Masih dalam rangkaian Catatan Perjalanan jalan-jalan bulan Agustus – September 2014
Setelah dari Bali (Cerita Perjalanan di Bali bisa klik disini), maka perjalanan kami lanjutkan menuju Kota Ambulu, Kabupaten Jember. Mengapa ke Ambulu? Karena saya dilahirkan di Ambulu. Saya anak pertama dari 3 bersaudara. Kami sekeluarga sebenarnya tinggal di Situbondo. Tapi saya dan kedua adik dilahirkan di Ambulu yang merupakan kota asal Bapak. Ambulu adalah kecamatan di Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Wilayah selatan kecamatan ini berbatasan dengan Samudera Hindia dengan pantai yang terkenal Pantai Watu Ulo dan Pantai Papuma. Kecamatan Ambulu mempunyai luas wilayah 104,56 Km² dengan ketinggian rata-rata 35 m di atas permukaan laut (Sumber : Wikipedia). Kami sekeluarga masih sering pergi ke Ambulu meskipun Bapak dan Mbah sudah meninggal. Ambulu kotanya nyaman, sejuk dengan masyarakatnya yang ramah (ramah yang tulus bukan kepo), setidaknya itu yang saya rasakan.
Mas Ewald ingin mengetahui lingkungan dimana saya dilahirkan dan ingin mengenal lebih jauh saudara-saudara yang ada disana. Kami menginap dirumah Bude karena kediaman Mbah yang biasanya saya dan keluarga tempati jika sedang di Ambulu, dalam tahap renovasi. Sejak sampai di Ambulu, Mas Ewald sudah sangat suka dengan lingkungannya. Tenang, tidak terdengar bising kendaraan lalu lalang, khas kota kecil, apalagi kami tinggal didesanya. Benar-benar nyaman dijadikan sebagai tempat istirahat, kalau malam hanya terdengar suara jangkrik dan kodok, suara adzan mengalun syahdu saat menjelang subuh. Bahkan Mas Ewald sudah punya cita-cita akan tinggal di Ambulu kalau sudah pensiun nanti. Selama 2 hari di Ambulu, Mas Ewald banyak mengenal hal baru. Pertama kali melihat kelapa yang langsung diambil dari pohon. Baru mengetahui tanaman sereh, jahe, dan beberapa tanaman bumbu lainnya yang langsung diambil dari tanah. Makan buah yang langsung dipetik dari kebun. Sayuran yang langsung diambil dari sawah. Dia senang karena semua makanan yang dia makan selama disana segar. Mandi dari air sumur, benar-benar segar dibadan. Saya senang karena bisa memperkenalkan kekayaan alam Indonesia dimulai dari lingkungan terdekat. Saya bahagia karena suami semakin kaya pengetahuannya akan Indonesia.
Malamnya Mas Ewald bercengkrama dengan beberapa saudara. Dalam satu desa ini, nyaris semua penduduknya masih mempunyai ikatan saudara. Meskipun dengan Bahasa Indonesia yang terbatas, tapi dia sangat menikmati berkumpul dengan mereka. Tertawa, menyimak beberapa hal, dan menceritakan tentang Belanda. Kalau seperti ini, bahasa tidak menjadi kendala utama lagi. Yang paling penting adalah saling memahami. Menjelang tidur, dia berkata bahwa menyenangkan mempunyai banyak saudara, karena di Belanda dia berasal dari keluarga yang sangat kecil. Mas Ewald merasakan kehangatan berkumpul dengan keluarga baru di Indonesia. Jadi memang benar, pernikahan itu bukan hanya tentang cinta 2 manusia, tetapi memperkenalkan budaya dan keluarga yang berbeda.
Keesokan paginya, saya membawa Mas Ewald ke Pantai Papuma yang terletak tidak jauh dari tempat tinggal kami, hanya 10 menit berkendara.
PANTAI PAPUMA
Sebenarnya di Jawa Timur memiliki banyak sekali pantai-pantai yang eksotis. Papuma adalah salah satunya. Pantai Papuma terletak diwilayah kabupaten Jember Kecamatan Ambulu, tepatnya didesa Sumberejo. Jalan menuju Pantai Papuma harus melewati tanjakan dimana kiri dan kanannya adalah hutan yang sebagian besar ditanami pohon jati, palem, serut dan beragam pohon kecil lainnya. Jalan ini pada saat Agustus kami kesana sedang rusak. Aspal yang berlubang disana sini membuat para pengendara harus esktra hati-hati mengendarai sepeda motor ataupun mobil.
Disepanjang Pantai Papuma terhampar pasir putih yang bersih dan indah. Meskipun ombak di pantai ini tidak terlalu tinggi tetapi tidak diperbolehkan untuk berenang karena Pantai Papuma merupakan gugusan pantai selatan yang terkenal dengan ombaknya yang tidak bersahabat. Papuma merupakan singkatan dari Pasir Putih Malikan. Malikan adalah nama yang diberikan Perhutani setelah membuka lokasi wisata ini. Kata Tanjung ditambahkan didepannya menjadi Pantai Tanjung Papuma yang menggambarkan posisi pantai yang menjorok ke laut barat daya. Selain pantai, hutan dikawasan ini juga menjadi daya tarik wisatawan karena ada beberapa hewan seperti orang hutan, ayam hutan, dan burung yang berkeliaran.
Pantai Papuma juga terkenal dengan karang-karang besar yang diberi nama tokoh pewayangan. Tempat makan banyak terdapat didalam kawasan pantai ini. Menu yang ditawarkan tentu saja sekitar makanan laut. Terdapat beberapa penginapan juga yang disewakan oleh pihak Perhutani jika ada wisatawan yang ingin menginap dengan harga yang bervariasi.
Bagaimana, tertarik untuk mengunjungi Pantai Papuma? Atau sudah pernah ke Papuma?
Catatan Perjalanan bulan madu kami selanjutnya adalah Karimunjawa. Pulau Karimunjawa memberikan kesan yang tidak terlupakan buat kami dalam proses pengenalan satu sama lain juga keindahan alam dan lautnya. Ingin tahu ceritanya? silahkan klik disini.
-Situbondo, 15 November 2014-
Update : -Den Haag, 1 Maret 2016-