Sejak malam hari, hujan tidak berhenti mengguyur Leeuwarden. Tidak hanya hujan, angin kencang dan sesekali disertai suara gemuruh dari langit jelas terdengar dari kamar tempat kami menginap. Malam itu kami mengisi waktu dengan berbincang mengenai beberapa hal, termasuk tentang keindahan Giethoorn yang kami kunjungi dipagi hari. Maklum saja, saya masih sangat terpesona dengan desa kecil yang mempunyai 180 jembatan dan rumah-rumah yang unik seperti yang sering saya bayangkan, seperti dinegeri dongeng begitu saya menyebutnya. Tidak heran kalau Giethoorn disebut sebagai Venice-nya Belanda karena serupa dilihat dari banyaknya jembatan yang melintasi sungai didesa tersebut. Cerita kami pergi ke Giethoorn pernah saya tulis disini. Jalan-jalan pada saat itu dalam rangka untuk merayakan ulangtahun saya. Selain Giethoorn kami ingin mengunjungi beberapa tempat lainnya, salah satunya adalah Zaanse Schans.
Pagi tepat pada hari ulangtahun saya, hujan belum juga berhenti malah suara angin terdengar semakin kencang. Saya mengatakan kepada suami untuk dibatalkan saja rencana ke Zaanse Schans. Suami mengatakan, “kita lihat saja nanti,” karena kami akan mampir dahulu ke rumah kenalan dan satu museum. Kami berharap cuaca akan cerah saat tiba di Zaanse Schans. Namun harapan bertepuk sebelah tangan dengan kenyataan karena sesampainya disana, angin semakin kencang dan hujan semakin deras. Kami harus menunggu sesaat dimobil sebelum memutuskan untuk nekat menerobos cuaca buruk tersebut. Akhirnya kesampaian juga saya melihat wilayah yang lengkap dengan beberapa ikon Belanda, salah satunya kincir angin.
Zaanse Schans adalah sebuah kawasan wisata dan museum terbuka yang masih berpenduduk yang terletak tidak jauh dari Amsterdam, masuk diwilayah Zaandam. Jika ingin ke Zaanse Schans dari Amsterdam Centraal (Stasiun Amsterdam) bisa ditempuh dengan dua cara. Pertama, bisa dengan menggunakan bis nomer 391 dan turun dihalte Zaanse Schans. Cara kedua adalah dengan menggunakan kereta kemudian turun distasiun Koog-Zaandijk. Perjalanan dengan menggunakan kereta memakan waktu sekitar 18 menit dilanjutkan berjalan kaki sekitar 17 menit untuk menuju ke lokasi.
Menurut sumber yang saya baca (disini), pada abad 18 dan 19 diwilayah Zaan ada sekitar 600 kincir angin aktif. Wilayah ini dikenal sebagai kawasan industri tertua di Eropa barat. Didalam kawasan industri ini dilakukan beberapa pekerjaan industri seperti memproduksi rak, cat, mustar, minyak untuk makanan dan cat, produksi kertas, semua jenis kain, bunga, dan masih banyak lainnya. Pada masa sekarang, kita bisa menikmati keindahan kincir-kincir angin tersebut dengan menggunakan perahu menyusuri sungai Zaan. Sayang pada saat kami kesana perahu-perahu tersebut tidak ada yang beroperasi karena cuaca buruk. Bagaimana tidak, berjalan kaki untuk berkeliling disekitar Zaanse Schans saja susah karena angin yang super kencang, apalagi kalau naik perahu, bisa-bisa nyemplung ditengah sungai.
Kincir angin merupakan salah satu ikon dari Belanda selain bunga tulip, sepeda, keju, klompen, ehmm apa lagi ya. Karenanya Belanda juga dikenal sebagai negara kincir angin. Di Zaanse Schans kita bisa masuk ke beberapa kincir angin yang ada dengan membayar (saya lupa berapa) dan mengetahui proses kincir angin berputar serta sejarahnya. Tetapi untuk masuk ke wilayah Zaanse Schanse sendiri, gratis. Saat ini di Zaanse Schans ada 6 kincir besar yang memiliki nama dan fungsi yang berbeda. De Gekroonde Poelenburg, Het Jonge Schaap, De Zoeker & De Bonte Hen (pembuatan minyak), De Huisman (penggilingan rempah), dan De Kat (pembuatan cat). Masih ada beberapa beberapa kincir angin kecil lainnya diwilayah ini. Pada saat itu kami masuk ke dua kincir angin, kalau tidak salah kincir angin yang berfungsi untuk menggerus kapur dan satu lagi untuk menggerus rempah (mudah-mudahan tidak salah ingat karena sudah setahun yang lalu).
Mengelilingi Zaanse Schans kita seperti diajak untuk bisa merasakan pengalaman hidup masyarakat Belanda pada abad ke 18 dan 19. Di tempat ini ada rumah-rumah tradisional asli Belanda, pabrik pembuatan keju dan susu, galangan kapal bersejarah, pabrik timah, toko kelontong berusia ratusan tahun, demonstrasi pembuatan klompen, dan yang menjadi daya tarik utama banyak turis datang kesini tentu saja kincir angin.
Saya beberapa kali mengatakan kalau pada hari dimana ke Zaanse Schans cuaca sangat buruk. Saya melihat dengan mata kepala sendiri ada beberapa turis (ibu-ibu) sampai jatuh dan nyungsep saking tidak kuat menahan angin. Sewaktu kami sedang berada dibalkon rumah kincir angin, maksud hati ingin foto bersama, ternyata kami malah ketakutan sambil menahan badan supaya tidak terseret angin. Kan ga lucu kalau kecemplung ke kali :D.
Ada beberapa tempat lagi yang kami kunjungi. Yaitu museum Albert Heijn (Supermarket di Belanda), tempat pembuatan coklat dan tempat pembuatan keju serta beberapa museum lainnya.
Sayang sekali waktu itu langit sedang tidak bersahabat menampakkan warna birunya sehingga foto-foto yang dihasilkan juga bernuansa abu-abu. Tetapi hal tersebut tidak mengurangi rasa senang saya karena menyaksikan secara langsung keindahan Zaanse Schans dan beberapa hal yang berkaitan dengan ikon-ikon yang ada di Belanda salah satunya adalah kincir angin. Jadi jika ingin melihat dan merasakan tempat yang sangat “Belanda”, datang saja ke Zaanse Schans yang dibuka sepanjang tahun, tetapi waktu yang baik adalah saat musim panas dan musim semi.
Selamat berakhir pekan!
-Den Haag, 17 Maret 2016-
Semua foto adalah dokumen pribadi