mengerti jika saya menyampaikan semua materi dalam bahasa Inggris. Ini menjadi tantangan tersendiri untuk saya karena terus terang bahasa Belanda saya juga masih pas-pasan. Beruntungnya saya dibantu oleh guru jika ada kesulitan dengan beberapa kata.
Sukarelawan di Yayasan untuk anak-anak Difabel (Middin)
Middin adalah yayasan yang bergerak fokus untuk anak-anak difabel (differently abled yaitu anak-anak yang mempunyai perbedaan level fungsi jasmani dan atau rohani). Middin ini ada dibeberapa tempat di Den Haag. Anak-anak yang ada di Middin tinggal disana selama 24 jam sehari, 7 hari seminggu. Sewaktu saya melamar, mereka sedang membutuhkan orang untuk membantu didapur sebagai tukang masak, menyiapkan makan malam untuk anak-anak ini serta menemani mereka makan. Karena suka masak, maka saya memberanikan diri untuk melamar. Ternyata pertanyaan pertama dari mereka adalah apakah saya suka memasak dan bisa memasak. Setelah wawancara, saya disuruh datang minggu depannya langsung bekerja untuk masa percobaan.
Berada didapur dengan kolega yang kesemuanya menggunakan bahasa Belanda membuat saya sempat kaget karena tidak bisa mengikuti alurnya. Mereka berbicara cepat sekali, saya sampai terbengong tidak paham yang diterangkan. Tapi hal tersebut tidak berlangsung lama. Setelah beberapa saat, saya sudah menyatu dengan suasana dapur. Memasak untuk anak-anak difabel tidak bisa sembarangan karena mereka mempunyai diet makanan dan minuman. Jadi sudah ada posnya siapa menyiapkan untuk anak difabel yang mana. Dan masing-masing menu harus dibaca dengan sungguh-sungguh supaya tidak ada salah. Disini saya belajar bekerjasama dan dituntut belajar dengan cepat serta konsentrasi yang tinggi. Saat mendampingi anak-anak tersebut makan juga menimbulkan perasaan haru untuk saya. Karena jadwal dari Middin tidak cocok dengan jadwal saya, akhirnya saya hanya bisa datang dua kali dan setelahnya tidak bisa melanjutkan lagi.
Sukarelawan dirumah perawatan untuk orang tua (WoonZorgcentra Haaglanden)
WoonZorgcentra Haaglanden (selanjutnya saya singkat menjadi WZH) adalah yayasan yang menangani orang tua dirumah perawatan (disebut verpleeghuis) yang ada di Den Haag tersebar dibeberapa cabang. Jadi mereka yang tinggal di verpleeghuis karena ada masalah dengan kesehatan (kesehatan badan dan atau daya ingat) tetapi dalam kondisi yang tidak parah. Berdasarkan dari informasi supervisor saya, mereka tinggal disini bisa jadi dalam jangka waktu tertentu atau dalam jangka waktu yang tidak ditentukan. Contohnya : misalkan ada orang tua yang tidak bisa berjalan dengan baik sehingga menggunakan kursi roda tetapi daya ingatnya masih baik dan tidak mempunyai masalah kesehatan yang lainnya, maka beliau tinggal disini dalam jangka waktu tertentu yang nantinya akan ditinjau ulang berdasarkan keadaan yang ada.
Mereka ada yang masih mempunyai keluarga sehingga mendapatkan kunjungan misalkan setiap minggu sekali ataupun dua minggu sekali bahkan bisa sebulan sekali. Tetapi beberapa juga sudah tidak mempunyai keluarga lagi. Untuk tinggal disini, mereka harus membayar yang diambil dari uang tunjangan.
Saya menjadi sukarelawan di WZH dengan waktu kerja dua kali dalam seminggu sejak jam 8 pagi sampai jam 3 sore. Proses menjadi sukarelawan disini sama dengan di Middin yang melewati wawancara dan masa percobaan. Diawal ditanyakan motivasi menjadi sukarelawan apa, yang saya jawab untuk memperlancar bahasa Belanda dan untuk bersosialisasi dengan lingkungan di Belanda. Dua minggu kemudian ada kontrak kerja yang harus ditandatangani sebagai sukarelawan yang mencantumkan hak dan kewajiban saya serta diberikan tanda pengenal sebagai sukarelawan disana. Oh iya, sebelumnya saya harus mengajukan permohonan verklaring omtrent het gedrag certificate of conduct (ini semacam surat keterangan berkelakuan baik) ke Ministerie van Veiligheid en Justitie (Ministry of Security and Justice) yang biayanya ditanggung oleh WZH.
Apa yang saya kerjakan disini? Saya mempersiapkan makan pagi dan makan siang untuk 10 orang tua. Sebelumnya saya jelaskan dulu bahwa WZH ini ada digedung yang besar terdiri dari beberapa lantai dan tiap lantai ada beberapa bagian (afdeling). Saya ada disalah satu afdeling. Satu afdeling terdiri sekitar 20 pasien. Nah saya bertanggungjawab mempersiapkan sarapan dan makan siang hanya untuk 10 orang tua. Ada orang tua yang bisa makan diruang makan, ada yang tidak mau. Untuk yang tidak mau, saya mengantarkan makanan ke kamarnya dan mereka akan makan sendiri disana. Ada yang bisa makan diruang makan dan makan sendiri. Ada yang bisa makan diruang makan dan perlu bantuan untuk disuapi. Saya akan menyediakan makanan dulu untuk mereka yang bisa makan sendiri kemudian melanjutkan menyiapkan makanan dan menyuapi bagi yang tidak bisa makan sendiri. Ada pasien yang memang tidak bisa makan dan membutuhkan peralatan tertentu, ini yang melakukan adalah perawat.
Dalam menyiapkan makanan disini saya juga harus berhati-hati. Ada orang tua tertentu yang tidak ada daftar dietnya (jadi tidak ada masalah dengan makanan), tetapi yang lainnya ada daftar dietnya. Saya harus pelan-pelan membacanya supaya tidak salah. Diawal-awal saya harus beberapa kali membuka kamus bahkan bertanya pada kolega kalau ada kata-kata atau instruksi pada daftar diet yang saya tidak mengerti.
Selain menyiapkan makanan, tugas saya lainnya adalah bertanggungjawab terhadap kebersihan ruang makan, menemani para orang tua misalkan : ke fisioterapi, dokter gigi, ke salon, membacakan cerita jika mereka menginginkan, menemani berbicara sambil minum kopi atau teh (bagi mereka yang diperbolehkan mengkonsumsi teh dan kopi).
Kolega saya adalah dokter, perawat, murid-murid yang sedang magang, mereka yang bekerja paruh waktu, koki, mereka yang membantu membersihkan ruangan pasien. Yang menyenangkan adalah saya dikirim dua kali kursus tentang bagaimana cara merawat orang tua dan seluk beluk bekerja dibagian perawatan. Beberapa bulan kemudian saya mendapatkan tawaran untuk bekerja paruh waktu di WZH.
Keuntungan menjadi sukarelawan :
- Tujuan saya bisa tercapai yaitu memperlancar bahasa Belanda dan terjun langsung ke lapangan bekerja dan bersosialisasi dengan lingkungan di Belanda. Hal ini saya rasakan sekali manfaatnya terutama saat saya ujian Kennis Nederlandse Maatschappij (ujian kemasyarakatan Belanda) ataupun ujian integrasi lainnya (ujian bahasa Belanda inti dan ONA). Kenapa kesannya saya selalu menuliskan untuk belajar langsung (praktik) untuk memperlancar bahasa Belanda? karena sadar kemampuan berbahasa saya yang tidak bisa cepat jika tidak diiringi dengan praktik langsung. Berbicara dengan suami dirumah menggunakan bahasa Belanda tidak cukup untuk saya. Karenanya saya membutuhkan media lain supaya saya bisa mendengarkan bermacam aksen dan telinga saya terbiasakan dengan obrolan bahasa Belanda.
- Bisa menjadi referensi yang positif saat mencantumkan di CV ketika mengirimkan lamaran kerja.
- Bisa mengisi waktu luang lebih bermanfaat terutama buat saya yang baru setahun lebih sedikit tinggal di Den Haag supaya mempunyai kegiatan diluar rumah.
- Di Den Haag, para sukarelawan setiap sebulan sekali, paling lama dua bulan sekali mendapatkan undangan untuk menghadiri semacam acara kumpul bulanan. Jadi saya bisa bertemu dengan sukarelawan lain diseluruh Den Haag serta beberapa pihak dan organisasi yang terkait didalamnya. Hal ini bagus untuk melakukan networking. Selain itu, disetiap pertemuan juga selalu ada materi atau pembicara professional dan pakar dibidangnya yang dihadirkan : misalkan membahas bagaimana strategi untuk mencari kerja di Belanda. Selama ini saya sudah menghadiri dua pertemuan tersebut.
- Meskipun namanya adalah kerja sukarela, tetapi untuk beberapa jenis pekerjaan, misalkan untuk saya pada Middin dan WZH, ongkos perjalanan diganti. Jadi akan dihitung jarak dari rumah ke tempat kerja kemudian mereka akan mengganti uang transportasinya yang dibayar setiap tiga bulan sekali. Selain itu saya diberikan kontrak kerja sehingga tahu hak dan kewajibannya apa. Satu lagi yang menyenangkan adalah dikursuskan berarti menambah ilmu baru.
- Belajar banyak hal baru yang berbeda dengan pengalaman kerja maupun latar belakang pendidikan saya di Indonesia. Mendapatkan ilmu baru contohnya saya yang dikirim kursus seperti yang saya ceritakan diatas pada bagian menjadi sukarelawan di WZH. Selain saya mendapatkan manfaatnya, saya juga bisa membantu orang lain juga.
- Banyak belajar pengalaman hidup, ini saya dapatkan ketika berbicara dengan para orang tua. Mereka akan bercerita tentang banyak hal tentang kehidupan. Membuat saya lebih banyak bersyukur dengan yang saya miliki saat ini. Tidak hanya itu saja, bahkan saya juga bisa belajar sejarah karena mereka sering bercerita tentang sejarah negara tertentu termasuk Belanda.
Saya merasakan ada perbedaannya menjadi sukarelawan di Indonesia dan di Den Haag. Kalau di Indonesia berdasarkan pengalaman saya, organisasi atau wadah atau tempat yang membutuhkan sukarelawan berdiri sendiri-sendiri jadi tidak ada payung besarnya untuk mengkoordinasi (mohon koreksinya jika saya salah). Sedangkan yang saya rasakan di Den Haag, untuk menjadi sukarelawan bisa mendaftar melalui “payung besarnya” atau bisa disebut ada yang mengkoordinasi. Jadi organisasi atau yayasan atau tempat-tempat yang menerima sukarelawan tidak berdiri sendiri, melalui satu jalur koordinasinya.
Bagaimana cara mendaftar untuk bisa menjadi sukarelawan di Den Haag? Kalau saya sejak awal mendaftar lewat DenHaagDoet.nl. Disana banyak sekali pilihan kerja sukarela yang sesuai dengan minat serta beberapa website vrijwilligerswerk yang lain. Untuk pendatang baru di Belanda seperti saya yang memang tujuan jangka panjangnya adalah tinggal disini, jika memang belum ada kegiatan, saya sarankan untuk mengikuti kerja sukarela. Keluar rumah dan melakukan kegiatan yang bermanfaat sangat berguna untuk mengusir rasa kangen kepada keluarga di Indonesia, supaya tidak ngelangut dalam bahasa Jawa. Selain itu, juga bagus untuk melatih kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa Belanda dan bersosialisasi dengan lingkungan di Belanda.
Tulisan ini terinspirasi oleh pengalaman Ailsa menjadi sukarelawan di Irlandia.
Ada yang mempunyai pengalaman menjadi sukarelawan?
-Den Haag, 20 Maret 2016-