Naarden adalah kota dan kotamadya yang terletak di provinsi Noord Holland, dimana kotanya berbentuk menyerupai bentuk bintang. Naarden terletak 24 km atau sekitar 30 menit berkendara dari Amsterdam. Kota kecil ini dikelilingi oleh benteng dan menjadi contoh yang terkenal di Eropa selama abad ke-16. Benteng di Naarden yang berbentuk bintang, lengkap dengan dinding berlapis dan parit di sekelilingnya. Kondisi benteng ini masih sebagus saat pertama kali dibangun, yaitu 5 abad yang lalu, meskipun pernah mengalami renovasi pada beberapa bagian. Bahkan sampai saat ini, Naarden adalah salah satu kota yang mempunyai benteng terbaik di Eropa
Beberapa waktu lalu saya berkesempatan untuk berkunjung ke Naarden. Bukan kunjungan yang disengaja untuk jalan-jalan karena saya ikut suami yang sedang ada keperluan kerja di Naarden. Kami berdua baru pertama kali ke sini. Beberapa jam sebelum berangkat, suami sempat mencari informasi apa saja yang bisa dilihat di sana, supaya saya bisa jalan-jalan sendiri sementara dia menyelesaikan urusannya. Ternyata dia menemukan beberapa fakta yang menarik tentang kota di dalam benteng ini.
Pada abad ke-17 saat Raja Perancis Louis XIV dengan bantuan sekutu-sekutunya : Inggris, Cologne, dan Munster, menyerbu Belanda, Naarden dapat diambil alih dengan mudah. Pada saat itu, Belanda merupakan negara yang penting di Eropa Barat karena kekuatan ekonomi dan politik yang dimilikinya. Mereka menguasai Utrecht dan menjadikan kota ini sebagai basis untuk menguasai seluruh Belanda. Sangat disayangkan niat mereka tidak terlaksanakan dengan baik karena beberapa saat kemudian Belanda mengalami tragedi banjir yang sangat besar sehingga menyebabkan mereka susah untuk bergerak. Pada tahun 1673, Naarden kembali ke tangan Belanda dan setelahnya mengalami renovasi di beberapa bagian dengan standar modern.
Menyusuri pusat kota Naarden saat jam kerja mungkin pilihan yang tepat karena jalanan sangat sepi. Atau memang keseharian di kota ini juga sepi, saya juga tidak tahu pasti. Tetapi ada untungnya juga kalau suasana sepi seperti ini. Saya bisa mengamati perlahan setiap bangunan yang saya lalui. Merasakan lengangnya jalanan utama, melihat restoran yang menampakkan geliat aktifitasnya saat jam menunjukkan pukul satu siang, dan beberapa toko yang masih tutup, tidak ada tanda-tanda akan membukakan pintu untuk pelanggan yang akan berkunjung. Kota ini tidak terlalu populer dikalangan turis nampaknya. Saat saya datang ke kantor informasi turis, hanya ada dua orang yang memegang peta kota Naarden, yang bisa didapatkan secara gratis di kantor ini. Dan mereka berbincang menggunakan bahasa Belanda.
Meskipun tidak sampai dua jam singgah di Naarden, kota ini meninggalkan kesan yang tersendiri untuk saya. Bukan hanya karena sejarahnya dan tata kotanya yang unik, tetapi juga saya bisa melihat secara langsung satu-satunya benteng di Eropa yang mempunyai dinding ganda dan parit (Sumber : Amusing Planet). Selain itu, ada alasan lainnya yaitu karena saya selalu tertarik dengan kota-kota kecil dan tidak terlalu ramai turis.
Jika sedang berkunjung ke Belanda atau ada rencana ke Belanda, Naarden bisa dijadikan pilihan kota untuk disinggahi. Mencari suasana lain, menepi dari ramainya kota-kota turistik yang ada di Belanda.
Jika mendengar kata Gouda, apa yang ada dipikiran? Yap, Keju! Meskipun bukan penyuka keju, tetapi sejak tinggal di Indonesia saya sudah familiar dengan Gouda karena saat menyusuri lorong susu dan keju di supermarket, keju Gouda dengan mudah dapat ditemukan. Di Belanda, tiga kota penghasil keju yang terkenal adalah Gouda, Edam, dan Alkmaar. Gouda menyumbang sekitar 60% produksi keju di Belanda. Meskipun Gouda lekat dengan keju, sesungguhnya ada sisi menarik lain dari kota Gouda. Ketika berkunjung ke pusat kota Gouda, maka akan terlihat beberapa bangunan bersejarah dengan bentuk yang menawan, kanal dengan undakan, maupun taman disudut kota.
Gouda terletak diprovinsi Zuid Holland. Selain terkenal dengan keju, kota ini juga dikenal sebagai penghasil stroopwafel dan lilin. Ada beberapa acara terkenal di Gouda yang seringkali menarik perhatian wisatawan untuk berkunjung, salah satunya adalah Pasar Keju Gouda. Pada awal April sampai akhir Agustus setiap tahun, tepatnya hari kamis pukul 10.00 – 12.30 salah satu pasar keju tradisional di Belanda digelar di Gouda. Kenapa disebut tradisional? Karena petani membawa langsung keju ke pasar (yang terletak disekitar Stadhuis) dengan menggunakan gerobak yang disebut brik, proses uji kualitas, ditimbang digedung timbang, diberi harga, kemudian dijual. Menyenangkan jika berada dipasar seperti ini adalah bisa mencicipi keju secara gratis. Sayang sekali tahun kemarin saya tidak bisa menyaksikan secara langsung pasar keju ini karena hari dan jamnya bertepatan dengan saya sekolah. Beruntungnya saya mendapatkan salah satu foto dari Rurie.
Saya mengenal Rurie dari Melly yang tinggal di Jerman. Beruntung akhirnya saya kenal dengan Rurie, jadi punya alasan untuk berkunjung ke Gouda. Maklum, Gouda dan Den Haag jaraknya tidak terlalu jauh, secara psikologis biasanya kalau tempat yang dekat dikunjunginya menyusul dikemudian hari, justru tempat yang jauh didatangi lebih dahulu. Rurie punya usaha katering spesialis makanan Indonesia bernama Kios Kana. Kios Kana ini menerima pesanan dan pengiriman dari dan ke seluruh Eropa. Saya beberapa kali pesan ke Kios Kana untuk makanan yang tidak bisa (belum bisa lebih tepatnya) saya buat sendiri, contohnya baso ikan, ikan asin, cumi asin, pempek, dan lumpia semarang isi tahu. Saya ketagihan dengan Ikan asin dan cumi asin buatannya, oh iya baso ikannya juga enak sekali. Kios Kana ini kios serba ada, tidak hanya menyediakan beragam masakan Indonesia, tetapi juga beberapa barang atau bumbu yang berhubungan dengan Indonesia, semuanya (diusahakan) ada. Selain usaha Katering, Rurie juga seorang fotografer dan mempunyai usaha fotografi bernama Rurie van Sark Photography.
Saya kerumah Rurie dalam rangka menjaga putrinya yang masih bayi. Akhirnya Rurie mengajak saya untuk berkeliling ke pusat kota Gouda. Karena saat itu cuaca sedang panas dan bertepatan dengan bulan Ramadan yang 19 jam jadinya saya tidak mau uji nyali berkeliling terlalu lama, menghemat energi menuju buka puasa jam 10 malam. Beberapa tempat dibawah ini yang saya datangi :
De Waag atau gedung timbang selain menjadi tempat untuk penimbangan keju ketika pasar keju dilaksanakan, juga berfungsi sebagai museum keju dan beberapa kerajinan tangan dipajang disana.
Balai kota atau dalam bahasa Belanda adalah Stadhuis selain menjadi tempat kantor pemerintahan juga sebagai pelaksanaan pernikahan. Stadhuis Gouda ini dibangun pada tahun 1450. Pada saat saya sedang kesana, sedang berlangsung satu pernikahan.
Sint Janskerk adalah adalah gereja dengan tinggi 123meter yang menjadikan gereja tertinggi di Belanda dan terkenal didunia karena kemegahan 72 jendela kaca patri.Gereja ini pernah mengalami kebakaran hebat pada tahun 1552.
Selain bangunannya, taman dan kanal-kanal di Gouda juga sangat menarik. Berjalan diseputar pusat kota (centrum) Gouda tidak akan membosankan Saya lupa untuk memotret pusat perbelanjaan di Gouda.
Selain terkenal dengan pasar keju, setiap bulan Desember di Gouda ada festival cahaya atau disebut Kunslicht. Puncak acaranya ketika ribuan lilin dinyalakan serentak (yang disebut Kaarstlicht) di Markt Square diiringi oleh paduan suara Natal.
Setelah saya ajak berkeliling ke Pusat Kota Gouda melalui tulisan ini, tertarik untuk mengunjungi Gouda? Info tentang Gouda bisa didapat langsung pada website resmi kota Gouda.
-Den Haag, 10 Januari 2016-
Semua foto yang tidak ada keterangan sumbernya adalah dokumentasi pribadi.
Ketika membaca postingan Mbak Yoyen tentang Sonsbeekmarkt pada bulan Maret lalu, saya langsung terpana dengan jajaran pemandangan makanan dipostingan tersebut. Langsung saya menunjukkan tulisan Mbak Yo tersebut ke suami untuk dibaca. Dia juga terpana karena belum pernah mendengar Sonsbeekmarkt sebelumnya. Akhirnya kami sepakat untuk mengunjungi Arnhem pada bulan Juni. Iya, saya suka latah kalau ada postingan yang berhubungan dengan makanan, padahal kalau sudah sampai tempatnya ya tidak terlalu banyak makan. Selain akan ke Sonsbeekmarkt, saya bertanya pada Mbak Yo tempat manalagi yang bisa dikunjungi. Mbak Yo yang memang tinggal di Arnhem menyarankan untuk ke Openluchtmuseum dan Museum Bronbeek. Tentu saja suami memilih untuk ke Museum Bronbeek dibanding Openluchtmuseum. Padahal saya ingin sekali ke Openluchtmuseum. Kenapa tidak bisa langsung langsung tiga tempat dalam satu hari? Karena pak suami pasti lama sekali kalau sudah masuk museum. Waktu ke Museum Bronbeek saja sampai hampir tutup museumnya kami masih didalam. Satu persatu dibaca, sementara saya membaca juga tapi cuma sekilas saja. Maklum, kami memang beda keyakinan kalau masalah yang satu ini.
Singkat cerita, setelah mendapatkan tiket kereta dagkaart kami langsung memutuskan kapan akan pergi. Kalau memakai dagkaart bisa lebih mengirit untuk bepergian jarak jauh. Jarak tempuh dari Den Haag – Arnhem antara 1.5 jam sampai 2 jam. Tergantung waktu datang kereta saat transit. Waktu itu saya mendapatkan seharga €14 bisa dipakai seharian. Ternyata waktu di Arnhem bisa juga dipakai untuk naik bis, asal perusahaan transportasinya sesuai dengan yang tertera ditiket. Dagkaart bisa dipakai ke seluruh Belanda dalam waktu satu hari. Dagkaart ini ada yang hanya bisa dipakai senin-jumat, ada yang bisa dipakai hanya sabtu-minggu, ada yang bisa dipakai seluruh hari. Dagkaart dijual di HEMA, Kruidvart, Blokker, dan Albert Heijn (AH). Untuk mengetahui promosi ini bisa dicek ke website Treinreizeger.
Sonsbeekmarkt ini adanya setiap hari minggu pada minggu pertama setiap bulan sejak bulan Maret sampai Desember setiap tahunnya. Jadi hari minggu besok adalah yang terakhir pada tahun ini. Sonsbeekmarkt bertempat di Sonsbeekpark. Kalau ke Arnhem naik kereta, maka lokasi Sonsbeekpark ini tidak jauh dari Arnhem Centraal, penunjuk jalannya jelas, bisa dijangkau sekitar 10 menit jalan kaki. Saya sendiri terpesona dengan Sonsbeekpark yang luas dan sejuk, sepanjang mata memandang hamparan rumput hijau dan pohon-pohon. Selain itu, diarea ini juga terdapat hutan. Lengkap mata dimanjakan oleh pemandangan yang menyegarkan. Ditengah-tengah Sonsbeekpark ada gedung putih atau yang dikenal sebagai De Witte Villa. Gedung ini berfungsi selain sebagai restaurant juga cafe, juga sebagai tempat pertemuan atau tempat mengadakan pesta yang berkapasitas sampai 600 orang. De Witte Villa dibangun pada tahun 1744 dan direnovasi pada tahun 2014.
Sonsbeekmarkt sudah ada sejak tahun 2012. Markt sendiri adalah bahasa Belanda yang artinya pasar. Yang menyenangkan di Sonsbeekmarkt adalah tidak hanya makanan dan minuman saja yang dijual, tetapi segala jenis barang ada. Makanan dan minumannya fresh, bahkan rotinya homemade. Produk yang dijual kebanyakan adalah produk lokal. Jadi terbayang kan pengalaman merasakan langsung produk lokal. Tidak hanya itu saja, penjualnya juga senang menerangkan dengan ramah tentang apa yang dijual. Saking senangnya mereka bercerita, saya sampai takjub mendengarkan ada satu stand yang menjual roti menerangkan proses pembuatan roti yang dia jual. Di stand lain yang menjual Sate, saya malah diajak berbincang karena yang menjual bisa dengan lancar berbicara bahasa Indonesia dan dia bilang kalau pernah bekerja selama 2 tahun di Jakarta, tetapi harus meninggalkan pekerjaannya tersebut dan memilih pulang ke Belanda untuk membantu usaha keluarganya tersebut. Awal mula dia mengajak berbincang karena saya celingak celinguk didepan stand tersebut, lalu dia menyapa “Hai, kami berjualan sate ayam biasanya, tapi kali ini kami hanya membawa sate babi, jadi kamu tidak bisa makan karena ini tidak boleh buat kamu.”Saya jadi terharu.
Hampir disetiap stand makanan ada testernya. Jadi kami berkeliling sambil icip-icip gratis. Lama-lama kenyang juga. Akhirnya setelah berputar mencari makanan apa yang cocok untuk makan siang, suami mengajak makan gado-gado distand makanan Indonesia yang punya ibu dari Suriname. Suami ini memang kalau makan diluar menunya cuma dua, kalau tidak soto ya gado-gado. Awalnya saya tidak tahu kalau Ibu ini bisa bahasa Indonesia. Begitu saya mengucapkan terima kasih, malah diajak ngobrol bahasa Jawa. Saya lupa kalau Suriname banyak orang Jawanya. Akhirnya kami mengobrol menggunakan bahasa Jawa.
MUSEUM BRONBEEK
Museum Bronbeek ini museum tentang KNIL (Koninklijk Nederlands-Indie Leger). Walaupun saya tidak setekun suami untuk membaca semua informasi didalamnya, yang saya rasakan setelah keluar dari museum ini sedih sekali, entah kenapa. Jangan bertanya lebih lanjut tentang sejarah pada saya. Kalau ingin tahu apa saja yang ada didalam museum ini, saya rekomendasikan untuk langsung membaca tulisan Crystal tentang Museum Bronbeek. Saya saja baru paham ketika membaca tulisan dia, padahal saya yang lebih dulu ke museum ini. Dibelakang museum ada restoran Indonesia yang bernama Kumpulan juga ada rumah untuk para veteran. Sewaktu saya kesana, ada satu veteran yang sedang bertandang ke Museum. Beliau bercerita tentang sejarah pada saat ada di Jakarta. Saya yang waktu itu masih belum terlalu paham bahasa Belanda, ya agak sepotong-sepotong menangkap isi ceritanya. Sedangkan suami jangan ditanya, seperti punya dunia sendiri kalau sudah masuk museum, tidak bisa diganggu gugat, menekuri satu persatu seluruh bagian museum. Saya lupa tiket masuk museum ini berapa. Kalau yang suka sekali berkunjung ke museum, lebih baik membeli museumkaart. Kartu ini bisa digunakan ke seluruh museum di Belanda (yang jumlahnya lebih dari 400) dalam waktu satu tahun, cukup dengan membayar €55. Ini sangat menghemat jika setiap minggu pergi ke museum dan tiket masuknya anggap saja satu kali masuk €10. Bisa dihitung sendiri hematnya berapa.
Beruntung sekali sewaktu ke Arnhem cuaca cerah cenderung panas. Padahal berhari-hari sebelumnya selalu turun hujan dan cuaca seperti ini khas Belanda : sebentar hujan, sebentar ada matahari, angin kencang muncul, hujan lagi dan seterusnya. Saya senang dengan Arnhem. Tidak sehiruk pikuk Den Haag. Jalan yang kami lalui tenang dan lengang. Mudah-mudahan suatu saat bisa berkunjung kembali ke Arnhmen. Ada beberapa tempat lagi yang ingin kami datangi.
Musim gugur atau Autumn atau dalam bahasa Belanda disebut Herfst tahun 2015 ini adalah yang pertama buat saya. Selama ini saya hanya menikmati musim gugur lewat serial Korea dan drama Jepang. Saya dulu memang maniak sekali melihat serial Korea dan Jepang. Masih ingat betul bagaimana saya lebih mementingkan begadang maraton serial korea dibandingkan mengerjakan revisi tesis. Lebih parahnya ketika sedang menunggu antrian bimbingan, teman-teman yang lain tidak tenang sambil membolak balik draft tesis, saya dengan santainya menunggu sambil melanjutkan menonton serial Korea. Cukup sekian info kecanduan saya pada serial Korea dan Jepang. Sekarang sudah insyaf kok (sementara).
Dulu suka membayangkan bagaimana rasanya melihat langsung daun berwarna merah, kuning, pink yang berguguran, berserakan ditanah atau trotoar, atau pohon yang siap meranggas dengan daun berwarna merah kehitaman. Pasti romantis sekali. Musim gugur yang awalnya hanya khayalan tingkat tinggi -seperti judul lagu Peter Pan- sekarang saya bisa merasakan sendiri, meskipun belum semua daunnya berubah warna menjadi kuning atau merah. Entah kenapa saya merasa durasi hari matahari bersinar lebih sering pada musim gugur dibandingkan pada musim panas lalu. Kalau saya tidak salah ingat, selama musim panas hujan hampir datang setiap hari meskipun ada saat tertentu ketika puasa selama 19 jam panasnya menyengat sampai 38 derajat celcius, yang setelah saya rasakan masih lebih panas di Surabaya dengan suhu yang sama. Selama musim gugur ini matahari berbaik hati selalu menampakkan sinarnya, cerah dan hangat. Birunya langit selalu menggemaskan, seperti tidak pernah cukup untuk mengagumi betapa indahnya langit yang berwarna biru bersih, meskipun beberapa kali hujan tetap rajin mampir. Ada kegiatan mewah yang rajin kami lakukan selama beberapa kali akhir pekan, yaitu berkegiatan di alam.
Maksud dari berkegiatan dialam yaitu bersepeda keliling kota Den Haag (meskipun dalam keseharian, kami juga bersepeda kemana-mana), duduk-duduk ditaman, jalan-jalan ke beberapa hutan yang lokasinya di Zoetermeer dan Delft, dan piknik membawa tikar sambil membaca buku dipinggir danau. Kenapa saya menyebut kegiatan mewah? karena ketika sinar matahari muncul disini mewah sekali rasanya, membuat hati riang gembira. Jadi ketika matahari sedang tampil maksimal, saya memanfaatkan juga lebih maksimal. Saya selalu berseloroh dengan menyebutnya sebagai kegiatan mengumpulkan vitamin D sebanyak mungkin sebagai cadangan pada musim dingin nanti. Bahkan sewaktu kehutan, saya melihat beberapa anak kecil terlihat asyik tertawa riang sambil membawa kantung, mengumpulkan jamur. Saya tidak tahu pasti jamur jenis mana yang bisa dikonsumsi ataupun yang beracun. Ada juga beberapa dari mereka yang membawa ember, mengumpulkan apel-apel yang sedang ranum memetik langsung dari pohonnya. Hari sabtu lalu saya juga berkesempatan bersepeda bersama Crystal, menjelajahi hutan, danau, dan taman ditiga kota.
Akhir pekan lalu, saya dan suami pergi ke sebuah bukit yang tidak jauh dari rumah untuk latihan lari. Bukit ini juga menjadi tempat suami berlatih mountain bike seminggu sekali. Rencananya tidak berapa lama lagi kami akan mengikuti lomba lari. Tanjakan bukit ini lumayan curam juga, mengingatkan saya pada tingkat kesulitan di Bromo Marathon. Berlatih jam 8 pagi dengan suhu 2 derajat celcius, angin yang menerpa pelan serta tanjakan yang susah dilalui, bukan perkara mudah. Saya yang memang latihan berdasarkan mood merasakan dampaknya. Nafas pendek, tangan berasa kebas kedinginan, bahkan pada satu titik saya merasakan susah bernafas seperti kehabisan oksigen. Tetapi begitu melihat pemandangan di bukit dan hutan, serta matahari yang perlahan bersinar membuat saya kembali bersemangat.
Dan tentu saja, oktober tidak lengkap tanpa kehadiran labu kuning atau pumpkin. Sepanjang mata memandang, pumpkin ada dimana-mana. Bahkan di pasar harganya juga lumayan murah. Dan ini kali pertama saya membuat pumpkin soup yang resepnya mencontek dari blog Beth. Rasanya luar biasa enak, sehat, hangat dibadan dan tentu saja gampang dan tidak ruwet dalam proses memasaknya. Suami sampai nambah berulangkali.
Namun sejak beberapa hari ini suhu menurun. Meskipun matahari tetap bersinar, tetapi hawa dingin semakin menusuk ditambah angin. Bahkan kemarin sewaktu saya pergi ke sekolah, suhu dipagi hari 1 derajat celcius, sekitar jam 10 naik menjadi 3 derajat celcius. Seorang teman yang tinggal di Groningen mengatakan bahwa suhu disana sudah -2 derajat celcius dipagi hari pada waktu yang sama. Saya sudah mengeluarkan perlengkapan winter : jaket tebal, sarung tangan, dan baju berlapis agar badan tetap hangat. Ada pemandangan yang menggelitik saat saya pulang sekolah. Matahari bersinar terang, tapi orang-orang lalu lalang dengan berpakaian winter lengkap : boots selutut, syal, jaket tebal, kupluk, dan beberapa memakai sarung tangan juga. Saya yang awalnya merasa aneh karena sudah memakai jaket tebal, begitu melihat mereka jadi tersenyum “Horeee, tidak saya saja!”
Sejauh ini menyenangkan perkenalan dengan musim gugur pertama saya di Belanda. Udara tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin (pada awalnya) , daun berwarna-warni, langit biru, dan banyak melakukan aktifitas di alam.
Beberapa waktu lalu saya dan suami mengunjungi Japanese Garden atau dalam bahasa Belanda disebut sebagai Japanse Tuin yang berada diantara Den Haag dan Wassenaar. Kami pergi kesana bersepeda karena jaraknya memang tidak terlalu jauh dari rumah, hanya 20 menit. Japanese Garden ini, yang merupakan menjadi bagian dari Clingendael Park, terbuka untuk umum dan masuknya tanpa dipungut biaya. Clingendael park sendiri terdiri dari beberapa taman, tetapi yang terkenal adalah Japanese Garden dan Taman Tua Belanda (Old Dutch Park).Meskipun Taman Jepang ini hanya buka dua kali dalam satu tahun yaitu pada musim semi dan musim gugur dengan waktu yang pendek, hal tersebut tidak menyurutkan pengunjung untuk pergi kesana. Terlihat tempat ini penuh serta ada beberapa pasang pengantin yang melakukan sesi pemotretan. Saya iseng menghitung, sekitar 7 pasang. Clingendael Park dan Japanese Garden memang indah dengan latar belakang bunga warna warni dan hamparan rumput yang hijau. Pada saat itu, cuaca juga mendukung, matahari sedang bersinar terang.
Menurut website pemerintah kota Den Haag sejarah berdirinya Japanese Garden ini adalah ketika Marguerite M. Baroness van Brienen (1871-1939) atau disebut juga Lady Daisy melakukan beberapa kali perjalanan ke Jepang. Ketika pulang ke Belanda, dia membawa beberapa benda khas jepang seperti lentera, pavilion, tong air, patung serta tanaman khas Jepang. Ini adalah satu-satunya Taman Jepang di Belanda sejak tahun 1910, karenanya memiliki nilai sejarah yang tinggi. Japanese Garden ini menjadi tanggungjawab pemerintah kota Den Haag.
Taman jepang ini berukuran kecil, namun penataan didalamnya rapi dan asri dengan pernak pernik khas jepang tentunya dan bunga warna warni khas jepang juga sehingga ketika disana kita merasa benar-benar sedang berada di Jepang.
Untuk menuju Taman Jepang ini, sebelumnya melewati jalan setapak yang sisi kiri dan kanannya penuh dengan bunga berwarna warni.
Suasana di Japanese Garden
Clingendael Park
Menuju Clingendael Park ini bisa ditempuh juga menggunakan kendaraan umum yaitu bis nomer 18 dan 23.
Japanese Garden dapat dikunjungi pada :
Musim semi : 25 April sampi 7 Juni 2015 Jam 09:00-20:00 dan
Musim gugur : 10-25 Oktober 2015 jam 10:00-16:00
Clingendael Park : Clingendael 12a, 2597 VH, The Hague
Ini tulisan yang tertunda untuk diposting. Menjelang hari ulang tahun akhir Maret 2015, Suami terus-terusan bertanya ulang tahun maunya apa, dirayakan dimana, dan mau hadiah apa. Saya sebenarnya ingin ini itu (ngelunjak), tapi waktu itu suasana masih berduka setelah Papa meninggal, akhirnya saya memutuskan seminggu sebelum ulang tahun ingin pergi jalan-jalan yang dekat saja, sekalian untuk menghibur suami juga, dan tidak enak rasanya kalau ingin makan-makan dengan keluarga besar karena masih dalam suasana berduka.
Ketika masih di Surabaya, saya pernah melihat beberapa kali postingan di Instagram tentang desa seperti di Venice-Italia (Saya melihat dimajalah dan TV) yang banyak jembatan dan perahunya, yang ada di Belanda. Saya bertanya ke Suami apakah tempatnya jauh, karena ingin pergi kesana. Kata suami tidak terlalu jauh, 2 jam naik mobil dari Den Haag. Akhirnya diputuskan Jumat malam 26 Maret 2015 berangkat dengan menyewa mobil, karena mobil Suami rusak dan berencana dijual juga 😀 *sekalian iklan. Suami sudah reservasi Bed&Breakfast. Setelah menempuh 2 jam perjalanan, ditambah berhenti sebentar untuk istirahat, akhirnya kami sampai ke Steenwijk, berputar mencari alamat rumahnya ternyata belum ketemu juga. Singkat cerita kami memutuskan untuk menginap dihotel saja karena Suami juga mendapatkan email dari pemilik rumah kalau kami terlalu malam sampainya sehingga tidak bisa lagi untuk check in.
Akhirnya kami menginap di Hotel De Harmonie. Harga semalamnya 97 euro sudah termasuk sarapan. Kamarnya bersih, rapi, dan pelayanan dihotel lumayan bagus. Keesokan harinya kami bangun pagi karena melihat matahari lumayan bersinar terang. Cepat-cepat kami berjalan kaki ke desanya, hanya sekitar 10 menit dari hotel. Jadi Giethoorn ini terletak di Steenwijk, Overijssel. Konon katanya kalau saya membaca dari beberapa artikel, Giethoorn yang dikenal dengan Venice-nya Belanda ini mempunyai 180 jembatan dan rumah-rumah yang unik. Tetapi hati-hati kalau terlalu asyik foto-foto dan tidak memperhatikan tanda, bisa kesasar ke halaman rumah orang karena beberapa rumah ada tanda didepan pintunya tidak ingin dikunjungi.
Karena akhir Maret cuaca masih tidak menentu, maka kami juga tidak menaruh harapan tinggi cuaca akan terang sepanjang hari. Diatas jam 10 pagi, mendung mulai pekat dan tidak berapa lama hujan turun dengan suhu 5 derajat celcius, dingin sekali. Jadi kami berjalan kaki sepanjang desa dengan menggunakan payung. Kami juga tidak mencoba jasa perahu yang harganya 15 euro per 55 menit karena sudah bisa menyusuri sepanjang desa dengan berjalan kaki. Kalau cuaca cerah dan langitnya bagus, mungkin kami akan menyewa perahu agar bisa menyusuri danaunya juga. Kesan yang saya dapat setelah menyusuri Giethoorn : menyenangkan karena sepi (mungkin karena belum musim liburan sehingga tidak banyak turis. Saya membayangkan kalau musim panas pasti ramai sekali desa ini oleh turis), dan rumah-rumahnya juga unik dengan warna warni dan bentuknya yang bagus. Suami sempat berujar kalau rumah-rumah yang ada di Giethoorn mengingatkan pada cerita dongeng-dongeng. Dan satu lagi, sewaktu berjalan kaki sepanjang Giethoorn, saya merasa suasananya romantis, cocok untuk tempat bulan madu, atau pacaran dengan suami. Saya sempat bilang ke Suami pada saat berjalan “Saya kok merasa makin jatuh cinta ya sama kamu disini,” dan suamipun hidungnya kembang kempis :p.
Selamat berakhir pekan bersama keluarga, pasangan, dan teman-teman tersayang
Minggu 22 Maret 2015, pagi hari suasananya sendu. Mendung bergelayut pekat disekitar tempat saya tinggal, Den Haag. Sempat bimbang juga, nanti kalau hujan bagaimana dengan acara yang sudah direncanakan sebulan sebelumnya. Ya, pada hari itu akan ada temu muka dengan para Blogger yang tinggal di Belanda. Buat saya, tentu saja ini pertama kalinya akan bertemu dengan mereka. Mbak Yoyen yang memprakarsai acara ini dengan mengirimkan email satu persatu kepada kami tentang ide jumpa Bloggers ini serta tentang kesediaan tanggal yang memungkinkan kami untuk bertemu. Saya tentu saja sangat senang karena pada saat itu baru sekitar sebulan pindah ke Den Haag. Ingin mendengar pengalaman dari mereka yang sudah menetap lama disini, sekaligus berbagi cerita tentang apa saja yang saya rasakan selama sebulan di Belanda. Dari beberapa suara yang masuk, yang menyatakan bisa ditanggal terbanyak dan terdekat adalah 5 orang, termasuk saya. Akhirnya disepakati 22 Maret 2015 adalah hari pertemuan itu, yang dikemudian hari juga ditentukan kami akan berkumpul di Utrecht Centraal Station jam 12 siang didepan Ticket & Service.
Ada yang mengesankan dari Mbak Yo, yang (lagi-lagi) mengawali untuk mengirim email kepada saya menanyakan preferensi tempat makan,berkaitan dengan halal. Awalnya saya sempat mbatin, ingin meminta tempat makan yang halal, sempat maju mundur akan mengirimkan email, tapi saya takut malah merepotkan dengan permintaan itu. Akhirnya justru Mbak Yo yang terlebih dulu menanyakan. Lega juga karena tidak ada ganjalan lagi. Setelah beberapa kali berbalas email dengan menyampaikan kriteria halal menurut saya, pada akhirnya sudah jelas tipe tempat makan yang akan dituju.
Hari H datang juga. Sejak pagi saya sudah ribut sendiri akan memakai pakaian seperti apa, bongkar lemari mengeluarkan beberapa pilihan baju, meminta pendapat Suami mana yang pantas. Saya memang seperti itu, selalu gelisah jika akan bertemu orang-orang baru. Bingung nanti apa yang akan dibicarakan, takut kikuk tidak nyambung dengan obrolan, dan beberapa ketakutan yang lain. Maklum saja, saya tipe orang yang agak susah berbaur dengan segala sesuatu yang baru. Tapi Suami menenangkan dengan kata-kata “tenang saja, saya percaya teman-teman blogger kamu bukan tipe yang menilai dari kulit luarnya”. Setelahnya, saya menjadi santai.
Sesampainya di Utrecht Centraal, saya langsung menuju ke tempat pertemuan. Senang sekali karena sejak awal obrolan mengalir. Yayang, Crystal, Mbak Yoyen ramah sekali. Saya yang awalnya takut tidak bisa masuk kedalam obrolan, akhirnya ketakutan yang tidak beralasan itu lenyap. Tidak berapa lama kemudian formasi menjadi lengkap dengan datangnya Indah. Rasanya bagaimana setelah bertemu mereka? Girang bukan main. Karena selama ini hanya membaca tulisan-tulisan saja, sekarang bisa bertemu dan bercakap langsung dengan penulisnya. Yayang yang sama dengan saya, datang ke Belanda karena menikah, tinggal di Rotterdam. Mbak Yo tinggal di Arnhem, selama ini saya kagumi karena tulisan-tulisannya yang informatif, kritis, tajam ternyata aslinya ramah, tidak pelit ilmu, nuturi dan banyak berbagi pengalaman serta cerita-cerita yang bermanfaat, serta tips untuk menulis diblog dengan baik. Indah, tinggal di Rotterdam, selama ini selalu saya kagumi dengan foto-foto bawah lautnya yang super keren, sampai saya kadang bertanya-tanya dalam hati, bagaimana ya caranya mengambil gambar hewan-hewan laut yang kecil sampai dapat gambar yang menakjubkan. Indah juga berbagi banyak sekali cerita-cerita selama dia tinggal di Belanda. Sedangkan Crystal, saya baru mengenalnya hari itu juga. Terus terang belum sempat baca-baca blognya sebelum bertemu. Crystal mendapatkan beasiswa LPDP, tinggal di Leiden, sedang menempuh Master program di Leiden University jurusan Sejarah, sama dengan suami saya.
Waktu 6 jam bergulir dengan cepat. Obrolan seru mewarnai pertemuan kami. Makan siang di Sumo Sushi belum cukup menampung topik pembicaraan yang kian menghangat. Akhirnya pembicaraan berlanjut dengan duduk santai di Starbucks (tanpa Indah sebab dia harus pulang terlebih dahulu karena sedang tidak enak badan). Saya tentu saja berceloteh tentang cerita adaptasi selama satu bulan, pengalaman berbelanja ke pasar, kenekatan saya berbicara bahasa Belanda ketika berbelanja, dan culture schock dengan beberapa wanita Indonesia yang tinggal di Belanda. Yayang pada akhirnya nyaman bercerita pada kami tentang beberapa pengalaman pada saat proses melahirkan, yang ternyata ada tragedi dibaliknya. Crystal berbagi cerita tentang kehidupan mahasiswa dan pengalaman jalan-jalan ke beberapa negara tetangga. Ternyata Crystal dan saya datang ke Belanda berdekatan jaraknya. Dia Januari awal, saya Januari akhir. Jadi kami ini sama-sama pendatang baru. Mbak Yo dan Indah dengan sabar mendengarkan cerita kami diselingi dengan celutukan-celutukan lucu. Saya merasa siang itu menjadi gayeng dan menyenangkan dengan tawa, haru, serius yang mewarnai segala macam kisah yang terlontarkan.
Terima kasih buat semuanya. Pengalaman baru, bertemu orang-orang baru, saling berbagi cerita dan pengalaman yang seru. Semoga suatu saat ada kesempatan lagi bertemu dengan mereka dan beberapa Blogger lainnya yang berhalangan hadir pada saat itu.
Ternyata bertemu dengan orang-orang baru tidak selalu diawali dengan suasana kaku. Jika kita nyaman dan menempatkan diri berdasarkan porsinya, maka semua akan lancar dan terasa menyenangkan. Semoga April ini akan banyak pengalaman baru dan mengesankan yang akan dihadapi tanpa halangan.
Pagi ini sedang sendu, hujan nampak dari jendela. Rintiknya yang tempias dikaca, mendung pekat yang menggelayut dan suhu 5 derajat celcius makin membuat ingin merapatkan baju hangat ke badan. Suami sedang bekerja dari rumah, saya sedang mati gaya karena sudah melakukan aktifitas harian dirumah. Akhirnya saya ikut duduk disebelah suami diruang kerjanya sambil melihat album foto dilaptop. Untuk mengobati kesenduan pagi ini, lebih baik saya berbagi cerita dan foto bunga-bunga di Keukenhof 2014 pada bulan Mei saat untuk pertama kali berkunjung ke Belanda dalam rangka berkenalan dengan keluarga (calon) suami.
Keukenhof ini adalah taman bunga yang terletak di Lisse, Belanda, dan merupakan taman bunga terbesar di dunia. Menurut website Keukenhof, terdapat tujuh juta kuntum bunga yang ditanam setahun sekali di taman tersebut. Taman ini dibuka biasanya pada akhir maret sampai akhir mei setiap tahunnya. Untuk tahun 2015 ini, Keukenhof akan berlangsung dari 20 Maret – 17 Mei. Tahun lalu ketika berkunjung kesini, saya sudah di akhir periode, sehingga tidak terlalu banyak sekali ragam bunga yang bisa dijumpai. Itupun saya sudah sangat bersyukur bisa melihat secara langsung bunga Tulip untuk pertama kali yang biasanya selama ini hanya bisa dilihat ditelevisi ataupun majalah-majalah, bahkan selebaran-selebaran ketika saya masih rajin berburu beasiswa ke Belanda.
Saya memotret bunga-bunga ini dengan menggunakan kamera HP. Jadi memang amatiran sekali hasilnya, karena asal jeprat jepret sana sini. Oh iya, kalau sore, di area Keukenhof ada parade bunga dengan bentuk-bentuk yang unik-unik. Karena waku itu saya berdiri jauh dari tempat berlangsungnya parade, jadi hasil fotonya juga tidak maksimal.
Selamat hari Jumat, selamat berakhir pekan dengan teman, keluarga, dan orang-orang tersayang. Semoga akhir pekan kita senantiasa berbunga-bunga cerah ceria. Jika ada yang sedang tertimpa masalah ataupun musibah, semoga diberikan kemudahan untuk menyelesaikan dan menghadapinya serta segera berlalu dan kembali ceria seperti sediakala
Video dibawah adalah lanjutan tulisan Mas E tentang Jakarta, One Week In Java (Day 1, Jakarta), yang kami kunjungi akhir Agustus 2014. Mas E saat ini sedang sibuk mengerjakan paper kuliah dan tugas pekerjaannya juga banyak. Jadi saya yang disuruh menulis ini. Mungkin nanti ada tambahan dari Mas E.
Tujuan utama kami ke Jakarta sebenarnya mempunyai misi khusus, yaitu menelusuri jejak keluarga Mas E di daerah Menteng. Jadi, Kakek Mas E, orang Belanda, dulu sewaktu masa pendudukan Belanda (Sebelum tahun 1945, Ibu Mertua lupa tepatnya rentang waktunya) bekerja sebagai Engineering di Pelabuhan Sunda Kelapa. Mereka tinggal di Jalan Surabaya No.40 dan No.12. Menteng, Jakarta. Pada masa itu, Jalan Surabaya masih belum ada Pasar Antik, karena Pasar ini mulai ada sekitar awal tahun 70-an. Karenanya, begitu Mas E bilang kalau sekarang di Jalan Surabaya terkenal dengan Pasar Barang Antik, Ma (panggilan saya ke Ibu Mertua) kaget. Karena pada waktu Ma masih disana pasar antiknya belum ada.
Ma lahir tahun 1937 dan tinggal di Indonesia sampai umur 15 tahun sebelum kembali ke Belanda pada tahun 1953. Karena sejak kecil sampai remaja tinggal di Jakarta, Ma sampai sekarang masih bisa sedikit Bahasa Indonesia. Beberapa kali sepatah-sepatah masih bisa bercakap dengan saya dalam Bahasa Indonesia. Dan sejak mengetahui kalau anak lelakinya akan menikahi wanita Indonesia, Ma seperti bernostalgia dengan masa kecilnya di Jakarta
Kami terkejut ketika menemukan rumah Ma sekarang menjadi Penginapan milik Mabes TNI yang bernama Wisma Wira Anggini I (No. 40). Sedangkan No. 12 masih berbentuk rumah biasa. Memang benar, dulu ketika Kakek Mas E meninggalkan Indonesia, semua aset harus dijual karena menurut Ma, ketentuan dari pemerintah Indonesia ada dua untuk warganegara Belanda setelah Indonesia merdeka. Kalau ingin tetap tinggal di Indonesia, maka harus berganti warganegara menjadi Indonesia, atau jika ingin kembali ke Belanda, harus menjual segala aset yang dimiliki kepada negara. Kakek Mas E memilih yang kedua. Dibawah ini adalah foto-foto yang masih disimpan Ma
Ternyata Mas E memang sudah mempunyai keterikatan sejarah dan emosi dengan Indonesia sejak dulu. Pantas saja memilih wanita Indonesia untuk jadi istrinya *halaahh, informasi ga penting 😀
Nah, setelah misi selesai terlaksanakan, maka saatnya Mas E menikmati suasana Jakarta. Seperti yang sudah diceritakan Mas E sebelumnya, kami keliling Jakarta mengunakan Trans Jkt, Bis Tour City of Jakarta, KRL, bahkan naik angkot. Mas E mendokumentasikan perjalanannya selama di Jakarta dalam video singkat dibawah ini.
Ada cerita lucu dibalik pembuatan video ini. Jadi, di kantor Mas E punya kebiasaan kalau dalam satu team ada yang baru pulang liburan, wajib share pengalaman dan ceritanya pada saat jam makan siang. Pada 9 Desember 2014 kemarin, giliran Mas E yang harus berbagi cerita. Lalu Mas E membuat kompilasi beberapa foto dan Video singkat tentang beberapa tempat yang kami kunjungi selama Mas E sebulan di Indonesia, salah satunya Video tentang Jakarta ini. Nah Mas E bertanya, kira-kira makan siang menunya apa ya yang khas Indonesia. Trus saya ingat ada Restoran Padang Salero Minang yang tempatnya tidak terlalu jauh dari kantor dan bisa delivery order. Karena Mas E pernah makan Nasi Padang sewaktu di Indonesia dan senang sekali dengan yang namanya Rendang, akhirnya pesanlah ke Salero Minang untuk makan siang. Menunya Nasi Rames. Kebetulan satu teamnya (7 orang yang semuanya asli Belanda) belum pernah ada yang makan nasi padang. Ternyata ludes, mereka suka sekali dengan Rendang, si bintang utama. Bahkan minta Mas E alamat Salero Minang. Mau makan disana kata mereka. Ah senang sekali saya bisa memperkenalkan masakan Indonesia ke mereka 🙂
Kemudian Mas E bertanya pada saya, kira-kira lagu apa ya yang cocok dijadikan backsound video singkat ini. Dia menanyakan lagu yang sering diputer adik saya dirumah. Saya bilang itu lagu dangdut, saya tidak tahu karena saya bukan penikmat lagu dangdut. Lalu dia minta saya mencarikan lagu yang temponya cepat. Karena saya suka Sujiwotejo, saya rekomendasikan lagu Nadian. Saya suka lagu ini (meskipun tidak terlalu mengerti artinya) karena dinyanyikan tanpa alat musik. Keren!. Mas E bilang ok, akan memakai lagu ini. Tiba-tiba pagi ini saya membuka video dari youtube yang dia share di Twitter. Tawa saya langsung meledak sepanjang durasi, karena ternyata Nadian berubah jadi Bara Bere yang dinyanyikan Siti Badriyah. Kok yaaa jauh sekali menyimpangnya hahaha. Pantas malam sebelumnya Mas E bertanya ke saya apakah mengetahui lagu Indonesia berjudul Bara Bere? Saya menjawab pernah mendengar, tapi tidak tahu siapa penyanyinya, yang pasti saya tahu kalau itu lagu dangdut. Mas E bilang suka dengan musiknya. Ternyata lagu ini yang dipasang jadi backsound. Duh Mas! Ngerti opo ga isi lagu iki artine opo hahaha. Dan saya baru sadar, Mas E ini ternyata suka sekali dengan lagu Dangdut 😀
Silahkan menikmati Video singkat yang telah dibuat oleh Mas E tentang Jakarta dengan iringan lagu dangdut Bara Bere 🙂
Sebelum saya lupa, saya akan berbagi pengalaman tentang segala seluk beluk Basis Inburgeringexamen atau MVV Examen atau ujian dasar kemasyarakatan di luar negeri. MVV Examen adalah ujian dasar bahasa Belanda dimana harus dilakukan bagi mereka yang ingin tinggal di Belanda lebih dari 90 hari. Saya ujian pada 28 Oktober 2014, maka saya mengikuti sistem ujian yang lama. Karena per tanggal 1 November 2014, sistem ujiannya sudah baru. Untuk lebih jelasnya tentang sistem ujian yang baru, silahkan ke Naar Nederland
Apa itu Basis Inburgeringexamen atau MVV Examen atau Ujian Dasar Kemasyarakatan di Luar Negeri?
Sejak 15 Maret 2006 sebagian dari pendatang baru yang ingin datang ke Belanda untuk jangka panjang (lebih dari 90 hari) dan memerlukan MVV (Machtiging tot Voorlopig Verblijf : Ijin tinggal sementara) harus mengikuti ujian dasar kemasyarakatan sebelum kedatangan ke Belanda. Ujian dasar kemasyarakatan adalah ujian yang menguji pengetahuan bahasa Belanda dan kehidupan kemasyarakatan Belanda. Ujian dilakukan dengan tata cara Belanda di kedutaan Belanda atau konsulat jenderal di negara asal atau di negara tempat menetap. Negara tempat menetap adalah negara dimana orang asing boleh tinggal lebih lama dari tiga bulan atas dasar izin tinggal. Ujian di lakukan dengan tata cara untuk tinggal di Belanda (Sumber : Website Kedutaan Belanda di Indonesia). Alasan tinggal di Belanda dalam waktu lama bisa bermacam-macam. Berobat, bekerja, mengikuti keluarga ataupun yang lainnya. Kalau saya, karena ingin mengikuti suami yang warga negara Belanda, maka sertifikat lulus MVV Examen nanti akan disertakan untuk pengajuan visa MVV yang diajukan di IND Belanda. Ujiannya sendiri dilaksanakan di Kedutaan Besar Belanda di Jakarta. Tes ini terdiri dari 3 bagian, dan ketiganya harus lulus. Salah satu saja tidak lulus, maka wajib mengulang. Jadi harus lulus ya bagi yang akan mengikuti ujian ini, karena jika tidak, maka harus mengulang, membayar lagi (mahal banget). Boros waktu dan tentu saja boros biaya.
Belajar Bahasa Belanda
Setelah suami datang ke Indonesia dan melamar pada Februari 2014, saya mulai mencari informasi tentang apa saja yang diperlukan untuk pindah ke Belanda (karena kesepakatan kami, saya yang akan pindah), selain informasi untuk mendaftarkan pernikahan tentunya. Ternyata salah satunya MVV Examen ini. Waktu itu saya mikirnya, wow saya musti belajar dari nol nih. Ga ngerti apa-apa saya tentang bahasa Belanda. Mencari informasi di internet tempat kursus bahasa Belanda di Surabaya, muncul satu nama : Caraka Mulya. Setelah saya telepon kesana, ternyata saya harus membeli paket buku Naar Nederland (seperti foto diatas). Buku tersebut dibelinya langsung dari Belanda, jadi Caraka Mulya tidak menyediakan. Akhirnya saya bilang sama Mas E. Dan dia langsung beli bukunya seharga sekitar 110 euro. Tapi sebelum kursus untuk MVV Examen, saya diwajibkan untuk Kursus dasar bahasa Belanda. Secara singkat, Kursus yang harus diikuti untuk persiapan MVV Examen sebanyak 30 kali pertemuan @1.5 jam. Kalau mau nambah lagi, silahkan itu dibicarakan kemudian dengan gurunya. Akhirnya buku Naar Nederland sampai bulan April awal, kemudian awal Mei saya ke Belanda selama 2 minggu untuk perkenalan dengan keluarga disana. Sepulangnya dari Belanda, yaitu Mei akhir saya mulai kursus bahasa Belanda dasar sebanyak 10 kali pertemuan. Guru saya waktu itu adalah Pak Mario dan Ibu Inge. Setelah kursus dasar ini selesai, saya tidak bisa langsung lanjut ke kursus persiapan MVV karena saya kejar tayang untuk seminar proposal tesis dan maju sidang. Jadi kursusnya ditunda.
Pada akhirnya sidang tesis tidak bisa dilaksanakan yang artinya kuliah saya molor, nambah 1 semester. Akhirnya saya lanjutkan lagi kursus persiapan pada awal Juli 2014. Kursus kali ini langsung saya lakukan di rumah Ibu Inge (dan Pak Mario, karena mereka Ibu dan Anak). Jadi privat tidak terikat lagi dengan Caraka Mulya. Kursus kali ini saya lakukan sebanyak 10 kali pertemuan. Pada akhir kursus, hasilnya masih belum memuaskan sehingga Ibu Inge memutuskan saya harus menambah 10 kali pertemuan lagi. Karena pada saat itu sudah dekat dengan hari pernikahan dan lebaran, maka kursus lebih lanjutnya ditunda lagi. Dengan harapan saya belajar mandiri supaya lebih bisa menguasai materi. Bulan Agustus menikah, dilanjutkan jalan-jalan sebulan dari Bali sampai Bandung, saya tidak belajar sama sekali. Kalau suami mengingatkan, ada saja alasan saya menolak untuk belajar. Maleslah, capeklah. Saya mikirnya, masak iya bulan madu musti belajar juga.
Setelah suami kembali ke Belanda awal September, saya langsung tancap gas belajar. Tidak hanya dari buku Naar Nederland saja, tapi dari beberapa sumber di Internet, sering nonton film di Youtube, sering mendengarkan percakapan dalam bahasa Belanda. Intinya saya tidak bergantung dengan buku yang sudah ada. Memperbanyak referensi untuk tambahan bahan belajar.
Pada dasarnya bahasa Belanda itu susah, apalagi untuk pelafalannya. Tetapi saya terbantukan dengan fakta bahwa bahasa Indonesia banyak memakai kata serapan dari bahasa Belanda. Jadi banyak kosakata yang mudah diingat. Misalkan rok, tas, jas, handdoek, klaar, dan banyak lagi. Tipsnya : banyak baca, banyak mendengarkan percakapan bahasa Belanda, banyak nonton film untuk melatih pendengaran, memperbanyak kosakata. Saya jarang belajar sama suami. Entah kenapa, bawaannya selalu ga PD. Padahal dia tidak pernah mentertawakan atau mengkritik. Justru selalu menyemangati bahwa saya bisa lulus ujian ini. Tetapi secara keseluruhan, belajar dengan partner sangat membantu.
Pendaftaran MVV Examen
Awalnya saya berencana mendaftar akhir September untuk ujian. Tapi pada tanggal 11 September Ibu Inge bilang kalau mau mengejar ujian dengan sistem lama (maksimal 31 Oktober, karena per 1 November 2014 sistem ujiannya menggunakan yang baru, dan konon lebih susah) saya harus segera mendaftar, karena sudah penuh sampai 14 Oktober. Wah, saya panik. Langsung saya minta tolong suami untuk segera mendaftar. Kamis malam suami mendaftar melalui IND (Immigratie- en Naturalisatiedienst / Dinas Imigrasi dan Naturalisasi). Jumat ada email konfirmasi tentang pembayaran. Biaya untuk ujian ini 350 euro. Mahal kan, makanya harus lulus. Suami langsung membayar dan kami menunggu konfirmasi berikutnya untuk membuat janji dengan Kedutaan. Senin sore ada email konfirmasi, saya langsung telepon ke Kedutaan Belanda. Ternyata waktu tercepat yang kosong untuk ujian 28 Oktober jam 14.00. Wah, lagi rame sekali rupanya. Akhirnya sepakat tanggal itu saya akan ujian. 1.5 bulan lagi dari waktu pembuatan janji. Ujian di Kedutaan ini seminggu ada 3 kali. Selasa, rabu, dan Kamis. Satu hari ada 2 kali, jam 12.00 dan 14.00.
Saat Penentuan. Tes di Kedutaan Belanda Jakarta
Saya berangkat dari Surabaya ke Jakarta hari Sabtu. Sengaja berangkat jauh hari untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, dan supaya punya waktu untuk mengulang materi ujian. Saya tinggal di tempat teman kuliah daerah Rasuna Said, tidak berapa jauh dari Kedutaan Belanda.Satu hari sebelum ujian saya tidak belajar. Sengaja supaya pikiran tidak terlalu capek. Saya datang satu jam sebelum waktu ujian. Terlalu antusias :). Ini juga penting datang tidak terlalu mepet waktu ujian supaya kita bisa mengenali lingkungan dan tidak diburu waktu. Yang perlu dibawa untuk ujian hanya Passport. Tas dan lain-lain akan ditinggal di loker yang sudah disediakan. Awalnya sebelum berangkat ujian tegang banget. Saya gangguin suami berkali-kali (padahal masih waktu tidur di Belanda), kirim sms ke Ibu berkali-kali untuk mendoakan saya, sampai Ibu jadi ikut-ikutan tegang dan berkali-kali telepon saya. Bahkan Pappa dan Mamma (Mertua) ikut-ikutan senewen dengan mengirim email berkali-kali. Tapi entah kenapa sejak sampai Kedutaan, saya menjadi tenang. Ada isyarat yang makin membuat saya tenang (saya tukang baca isyarat. Iseng sih, tapi terkadang benar). Saya menerima kunci loker nomer 26. Ada satu bagian ujian namanya TGN, bagian ini paling susah. Syarat lulusnya adalah skor minimal 26. Jadi menerima kunci loker 26 menjadi semacam isyarat buat saya kalau akan lulus.
Mengutip dari sini , Jadi yang namanya Inburgering Examen itu terdiri dari 3 bagian :
Part 1. Pengetahuan Kemasyarakatan Belanda (KNS – Kennis van de Nederlandse Samenleving)
Ini sih paling gampang karena di paket Naar Nederland sudah ada bahan disertai jawaban pula. Dari 100 bahan soal dari Fotoboek yang keluar cuma 30 soal acak. Pertanyaannya disertai foto. Mendingan jangan menghapal foto dan jawaban deh. Tips dari saya pahami pertanyaan dan jawabannya karena ada 100 foto yang harus dihapal dan beberapa foto ada yang mirip. Dari 30 soal itu minimal harus benar 70% atau 70 dari skor maksimum 100.
Part 2. Tes Berbicara Dutch (TGN – Toets Gesproken Nederlands)
Ini bagian paling susaahh karena kalimat-kalimat soal cepet banget dan yang ngomong orang Belanda asli melalui komputer. Tes ini dibagi lagi menjadi 5 bagian dan diawali dengan contoh soal dan jawaban. TGN terdiri dari :
Repeat the sentence or Nazeggen 14 sentences (mengulang kalimat)
Answer the questions or vragen 10 questions (menjawab pertanyaan)
Another repeat the sentence 14 sentences (mengulang kalimat kembali)
Opposite words or tegenstellingen 10 words (kebalikan kata, misal : hoog – laag)
Repeat the story or verhalen 2 stories (mengulang cerita)
Tips : jangan diam atau menjawab “Ik weet het niet” (saya tidak tahu) meski pun kamu tidak tahu jawabannya. Pokoknya jawab sebisa-bisanya. Saat mengulang kalimat kalau cuma bisa menangkap satu kata ya ucapkan satu kata itu supaya tetap ada skor. Begitu juga saat bagian mengulang cerita, di mana dalam satu paragraf itu kita mungkin hanya mengerti beberapa kata. Nah, dari beberapa kata itu kembangkan saja cerita sendiri yang penting jangan ada jeda hening karena kita diam. Ga gampang memang, makanya harus rajin menambah kosa kata dan pengucapan yang benar.
Tips tambahan : kalau benar-benar tidak mendengar apa yang diucapkan pada bagian ini, tetap tirukan intonasi dari native. Saya menerapkan itu. Tips ini juga saya dapat dari teman-teman yang pernah mengikuti ujian ini sebelumnya. Jadi selama belajar, selain saya belajar kosakata dan mendengarkan pelafalan dalam bahasa Belanda, saya juga belajar menirukan intonasi. Intinya tetap tenang, tidak usah panik. Sekalinya panik, bubar jalan deh. Karena ngomongnya cepet banget pada bagian ini.
Skor minimum untuk lulus adalah 26 dari maksimum skor 80. Ga tinggi kan jadi jangan panik yah…
Part 3. Tes Pemahaman dan Membaca Dutch (GBL – Geletterheid en Begrijpend Lezen)
Untuk GBL tingkat kesulitannya medium. Yang penting bisa membaca bahasa Belanda dengan baik maka pasti lulus. Untuk tes ini kamu akan mendapat lembar tes. Sekali lagi dengan petunjuk baik-baik ya. Jangan menjawab sebelum mendengar nada ‘peep’. Tes ini dibagi menjadi beberapa bagian :
Reading words (Woordrijen oplezen) – you will get 8 words in 4 lines
Reading the sentence (Zinnen oplezen) – there are 8 of short and long sentences to read
Read the short story/article(Teksten oplezen) – you will have to read aloud to the 2 printed story and 1 hand written text.
Completing the sentences (Zinnen oplezen en aanvullen) – 28 sentences to be fill the correct word that can be choose from 3 different choices.
Answer the questions from the story – there are 3 stories and each has 4 questions to answer. You do not have to read but speak only the correct answer after hearing the peep sound.
Skor minimum untuk lulus saya tidak tahu tapi skor maksimumnya adalah 35 (sempat diberitahu Pak David, tapi lupa). Jadi dapet skor 30 juga udah bagus banget.
Total waktu yang diperlukan dari awal sampai pembuatan sertifikat selesai sekitar 2 jam. Setelah perjuangan sejak bulan Mei sampai Oktober, belajar selama 5 bulan dengan mood yang naik turun, dan benar-benar belajar sungguh-sungguh 1.5 bulan menjelang ujian, akhirnya saya lulus dengan skor 100/53/34. Senang sekali nilai TGN saya tinggi, dan kalau di convert, saya mencapai level B1. Untuk pemula, level B1 termasuk tinggi, menurut penjelasan Pak David dan surat hasil ujian dilembar kedua. Jangan takut, banyak kok yang mendapatkan skor yang tinggi, lebih tinggi dari saya juga banyak. Jadi santai saja, bagi yang akan ujian, pasti bisa!. Terima kasih untuk Pak David, petugas Kedutaan, yang benar-benar membuat tenang dengan segala macam penjelasan selama ujian. Yiaaayyy!! Senang banget. Pengen lompat-lompat rasanya. Seperti pecah bisul, lega! *padahal ya ga pernah bisulan. Segala senewen Ibu, Suami dan Mertua langsung berganti senang. Setelah tes berakhir, saya diminta menunggu sebentar untuk pembuatan sertifikat. Dan Pak David memberitahu bahwa sertifikat yang asli saya simpan untuk keperluan pengambilan MVV visa di Jakarta kalau sudah turun suratnya. Sementara untuk memasukkan berkas di IND Belanda cukup scan dan kirim via email ke Suami.
Jadi bagi yang melihat dan memantau kalau menikah dengan pria WNA itu selalu enak, tolong dilihat lagi bagaimana perjuangan dibaliknya, atau behind the scenenya. Setelah ujian MVV ini selesai, kami masih harus menunggu visa MVV turun yang entah berapa lama waktu yang diperlukan. Jika beruntung, 2 minggu sudah turun. Jika tidak beruntung, bisa berbulan-bulan bahkan sampai setahun. Dan selama visa MVV belum turun, saya tidak diperbolehkan melakukan kunjungan ke Belanda. Tapi kalau mau keluar negeri lainnya masih bisa. Sekarang saatnya was-was tahap selanjutnya buat kami :). Berhenti sampai disini? oh tentu tidak. Setelah sampai Belanda, ujian bahasa Belanda tahap lanjut sudah menanti. Satu-satu dulu dijalani. Pada saatnya nanti, pasti akan terlewati. Ujian tidak perlu dihindari, tapi dihadapi ^^.
Bagi yang akan mengikuti ujian ini dengan sistem yang baru, saya ucapkan selamat ya. Semoga lulus dan berhasil.
Beberapa link online yang membantu saya belajar mandiri :