Bulan ini, tepat delapan tahun lalu saya sampai di Belanda (Cerita Delapan Tahun Lalu). Memulai hidup baru sebagai imigran cinta. Meraba – raba harus mulai darimana. Semua nampak membingungkan di negara yang baru, yang hanya pernah saya kunjungi sebelumnya selama 2 minggu sebagai turis. Semua nampak samar – samar, apa yang harus saya lakukan di sini. Delapan tahun lalu, nyaris saya kehilangan identitas diri dan seringkali frustasi kenapa mencari pekerjaan sebegitu susahnya dan perkara bahasa serta cuaca tak kalah ruwetnya.
Delapan tahun lalu, saat saya baru selesai sidang S2, mengundurkan diri dari pekerjaan di Indonesia dan dua minggu kemudian terbang ke Belanda, membawa harapan setinggi langit bahwa semuanya akan baik – baik saja. Banyak doa yang saya bawa meskipun tau sebenarnya harus memulai dari langkah awal. Semua tak lagi sama saat masih di Indonesia. Saat hidup saya sudah tertata dengan rapi, saat langkah karier saya sudah mulus tak ada hambatan, saat saya sudah terbiasa menjadi perempuan mandiri baik secara mental, finansial dan fisik selama 13 tahun bekerja. Hidup yang aman damai sentausa. Saya letakkan itu semua dan berusaha keras untuk tak menengok lagi segala kenyamanan hidup yang sudah di genggaman tangan.
Lalu perjalanan penuh warna mewarnai selama delapan tahun ini. Tak selalu penuh warna ceria, juga sesekali warna abu – abu gelap seperti langit dan cuaca di Belanda pada umumnya, terutama saat musim dingin. Banyak hal yang saya harus kompromikan : dengan diri sendiri, dengan suami, juga dengan anak – anak. Hidup yang penuh kompromi dan memikirkan skala prioritas karena sekarang bukan lagi tentang saya. Tidak hanya memikirkan diri sendiri meskipun bahagia dan hidup penuh ketenangan tetap jadi tujuan utama saya.
Delapan tahun yang terkadang masih terseok untuk urusan bahasa, birokrasi, pekerjaan, negara, pun orang – orang yang ada di dalamnya. Delapan tahun yang terkadang ingin menyerah saja saat cuaca dingin datang dan sakit parah lalu dokter hanya memberikan kalimat sakti pamungkas : minum paracetamol, banyak minum air putih dan istirahat, meskipun suhu sudah mencapai 40 derajat celcius. Sungguhlah level kesabaran yang sangat amat teruji. Bahkan meminta antibiotik saja, meskipun sudah tau penyebabnya apa, masih diulur waktu menunggu sakaratul maut tiba nampaknya.
Tinggal di Luar Negeri tidak selalu penuh suka cita. Sesekali keluh kesah jatuh bangun pasti menghampiri. Menangis mencoba berjalan dan berdiri tegak seolah semua akan bisa teratasi. Bahwa semua akan baik – baik saja, harapannya. Bahwa tinggal di negeri 4 musim bukan hanya perkara keindahan warna putih saat salju datang. Tidak pula nampak seperti bunga Tulip yang indah dipandang. Tinggal di negara orang, keras dan penuh perjuangan. Tidak semua hal pun saya tampilkan lewat cerita dan foto – foto indah. Ada masanya yang pahit saya telan dan yang manis pun saya nikmati tanpa perlu dipamerkan.
Namun begitu, delapan tahun ini banyak kebahagiaan pun datang. Bahkan kebahagiaan dan rasa suka cita rasanya lebih banyak menghampiri dibandingkan tangis kesedihan. Alhamdulillah. Suami yang luar biasa banyak hal baik yang bisa diceritakan dari dirinya. Dari awal menikah sampai saat ini, benar – benar sosok penuh kebaikan dan pendukung nomer satu serta tempat segala hal yang bisa saya bicarakan. Hanya dia yang membuat saya nyaman dan menjadi diri sendiri. Anak – anak yang sehat pintar dengan segala dinamikanya. Yang membuat saya belajar berdamai sebagai diri sendiri tentang masa lalu dan berusaha menjadi Ibu yang baik untuk mereka. Tak mengapa tidak menjadi baik – baik saja, bahwa rasa lelah pun sesuatu yang manusiawi.
Dan yang terpenting, selama delapan tahun ini, saya secara pribadi merasakan perubahan yang positif tentang cara berpikir, penerimaan diri, dan belajar banyak dari hal – hal kecil setiap harinya. Banyak bersyukur, bersyukur dan belajar ikhlas. Pada akhirnya, saya bisa melihat segala sesuatunya dari sudut yang lebih positif dan membuat saya lebih bahagia. Hidup yang nampak begini – begini saja tapi rasa senangnya sungguh luar biasa. Tidak pernah ada kata menyesal sudah memutuskan pindah sejauh ini. Jika tidak pindah, saya tidak akan banyak belajar tentang berjuangnya hidup di negara orang.
Kebahagiaan sebagai seorang deny, istri, dan Ibu. Delapan tahun yang tak mudah tapi banyak tawa bahagia pun suka cita. Delapan tahun penuh perjuangan dan syukur yang sering terucapkan.
Bahwa hidup saya sudah sangat dicukupkan dengan diri yang lebih positif, ikhlas, anak – anak yang sehat, suami yang penuh dukungan, lingkungan yang menyenangkan dan hati yang tenang. Semua memang tentang waktu dan bagaimana diri sendiri ingin berjalan.
Alhamdulillah untuk delapan tahun di Belanda. Alhamdulillah untuk segala berkah. Bukan tentang kesempurnaan hidup, tapi tentang syukur dalam setiap langkah. Alhamdulillah untuk keluarga kami, kebahagiaan saya saat ini. Alhamdulillah untuk diri sendiri yang sering lelah tapi tak pernah menyerah. Alhamdulillah untuk segala ketenangan hidup, tidak kemrungsung, dan merasa cukup.
Semoga banyak tahun – tahun di depan bisa terlewati dengan cerita penuh warna. Sehat dan berjodoh panjang untuk kami sekeluarga. Penuh berkah dan rejeki yang berlimpah.
-31 Januari 2023-