Salah satu benda yang wajib saya beli ketika bepergian adalah kartu pos ditambah perangko kalau bepergiannya ke luar negeri. Saya membeli kartu pos di setiap kota yang dikunjungi, jadi bukan hanya setiap negara saja. Membeli kartu pos dan menyimpan sebagai kenang-kenangan itu rasanya menyenangkan karena selain harganya murah juga tidak membutuhkan tempat yang luas, praktis. Jika sedang baik hati kepada diri sendiri, saya bisa membeli barang lainnya misalkan tatakan gelas, hiasan, ataupun buku seperti yang saya pernah ceritakan disini. Terkadang saya juga mengirimkan kartu pos kepada diri sendiri dari tempat yang saya kunjungi. Rasanya menyenangkan menerima kartu pos dari diri sendiri ketika sudah sampai rumah. Terdengar agak aneh ya, tapi memang menyenangkan. Coba deh 🙂
Kartu pos yang saya beli, selain untuk koleksi pribadi juga beberapa saya kirimkan kepada teman-teman dekat (seperti yang saya lakukan saat road trip ke Perancis 3 bulan lalu), kenalan dari Instagram dan Mamarantau, serta beberapa blogger baik itu dari Indonesia, Asia, seputaran Eropa, Amerika, Australia, dan NZ. Meskipun banyak diantara mereka saya belum pernah bertemu secara langsung, terutama blogger dan kenalan dari Instagram, tetapi karena sudah ada interaksi sebelumnya di media sosial, jadinya seperti mengirimkan kepada seseorang yang sudah saya kenal meskipun belum pernah bertemu.
Dibawah ini adalah beberapa kartu pos yang saya dapatkan dan sempat saya abadikan. Beberapa tidak saya foto, sudah saya simpan dengan rapi.
BAGI-BAGI KARTU POS
Blog kami sekitaran bulan-bulan ini (tidak tahu pasti tepatnya kapan) sudah berusia dua tahun. Pengalaman satu tahun ngeblog pernah saya tuliskan disini tahun kemarin. Selama dua tahun menulis blog, pengalamannya tidak jauh berbeda dengan tahun kemarin hanya saja kami merasakan semakin banyak manfaat yang kami dapat. Oh iya, kalau masih ada yang belum tahu, blog ini memang yang mengisi dua orang yaitu saya dan suami. Meskipun suami hanya sesekali saja menulis di sini dan sebagian besar yang menulis adalah saya, tetapi dia adalah orang yang sangat berjasa dibalik kelancaran blog ini, maksudnya kalau ada kerusakan-kerusakan, dia dengan sigap memperbaikinya. Maklum saya tidak terlalu tahu masalah teknis yang berhubungan dengan otak atik bahasa pemrograman. Kami juga masih banyak menerima keluhan tentang susahnya menuliskan komentar disini, sekali lagi kami mohon maaf untuk kekurangan yang satu ini karena kami sendiri tidak tahu letak susahnya dimana karena sudah diotak atik sana sini tetapi semuanya baik-baik saja.
Dalam rangka dua tahun usia blog, kami ingin berbagi ucapan terima kasih kepada siapapun yang telah meluangkan waktunya selama ini untuk membaca tulisan disini, memfollow blog ini, ataupun yang selama ini meninggalkan komentar, dalam bentuk mengirimkan 20 kartu pos. Jadi ceritanya, kami beberapa waktu kedepan akan pergi berlibur ke sebuah negara dalam waktu yang agak lama, road trip mengunjungi beberapa kota yang ada di sana. Karena saya suka berkirim kartu pos, maka tercetus ide untuk mengirimkan kartu pos dari negara tersebut kepada dua puluh (20) orang yang beruntung. Negaranya mana? kami tidak akan menyebutkan sekarang karena itu adalah sebuah KEJUTAN! Nanti kami akan menyebutkan negara mana yang akan kami kunjungi setelah kami sudah kembali lagi ke Belanda dan tentunya kartu pos buat siapapun yang beruntung, sudah terkirim. Yang pasti negara yang akan kami kunjungi terkenal dengan makanannya yang enak-enak, pantai dan danaunya yang bagus, banyak cerita sejarahnya dan letaknya tidak jauh dari Belanda.
Bagi siapapun yang berminat, setelah sesampainya di negara tersebut, kami akan mengirimkan 20 kartu pos kepada 20 orang yang beruntung tentunya dengan syarat yang sangat gampang. Yang pasti tidak ada syarat follow-follow apapun media sosial saya, karena memang saya saat ini hanya punya twitter saja (dan blog ini). Syaratnya adalah :
Kirimkan nama lengkap dan alamat lengkap beserta kode pos ke email : denald.blog@gmail.com dengan subjek email : Kartu pos dua tahun blog denald. Siapa yang beruntung adalah dua puluh (20) orang pertama yang mengirimkan biodata ke email di atas. Setiap email yang masuk, akan langsung kami jawab, jadi yang bersangkutan langsung tahu kalau dia akan mendapatkan kiriman kartu pos.
Kalau sudah menerima kartu pos yang kami kirim, wajib memberitahu kami, terserah melalui twitter bisa (@denald), melalui email juga bisa atau kalau mau membuat tulisan tersendiri di blog juga monggo. Pilih salah satu saja yang paling gampang, yang penting memberi tahu kami kalau kartu pos yang kami kirim sudah sampai.
Nah, gampang kan caranya, tidak ruwet apalagi bertele-tele. Nanti kami akan memberitahukan lewat email kepada setiap orang yang bersangkutan, setiap kartu pos yang sudah kami kirim. Jadi orang tersebut tahu bahwa kartu pos untuknya sudah dalam perjalanan. Sampai tidaknya kartu pos kepada penerima itu juga tidak bisa dipastikan 100% ya karena pengalaman saya selama ini tidak semuanya sampai, meskipun jumlahnya memang sangat sedikit, hanya satu atau dua kartu pos saja. Semuanya tergantung dari faktor kantor pos dan keberuntungan mungkin ya :D. Tapi saya yakin kalau alamatnya lengkap, kemungkinan besar akan sampai. Karenanya, mohon menuliskan alamat selengkap mungkin dan jangan lupa sertakan kode pos. Kalau kami sudah menerima sebanyak 20 email, maka di postingan ini akan kami update bahwa bagi-bagi kartu pos ditutup karena sudah mencapai kuota.
Terima kasih banyak kami ucapkan untuk siapapun yang telah meluangkan waktu membaca tulisan-tulisan kami selama ini, menuliskan komentar, ataupun berdiskusi di kolom komentar. Kami sadar ada beberapa pihak yang tidak satu paham dengan apa yang sudah kami tuliskan di blog ini, selama ini, dan ada juga yang sepemahaman. Justru disanalah indahnya dunia blogging, tempat untuk melatih menulis, melatih beropini secara baik dan benar, berlatih menuliskan komentar secara santun meskipun tidak setuju dengan apa yang sudah dituliskan dalam sebuah postingan. Semoga kedepannya kami terus belajar menjadi lebih baik dalam ranah tulis menulis di dunia blogging.
Kalau ada kritik, saran, pujian, uneg-uneg yang ingin disampaikan, monggo dituliskan pada kolom komentar, atau kalau kolom komentarnya susah diakses, bisa langsung lewat email. Kami dengan senang hati membaca, menanggapi dan berterima kasih atas apa yang sudah disampaikan.
Terus semangat menulis ya kawan-kawan blogger!
PS : Kalau ada yang ingin mengirimi saya kartu pos, monggo lho saya tidak menolak 😀
UPDATE!
Karena sudah mencukupi kuota (malah lebih) maka bagi-bagi kartu pos saya nyatakan ditutup ya. Bagi yang sudah mengirimkan nama dan alamat, ditunggu konfirmasi selanjutnya saat kartu pos sudah kami kirim.
Sore ini sewaktu saya duduk di balkon memperhatikan anak-anak kecil tetangga bermain, entah kenapa tiba-tiba ingatan terlempar saat Ramadan ketika masih kecil. Banyak sekali kenangan masa kecil saat Ramadan tiba. Ada kenangan menyenangkan, ada yang tidak menyenangkan, tetapi secara keseluruhan banyak kenangan menyenangkan jika diingat lagi sekarang. Tentu saja hal tersebut menimbulkan senyuman. Maklum saja, saat kecil meskipun saya tergolong anak yang agak pendiam tetapi terkategorikan sedikit nakal, itu pikir saya setelah besar.
PONDOK PESANTREN
Awal Ramadan, pasti ada pondok pesantren. Kegiatan pondok pesantren ini selalu saya tunggu setiap tahunnya. Jadi, pondok pesantren ini adalah kegiatan sekolah yang mewajibkan muridnya menginap di sekolah dalam jangka waktu satu malam (kadang sampai dua malam juga). Tapi saya lupa apakah pondok pesantren ini diadakan saat hari efektif sekolah atau saat hari minggu. Kegiatan pondok pesantren ini fokusnya memperbanyak ibadah secara bersama-sama seperti tarawih, tadarusan, belajar agama, sholat wajib berjamaah, sahur, dan berbuka puasa. Menginap di sekolah bersama teman-teman itu rasanya menyenangkan. Terkadang kami tidak bisa tidur sampai sahur, cekikikan didalam kelas yang digunakan sebagai ruangan menginap yang beralaskan tikar, sampai ditegur Bapak dan Ibu Guru yang sedang bertugas.
Saat masih SD, sekolah saya itu letaknya persis di belakang rumah. Jadi kalau waktunya sahur, saya sering pulang ke rumah karena menu Ibu lebih menarik dari menu yang disediakan di sekolah. Saya memang agak rewel kalau masalah sahur, tidak bisa makan terlalu banyak dan seringnya malas bangun. Kalau pulang ke rumah selalu menyelinap dan naik lewat pagar belakang sekolah, makan cepat-cepat di rumah lalu kembali lagi ke sekolah sebelum sholat subuh berjamaah. Beberapa kali lolos tapi seringnya ketahuan sama guru saat memanjat pagar sekolah. Guru sampai bosan menghukum saya karena sering memanjat pagar sekolah. Kesenangan memanjat ini rupanya terus berlanjut sampai SMA, karena dulu saya sering memanjat pagar belakang sekolah kalau ingin pulang lebih cepat (mbolos) *jangan ditiru :D.
Terakhir mengikuti pondok pesantren sepertinya ketika SMP. Kalau SMP senang ikut pondok pesantren motivasinya berbeda, karena bisa sering barengan sama yang ditaksir *ini pondok pesantren malah lirik-lirikan :p
MENCATAT ISI CERAMAH SAAT TARAWIH
Setiap Ramadan, saat SD (SMP juga ga ya? lupa) selalu ada tugas merangkum isi ceramah setelah tarawih. Kami diberikan buku kegiatan selama Ramadan dan buku itu dikumpulkan saat Ramadan selesai. Saya ini anaknya malas tarawih berjamaah, maksudnya tarawih bersama di musholla dekat rumah ataupun di masjid yang agak jauh dari rumah. Di sekolah juga sebenarnya diadakan tarawih, tapi saya hampir tidak pernah datang. Alasannya macam-macam, dari yang mengantuk, kekenyangan sewaktu buka puasa, ada ulangan jadi harus belajar, dan masih banyak alasan lainnya. Tapi dari berbagai macam alasan tersebut, cuma satu kata yang bisa merangkum semua : malas. Bapak dan Ibu tidak pernah memaksa anak-anaknya tarawih, hanya kadang malu sama Bapak kalau sering diajak tarawih banyak menolaknya. Saya sering bilang ke Bapak untuk jalan dulu ke masjid, nanti saya menyusul. Benar sih saya menyusul berangkat pakai mukena, bawa sajadah, dan buku untuk mencatat rangkuman ceramah. Tapi saya berangkatnya kira-kira saat ceramah saja. Setelah ceramah selesai, ya saya pulang lagi.
Selain cara di atas, saya biasanya mencontek isi ceramah milik teman. Jadi saya baca dulu secara keseluruhan, lalu saya mengarang bebas sesuai yang ada di kepala tetapi isinya tidak terlalu menyimpang. Karena jiwa mengarang bebas yang terpupuk sejak dini tersebutlah menjadikan saya selalu mendapatkan nilai bagus saat pelajaran bahasa Indonesia mengarang dan menulis. Lha bagaimana, imajinasinya sudah terlatih, bahkan mengarang rangkuman ceramah agama hasil mencontek 😀
Oh ada satu yang membuat saya tertarik datang tarawih di musholla dekat rumah kalau sorenya Ibu memberi tahu bahwa saat tadarusan akan ada camilan dan makanan enak. Biasanya camilannya ada tahu berontak, hongkong (ote ote), trus makanannya ada bakso, soto, sate. Wah, saya pasti mau tarawih bersama. Saya memang gampang dipancing makanan sejak kecil sampai sekarang, imannya suka lemah kalau berhubungan dengan makanan *ngikik.
BERDIAM DIRI DI KAMAR MANDI
Jaman saya masih kecil masih belum terlalu tenar yang namanya AC, sedangkan Situbondo kan panasnya luar biasa, maklum pinggir pantai. Jangankan AC, kipas angin saja kami tidak punya. Adanya kipas besar terbuat dari bambu buat mengipasi sate. Jadi kalau siang hari pintu rumah dibuka lebar agar angin dan udara bisa masuk ke segala penjuru dalam rumah, tapi udara yang masuk tetap panas rasanya. Hari biasa saja saya seringkali haus dan merasa gerah, apalagi saat Ramadan, rasa haus dan panasnya terasa berkali lipat. Akhirnya saya seringnya berdiam diri di kamar mandi sambil baca buku dan sering sampai tertidur. Satu-satunya ruangan dalam rumah yang berhawa sejuk ya kamar mandi. Saya membawa kursi kecil dari rotan ke dalam kamar mandi, saya tutup pintunya dan berdiam diri disana sepanjang siang. Awalnya mbak yang bantu di rumah kaget karena saya tidak keluar dari kamar mandi dalam waktu lama, diketok pintunya tidak ada jawaban, digedor tetap tidak bergeming, sampai mbak memanggil tetangga. Saya tertidur pulas sekali waktu itu sampai tidak mendengar apa-apa, walhasil menghebohkan mbak dan tetangga.
MAKAN, MINUM LALU PURA-PURA LEMAS
Apakah di kamar mandi saya tidak tergoda untuk menenggak atau meminum air dari keran? wah ya tentu saja sangat tergoda. Seingat saya saat usia SD, saya sering batal puasa karena sengaja makan dan minum. Maklum, tidak kuat dengan lapar dan haus. Situbondo memang panasnya benar-benar membuat lemah iman anak kecil (ini merujuk pada saya maksudnya). Jadi akalnya begini : saya masuk kamar mandi untuk wudhu atau sekedar berdiam diri sekalian minum air dari keran. Waktu itu sih tidak terpikir airnya kotor atau bersih ya yang penting tidak haus lagi. Nah kalau lewat dapur, saya mengendap-endap kaki berjingkat mampir ke lemari penyimpanan sisa makanan sahur. Biasanya masih ada tempe atau tahu yang sisa. Waktu itu kami belum punya kulkas jadi sisa makanan ditaruh lemari khusus makanan.
Dengan mencomot makanan dari lemari dan minum air dari keran, walhasil saya segar kembali dong ya. Tapi kalau saya menampakkan muka segar cerah ceria akan menimbulkan kecurigaan Bapak dan Ibu kalau mereka sampai di rumah setelah pulang kerja. Akhirnya saya pura-pura lemas sampai waktu buka puasa tiba. Mudah-mudahan adik-adik saya tidak ada yang mengikuti kelicikan kakaknya ini. Waktu saya sedang beraksi sih rumah sedang sepi, adik-adik tidur dan mbak yang bantu sedang setrika atau tidur siang juga, sementara saya bergerilya.
BENCI SUARA PETASAN DAN ORKES SAHUR KELILING
Dua hal yang paling dibenci ketika Ramadan ditempat tinggal saya yaitu suara petasan dan orkes sahur keliling. Rumah orangtua bersebelahan dengan gang kecil, karena memang letak rumah diujung. Nah, sekitar jam 2 pagi, orkes ini mulai beroperasi. Suaranya berisik sekali dengan pukulan alat-alat dapur segala panci, tutup panci, botol kaca, dan teriakan “sahuuur… sahuuuur”. Suaranya benar-benar membuat emosi. Saya kalau terbangun karena suara orkes tersebut, satu hari mood pasti jelek. Kesal sekali. Pernah suatu ketika karena sudah terlalu kesal, saya teriak dari dalam kamar supaya jangan berisik. Besoknya saya didatangi Pak RT tidak boleh teriak ke pasukan orkes tersebut karena memang tugas mereka membangunkan penduduk untuk bangun sahur. Tapi saya bilang kalau terganggu dengan suara berisiknya dan keberatan kalau mereka lewat gang. Tetapi protes anak kecil rupanya tidak membuahkan hasil, tetap saja orkes cempreng berisik dan mengganggu tersebut beroperasi dengan suara kencangnya. Tapi kata adik saya sekarang sudah mulai berkurang, tidak setiap hari beroperasi. Syukurlah.
Selain orkes sahur keliling tersebut, petasan juga selalu membuat kesal luar biasa. Pasti yang membaca ini tahu lah bagaimana mengagetkannya suara petasan dan itu selalu membuat dada saya jadi berdebar-debar. Iya kalau berdebarnya dirasakan saat bertemu pujaan hati, lha ini ndredeg, kalo kata orang jawa, pas dengar suara mercon. Adik saya selalu menangis kalau mendengar suara mercon, Bapak selalu marah-marah dan mengejar anak-anak yang bermain mercon dekat rumah. Ramadan bukannya tadarusan atau tidur di rumah masing-masing malah membuat emosi orang saja dengan membakar petasan.
MENUNGGU MAKANAN DARI MASJID
Menjelang Idul Fitri, kami sekeluarga biasanya pulang ke Ambulu, tempat asal Bapak. Dibandingkan pulang ke Nganjuk tempat asal Ibu, pulang ke Ambulu lebih sering kami lakukan karena memang letaknya lebih dekat dengan Situbondo. Rumah Mbah bersebelahan dengan Masjid. Ada satu hal yang selalu saya rindu saat Ramadan seperti ini yaitu menunggu makanan dari Masjid. Jadi, setiap berbuka puasa, setiap hari pasti ada yang mengirimkan makanan ke Masjid untuk berbuka puasa. Karena banyak yang mengirim, akhirnya makanannya berlebih. Nah, adik atau sepupu saya pasti membawa pulang ke rumah setelah sholat Maghrib berjamaah, lalu kami di rumah makan bersama-sama apa yang ada dalam wadah berkat tersebut (ini saya tidak tahu ya bahasa Indonesia nya tempat berkat, wadah dari plastik yang bolong-bolong). Ketika makanan datang, Mbah atau Bude selalu mengatakan “ayo dipurak saiki panganane” yang artinya ayok dimakan bersama-sama sekarang makanannya. Ah, jadi kangen keluarga Ambulu.
Beberapa hal tersebut seringnya membuat saya selalu terkenang masa kecil saat Ramadan seperti ini. Kenakalan masa kecil, kenangan manis, kelucuan maupun rasa kesal yang tidak akan pernah saya lupakan.
Saya suka tertawa sendiri kalau melihat gambar plesetan ini
Kalau kamu, punya kenangan masa kecil saat Ramadan yang tidak pernah lupa?
Saya sejak kecil memang sudah suka membaca, mungkin karena melihat Bapak dan Ibu yang juga suka membaca. Ibu sering membawa pulang hasil kliping murid-muridnya karena memang Ibu guru Bahasa Indonesia. Senang rasanya kalau Ibu sudah membawa pulang kliping-kliping tersebut, saya bisa menghabiskan waktu berjam-jam di kamar untuk melahap cerita-cerita yang ada dalam kliping. Sewaktu saya dan adik-adik masih kecil, Bapak dan Ibu berlangganan majalah Kuncup, Bobo, Donal Bebek, dan Asterix, berharapnya kami menjadi gemar membaca. Sayangnya, sampai beranjak besar, yang masih bertahan gemar membaca hanya saya, sedangkan adik-adik saya tidak ada yang mempunyai kegemaran membaca. Karena langganan Donal Bebek tersebutlah saya jadi suka dengan karakter Donal Bebek, sampai email pertama saya ada unsur “denald”, cerita lengkap tentang asal usul nama denald bisa dibaca disini.
Ada satu kebiasaan yang saya tidak bisa hilangkan sampai sekarang yang berhubungan dengan kesukaan membaca yaitu kalau makan saya harus ada yang dibaca. Jadi kalau makan tidak ada sesuatu yang bisa dibaca, saya akan mencari-cari dulu bahan bacaan. Hal ini tidak berlaku kalau saya sedang makan rame-rame atau berdua dengan suami. Eh, tapi kalau sedang makan di rumah, kami juga seringnya sibuk dengan bacaan masing-masing. Bacaan disini maksudnya adalah buku, majalah, koran, bukan membaca dari telefon pintar.
Saya tidak tahu apakah karena kegemaran membaca disembarang tempat, bahkan membaca dalam keadaan sedang rebahan dengan cahaya yang tidak bagus yang menyebabkan mata mulai bermasalah sejak SD dan resmi menggunakan kacamata ketika SMP. Sampai saat ini kedua mata saya bermasalah dengan minus 3 dan silinder 2.5. Ibu dulu rajin memberikan air wortel yang dicampur dengan madu untuk membantu menurunkan minus, tetapi tidak berhasil.
Pengeluaran terbesar saya selama ini adalah untuk beli buku. Ada yang bertanya kenapa harus membeli buku dalam bentuk nyata, kenapa tidak dalam bentuk e-book saja. Jawaban saya sederhana, karena sensasi membalik kertas, bunyi kertas, aroma kertas itu tidak bisa terganti. Untuk baju, sepatu, tas, ataupun yang lainnya saya sangat bisa hemat, tetapi tidak untuk buku. Ketika keluar rumah, di dalam tas bisa dipastikan ada satu buku. Saya sering ketinggalan Hp dan rasanya biasa saja, tetapi ketinggalan buku rasanya ada yang hilang, ganjil. Terkesan agak berlebihan ya, tetapi memang itu kenyataannya.
Bertemu suami yang mempunyai kegemaran membaca juga rasanya sangat menyenangkan. Walaupun jenis buku yang kami baca hampir berbeda 180 derajat, tetapi satu sama lain menjadi saling memahami kalau salah satu diantara kami sedang kalap membeli buku atau sedang sibuk dan tidak mau diganggu ketika asyik membaca buku. Jenis buku yang saya baca sebenarnya sangat beragam, tidak khusus pada satu topik saja, yang menarik minat. Sedangkan suami lebih suka membaca buku yang berhubungan dengan sejarah terutama sejarah Romawi. Saya kalau membaca sekilas buku-buku dia mendadak pusing, bukan hanya karena kendala bahasa, tetapi isinya juga tidak seberapa paham meskipun dia sudah mencoba menjelaskan berkali-kali. Saya memang lemah disejarah, tetapi masih ada rasa tertarik untuk hal-hal tertentu yang berhubungan dengan sejarah.
Salah satu tempat kencan favorit kami adalah tempat yang berhubungan dengan buku yaitu perpustakaan, bazar yang juga menjual buku bekas, dan toko buku. Kalau sedang jalan-jalan, kami hampir selalu menyempatkan untuk mampir ke toko buku. Sebenarnya ketika sedang ke toko buku kami tidak sepenuhnya selalu membeli, seringnya hanya membaca saja karena memang suasana toko buku di Belanda memungkinkan untuk membaca buku dalam waktu yang lama. Saya ingat ketika di Indonesia, kalau membaca buku agak lama pasti terkena tegur dari petugas toko buku tersebut. Saya sampai pindah tempat beberapa kali untuk menghindari teguran, belum lagi tempat duduk yang disediakan juga cenderung tidak nyaman. Tapi yang saya bicarakan ini adalah kondisi toko buku “besar” sebelum saya pindah ke Belanda ya. Kalau sekarang mudah-mudahan ada perbaikan dan saya lihat sudah banyak toko buku yang tempatnya nyaman. Sedangkan di Belanda, terkena tegur tidak pernah saya alami jika membaca buku dalam waktu lama, bahkan disediakan tempat duduk yang nyaman. Di beberapa toko buku juga jadi satu dengan kafe. Meskipun menjadi satu dengan kafe tetapi suasananya tetap nyaman, tidak ramai yang berisik.
Selain toko buku yang menjual buku-buku baru, kami juga rajin mendatangi toko buku yang menjual buku-buku bekas. Biasanya kami datang ke tempat ini kalau ingin mencari buku-buku yang sudah lama, selain tentu saja untuk mendapatkan buku dengan harga murah. Saya pernah membeli buku tentang traveling dan beberapa novel, 6 buah buku seharga 5 euro padahal bukunya tebal-tebal. Jangan membayangkan toko buku bekas dengan keadaan yang kotor, pengap dan sempit karena seperti yang terlihat pada foto-foto di bawah, suasana dalam tokonya rapi dan sangat nyaman. Karena itulah kami betah berlama-lama di sini. Kalau membicarakan toko buku bekas, saya teringat Blauran dan Jalan Semarang di Surabaya, dulu tempat berburu buku kuliah. Dan ketika saya kerja di Jakarta, penasaran dengan Kwitang karena AADC. Kalau ke TIM, saya pasti mampir ke toko buku milik Jose Rizal Manua.
Alasan lain mengunjungi toko buku selain karena suasananya yang nyaman serta untuk mencari dan membaca buku, interior yang unik dalam toko buku juga serta sejarah dibaliknya menjadi daya tarik tersendiri. Selexyz Dominicanen yang terletak di Maastricht mendapatkan julukan salah satu toko buku yang terindah di dunia. Lihat saja interiornya, membuat yang berkunjung kesini menjadi betah. Toko buku ini awalnya adalah gereja yang didirikan tahun 1294 oleh St. Dominic. Gereja dengan arsitektur gothic tersebut sejak tahun 1794 tidak lagi berfungsi sebagai tempat menyelenggarakan kegiatan keagamaan ketika tentara Napoleon mengambil alih (menyita) yang kemudian digunakan untuk tujuan militer. Sejak saat itu, ruangan yang ada di dalam gereja ini digunakan sebagai tempat menyimpan arsip kota, gudang, bahkan untuk tempat menyimpan sepeda. Pada tahun 2005, Boekhandels Groep Nederland (BGN) memutuskan untuk memberdayakan bangunan yang dulunya adalah gereja tersebut menjadi toko buku (sumber). Tidak berlebihan kalau akhirnya Selexyz Dominicanen disebut sebagai salah satu toko buku yang tercantik di dunia karena arsitekturnya yang memukau. Didalam toko buku ini juga ada kafe. Sewaktu saya berkesempatan mengunjungi Maastricht bersama beberapa orang teman 4 bulan lalu, datang ke toko buku ini menjadi sebuah keharusan.
Sejak awal saya mulai sering melakukan perjalanan, salah satu tempat yang sebisa mungkin untuk dikunjungi adalah toko buku di negara atau kota yang saya datangi. Kalau orang lain mungkin berburu pernak pernik atau hiasan khas suatu kota ketika bepergian, saya berburu buku. Pulang ke rumah seringnya ada saja buku baru yang saya tenteng. Kegiatan tersebut sampai sekarang masih saya lakukan bersama suami. Kalau sedang tidak diburu waktu, dimanapun apakah di Belanda ataukah saat di luar Belanda, toko buku sebisa mungkin untuk kami kunjungi. Kami mempunyai impian bisa mengunjungi toko-toko buku yang mempunyai sejarah menarik maupun arsitektur yang indah di seluruh belahan bumi ini.
Kalau kalian apakah suka membaca? punya cerita menarik seputar toko buku yang pernah dikunjungi? Sekarang sedang membaca buku apa? Saya sedang membaca buku Anthony Bourdain yang berjudul A cook’s tour.
Saya tumbuh besar dengan dua budaya, yaitu Jawa dan Madura. Hal ini bisa terjadi karena saya berasal dari keluarga Jawa tetapi tinggal di lingkungan Madura. Dua kota yang menjadi tempat tinggal saya adalah Ambulu dan Situbondo. Ambulu adalah kota asal Bapak sedangkan Situbondo adalah tempat tinggal orangtua. Bapak dan Ibu adalah pendatang di Situbondo. Masyarakat Situbondo sendiri adalah mayoritas suku Madura. Karenanya, saya dan adik-adik akhirnya lancar menggunakan dua bahasa daerah yaitu Jawa dan Madura. Ada aturan di rumah dalam penggunaan bahasa daerah. Kalau di dalam rumah, kami wajib menggunakan bahasa Jawa dan dilarang keras menggunakan bahasa Madura. Hal ini untuk mengantisipasi bahasa campur-campur dalam berkomunikasi di rumah. Tetapi kalau di luar rumah, kami bebas menggunakan bahasa apapun. Namun terkadang saya dan adik-adik suka keceplosan berbicara menggunakan bahasa Madura jika di rumah. Maklum saja, lingkungan pertemanan maupun para tetangga hampir semua adalah orang Madura, jadi secara tidak sengaja apa yang terjadi di luar rumah kami bawa ke dalam rumah.
Bukan hanya bahasa, masakan juga berpengaruh besar terhadap kehidupan saya. Masakan Madura yang mempunyai ciri khas asin dan pedas, tidak jauh-jauh dari petis ikan ataupun terasi, karena Situbondo adalah kota pesisir jadi kota ini menghasilkan petis ikan maupun terasi. Itu sebabnya saya lebih senang masakan dengan rasa asin dan pedas. Di bawah ini saya akan bernostalgia masakan rumahan khas Situbondo, keluarga Ambulu, maupun khas Ibu.
Rujak Petis
Rujak petis Situbondo pada dasarnya sama saja dengan rujak petis pada umumnya. Perbedaannya adalah dalam penggunaan petis. Seperti halnya rujak madura, petis yang dominan digunakan adalah petis ikan dan sedikit petis udang. Karenanya rujak petis Situbondo cenderung berwarna merah, bukan hitam seperti rujak petis di Surabaya. Jika rujak petis di Surabaya warnanya cenderung hitam karena menggunakan petis udang. Saya lebih cocok rasa rujak petis Situbondo karena asin petis ikan dipadu dengan asem cuka dan pedasnya cabe dengan aroma terasi. Kalau isinya kurang lebih sama dengan rujak petis lainnya yaitu tahu, tempe, kangkung, lontong, kecambah. Jika mau, bisa ditambah cingur dan mangga muda. Jangan lupakan kerupuk ketika memakan rujak petis.
Tajin Palappa
Tajin adalah kata dalam bahasa madura yang dalam bahasa Indonesia artinya adalah bubur. Sedangkan Palappa artinya adalah bumbu. Jadi Tajin Palappa bisa diartikan bubur yang diberi bumbu. Bubur dibuat dari beras yang direbus bersama santan, tidak usah diberi garam karena rasa gurihnya sudah didapat dari santan. Sedangkan Palappanya adalah campuran dari kacang tanah sangrai, cabe, dan petis ikan yang dihaluskan dan diberi cuka sesuai selera. Hampir mirip dengan bumbu rujak petis. Penyajiannya : bubur ditaruh mangkok atau piring, disajikan bersama sayuran kangkung dan kecambah kemudian disiram bumbu yang baru diulek sesaat sebelum disajikan. Biasanya dimakan berbarengan dengan hongkong (ote ote) dan kerupuk yang diremukkan kemudian ditabur diatas tajin palappa. Amboi, rasa pedas, asin, dan asem menggoyangkan lidah. Satu-satunya jenis bubur yang saya suk adalah tajin palappa. Tajin palapa adalah salah satu makanan khas Situbondo.
Saya mempunyai kenangan manis dengan tajin palappa. Sewaktu masih bayi, oleh Ibu dan Bapak, saya dititipkan kepada tetangga yang setiap harinya berjualan tajin palappa. Ibu dan Bapak harus bekerja sampai menjelang maghrib sementara waktu itu kami tidak mempunyai mbak yang bantu di rumah. Akhirnya orangtua mengandalkan tetangga penjual tajin palappa untuk dititipi anak. Saya ditaruh di lencak (bale terbuat dari bambu) diruangan dekat kamar mandi. Sementara Mak, begitu saya memanggilnya, berjualan tajin palappa diruangan sebelah. Saya mempunyai kedekatan emosional dengan Mak, sudah saya anggap seperti Ibu angkat. Sayang sewaktu saya menikah, Mak tidak bisa menghadiri karena sudah dipanggil Yang Kuasa. Dulu saya tidak mau makan tajin selain punya Mak karena Mak sudah tahu bumbu seperti apa yang saya mau : sangat pedas, banyak petisnya dan asem. Bagian tajin yang saya suka adalah yang melekat pada pancinya, jadi bukan bagian tengah. Sejak Mak meninggal, akhirnya kalau pulang ke Situbondo, saya membeli tajin di tempat lain. Saya pernah membuat beberapa kali di sini, tetapi rasanya tetap beda dengan buatan Mak. Lencak tempat saya diletakkan saat masih bayi, masih ada sampai sekarang.
Kaldu Kacang Hijau
Kaldu kacang hijau ini juga salah satu makanan khas Situbondo. Ibu memang tidak pernah memasakkan kaldu ini di rumah, karena sewaktu kami masih kecil (sampai besar juga sih) sering mendapatkan kiriman dari para tetangga kalau mereka sedang ada acara tertentu misalnya : salawatan, syukuran rumah baru, syukuran ulang tahun dan acara lainnya. Ketika kecil, awalnya saya tidak doyan dengan kaldu karena kok aneh ya kacang hijau dimakan dengan tulang sapi yang ada sum sumnya atau daging sapi yang ada lemaknya. Tapi ketika salah satu adik saya lahap memakan kaldu saat ada salah satu tetangga yang memberi, akhirnya saya ikutan makan. Ternyata saya suka dengan kuahnya, meskipun tetap merasa aneh ketika makan kacang hijaunya. Mungkin karena belum terbiasa. Saya memang hanya menikmati citarasa kuahnya karena tidak terlalu suka rasa daging utuh sejak kecil.
Kaldu kacang hijau disajikan bersama potongan lontong diberikan taburan bawang goreng di atasnya, dikucuri jeruk nipis dan jangan lupa diberi sambal kemiri atau sambal bawang. Rasa gurih dari kaldu lemak daging sapi atau tulang sapi yang ada sum sumnya berpadu sempurna dengan pedas sambel dan asem jeruk nipis dan rasa agak manis dari kacang hijau. Dulu saya selalu rebutan dengan adik-adik kalau mendapatkan kiriman dari tetangga. Maklum, cuma dikirimi satu mangkok. Sewaktu saya memutuskan untuk berhenti mengkonsumsi daging, adik-adik saya senang karena mengurangi saingan :D.
Nasek Karak (Nasi Karak)
Karak adalah nasi sisa yang dijemur sampai kering (bukan nasi basi ya yang dijemur). Cara memasaknya karak dikukus sampai menyerupai nasi kembali. Dulu saya suka heran kalau Ibu menjemur nasi sampai jadi karak buat apa karena setelahnya Ibu pasti akan memberikan kepada beberapa tetangga yang meminta. Kemudian hari ternyata saya baru tahu kalau karak ini bisa diolah kembali (kreatif ya). Nasi karak yang sudah dikukus kemudian dicampur bersama parutan kelapa dan garam, disajikan bersama jukok gesseng ataupun ikan asin dan sambel bajak. Nasek karak ini juga merupakan salah satu makanan khas Situbondo.
Kalau Ibu tidak pernah membuat nasi karak, tetapi nasi urap. Hampir sama sebenarnya hanya nasi yang digunakan adalah nasi sisa hari sebelumnya (belum jadi karak) dikukus kemudian dicampur parutan kelapa ditambah garam disajikan dengan tahu tempe atau ikan goreng dan sambel.
Jukok Gesseng
Jukok artinya ikan. Nah, kalau gesseng kata tetangga saya tidak mempunyai arti khusus. Jukok gesseng ini sebenarnya hampir sama seperti sarden, tapi versi madura. Bumbunya : bawang merah, bawang putih, cabe, terasi, tomat atau bisa juga menggunakan belimbing wuluh, garam, merica. Ikan yang digunakan bisa ikan tongkol atau bisa juga pindang kecil. Kadang juga ada yang menggunakan kendui (ikan kecil-kecil seperti teri). Kalau Ibu memasak jukok gesseng, walhasil saya bisa berjam-jam nangkring di dapur karena nambah nasi terus saking sukanya saya dengan gesseng.
Gengan Maronggi dan Klentang (Sayur Kelor dan Klentang)
Gengan artinya sayur sedangkan maronggi artinya kelor. Kelor itu setahu saya digunakan ketika memandikan jenazah atau digunakan untuk mengeluarkan susuk ya (haha ini kebanyakan nonton film suzanna). Tetapi sejak kecil saya sudah terbiasa makan sayur kelor, inipun biasanya dibuatkan tetangga. Daun kelor ini dimasak seperti sayur asem, bisa juga dimasak seperti sayur bening. Biasanya dimakan dengan nasi jagung, jukok kendui, dan sambel trasi. Rasa daun kelor sendiri seingat saya biasa ya, tidak ada rasa khusus. Namun rasa segar gengan maronggi secara utuh ini yang segar.
Nah, foto yang di bawah ini adalah gengan klentang. Klentang sendiri adalah buah dari pohon kelor. Gengan klentang dimasak seperti sayur asem. Cara memakannya dengan cara diplurut (haduh, apa ya bahasa Indonesianya diplurut ini) dalam mulut batang klentangnya. Gengan klentang ini makanan saya sehari-hari karena Ibu sering memasak. Menyenangkannya adalah di pasar tradisional di Den Haag sini dijual klentang, jadi beberapa kali saya pernah memasaknya dan suami suka.
Telur Bumbu Petis
Telur bumbu petis biasanya selalu ada di setiap hantaran kalau sedang ada acara besar berlangsung di seputar Situbondo. Telur ini menjadi favorit saya karena rasa petisnya yang khas (menggunakan petis ikan) dan kental ditambah cabe yang dimasak dalam bumbu petis. Biasanya dimakan bersama lontong dan gulai ayam. Bisa juga dimakan biasa bersama nasi gurih.
Ayam Lodho
Ayam lodho adalah salah satu menu wajib ketika lebaran di keluarga Ambulu, dimakan bersama nasi gurih. Ayam kampung dipanggang setelahnya dikukus bersama bumbu-bumbu, disajikan di lengser satu ayam utuh. Menu pendampingnya selain nasi gurih adalah sayur urap. Biasanya kami makan lesehan di tikar setelah sholat Idul Fitri, melingkari menu lebaran ini. Jadi siapa yang akan makan maka akan memotong pakai tangan (dicuklek) salah satu bagian ayam. Suasana seperti ini yang selalu dirindukan saat lebaran tiba. Menu khas lebaran dan makan bersama keluarga besar.
Pecel Pitik
Entah bagaimana asal muasalnya kenapa masakan ini dinamakan pecel pitik karena penampakannya bukan seperti pecel. Oh iya, pitik artinya ayam. Pecel pitik ini adalah kuah santan dengan bumbu lodeh pedes yang diberi potongan ayam kampung yang sebelumnya dipanggang di pawonan (kompor yang masih menggunakan kayu) dan potongan besar tempe. Pecel pitik juga merupakan salah satu menu wajib ketika lebaran. Biasanya dimasak sehari sebelum lebaran jadi kuahnya sudah meresap ke ayam dan tempenya, namanya mblendrang.
Jangan Bobor
Jangan adalah bahasa Jawa, kalau bahasa Indonesia artinya sayur. Pasti sudah tidak asing ya dengan masakan ini. Ibu suka memasak jangan bobor karena anak-anaknya langsung nafsu makan kalau disajikan sayur ini. Sayuran yang selalu dipakai adalah bayam terkadang dicampur oyong, dimakan dengan nasi, dadar jagung dan sambel trasi. Aroma tempe semanggit dan kencur selalu membuat saya dan adik-adik rindu masakan Ibu yang satu ini. Saya pernah memasakkan sayur bobor buat suami, dia suka meskipun bertanya aroma yang keluar apa, kok aneh. Itu aroma tempe hampir busuk 😀
Jangan Laos Kikil
Saya tidak tahu apakah jangan laos kikil ini masakan khas keluarga di Ambulu atau memang masakan khas Ambulu karena sejak saya kecil, jangan laos kikil ini pasti ada ketika lebaran. Saat Mbah masih hidup, sehari menjelang lebaran kami memulai ritual memasak besar. Maklum saja Mbah adalah satu yang di tuakan di desa, karenanya banyak tamu yang datang ketika lebaran. Nah, uniknya, mereka selalu ingin merasakan jangan laos kikil ini. Bahan utamanya jelas laos dan kikil ya sesuai namanya. Laos dalam jumlah banyak yang didapat dari kebun sendiri, diiris menyerupai batang korek api, dicampur kikil, menggunakan santan, dan kluwek. Jadi ini perpaduan antara bumbu oseng kikil, lodeh, tapi dikasih kluwek dan laos. Rasa laosnya yang membuat masakan ini unik. Potongan laosnya dimakan juga, bukan hanya sebagai bumbu saja. Sensasi makan potongan laosnya yang krenyes krenyes itu yang menjadikan masakan ini unik.
Sepuluh masakan khas rumahan di atas yang membuat saya selalu rindu dengan rumah, rindu Situbondo maupun rindu Ambulu. Sebenarnya masih banyak masakan khas rumah yang ingin saya bagikan disini, tapi 10 saja sudah cukup (untuk saat ini). Sekarang cukup senang dengan berbagi cerita disini, semoga kalau waktunya tiba bisa segera pulang ke Indonesia.
Kalau kamu, masakan rumahan atau masakan khas daerah apa yang selalu dirindu? Tahu tidak dengan makanan yang saya sebutkan di atas, atau mungkin pernah makan juga?
Ditulis saat menunggu waktu berbuka puasa, sambil menahan iler :p
-Den Haag, 12 Juni 2016-
Semua foto dalam tulisan ini dipinjam dengan menyertakan sumbernya.
Minggu lalu kami mengunjungi kembali Tong Tong Fair, setelah tahun kemarin pertama kalinya kami melihat secara langsung kemeriahan Tong Tong Fair. Cerita tentang kemeriahan tahun lalu dan sejarah Tong Tong Fair bisa dibaca pada tulisan suami di sini. Awalnya tahun ini kami, terutama saya tidak berencana datang, karena saya fikir pasti kurang lebih sama isinya. Pikiran itu berubah ketika suatu hari saya membaca pada akun resmi Tong Tong Fair di twitter yang mengatakan bahwa salah satu penulis Indonesia akan datang. Memang setiap tahunnya penulis Indonesia ada yang datang untuk mengisi acara. Kalau tahun kemari Leila S. Chudori. Tahun ini giliran Eka Kurniawan. Begitu tahu bahwa Eka Kurniawan akan mengisi acara di Tong Tong Fair, serta merta saya jadi tertarik untuk datang.
Ketertarikan untuk melihat langsung Eka Kurniawan karena sebulan sebelumnya saya meminta tolong Dita yang sedang berlibur ke Belanda untuk membawakan dua buah buku dia. Buku yang saya titip berjudul Lelaki Harimau dan Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas. Dan rasa penasaran itu semakin menjadi karena beberapa waktu lalu buku Lelaki Harimau mendapatkan penghargaan The Man Booker International Prize.
Saya memberitahu suami kalau akan datang ke Tong Tong Fair (TTF), eh ternyata dia ingin ikutan. Dia memang selalu senang datang kalau ada acara yang berhubungan dengan Indonesia, meskipun TTF ini tidak sepenuhnya Indonesia ya. Aslinya dia senang datang ke sini karena bisa incip-incip makanan gratis, saya juga sih *ngikik.
Karena memang ini bazar yang besar sekali, isinya bukan hanya tentang makanan saja tetapi juga mencakup pertunjukan, seni budaya, menjual segala macam barang, pelatihan, bahkan pertunjukan wayang saja ada di sini. Hal yang saya ingat sewaktu kesana, di salah satu tempat yang menyediakan emping dan spekkoek, saya makan empingnya berulang kali sementara suami berbincang dengan Ibu yang jaga sambil berungkali juga makan spekkoek, sampai Ibu tersebut menawari saya untuk membawa pulang emping ditaruh tas kertas. Saya jadi malu, akhirnya menolak, padahal aslinya mau :p
Saya yang memang niatnya hanya ingin melihat Eka Kurniawan, tidak berniat membeli apapun di dalam. Apalagi ketika tahu bahwa memang tenda tenda yang ada di dalam sama persis dengan tahun kemarin. Tapi niat hanyalah sebatas niat, begitu melewati tenda yang menjual segala jenis petis, terasi, ikan asin, ikan teri, iman goyah juga. Untung saja saya membawa uang sedikit, jadi akhirnya bisa terkontrol, itupun musti pinjam uang suami untuk membayar ikan asin sepat. Tapi senang sekali saya pulang ke rumah dengan membawa ikan asin, ikan teri, petis, dan terasi.
Ketika saatnya makan tiba, ini adalah hal yang sulit karena harus memilih dari segala macam pilihan yang banyak tersedia di depan mata. Saking banyaknya, seperti halnya tahun kemarin, kami sampai bolak balik membaca menunya apa saja di semua tempat makan tersebut. Akhirnya kami memilih satu tempat makan yang nampak ramai, berharapnya makanannya enak. Tapi ternyata setelah makanan datang, rasanya biasa saja. Pada saat saya membaca menu, suami sampai menunggu lama karena saya tidak juga memutuskan akan makan apa. Dia bertanya kenapa lama sekali. Saya bilang ingin makan sesuatu yang saya tidak bisa masak di rumah. Dia lalu menjawab “kalau mau makan ya makan saja, tidak usah sampai berpikir bisa masak sendiri apa tidak di rumah. Sesekali makan masakan orang lain.” Ya, kan saya inginnya memakan sesuatu yang saya sulit memasaknya *pembelaan.
Eka Kurniawan
Nama Eka Kurniawan sebenarnya tidak terlalu asing buat saya karena sepertinya dulu saya pernah membaca bukunya yang berjudul O, tapi sama-samar ingat. Dua buku yang dibawakan Dita sampai sekarang belum selesai semua saya baca, terus terang karena saya agak ngos-ngosan membacanya. Ceritanya bagus, pemilihan katanya juga indah, alurnya keren, cuma mungkin otak saya yang agak susah mencerna. Jadi butuh waktu agak lama untuk menyelesaikan dua buku tersebut, itupun saya selang seling membaca buku yang lain.
Sesi Eka Kurniawan diadakan di ruangan Theater Tong Tong Fair. Tidak disangka hampir satu ruangan terisi penuh, tetapi kebanyakan yang datang adalah mereka yang sekitar umur diatas 45 tahun, beberapa jurnalis juga, serta mahasiswa Leiden. Kenapa saya tahu? karena sewaktu antri masuk, saya menguping pembicaraan.
Eka Kurniawan ini lucu juga ternyata, sepanjang acara suasana gayeng dengan jawaban-jawaban santai tapi mengena yang ditanyakan oleh Wim Manuhutu, seorang historian. Cantik itu luka merupakan novel pertama Eka Kurniawan, pertama kali diterbitkan tahun 2002 oleh penerbit asal Jogjakarta. Waktu itu diterbitkan tidak dalam jumlah banyak karena Eka Kurniawan memang tidak mentargetkan bahwa novel pertamanya ini untuk pangsa pasar yang besar. Ternyata berbelas tahun kemudian novel ini malah diterjemahkan oleh penerbit dari Inggris dan sebelumnya diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang. Dan sekarang Cantik Itu Luka (Schoonheid is een Vloek) sedang dikerjakan penerbit dari Belanda untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda.
Beberapa fakta yang saya baru tahu tentang Eka Kurniawan, ternyata dia adalah penulis skenario sinetron Disini Ada Setan. Wah, saya tidak menyangka dia adalah orang di balik layar sinetron yang saya tidak suka sama sekali. Dia mengatakan saat itu menulis baginya adalah hobi, tetapi dia juga harus melihat kenyataan bahwa hidup bukan hanya sekedar hobi, hidup juga butuh uang, itu yang membuat dia terjun ke industri pertelevisian. Saat Eka Kurniawan memulai menulis novel, dia banyak belajar dari novel-novel Roman Picisan.
Pada saat acara selesai dilanjutkan dengan sesi tanda tangan buku, antrian tidak terlalu banyak. Tidak berapa lama saya sudah berhadapan langsung dengannya, berbincang sebentar karena dia tidak menyangka ada yang membawa buku selain Cantik Itu Luka. Komentar suami, “kok antriannya tidak sepanjang waktu kamu minta tanda tangan Dewi Lestari ya? DanEka Kurniawan ini kok orangnya malu-malu ya, jadi terkesan kamu yang agresif.” Wah, saya jadi terbahak-bahak mendengar kalimat terakhir, tidak sadar kalau terlihat agresif :P. Segmen pembaca Eka Kurniawan pastinya berbeda dengan Dee, jadinya ya tidak seramai Dee. Mas Ewald ini memang senang sekali mengikuti cerita tentang beberapa penulis Indonesia, karena dia ingin tahu buku seperti apa yang disukai oleh istrinya. Apalagi kalau sampai bisa bertemu dengan penulisnya, jadi dia tahu secara nyata penulisnya seperti apa.
Senang akhirnya bisa lebih mengenal sosok Eka Kurniawan dari perbincangan di acara ini selama kurang lebih satu jam. Sekarang tugasnya adalah menyelesaikan membaca bukunya.
Selamat berakhir pekan, apa rencana akhir pekan kalian?
Sesuai dengan judulnya, akhir pekan yang kami lalui memang ceria dalam arti sebenarnya. Tentu saja ceria disini berhubungan dengan cuaca. Nyaris seminggu kabut selalu turun pagi hari dan sore hari. Memang tidak terasa terlalu dingin karena kami kalau keluar rumah tidak menggunakan jaket, tapi tetap saja rasanya kelabu kalau melihat kabut yang turun. Bukan hanya kabut, hujan juga berhari-hari mengguyur. Tidak terus-terusan turun hujan di tempat kami tinggal, tetapi tetap saja perlu membawa peralatan perang kalau hujan.
Tetapi akhir pekan cuaca mulai membaik. Lumayan sabtu dan minggu sinar mataharinya terik dengan suhu sekitar 25 derajat celcius. Kesempatan ini tentu saja tidak kami sia-siakan dengan bersepeda menyusuri rute yang baru dan berjalan-jalan di hutan. Kalau cuaca cerah begini senang melihat oarang-orang giat beraktivitas di luar rumah. Ada yang berperahu, memancing, berenang di danau, anak-anak kecil bermain air di halaman rumah, berjemur di taman, membaca buku, jalan-jalan di hutan, duduk dipinggir danau, berolahraga, dan masih banyak aktivitas lainnya. Kalau cuaca sedang cerah, semua orang berbondong-bondong keluar rumah.
Dengan cuaca seperti ini, enak sekali bersepeda atau berjalan-jalan di hutan. Rasanya segar meskipun saya merasa agak gerah. Sampai diledek suami “gaya kamu berasa gerah, nanti bagaimana kalau liburan ke Indonesia, bisa-bisa uring-uringan :p” padahal tahun kemarin saat awal datang ke Belanda saya selalu uring-uringan karena udara dingin sekali. Hampir 1.5 tahun setelahnya keadaan menjadi berbalik.
Ada hal yang menggangu ketika jalan-jalan, yaitu serbuk sari (pollen) yang beterbangan. Untung kami tidak punya alergi terhadap serbuk sari atau bunga tertentu, jadi tidak bersin-bersin dan pilek. Tapi tetap saja risih masuk ke hidung. Jadi rasanya ketika jalan-jalan seperti ada salju beterbangan. Dimana-mana putih warnanya. Membuat kotor rambut juga, menempel. Kalau punya alergi terhadap rumput, serbuk sari dari bunga, tumbuhan namanya hooikoorts. Biasanya sering muncul kalau bunga-bunga mulai mekar
Kalau cuaca panas begini rasanya ingin minum yang dingin-dingin. Inginnya minum es degan sih atau dawet trus duduk-duduk di bawah pohon sambil makan rujak super pedes. Tapi adanya es krim 😀 awalnya kami akan ke Ikea membeli es krim karena es krimnya enak dan murah meriah. Tapi di tengah jalan menuju Ikea kami menjumpai ada yang jual es krim rumahan. Mas Ewald bilang untuk beli disini saja, “kita beli disini saja. Kan membantu orang yang punya usaha sendiri.” Aduh, tersentuh mas dengan ucapanmu :D. Es krimnya enak, rasanya pas.
Akhir pekan saya tidak terlalu heboh masak. Sabtu menunya gudeg sudah ada persediaan, masak yang banyak untuk persediaan bulan puasa, persiapan kalau malas masak melanda. Sedangkan minggu masak stamppot yang merupakan makanan tradisional Belanda. Stamppot ini identik dengan makanan musim dingin, tapi bisa juga dimakan segala musim. Stamppot adalah kentang direbus yang ditumbuk halus bersama sayuran lainnya (biasanya wortel, kale, atau zuurkool-kubis asin-) ditambah keju, margarin, lauknya sausage. Selain dengan sayuran, bisa juga digunakan buah.
Yang saya masak adalah stamppot modifikasi, vegetarian. Kentang diganti ubi saya tumbuk bersama ujungnya venkel. Diatas kentang saya taburi dengan bawang yang dicampur dengan balsamic. Sayurnya venkel, asparagus, wortel, jagung kecil. Lauknya perkedel tahu yang dipanggang dan tempe yang dibentuk burger dan dipanggang juga. Ini mengenyangkan sekali tapi enak rasa ubi tumbuknya.
Ramadan akan tiba dalam hitungan hari. Bulan yang saya nanti atau mungkin dinantikan oleh seluruh umat muslim di seluruh dunia. Kenapa saya katakan mungkin dinantikan? ya karena saya tidak tahu jumlah umat muslim yang menantikan Ramadan, apakah semuanya memang menantikan atau ada yang biasa-biasa saja. Jadi lebih baik saya tuliskan dengan kata “mungkin” saja. Namun mari berbaik sangka saja bahwa semua umat muslim di seluruh dunia memang selalu menantikan datangnya bulan Ramadan.
Tahun ini adalah Ramadan kedua (Insya Allah jika diberikan umur yang barakah) saya jauh dari keluarga di Indonesia, merasakan rindu berburu menu buka puasa bersama teman-teman, merasakan rindu suasana tarawih bersama di musholla atau masjid dekat rumah, memendam rindu berbuka puasa dan sahur bersama Ibu dan adik-adik. Banyak hal yang selalu saya rindukan ketika jauh seperti ini terutama menjelang Idul Fitri.
Selain menantikan datangnya bulan Ramadan dengan penuh suka cita, ada hal yang selalu meresahkan saya menjelang Ramadan tiba. Saya selalu membaca entah di twitter, di Facebook (dulu saat masih aktif) ataupun di portal berita tentang seruan untuk menghormati orang yang berpuasa. Seruan tersebut tidak saja datang dari perorangan tetapi juga diucapkan oleh para pemuka agama. Sungguh, hal ini benar-benar meresahkan saya sampai akhirnya saya memutuskan untuk menuliskan di blog kami saja, mengeluarkan uneg-uneg sebagai bentuk opini pribadi yang selama ini saya pendam, coba saya kaji sendiri dan mencari sambungan logikanya disebalah mana antara puasa Ramadan dan penghormatan.
Saya tidak tahu pasti entah sejak kapan fenomena seruan untuk menghormati orang yang sedang berpuasa itu muncul. Kenapa saya katakan fenomena? karena seingat saya (mudah-mudahan ingatan saya tidak terlalu buruk ya) saat masih kecil sampai masa kuliah tidak pernah mendengar “suara” lantang seruan ataupun himbauan untuk menghormati orang yang berpuasa. Bahkan seingat saya saat itu tidak pernah ada huru hara kegaduhan ataupun marah-marah, menuntut menutup dan mengobrak abrik warung dan tempat makan yang masih tetap beroperasi menjalankan usahanya saat bulan Ramadan, oleh mereka yang katanya mengaku beragama. Disini letak tidak paham saya dengan kelakuan orang yang mengatasnamakan umat beragama.
Sejak kapan seseorang yang berpuasa Ramadan butuh dihormati? Kenapa kalau menjalankan puasa Ramadan menuntut untuk dihormati? Puasa itu adalah ibadah yang hubungannya antara seseorang yang menjalankan dengan Allah, jadi fokusnya disana. Kenapa harus melibatkan orang lain yang terkesan memaksa dan diucapkan dengan kalimat “menghimbau”? Puasa maupun bentuk ibadah yang lainnya adalah sifatnya personal, perorangan. Puasa itu adalah rahasia antara yang berpuasa dengan Allah, maka Dia yang akan memberikan ganjarannya, bukan sesama manusia, bukan minta dihormati ataupun menuntut untuk dihormati.
Kita kembalikan lagi sebenarnya esensi puasa itu apa? menahan diri. Dalam hal ini bisa dijabarkan menahan diri dari makan, minum, tidak berhubungan suami istri dari terbit fajar sampai tenggelam matahari. Bisa juga dipanjangkan dengan menahan diri dari segala hawa nafsu dan hal-hal yang membatalkan puasa. Hawa nafsu disini termasuk tidak marah-marah, memaki, berprasangka buruk, bergunjing dan segala hawa nafsu lainnya. Jadi sudah jelas bahwa puasa itu adalah bentuk ibadah seseorang kepada Allah yang tujuannya adalah menahan diri. Nah, kalau sudah paham bahwa hakikat berpuasa adalah kita harus menahan diri, kenapa kita harus marah-marah kalau misalkan ada orang yang makan didepan kita? kenapa kita harus geram kalau ada yang minum es degan didepan kita? Yang harus kita tahan adalah hawa nafsu kita, bukan menyuruh orang lain untuk memahami kita yang berpuasa. Kalau memang sudah niat, yakin, nawaitu untuk beribadah puasa, apapun godaan diluar sana tidak akan menggoyahkan niat kita dalam beribadah. Itu adalah ujian keimanan kita. Masak iya, iman kita langsung goyah hanya karena ada yang makan rujak cingur atau lontong balap didepan kita. Kalau memang iya, harusnya kita menanyakan kepada diri sendiri niat berpuasanya apa, bukan malah menyalahkan mereka yang sedang makan atau minum atau hal-hal lainnya. Tidak usah mencari kambing hitam atau pembenaran dengan dalil ayat Al-Qur’an, lihat dulu kedalam diri sendiri sebelum menuding sana sini, bersihkan dulu niat kita dalam berpuasa, kuatkan niat kita. Kalau memang akhirnya goyah dan batal berpuasa, ya salahkan diri sendiri kenapa niatnya tidak kuat, kenapa iman kita selemah itu, kenapa tujuan kita berpuasa bisa kalah hanya karena melihat orang lain makan dan minum disekitar kita. Lihat kedalam diri sendiri sebelum menyalahkan siapapun.
Tidak perlulah sampai mengobrak abrik warung atau tempat makan yang tetap beroperasi selama Ramadan atau meminta mereka menutup warungnya. Mereka mencari nafkah, jangan sampai mematikan usaha orang lain dengan dalih penghormatan terhadap yang berpuasa, masak iya agama mengajarkan hal tersebut dan keimanan kita sedangkal itu. Agama tidak mengajarkan untuk berbuat kerusakan. Yang butuh makan kan bukan hanya umat Islam saja. Bahkan ada umat Islam yang tidak diwajibkan puasa (seperti orang yang sudah tua, Ibu hamil, Ibu yang sedang menyusui) juga tetap butuh makan dan minum. Kalau marah-marah sampai mengobrak abrik tempat makan dan menuntut mereka untuk menutup usaha selama Ramadan, kembali lagi, sudah benar belum niat puasa yang marah-marah itu. Puasa kok marah-marah bertamengkan ayat Al-Qur’an. Lihat lagi kedalam diri sendiri, kalau imannya kuat, niatnya benar, ujian seberapa beratpun Insya Allah ibadah puasa tetap lancar .
Islam itu sudah mayoritas di Indonesia, mbok ya ndak usah minta dihormati segala apalagi sampai gila hormat. Seseorang akan dihormati itu kan bukan atas dasar pemaksaan ataupun himbuan. Rasa hormat itu akan timbul dengan sendirinya jika seseorang memang layak dihormati, sesederhana itu. Rasa hormat itu bukan timbul karena himbauan “hai, aku puasa nih, kamu harus hormatin aku dong yang puasa. Jangan makan didepanku.” ya kan itu ga bener. Kalau memang niat kita puasa tapi merasa tidak kuat kalau melihat ada yang makan minum disekitar kita, ya kita yang menjauh, bukan koar-koar kalau sedang puasa dan marah-marah sama mereka. Kembali lagi, puasa itu adalah ibadah antara perorangan dengan Allah, tidak perlu juga semua orang tahu bahkan minta dihormati segala.
Saya tidak akan menceritakan panjang lebar pengalaman berpuasa selama di Belanda pada tulisan ini, karena sudah pernah saya tulisankan tahun lalu disini. Yang pasti saya senang menjadi minoritas disini, ibadah tetap khusyuk meskipun tetap ada penyesuaian di sana sini. Saya juga tidak akan menghimbau mereka yang menjadi mayoritas di Indonesia untuk merasakan menjadi minoritas di tempat lain, itu juga terlalu jauh langkahnya. Tidak usah jauh-jauh melihatnya. Kembali lagi saya tuliskan berkali-kali, lihat diri sendiri. Ini bukan masalah menjadi mayoritas atau minoritas, tetapi niat dalam beribadah. Menjadi Islam yang mayoritas ataupun minoritas disuatu tempat kalau berpuasa dengan niat yang benar dan kuat, segala hal yang ada disekeliling, baik itu hal yang menyenangkan ataupun tidak menyenangkan adalah sama-sama ujian keimanan. Hasil ibadah selama Ramadan selama satu bulan selayaknya tercermin selama 11 bulan setelahnya. Apakah kita menahan nafsu hanya selama Ramadan saja atau kita tetap menjalankan hakikat Ramadan dalam kehidupan sehari-hari pada sebelas bulan setelahnya, semua memang pilihan kita. Mudah-mudahan yang menjadi pilihan kita bisa membawa kebaikan untuk kita dan sekitar serta membawa berkah untuk hidup kita.
Mari luruskan niat untuk puasa Ramadan, niatkan beribadah untuk Allah, pergunakan sebaik mungkin bulan yang penuh barakah untuk beribadah dan berbuat baik kepada sesama, berdakwah dengan cara baik dan benar serta tidak merugikan. Dakwah yang dilakukan dari hati, sampainya juga akan ke hati. Mari hormati diri sendiri dengan berpuasa secara baik, benar, ikhlas serta sesuai ajaran agama, tidak usah mencari penghormatan dari orang lain. Orang lain akan hormat kalau memang kita layak dihormati, sesederhana itu. Wes ndak usah ribetlah itu intinya, puasa ya puasa saja. Kalau puasa sunnah biasa saja kenapa kalau Ramadan kok mendadak gila penghormatan. Semoga kita bisa memanfaatkan waktu sebaik mungkin selama bulan Ramadan, yang datang hanya satu tahun sekali.
Saya mengenal dia, panggil saja namanya begitu, berawal dari Facebook. Waktu itu kami masih sama-sama menjadi pejuang cinta, bedanya saya sudah mendapatkan visa, dia masih dalam tahap akan ujian. Saya yang memulai menyapanya karena kami ada beberapa persamaan latar belakang. Waktu bergulir, dia masih berjuang di sana, saya sudah tinggal di Belanda untuk memulai perjuangan yang lainnya. Kami masih saling berkomunikasi meskipun sama sekali belum pernah bertemu muka. Pertengahan tahun kemarin, untuk pertama kalinya kami bertemu karena akhirnya dia memulai lembaran baru dalam hidupnya di negara ini. Kami tinggal di kota yang terhitung jauh satu sama lain.
Setelahnya beberapa kali kami bertemu kembali di beberapa acara. Kami memang jarang berkirim kabar melalui aplikasi whatsapp, seperlunya saja. Sudah tiga kali kami pergi bersama untuk jalan-jalan keliling Belanda, memanfaatkan tiket murah kereta dan memberi ruang kepada suami di rumah juga kami sendiri untuk sejenak meninggalkan rutinitas, melakukan kegiatan yang kami suka. Me time, begitu bahasa kerennya. Kami pernah mengunjungi Maastricht dan Groningen. Suatu hari saya menerima pesan dari dia, ajakan untuk kembali berjalan menyusuri tempat yang lain. Saya mengusulkan Kinderdijk, dan dia langsung mengiyakan.
Sejak lama saya penasaran dengan Kinderdijk. Meskipun tempatnya tidak terlalu jauh dari tempat saya tinggal, tetapi ada saja halangan untuk datang ke tempat ini. Begitu ada kesempatan, tidak saya sia-siakan. Sejak tahun 1997, Kinderdijk termasuk dalam Unesco World Heritage. Di dalam kompleks Kinderdijk ini terdapat 19 kincir angin, satu kincir angin pertama dibuka untuk umum sebagai museum yaitu Museummill Nederwaard dan kincir angin setelahnya yaitu Blokweer juga bisa dikunjungi, tetapi tidak terlalu banyak turis datang ke kincir angin yang terakhir karena memang bentuknya lebih modern dan letaknya lebih jauh dari gerbang utama. Kinderdijk terletak sekitar 16 km disebelah barat Rotterdam.
Tiket masuk Kinderdijk bisa dibeli melalui websitenya (Ada potongan harga 10%, sudah termasuk mengunjungi dua museum) maupun langsung beli di tempat. Area Kinderdijk ini buka 24 jam, tapi kalau untuk masuk ke museum paling lambat jam 5 sore. Banyak cara untuk bisa menikmati Kinderdijk : dengan berjalan kaki, menggunakan sepeda, ataupun menyusuri sungai menggunakan waterbus. Jika menyewa sepeda tarifnya €3/jam. Kami memilih untuk berjalan kaki, tidak ada alasan khusus, hanya ingin menikmati suasana dengan lebih leluasa.
Sehari sebelumnya, saya mendengar ramalan cuaca di radio yang menginformasikan akan ada hujan es pada hari sabtu tengah hari. Saya mulai panik dan menginformasikan ke dia apakah rencana ke Kinderdijk tetap diteruskan. Kami nekat karena memang tidak ada waktu lainnya, tiket kereta saya habis masa berlakunya akhir pekan ini. Seringkali memang hidup butuh nekat, karena kita tidak tahu apa yang sudah menunggu kita didepan sama. Sabtu sebelum berangkat, saya kembali melihat ramalan cuaca, dan tetap terlihat bahwa tengah hari akan ada hujan deras disekitar Kinderdijk. Kabut juga terlihat pekat disekitar tempat tinggal saya. Ya sudahlah, saya pasrah dengan membawa perlengkapan pelindung dari gempuran hujan es. Sesampainya kami di sana, kabut terlihat menyelimuti area Kinderdijk, jadi terlihat misterius. Meskipun berkabut, tetapi udara tidak terlalu dingin, saya hanya menggunakan kaos tidak terlalu tebal dan rok, maklum saja suhu sekitar 25 derajat, terasa gerah. Saya menyimpan perlengkapan “perang” dalam tas ransel. Ternyata sampai kami meninggalkan Kinderdijk, hujan es tidak datang, bahkan cuaca semakin menghangat. Ramalan cuaca tidak selalu benar.
Sepanjang perjalanan menyusuri Kinderdijk kami bercerita banyak hal, selalu begitu saat ada kesempatan bertemu. Salah satu yang menjadi bahan perbincangan kami akhir-akhir ini apalagi kalau bukan tentang ujian bahasa Belanda, karena saya sudah lulus B1, meskipun masih ada sisa ujian yang belum terlaksana untuk keseluruhan ujian integrasi. Tetapi yang pasti, kami menghindari perbincangan menggosipkan orang. Hidup sudah terlalu sibuk bagi kami berdua, jadi memang tidak ada waktu untuk mengurusi hidup orang lain dengan membicarakan di belakang. Apalagi sejak saya memutuskan menghilang sejenak dari Facebook (juga Instagram) sejak tahun kemarin, rasanya memang lingkup pengetahuan saya akan “berita” orang Indonesia yang tinggal di Belanda jauh lebih berkurang, sangat minimal. Tidak mengapa, lebih baik juga untuk hidup saya.
Kami tidak hanya sibuk berbincang satu sama lain, kami juga menyempatkan diri berbincang dengan beberapa orang yang kami temui, salah satunya Bapak penjaga museum. Orang-orang yang kami temui di jalan juga dengan ramah saling menyapa, dari yang berjalan kaki, menggunakan sepeda, bahkan yang menggunakan kapal kecil, menyapa penuh gembira. Bahkan beberapa kali kami diminta tolong untuk memfotokan orang-orang yang kami temui, lalu berbincang sebentar sekedar bertanya mereka berasal dari mana atau sebaliknya mereka yang bertanya pada kami. Selalu senang jika bertemu dengan mereka yang sedang menikmati hari untuk berlibur, aura bahagianya menular, bahkan hanya dari sebuah senyuman. Apalagi menjelang siang, cuaca semakin cerah. Semakin banyak orang berdatangan ke Kinderdijk tidak hanya sekedar menyusuri area ini, tetapi juga melakukan aktifitas lainnya yaitu memancing, ataupun berpiknik di pinggir sungai.
Salah satunya yang berpiknik adalah kami. Saya yang mengusulkan untuk membawa bekal dengan membagi tugas siapa membawa apa. Walaupun belum tahu akan makan dimana, tapi saya yakin akan banyak bangku disepanjang jalan. Ternyata di museum Blokweer ada kebun yang memang disediakan untuk pengunjung berpiknik ataupun sekedar duduk-duduk santai. Disinilah kami piknik menikmati bekal yang kami bawa sembari melihat kincir angin yang berjejer, perahu kecil yang lewat di sungai depan, dan setelahnya kami duduk santai di dek dan berkeliling melihat tanaman yang ada di kebun tersebut.
Perjalanan terus berlanjut, kami menyusuri jalan setapak yang tidak banyak dilalui orang, tetapi mempunyai pemandangan yang lebih indah dibandingkan jalan sebelahnya. Seperti halnya hidup, terkadang kita harus menepi sesaat dari keramaian, mencari jalan alternatif yang lebih sunyi tetapi mendapatkan pembelajaran hidup yang berbeda, yang mungkin jauh lebih baik meskipun mengarah pada tujuan yang sama.
Keseruan lainnya yang kami lalui di Kinderdijk karena saya mempunyai “mainan” baru. Mainan itu bernama tongsis. Ya, betul sekali, pada akhirnya saya punya tongsis pertama kali karena mendapatkan hadiah dari tempat saya bekerja. Karena belum pernah memakai tongsis sebelumnya, dan saya baru mendapatkan dua minggu lalu, jadi kami heboh sendiri mengoperasikan alat ini. Maklum karena masih baru, ada saja kelucuan yang timbul karena gagap bertongsis. Hampir saja alat ini nyemplung ke sungai pada saat kami bertongsis ria diatas jembatan yang sepi orang. Hal-hal yang menimbulkan kelucuan seperti ini bisa membuat kami tertawa tiada henti.
Bukan itu saja yang membuat kami tertawa terpingkal. Saat duduk-duduk dibangku pinggir jalan dekat museum, kami membayangkan ada tukang bakso lewat atau rombong lontong balap lalu kami memesan satu mangkok atau piring dengan minum es degan atau es teh sambil mendengarkan musik dangdut dari rombong penjualnya, yang dilanjutkan makan gorengan plus lombok dan petis udang. Hanya membayangkan saja sudah membuat kami gembira, apalagi bisa jadi nyata ya.
Semakin sore, semakin banyak rombongan turis yang datang. Kami perlahan meninggalkan Kinderdijk dengan mampir sebentar ke bagian depan untuk membeli es krim. Cuaca sore hari sangat terik, kami butuh sesuatu yang menyegarkan. Seperti pengalaman hari itu yang menyegarkan raga kami dengan berbincang dan bercanda tanpa henti sepanjang hari. Dia, yang dulu adalah seorang kenalan, dengan berjalannya waktu berganti menjadi seorang teman.
Untuk seseorang yang “sulit” bergaul seperti saya, tidak terlalu banyak teman bukanlah suatu masalah besar. Bahkan sejak kecil saya selalu tidak merasa nyaman jika berada dalam situasi yang bergerombol, berteman dengan banyak orang. Satu teman tetapi berlaku sebenarnya teman jauh lebih cukup buat saya, dibandingkan beberapa orang yang mengaku teman tetapi menikam di belakang. Semoga pertemanan saya dan dia tetap baik-baik saja, semoga, meskipun ada saatnya waktu yang akan menguji semua.
Friendship is a natural bond between good people, reciprocal and without ulterior motives -Socrates-
Menikah dengan warga negara Belanda itu susah susah gampang, setidaknya itu yang saya rasakan selama mendekati 2 tahun perkawinan kami. Jangan salah sangka dulu karena yang saya maksud disini adalah proses administrasinya. Susah susah gampangnya adalah dokumen yang dibutuhkan pada saat akan menikah lumayan menguras konsentrasi dan ketelitian untuk mempersiapkannya, itupun prosesnya bertingkat, printilannya banyak. Setelah kawin, masih ada dokumen-dokumen lainnya yang perlu dipersiapkan dan dikirim untuk mendapatkan visa tinggal di Belanda, jika memang kesepakatan dari awal pihak Indonesia akan pindah ke Belanda. Setelah sampai Belanda pun masih saja ada persyaratan yang harus dipenuhi, misalkan untuk memperpanjang ijin tinggal, mendaftarkan perkawinan, dan masih panjang jalan yang harus ditempuh (salah satunya adalah harus cek bebas TBC setiap 6 bulan sampai 5 kali, jadi total 2.5 tahun) untuk memenuhi peraturan pemerintah tentang imigran yang akan tinggal di Belanda. Bersyukurnya proses ini sejak awal sebelum menikah sampai sekarang (dan masih belum selesai, tapi hampir selesai) kami jalani dengan santai tapi pasti. Santai karena kami tidak terlalu ngoyo, pasti karena kami niat untuk melewatinya sampai selesai dengan hasil memuaskan. Sejauh ini jalan yang kami tempuh lancar-lancar saja, meskipun tetap ada kerikil sesekali tetapi tidak sampai mengganggu. Kami bawa dengan rasa riang dan gembira. Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi dalam proses panjang ini adalah lulus ujian bahasa Belanda.
Diantara segala persyaratan yang harus dipenuhi, ujian bahasa Belanda ini yang paling menguji mental dan menguras emosi kami, terutama saya yang menjalani. Ujian bahasa Belanda yang saya lakukan tidak cukup hanya sekali. Salah satu persyaratan untuk mengajukan visa tinggal di Belanda lebih dari 3 bulan, yang disebut MVV, adalah dengan menyertakan bukti lulus ujian tingkat A1 (basis inburgeringsexamen – disebut juga mvv examen) yang dilakukan di kedutaan Belanda di Jakarta. Cerita lengkap tentang ujian A1 dan segala lika likunya sudah pernah saya tuliskan disini. Setelah mvv examen selesai dan dinyatakan lulus, saya bisa bernafas lega, namun hanya sementara.
Ketika pindah ke Belanda, tantangannya berbeda dan semakin nyata. Saya yang lulus ujian A1 lebih banyak dari hasil belajar sendiri lewat youtube dan karena disambi mengerjakan tesis, langsung praktik berbicara bahasa Belanda di negara asalnya itu rasanya semacam garuk-garuk kepala setiap hari, ora mudheng. Benar bahwa hampir semua orang Belanda itu bisa berbicara bahasa Inggris, tapi tetap saja kalau pada saat acara keluarga rasanya aneh kalau anggota keluarga yang lain harus berbicara menggunakan bahasa Inggris hanya karena saya tidak bisa berkomunikasi menggunakan bahasa Belanda. Selain itu, untuk memperpanjang ijin tinggal, (saya mendapatkan kartu ijin tinggal yang namanya verblijfsvergunning selama 5 tahun, kartu ini juga berlaku sebagai kartu ijin bekerja), saya sebagai imigran wajib menjalani ujian integrasi yang diberikan waktu untuk lulus maksimal 3 tahun sejak kedatangan ke Belanda. Karena benar-benar ingin belajar bahasa Belanda secara baik dan benar, saya memutuskan untuk sekolah bahasa Belanda. Cerita super lengkapnya tentang pencarian sekolah sudah pernah saya tuliskan disini. Awalnya saya ingin mengikuti ujian tingkat B2 yaitu Staatsexamen NT2 Programma II, tetapi setelah saya pikir-pikir lagi sesuai dengan tujuan kedepannya, tingkat B1 saja sudah cukup untuk saya, untuk saat ini. Untuk ujian integrasi sendiri, minimal harus lulus tingkat A2, tetapi jika ingin mengambil tingkatan yang lebih tinggi diperbolehkan. Sekedar informasi, ujian bahasa Belanda itu tingkatannya dari paling bawah sampai paling atas : A1-A2-B1-B2-C1-C2. Jadi saya mengambil ujian satu tingkat diatas syarat minimal yang diwajibkan.
Setelah sembilan bulan penuh berjibaku dengan pelajaran di sekolah (sekolah yang saya ikuti ini hanya libur satu minggu pada 25 desember sampai 1 januari, selebihnya gas pol masuk terus), akhirnya awal Januari 2016 saya dinyatakan selesai sekolah bahasa Belanda. Selanjutnya babak yang paling menegangkan adalah ujian integrasi itu sendiri. Ujian integrasi untuk mereka yang datang ke Belanda per 1 Januari 2015 terdiri dari (sering-sering dicek website DUO karena sering terjadi perubahan dalam kurun waktu tertentu) :
Kennis Nederlandse Maatschappij (KNM) : Ujian pengetahuan dan kemasyarakatan Belanda
Oriëntatie Nederlandse Arbeidsmarkt (ONA) : Ujian wawancara kerja
Examen Schrijfvaardigheid (Schrijven) : Ujian menulis
Semua ujian diatas dilakukan di DUO. Karena uang sekolah saya termasuk dengan uang ujian, maka yang mendaftarkan ujian adalah pihak sekolah, saya tinggal menunggu jadwal sambil deg deg ser. Saya sudah melakukan ujian KNM, Schrijven, Spreken, Luisteren, dan Lezen. Untuk ONA akan saya lakukan menyusul (mungkin 3 bulan kedepan) karena ONA ini tidak diurus oleh sekolah dan harus saya sendiri yang mendaftar serta saya harus menyiapkan dokumen-dokumen penunjang (butuh menyetarakan ijazah ke IDW juga). Setelah melalui serangkaian ujian tersebut, akhirnya pengumuman itu tiba. Saya LULUS! Rasanya terbayarkan sudah segala kerja keras saya selama satu tahun terakhir berjibaku dengan susahnya belajar bahasa Belanda, walaupun tetap menikmati proses panjangnya. Ujian Staatsexamen NT2 (B1) itu adalah yang saya sebutkan diatas pada nomer 3 sampai 6, dan buat saya yang baru satu tahun tinggal di Belanda saat pelaksanaan ujian, B1 itu susah. Pada satu titik saya hampir menyerah dan ingin ujian A2 saja, tapi ada suara yang berbicara di dalam kepala yang membuat saya tetap maju untuk ujian B1. Suara itu adalah ego saya, dia mengatakan “kalau kamu tidak mencoba sampai batas maksimal kemampuanmu, bagaimana kamu tahu kalau kamu berhasil atau tidak.” Akhirnya saya maju ujian dan mencoba optimis, yang penting dicoba dulu, perkara gagal, itu urusan belakangan. Perjuangan untuk lulus akhirnya terbayarkan sudah.
Ada beberapa tips dan informasi yang bisa saya bagikan disini, mungkin bisa digunakan untuk mereka yang memutuskan, sedang proses belajar atau akan menghadapi Staatsexamen NT2 programma 1 (B1). Tips dan info ini berdasarkan pengalaman saya, beda orang beda cara juga :
Tak kenal maka tak sayang
Benar adanya peribahasa diatas. Kalau tidak mengenali sesuatu, bagaimana bisa menyukai atau menyayanginya. Karenanya, kenali bahasa Belanda dulu secara perlahan. Dari pengalaman saya, mengenal bahasa Belanda itu tidak bisa dipaksakan, harus kesadaran sendiri dan dari dalam hati. Awal masuk sekolah, saya masing setengah-setengah belajar bahasa Belanda. Tapi seiring berjalannya waktu, saya semakin menyukai bahasa Belanda karena sering menonton film, mendengarkan lagu berbahasa Belanda dan berkomunikasi dengan bahasa Belanda. Saya mendengar bahasa Belanda itu sexy kalau diucapkan. Semakin banyak saya melakukan kesalahan di pengucapan ataupun grammatica, semakin tertantang untuk belajar terus. Sekarang saya bukan hanya jatuh cinta dengan suami yang WN Belanda, tetapi juga bahasa Belanda itu sendiri.
Belajar mandiri secara rutin, konsisten, dan terjadwal
Yang saya lakukan adalah selain belajar di sekolah juga rutin dan konsisten belajar di luar sekolah. Karena belajar di sekolah saja tidak cukup waktunya jadi harus ditunjang dengan belajar mandiri di luar sekolah. Saya belajar di luar sekolah setiap hari maksimal 3 jam rutin dari senin sampai jumat, sabtu dan minggu libur. Untuk lama belajar setiap orang berbeda kebutuhannya. Untuk saya, 3 jam itu sudah maksimal, lebih dari itu pusing kepala. Lebih baik belajar dalam waktu yang pendek tetapi rutin daripada waktu yang lama tetapi hanya satu hari saja. Setiap orang mempunyai bakat dan kemampuan dibidang tertentu dan sejak dulu saya menyadari bahwa bahasa bukan bidang saya, karenanya saya harus belajar lebih tekun dibandingkan yang lainnya. Jika memutuskan tidak sekolah, belajar mandiri bisa dilakukan melalui website-website yang memberikan materi dan contoh ujian. Tenang saja, banyak sekali. Bisa juga ke perpustakaan (Bibliotheek) untuk meminjam buku atau mengikuti koffie met taal, ini program perpustakaan tanpa dipungut biaya untuk belajar bersama-sama dengan guru dan peserta yang lain.
Kenali kelemahan
Kelemahan saya adalah bagian berbicara (spreken) dan mendengarkan (luisteren), karenanya saya bekerja keras pada dua bagian ini. Bukan berarti saya melalaikan bagian menulis dan membaca karena pada dua bagian ini hasil latihan di sekolah selalu bagus, jadi saya optimis pada dua bagian ini selain karena saya memang suka menulis dan membaca. Tidak heran nilai ujian membaca saya lebih unggul dibandingkan yang lainnya. Dengan mengenali kelemahan, kita bisa tahu bagian mana yang harus ditingkatkan, lebih keras dan tekun belajarnya
Keluar dari zona aman dan nyaman
Yang saya maksudkan disini tentu saja keluar rumah untuk bergaul dengan lingkungan luar. Contohnya : kalau sudah yakin akan melamar kerja, ya bisa dimulai dengan melamar kerja. Bisa juga dengan mengikuti kegiatan sukarelawan seperti yang saya lakukan. Cerita tentang beberapa kegiatan sukarelawan yang saya ikuti sudah pernah saya tulis disini. Selain lebih memperluas pengetahuan kita tentang lingkungan di Belanda juga bisa memperlancar komunikasi dalam bahasa Belanda. Salah satu manfaat yang bisa saya dapat adalah : sewaktu mengikuti ujian KNM, saya tidak terlalu mengalami kesulitan meskipun baru sempat belajar 2 minggu menjelang ujian. Hal ini karena materi KNM nyaris sama dengan yang sehari-hari saya temui di luar rumah ataupun dengan membaca berita. Akhirnya saya mendapatkan nilai sempurna untuk KNM. Kalau hanya berdiam diri di rumah tanpa melakukan kegiatan apapun, bisa saja, toh itu berdasarkan kebutuhan masing-masing orang. Tapi, sangat sayang kalau misalkan banyak fasilitas di luar rumah yang bisa digunakan tetapi tidak dimanfaatkan dengan baik sebagai bagian proses integrasi. Setelah 2 bulan menjadi sukarelawan di verpleeghuis, waktu itu saya merasa ada peningkatan pada kemampuan berbicara dalam bahasa Belanda.
Penilaian KNM ini berbeda dengan penilaian Staatsexamen NT2 untuk B1 pada 4 bagian yang sudah saya sebutkan. Untuk B1 nilai minimal yang harus dicapai untuk lulus yaitu 500, nilai maksimalnya 900 berdasarkan keterangan di websiteIamexpat ini (website ini sangat informatif, silahkan dibaca jika memerlukan informasi mendalam, salah satunya tentang Staatsexamen NT2)
Belajar dari radio, tv, film, lagu-lagu, banyak membaca koran dalam bahasa Belanda ataupun novel.
Yang saya sebutkan diatas adalah cara untuk memperkaya kosakata dalam bahasa Belanda maupun mempelajari struktur kalimat selain melatih mata untuk membaca dan telinga untuk mendengarkan, bahkan tangan untuk menulis serta mulut untuk melatih pengucapan. Kalau melihat TV bisa juga dipasang subtitle dalam bahasa Belanda sehingga kita juga bisa belajar membaca selain mendengarkan.
Membatasi bergaul dengan sesama orang Indonesia
Terdengar sok dan belagu ya dengan saya menuliskan untuk membatasi bergaul dengan sesama orang Indonesia, tapi ini berhasil untuk saya. Logikanya : kalau setiap saat atau katakanlah setiap hari kita selalu bertemu atau beraktivitas dengan sesama orang Indonesia menggunakan bahasa Indonesia, lalu kapan kita akan bisa mempraktikkan komunikasi menggunakan bahasa Belanda. Kalau setiap saat kita berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia selama di Belanda, lalu apa bedanya dengan saat kita tinggal di Indonesia. Ingat, belajar bahasa itu bukan seperti legenda Bandung Bondowoso yang dapat membangun candi dalam waktu satu malam. Belajar bahasa itu tentang latihan yang teratur dan praktik yang konsisten. Perluas pergaulan bukan hanya dengan sesama orang Indonesia saja. Sudah saatnya mengubah cara berpikir, tidak harus selalu bersama-sama dengan yang sesama negara. Ada saatnya untuk berkumpul, tapi tidak harus selalu. Selain itu juga bisa menghindarkan diri dari gosip-gosip yang tidak perlu.
Dukungan dari pasangan dan keluarga
Sejak saya masuk sekolah, komunikasi dengan suami yang pada awalnya menggunakan bahasa Inggris berganti dengan bahasa Belanda. Dari yang prosentasenya hanya 5%, sekarang sudah sekitar 90% kami berkomunikasi menggunakan bahasa Belanda. Suami saya termasuk galak dan super tegas dalam hal ini. Setiap saya menggunakan bahasa Inggris, dia selalu menjawab dengan bahasa Belanda. Lama-lama akhirnya saya mengikuti. Begitu juga dengan keluarga disini, saya berkomunikasi dengan mereka full menggunakan bahasa Belanda. Tidak hanya itu saja, suami selalu mengoreksi ucapan saya yang salah ketika berbicara, membetulkan tulisan ketika saling berkirim pesan di whatsapp ataupun email. Salah disini termasuk cara pengucapannya maupun grammatica. Awalnya kesal ya setiap berbicara kok dikoreksi. Lama-lama jadi terbiasa dan merasakan manfaatnya. Selain itu, suami juga rajin mengoreksi hasil latihan menulis bahkan dua bulan menjelang ujian, sepulang dia bekerja, kami setiap malam berlatih bersama. Dia mengoreksi hasil latihan saya di contoh soal ujian maupun berlatih ujian berbicara. Dia mengatakan bahwa ujian integrasi ini adalah tanggungjawab bersama, jadi kerja team. Karena kalau saya tidak lulus, dia juga kan yang akan rugi. Karenanya dukungan suami sangatlah dibutuhkan. Adakalanya saya capek dan bosan belajar, dia tidak memaksa. Itu wajar katanya. Hanya satu ucapannya yang saya selalu ingat, “Saya mengikuti kamu. Kalau kamu memang mau lulus, mari belajar bersama-sama. Tapi kalau kamu tidak disiplin dalam belajar, kamu juga harus terima konsekuensinya apa, dan tidak boleh marah-marah ataupun sedih berkepanjangan. Apa yang kamu tanam, itu yang kamu dapatkan manfaatnya.”
Latihan, praktik dan praktik
Praktik ini tidak mengenal batasan waktu dan tempat. Terutama yang saya soroti disini adalah praktik berbicara. Pada awalnya saya takut kalau melakukan kesalahan ketika berbicara, tetapi lama kelamaan saya berpikir, saya kan bukan asli orang Belanda. Jadi kalau melakukan kesalahan ya wajar saja, namanya juga belajar. Kalau melakukan kesalahan berbicara tidak akan didenda juga. Jadi hajar saja, jangan takut. Yang menjadi lawan bicara juga pasti akan tahu kalau saya bukan asli Belanda. Kalau takut terus yang dipelihara, kapan bisa maju. Akhirnya saya nekat berbicara mengunakanan bahasa Belanda dimanapun berada, misalkan di pasar, di supermarket, menelefon rumah sakit, membuat janji dengan dokter, bahkan ketika berkonsultasi dengan dokter ketika di rumah sakit saya menggunakan bahasa Belanda, atau saat mengirim email ke koordinator di tempat kerja. Intinya dimanapun dan kapanpun. Kecuali kalau dalam keadaan sangat terpaksa : misalkan sesuatu yang berhubungan dengan medis, kalau sudah dijelaskan menggunakan bahasa Belanda berkali-kali dan ada hal yang saya belum paham, saya meminta dijelaskan menggunakan bahasa Inggris, daripada salah pemahaman.
Ukur kemampuan
Seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya, untuk ujian integrasi kita diberikan waktu maksimal 3 tahun untuk lulus. Kita harus bisa mengukur kemampuan kita sendiri apakah sudah siap untuk ujian atau belum. Tingkat B1 lebih sulit ujiannya dibanding A2, itu pasti karena memang tingkatan B1 diatas A2. Tetapi yang saya ingin tekankan disini adalah karena B1 itu susah (menurut pendapat saya yang baru 1 tahun tinggal di Belanda), kita harus menetapkan batas terhadap diri sendiri kapan akan ujian. Kalau dirasa satu tahun cukup untuk belajar, lalu memutuskan ujian, silahkan. Kalau dirasa dua tahun itu waktu yang dibutuhkan untuk belajar lalu ujian, silahkan. Yang jangan dilupakan adalah batas maksimal 3 tahun. Jangan menetapkan standar berdasarkan kacamata orang lain, tetapi jadikan keberhasilan orang lain itu sebagai motivasi. Kalau memang ternyata setelah ujian dan hasilnya gagal, jangan terlalu kecewa. Segera bangkit dan telisik kembali gagalnya dibagian mana. lalu perbaiki. Banyak latihan, praktek dan jangan mudah menyerah. Salah satu yang menjadi motivasi saya adalah ketika melihat digrup NT2 ada yang mengumumkan lulus ujian setelah 9 bulan belajar. Wah, ternyata bukan hal yang mustahil ya. Setelahnya saya menjadi terpacu untuk belajar maksimal.
Beberapa website yang bisa digunakan untuk belajar (alamatnya bisa langsung diklik):
– EHBN (Eerste Hulp Bij Nederlands) : Ini untuk belajar dan latihan soal-soal KNM. Saya belajar KNM dari situs ini selain buku yang didapat dari sekolah.
– Inburgeren : Ini adalah website DUO sebenarnya, tetapi disini bisa dibaca lengkap tentang segala informasi tentang ujian integritas dan contoh soal sebagai bahan latihan.
– Hetcvte : Website ini khusus untuk Staatsexamen NT2 milik DUO, dari cara mendaftar ujian sampai contoh soal dan materinya.
Pada saat ujian
Sehari sebelum ujian, saya tidak memegang satu bukupun. Tujuannya supaya pikiran tenang. Pada hari ujian, usahakan datang 30 menit sebelum ujian dengan membawa lengkap syarat-syarat yang sudah tertulis dalam surat undangan. Jangan tegang dan panik, terutama bagian spreken. Fokus saja pada diri kita, percaya diri saja bahwa bisa mengerjakan. Berdoa supaya diberikan kemudahan, jika memang dibutuhkan. Saya menemukan sebuah cerita tentang pengalaman saat ujian. Bisa dibaca disini. Apa yang dituliskan nyaris sama dengan pengalaman saya. Dan ternyata, setelah saya melewati ujian-ujian tersebut, soalnya tidak sesusah yang saya bayangkan. Bahkan pada bagian luisteren, suaranya jelas tidak seperti contoh ujian yang saya buat latihan.
Setelah ujian
Setelah ujian waktunya untuk bersenang-senang. Lakukan apapun yang kita suka, piknik misalnya karena kita sudah terbebas dari ujian. Kalau saya bersama suami jalan-jalan ke Perancis dua minggu setelah ujian berakhir. Masalah hasil, tidak usah terlalu dipikirkan walaupun dalam kenyataannya tetap saja sih kepikiran tapi tidak terlalu berlebihan. Kalau kita sudah berusaha semaksimal mungkin, hasil akan mengikuti, tenang saja. Optimis. Dan satu lagi, berdoa semoga hasilnya adalah lulus. Hasil ujian bisa dilihat pada website DUO dalam waktu 5 minggu dan suratnya akan dikirim ke alamat kita dalam waktu 6 minggu terhitung sejak waktu ujian, kecuali KNM hasilnya bisa dilihat sekitar 3 hari setelah ujian.
Itulah pengalaman dan informasi yang bisa saya bagi mengenai ujian integrasi maupun Staatsexamen NT2 Programma I (B1). Saya saat ini masih mempersiapkan untuk ujian ONA, setelah melewati 5 ujian lainnya. Jika sudah ada hasil ONA, informasi disini akan saya update. Buat saya, yang terpenting adalah kemauan dari kita sendiri untuk belajar semaksimal mungkin. Sebagus dan semahal apapun sekolahnya, kalau tidak diimbangi dengan kemauan kita untuk belajar di luar sekolah, semuanya tidak akan berarti apa-apa. Saya memperhatikan banyak yang lulus ujian B1 tanpa harus bersekolah (karena memang sekolah tidak wajib setelah tahun 2014), mereka belajar sendiri. Sebaliknya pun begitu, ada yang tidak lulus ujian B1 walaupun sekolahnya ditempat yang bagus, karena mereka tidak mau praktik dan menambah frekuensi belajar di luar sekolah. Semuanya kembali pada kita sendiri, ada kemauan kuat untuk lulus atau tidak.
Apakah sekarang saya sudah lancar berkomunikasi menggunakan bahasa Belanda? Wah ya belum pastinya, jauh dari sempurna. Tinggal disini saja saya belum genap 1.5 tahun, ngomong masih sering belepotan grotal gratul kata orang Jawa, menulis masih sering ketinggalan lidwoordnya, dan masih sering tidak mudheng kalau ada yang berbicara dalam bahasa Belanda dengan kecepatan tinggi dan beraksen. Tapi setidaknya saya sudah berani mencoba dan selalu memperbaiki diri dari segala kesalahan yang ada. Jangan takut salah ketika mencoba dan selalu berpikir positif bahwa kita bisa. Proses belajar tidak serta merta berhenti ketika ujian selesai. Proses belajar akan berlangsung sampai kapanpun. Ada kalimat bagus yang saya kutip dari websiteIamexpat“A pass does not mean your Dutch is perfect, but it proves you have a good understanding of the language and you are familiar with the grammar and vocabulary.”
Heel veel succes voor iedereen die examen (Inburgeringsexamen of Staatsexamen NT2) gaat doen!
Baca juga pengalaman Zilko (disini) mengikuti ujian integrasi sebagai salah satu syarat untuk mengajukan permohonan izin tinggal permanen di Belanda.
-Den Haag, 18 Mei 2016-
Suami tidak bisa melihat saya ongkang-ongkang kaki, “Jadi selanjutnya kamu mau ujian menyetir atau ambil diploma renang?” owalahh Mas, tawarannya kok ujian lagi, ora uwis uwis 😀
Akhir pekan kami dipenuhi oleh cerita makan-makan dan dan kumpul-kumpul bersama keluarga serta kedatangan tamu istimewa. Dimulai dari Jumat malam, saya dan suami kedatangan tamu, seorang blogger bersama suaminya yang sedang liburan beberapa hari di Belanda. Saya sudah mengenal dia sejak awal mempunyai blog ini. Saya selalu suka dengan ceritanya diblog, dengan cara bertutur yang segar juga foto-foto yang bagus, terutama kalau sedang mengulas makanan. Karenanya, begitu dia mengabari dua bulan sebelumnya kalau akan menginap di Den Haag, saya menawari untuk mampir ke rumah dan makan malam bersama.
Setelah pulang kerja, saya mulai memasak. Karena tidak punya banyak waktu, akhirnya saya membuat yang gampang-gampang saja. Ikan bakar, nasi liwet, tumis kangkung, tahu tempe goreng, sambel dabu dabu, oseng pedes teri asin pete, ayam panggang dan tidak lupa krupuk. Penampakan masakannya tidak ada, males mendokumentasikan karena sudah lapar. Atau saya ketularan males, karena blogger yang saya undang ke rumah kali ini tidak suka mandi, alias males mandi. Iya, yang mengunjungi saya adalah Dita, pemilik blog Males Mandi. Dita seru orangnya meskipun awalnya masih malu-malu 😀 dan ternyata suaminya satu satu kampus dengan saya, jadilah kami reuni kecil-kecilan mengenang kampus dan sekitarnya, terutama warung-warung yang jual makanan murah *tetep lho omongannya ga jauh dari makanan 😀.
Sebenarnya bukan kali pertama saya kopdaran dengan blogger yang sedang berlibur di Belanda dan mengundang mereka ke rumah. Sebelumnya rumah kami pernah kedatangan Chocky, Safitri, Arievrahman dan istrinya. Tidak semua yang saya kenal diundang ke rumah dan makan malam bersama, tergantung kedekatan saja. Kalau dengan Safitri saya memang sudah kenal lama, sejak masih kerja di Jakarta. Kenal Chocky karena saya memaksa dia untuk membawa titipan buku. Eh, tapi Dita dan Safitri juga sama sih, saya modus menitip buku ke mereka *terima kasih yaa sudah mau direpoti untuk membawa titipan buku.
Sabtu dan minggu adalah acara kumpul keluarga. Sabtu ada acara ulang tahun ipar, jadinya kami makan-makan disana. Jangan membayangkan kalau orang Belanda ulang tahun makanannya berlimpah. Makanannya porsinya imut imut dan terbatas (secukupnya). Tapi karena keluarga suami ini suka makan, saya melihat perkecualian. Kalau ada anggota keluarga yang ulang tahun, makanannya berlimpah. Banyak sekali sampai kami sering dibekali untuk dibawa pulang.
Hari minggu adalah Hari Ibu di Belanda. Karenanya, saya dan suami mengunjungi Mama. Ternyata disana sudah ada anggota keluarga yang lain. Setelah memberikan kado kepada Mama, acara makan dimulai. Senang kalau acara kumpul keluarga seperti ini, salah satu wadah saya memperlancar bahasa Belanda juga karena bisa ngobrol dengan mereka menggunakan bahasa Belanda.
Keesokan harinya tepatnya Senin, karena sedang libur kerja saya menemani Dita dan suaminya keliling Den Haag, salah satunya ke Japanese Garden. Entah kenapa saya selalu suka ke tempat ini, mungkin karena bisa merasakan tenang dan damai, dengan melihat bunga-bunga dan mendengar merdu suara burung, melihat angsa berenang didanau taman Clingendael. Suami Dita sampai berkali-kali memuji tempat ini (dan tentu saja membandingkan dengan Jakarta :D). Japanse Garden buka dua kali dalam satu tahun yaitu pada saat musim semi dan musim gugur. Saya pernah menuliskan cerita tentang Japanese Garden sebelumnya disini.
Setelah berkeliling ke beberapa tempat dan Dita mencoba makan pertama kali khas Belanda, kami akhirnya makan di restaurant Indonesia. Maklum, dia sudah lebih dari seminggu tidak makan sesuatu yang beraroma Indonesia, karenanya saya bawa kesini. Tentu saja dia kalap, ingin makan ini dan itu. Lumayan bisa menjadi tombo kangen makanan Indonesia karena acara liburannya masih panjang di beberapa negara. Kami memesan rujak cingur, es cendol, mie ayam, es teh manis, kerupuk, dan es jus sirsak.
Senin kemarin merupakan ulang bulan perkawinan kami dan setiap bulan juga pasti kami merayakannya. Kadangkala kami merayakan dirumah atau kalau memang ada waktu, kami merayakan diluar rumah. Terkadang kami merayakan dengan makan, atau sekedar menonton film di Bioskop atau merayakan dengan belanja buku bersama. Untuk bulan ini kami merayakan ulang bulan perkawinan sekaligus ada kabar bahagia dengan makan di restoran Lebanon. Setelah berpisah dengan Dita, saya menunggu suami sampai jam kantor selesai di perpustakaan pusat kota Den Haag. Saya sering menghabiskan waktu disini kalau sedang janjian dengan suami pada saat jadwal kencan kami. Lumayan bisa membaca buku sekalian ngadem. Kapan-kapan akan saya bahas tentang tempat favorit kami berkencan, yaitu segala macam toko buku dan perpustakaan. Kami bisa menghabiskan waktu berjam jam kalau sudah nongkrong di toko buku dan perpustakaan.