Suatu hari sekitar bulan Juni, tanpa sengaja saya membaca rencana beberapa anggota grup whatsapp yang saya ikuti akan mengadakan pertemuan di Berlin. Maksudnya adalah kopi darat sekalian jalan-jalan menyusuri Berlin. Grup whatsapp yang saya ikuti ini anggotanya adalah mereka yang tinggal di Eropa dan terdaftar sebagai anggota @uploadkompakan cabang Eropa. Jadi saya mengenal mereka berawal dari Instagram, berlanjut ke grup whatsapp. Beberapa dari mereka juga blogger. Banyak hal positif yang saya dapatkan sejak bergabung dengan grup ini lebih dari setahun lalu. Topik pembicaraan di grup ini beragam, tetapi tidak jauh-jauh seputar kehidupan sehari-hari di negara masing-masing di Eropa. Pembicaran pun tidak terlalu sering, hanya pada jam-jam tertentu saja, sama dengan dua grup whatsapp lainnya yang saya ikuti. Iya, saya hanya punya 3 grup whatsapp dan itu sudah lebih dari cukup.
Awalnya saya masih ragu untuk ikut serta ke Berlin karena waktunya dua minggu setelah saya dan suami selesai road trip ke Italia dan saya harus mengatur jadwal kerja kalau senin dan selasa tidak masuk ketika ke Berlin. Tapi saya juga ingin ke Berlin dan bertemu dengan mereka. Kemudian saya mendiskusikan hal ini dengan suami. Dia mendukung sekali rencana ke Berlin ini. Dia bilang akan sangat menyenangkan kalau saya bisa bertemu dengan mereka yang selama ini hanya kenal lewat dunia maya, sekalian jalan-jalan ke Berlin. Karena ini adalah girls trip, artinya para suami dari mereka yang akan bertemu di Berlin tidak ikut serta. Dan ini artinya pertama kali sejak menikah saya akan bepergian sendiri ke luar Belanda. Kalau di Belanda bepergian sendiri sudah biasa. Tapi kalau ke Berlin bepergian sendiri akan menjadi pengalaman pertama setelah menikah.
Setelah saya mengkonfirmasikan akan ikut serta ke Berlin pada Beth (pencetus ide pertemuan di Berlin), maka saya, Anggi, Mbak Dian, dan Beth sendiri mulai mengadakan koordinasi tentang penginapan karena kami akan menginap selama 3 malam di Berlin. Sedangkan Mindy dan Mia yang tidak ikut menginap juga ikut menyumbangkan ide tentang tujuan mana saja yang bisa kami kunjungi. Sebenarnya saya juga tidak terlalu khawatir tentang jalan-jalan ke Berlin ini karena ada Mindy dan Beth yang pernah tinggal lama di Berlin sebelum akhirnya pindah ke kota mereka saat ini, juga ada Mia yang tinggal di Jerman dan pernah beberapa kali ke Berlin. Saya mulai mencari perbandingan antara tiket kereta dan tiket pesawat. Kalau naik pesawat sekitar 1.5 jam. Kalau naik kereta sekitar 5 jam dengan harga tiket tidak terlalu beda jauh dengan pesawat. Akhirnya saya memutuskan naik kereta saja karena lebih suka naik kereta dibandingkan naik pesawat meskipun waktunya lebih lama. Saya suka menikmati pemandangan dari kereta.
Karena ini bukanlah kopdar pertama saya dengan beberapa blogger, jadi deg-degannya tidak terlalu terasa seperti saat pertama kali saya merasakan yang namanya kopdaran dengan para blogger yang tinggal di Belanda (ceritanya disini). Dan juga karena saya sudah beberapa kali pernah ketemu Beth (ini yang ke empat, bahkan saya pernah menginap di rumah Beth) juga pernah bertemu Mindy di Frankfurt. Singkat cerita, saya sudah tidak sabar menantikan hari saat saya naik kereta ke Berlin. Dari Utrecht, saya akan pindah kereta di stasiun Duisburg Hbf untuk kemudian menuju Berlin Hbf. Saya sampai membawa bekal makan siang dari rumah. Jadi ingat sewaktu sering ke Jakarta naik kereta ekonomi pada saat masih kecil bersama seluruh keluarga, Ibu pasti membungkus bekal makan siang untuk mengirit pengeluaran. Jadi ketika saya membawa bekal dan makan di Duisburg Hbf, mengingatkan saya akan kenangan masa kecil tersebut.
Setelah sampai Berlin Hbf, saya langsung tercengang. Itu stasiun besar sekali. Saya seperti orang yang baru datang dari desa kecil sampai terlongo-longo dan celingak celinguk melihat stasiun kereta sebesar itu. Saya langsung teringat Tunjungan Plaza (TP) di Surabaya. Iya, Berlin Hbf nampaknya memang sebesar TP 1 dan 2. Pada saat itu, didepan stasiun sedang ada demonstrasi yang awalnya saya pikir akan ada artis yang akan datang dan mereka para fans sedang menunggu di depan stasiun. Ternyata sedang ada demonstrasi.
Setelah membeli tiket di mesin yang penuh dengan drama ditambah saya tersasar dan salah naik kereta (wes biasa ini cerita nyasar dan salah naik kereta :D, bukan sekali dua kali terjadi) padahal saya sudah membaca dengan seksama petunjuknya, akhirnya sampai juga saya di stasiun Zoologischer Garten kemudian jalan kaki menuju AMC Apartments tempat kami menginap selama 3 malam yang lokasinya tidak jauh dari Kurfürstendamm. Sesampainya di Apartemen, sudah ada Beth. Senang rasanya bisa ketemu Beth lagi. Kamar yang kami tempati sangat menyenangkan kondisinya, lengkap semua perabotannya dari dapur dan segala peralatannya, tempat tidurnya juga nyaman, hanya pada malam pertama kami merasa agak kepanasan. Tapi secara keseluruhan tempat ini nyaman, letaknya strategis, juga harganya terjangkau untuk dipakai menginap secara beramai-ramai.
Sambil menunggu Anggi dan Mbak Dian datang, saya dan Beth berjalan-jalan disekitar Apartemen. Lumayan bisa melihat beberapa tempat bersejarah seperti gereja Kaiser-Wilhelm Memorial. Pada sore itu juga bertepatan dengan ada lomba lari dan lomba sepatu roda jadinya rame sekali disekitar Kurfürstendamm. Sepanjang jalan saya dan Beth bercerita banyak hal. Beth menunjukkan ini dan itu, saya masih ternganga dengan gedung-gedung yang menjulang tinggi. Maklum saja, terakhir melihat gedung-gedung tinggi seperti itu sewaktu di Jakarta mengurus visa. Di Belanda mana ada gedung menjulang tinggi sekali. Kami ada sedikit drama juga diruangan bawah tanah stasiun, mencari pintu keluar menuju seberang jalan yang tak kunjung ditemukan. Setelah berbelanja buah dan beberapa keperluan lainnya kami kembali ke Apartemen menunggu Mbak Dian dan Anggi. Saat malam mulai datang, mereka datang. Senang rasanya pada akhirnya bisa bertemu dengan orang yang selama ini dikenal hanya dari dunia maya, mendengar suaranya pun tidak pernah. Saya belajar banyak hal selama ini dari kisah perjuangan Mbak Dian (tinggal di Austria), seorang breast cancer survivor, yang ceritanya pernah ditulis Melly disini. Anggi (tinggal di Edinburgh) pun begitu, banyak hal positif yang dia ceritakan melalui blognya, kegigihan dia dan suaminya untuk mencapai cita-cita mereka. Dan Anggi ini ternyata sepupu dekat dari teman dekat saya. Betapa dunia sempit sekali ya.
Hari pertama kami berencana ke Teufelsberg, tempat wisata baru jadi tidak terlalu banyak turis di sana. Beth yang mempunyai ide ini, saya pun mengaminkan tanpa berusaha mencari informasi sebelumnya tentang tempat apa sebenarnya ini (ketahuan malesnya :D). Setelah Mia datang ke hotel, kamipun bergegegas berangkat. Ini kali pertama saya bertemu Mia. Saya merasa senang karena Mia sangat ramah, banyak senyum, dan dia ternyata teman seangkatan kuliah dari suami sepupu dekat saya. Duh, bener-benar sempit sekali dunia ini :D. Sepanjang jalan menuju Teufelsberg, setelah turun dari kereta, kami tidak ada hentinya antara mengoceh dan mengunyah. Ehm, kayaknya yang mengunyah hanya saya dan Anggi haha! Kami sempat mempertanyakan berkali-kali ke Beth apakah jalan yang kami lalui ini benar adanya karena kok tidak sampai-sampai. Beth yang awalnya yakin sempat goyah juga keyakinannya. Akhirnya dia bertanya pada seorang lelaki yang sedang melintas. Ternyata jalan yang kami lalui sudah benar. Singkat cerita dengan melalui jalan tanjakan, sampailah kami di tempat yang ternyata supeerr kece ini. Banyak graffitinya dan setiap pojokan itu bagus semua. Wajib dikunjungi ini kalau misalkan ada yang berencana ke Berlin dan suka dengan graffiti. Kami tentu saja memanfaatkan ini dengan sebaik-baiknya, maksudnya dengan berpose sebanyak-banyaknya. Di tempat ini kami berkenalan dengan dua pemuda tampan, nampaknya mereka adalah model dari London (setelah ditelusuri dari IG nya-niat!). Awal perkenalan (tsah!) karena minta tolong untuk memfotokan kami. Setelahnya ditempat berbeda mereka meminta tolong untuk mengabdikan kebersamaan mereka. Pada beberapa kesempatan, Mbak Dian, Beth, Anggi sigap sekali manjadi fotografer dadakan mereka. Saya malah tertarik mengabadikan pose 3 orang ini saat menjepret satu pemuda ganteng lainnya. Saya selalu tertawa kalau melihat foto-foto mereka tampak belakang :)))
Setelah acara bernarsis ria selesai, kami sudah lapar dan membayangkan segala makanan Indonesia karena rencana selanjutnya ke restoran Nusantara sekalian bertemu Mindy. Kami melewati jalan berbeda dengan saat kami datang. Kali ini kami lewat hutan ketika kembali. Pikir kami supaya bisa memotong kompas. Setelah bertanya dan diyakinkan bahwa lewat hutan bisa tembus ke parkiran mobil (dimana ini kami lewati ketika pertama datang), kamipun mengikuti dua orang yang memberitahu tersebut. Sampai pertengahan jalan, tanpa ada papan penunjuk, dan kami kehilangan jejak dua orang tersebut, mulailah kami tebak-tebak buah manggis jalan mana yang bisa dilewati. Dengan sedikit perjuangan karena jalanan kecil yang menurun, mbak Dian di depan sebagai penuntun jalan, ditambah lagi kami yang sudah halusinasi bayangan : soto, tempe mendoan, es cendol, lontong sayur, segala menu yang akan kami makan di restoran Nusantara, sampailah kami pada tempat parkir yang dituju. Saat di hutan tadi, kami sudah membayangkan kemungkinan buruk tersesat. Tapi kami masih berpikir positif tidak akan tersesat karena terdengar suara mobil yang melintas. Setelahnya kami sudah tidak sabar menuju Nusantara.
Sampai di Nusantara, kami langsung kalap pesan ini dan itu. Di Nusantara ini juga banyak cerita mengalir. Dari cerita sedih, bahagia, maupun cerita yang biasa saja. Tidak lupa Anggi mengajarkan dengan praktek cara memulas lippenstift (lipstik) pada Beth. Dari Anggi ini pula saya konsultasi cara merawat wajah, apa saja langkah-langkahnya. Pokoknya Anggi ini pakar lipstik dan perawatan wajah.
Hari selanjutnya kami lewati dengan acara masing-masing. Saya, Anggi, dan Mbak Dian mengkuti free walking tour dan boat tour. Mindy yang baru bergabung kemudian jalan bersama Beth ke Mall of Berlin, Mia sudah pulang ke kotanya, Beth malamnya lihat konser Sting. Kami sempat ketemu Mindy sebentar di restoran Mabuhay. Menurut Beth, Mabuhay ini dulunya adalah restoran Filipina (sesuai namanya ya), tetapi setelah jadi restoran Indonesia namanya tidak berubah. Makanan disini super enaknya, benar-benar citarasa makanan rumahan. Kalau di Nusantara kami kalap, di Mabuhay kami kalap kuadrat. Pesan ini itu terus berlanjut. Dan herannya, habis semua. Setelah ditotal, rasanya kami tidak percaya makanan begitu banyaknya dan minum tidak sampai €60 untuk 5 orang. Sebelum makan, kami riuh berbincang, setelah makanan datang seperti mengheningkan cipta, khusyuk dengan piring masing-masing :D. Mabuhay ini benar-benar patut dicoba kalau ke Berlin, rekomendasi Beth memang mantap! Selama 4 hari kami bersama, satu topik yang selalu jadi pembicaraan hangat, yaitu makanan Indonesia. Itu yang namanya ngobrol tentang makanan Indonesia yang kami rindukan memang tidak ada habisnya, sambung menyambung dan saling timpal. Makanan Indonesia memang menjadi perekat sesama perantau.
Setelah dari Mabuhay, kami pergi ke gedung parlemen (Reichstag). Niatnya mencoba keberuntungan untuk mendapatkan tiket naik ke atas tanpa reservasi terlebih dahulu. Tapi ternyata tiket hari itu untuk yang go show sudah tidak ada, yang tersedia tiket keesokan harinya. Akhirnya kami ya hanya berfoto ria di depan gedung parlemen. Selama dua hari pergi rombongan, kami selalu membeli tiket grup untuk naik transportasi umum maksimal 5 orang seharga €17 (kalau tidak salah) yang bisa dipakai satu hari. Itu hitungannya murah sekali per orang.
Empat hari kebersamaan yang sangat menyenangkan dan tidak akan terlupakan. Banyak cerita yang mengalir, keseruan penuh tawa, sempat juga menangis terharu. Banyak pelajaran berharga saya dapatkan dari mereka. Tentang perjuangan menjadi perantau di negara orang, cerita dari masing-masing negara yang menjadi tempat tinggal mereka saat ini, tentang kegigihan, kesetiaan, tentang berpikir positif dan tidak gampang nyinyir. Berpikir dan bertindak kritis sangat dianjurkan, tetapi harus dibedakan dengan nyinyir. Tentang manfaat lingkungan yang memberikan aura positif dan lebih baik meninggalkan segala sesuatu yang membawa energi negatif, baik di dunia maya maupun dunia nyata. Mereka, wanita-wanita tangguh dan mandiri dengan ceritanya masing-masing. Saya yang baru 1.5 tahun merantau beda benua dan 2 tahun pernikahan, belajar banyak hal dari mereka. Bersyukur sekali saya memutuskan untuk ke Berlin bertemu dengan mereka.
Mudah-mudahan kami selalu diberikan kesehatan yang baik dan umur yang barakah supaya bisa mewujudkan girls trip selanjutnya, di negara yang lainnya. Terima kasih untuk Anggi, Beth, Mindy, Mbak Dian, dan Mia atas kepercayaannya bercerita segala hal, juga saya pun bisa bercerita banyak hal pada kalian. Semoga pertemanan kita akan selalu baik-baik saja kedepannya.
Cerita seru Beth tentang perjalanan kami bisa dibaca di sini
-Den Haag, 15 Agustus 2016-
Semua foto milik pribadi kecuali yang ada keterangan pinjam.