Saya tumbuh besar dengan dua budaya, yaitu Jawa dan Madura. Hal ini bisa terjadi karena saya berasal dari keluarga Jawa tetapi tinggal di lingkungan Madura. Dua kota yang menjadi tempat tinggal saya adalah Ambulu dan Situbondo. Ambulu adalah kota asal Bapak sedangkan Situbondo adalah tempat tinggal orangtua. Bapak dan Ibu adalah pendatang di Situbondo. Masyarakat Situbondo sendiri adalah mayoritas suku Madura. Karenanya, saya dan adik-adik akhirnya lancar menggunakan dua bahasa daerah yaitu Jawa dan Madura. Ada aturan di rumah dalam penggunaan bahasa daerah. Kalau di dalam rumah, kami wajib menggunakan bahasa Jawa dan dilarang keras menggunakan bahasa Madura. Hal ini untuk mengantisipasi bahasa campur-campur dalam berkomunikasi di rumah. Tetapi kalau di luar rumah, kami bebas menggunakan bahasa apapun. Namun terkadang saya dan adik-adik suka keceplosan berbicara menggunakan bahasa Madura jika di rumah. Maklum saja, lingkungan pertemanan maupun para tetangga hampir semua adalah orang Madura, jadi secara tidak sengaja apa yang terjadi di luar rumah kami bawa ke dalam rumah.
Bukan hanya bahasa, masakan juga berpengaruh besar terhadap kehidupan saya. Masakan Madura yang mempunyai ciri khas asin dan pedas, tidak jauh-jauh dari petis ikan ataupun terasi, karena Situbondo adalah kota pesisir jadi kota ini menghasilkan petis ikan maupun terasi. Itu sebabnya saya lebih senang masakan dengan rasa asin dan pedas. Di bawah ini saya akan bernostalgia masakan rumahan khas Situbondo, keluarga Ambulu, maupun khas Ibu.
- Rujak Petis
Rujak petis Situbondo pada dasarnya sama saja dengan rujak petis pada umumnya. Perbedaannya adalah dalam penggunaan petis. Seperti halnya rujak madura, petis yang dominan digunakan adalah petis ikan dan sedikit petis udang. Karenanya rujak petis Situbondo cenderung berwarna merah, bukan hitam seperti rujak petis di Surabaya. Jika rujak petis di Surabaya warnanya cenderung hitam karena menggunakan petis udang. Saya lebih cocok rasa rujak petis Situbondo karena asin petis ikan dipadu dengan asem cuka dan pedasnya cabe dengan aroma terasi. Kalau isinya kurang lebih sama dengan rujak petis lainnya yaitu tahu, tempe, kangkung, lontong, kecambah. Jika mau, bisa ditambah cingur dan mangga muda. Jangan lupakan kerupuk ketika memakan rujak petis.
- Tajin Palappa
Tajin adalah kata dalam bahasa madura yang dalam bahasa Indonesia artinya adalah bubur. Sedangkan Palappa artinya adalah bumbu. Jadi Tajin Palappa bisa diartikan bubur yang diberi bumbu. Bubur dibuat dari beras yang direbus bersama santan, tidak usah diberi garam karena rasa gurihnya sudah didapat dari santan. Sedangkan Palappanya adalah campuran dari kacang tanah sangrai, cabe, dan petis ikan yang dihaluskan dan diberi cuka sesuai selera. Hampir mirip dengan bumbu rujak petis. Penyajiannya : bubur ditaruh mangkok atau piring, disajikan bersama sayuran kangkung dan kecambah kemudian disiram bumbu yang baru diulek sesaat sebelum disajikan. Biasanya dimakan berbarengan dengan hongkong (ote ote) dan kerupuk yang diremukkan kemudian ditabur diatas tajin palappa. Amboi, rasa pedas, asin, dan asem menggoyangkan lidah. Satu-satunya jenis bubur yang saya suk adalah tajin palappa. Tajin palapa adalah salah satu makanan khas Situbondo.
Saya mempunyai kenangan manis dengan tajin palappa. Sewaktu masih bayi, oleh Ibu dan Bapak, saya dititipkan kepada tetangga yang setiap harinya berjualan tajin palappa. Ibu dan Bapak harus bekerja sampai menjelang maghrib sementara waktu itu kami tidak mempunyai mbak yang bantu di rumah. Akhirnya orangtua mengandalkan tetangga penjual tajin palappa untuk dititipi anak. Saya ditaruh di lencak (bale terbuat dari bambu) diruangan dekat kamar mandi. Sementara Mak, begitu saya memanggilnya, berjualan tajin palappa diruangan sebelah. Saya mempunyai kedekatan emosional dengan Mak, sudah saya anggap seperti Ibu angkat. Sayang sewaktu saya menikah, Mak tidak bisa menghadiri karena sudah dipanggil Yang Kuasa. Dulu saya tidak mau makan tajin selain punya Mak karena Mak sudah tahu bumbu seperti apa yang saya mau : sangat pedas, banyak petisnya dan asem. Bagian tajin yang saya suka adalah yang melekat pada pancinya, jadi bukan bagian tengah. Sejak Mak meninggal, akhirnya kalau pulang ke Situbondo, saya membeli tajin di tempat lain. Saya pernah membuat beberapa kali di sini, tetapi rasanya tetap beda dengan buatan Mak. Lencak tempat saya diletakkan saat masih bayi, masih ada sampai sekarang.
- Kaldu Kacang Hijau
Kaldu kacang hijau ini juga salah satu makanan khas Situbondo. Ibu memang tidak pernah memasakkan kaldu ini di rumah, karena sewaktu kami masih kecil (sampai besar juga sih) sering mendapatkan kiriman dari para tetangga kalau mereka sedang ada acara tertentu misalnya : salawatan, syukuran rumah baru, syukuran ulang tahun dan acara lainnya. Ketika kecil, awalnya saya tidak doyan dengan kaldu karena kok aneh ya kacang hijau dimakan dengan tulang sapi yang ada sum sumnya atau daging sapi yang ada lemaknya. Tapi ketika salah satu adik saya lahap memakan kaldu saat ada salah satu tetangga yang memberi, akhirnya saya ikutan makan. Ternyata saya suka dengan kuahnya, meskipun tetap merasa aneh ketika makan kacang hijaunya. Mungkin karena belum terbiasa. Saya memang hanya menikmati citarasa kuahnya karena tidak terlalu suka rasa daging utuh sejak kecil.
Kaldu kacang hijau disajikan bersama potongan lontong diberikan taburan bawang goreng di atasnya, dikucuri jeruk nipis dan jangan lupa diberi sambal kemiri atau sambal bawang. Rasa gurih dari kaldu lemak daging sapi atau tulang sapi yang ada sum sumnya berpadu sempurna dengan pedas sambel dan asem jeruk nipis dan rasa agak manis dari kacang hijau. Dulu saya selalu rebutan dengan adik-adik kalau mendapatkan kiriman dari tetangga. Maklum, cuma dikirimi satu mangkok. Sewaktu saya memutuskan untuk berhenti mengkonsumsi daging, adik-adik saya senang karena mengurangi saingan :D.
- Nasek Karak (Nasi Karak)
Karak adalah nasi sisa yang dijemur sampai kering (bukan nasi basi ya yang dijemur). Cara memasaknya karak dikukus sampai menyerupai nasi kembali. Dulu saya suka heran kalau Ibu menjemur nasi sampai jadi karak buat apa karena setelahnya Ibu pasti akan memberikan kepada beberapa tetangga yang meminta. Kemudian hari ternyata saya baru tahu kalau karak ini bisa diolah kembali (kreatif ya). Nasi karak yang sudah dikukus kemudian dicampur bersama parutan kelapa dan garam, disajikan bersama jukok gesseng ataupun ikan asin dan sambel bajak. Nasek karak ini juga merupakan salah satu makanan khas Situbondo.
Kalau Ibu tidak pernah membuat nasi karak, tetapi nasi urap. Hampir sama sebenarnya hanya nasi yang digunakan adalah nasi sisa hari sebelumnya (belum jadi karak) dikukus kemudian dicampur parutan kelapa ditambah garam disajikan dengan tahu tempe atau ikan goreng dan sambel.
- Jukok Gesseng
Jukok artinya ikan. Nah, kalau gesseng kata tetangga saya tidak mempunyai arti khusus. Jukok gesseng ini sebenarnya hampir sama seperti sarden, tapi versi madura. Bumbunya : bawang merah, bawang putih, cabe, terasi, tomat atau bisa juga menggunakan belimbing wuluh, garam, merica. Ikan yang digunakan bisa ikan tongkol atau bisa juga pindang kecil. Kadang juga ada yang menggunakan kendui (ikan kecil-kecil seperti teri). Kalau Ibu memasak jukok gesseng, walhasil saya bisa berjam-jam nangkring di dapur karena nambah nasi terus saking sukanya saya dengan gesseng.
- Gengan Maronggi dan Klentang (Sayur Kelor dan Klentang)
Gengan artinya sayur sedangkan maronggi artinya kelor. Kelor itu setahu saya digunakan ketika memandikan jenazah atau digunakan untuk mengeluarkan susuk ya (haha ini kebanyakan nonton film suzanna). Tetapi sejak kecil saya sudah terbiasa makan sayur kelor, inipun biasanya dibuatkan tetangga. Daun kelor ini dimasak seperti sayur asem, bisa juga dimasak seperti sayur bening. Biasanya dimakan dengan nasi jagung, jukok kendui, dan sambel trasi. Rasa daun kelor sendiri seingat saya biasa ya, tidak ada rasa khusus. Namun rasa segar gengan maronggi secara utuh ini yang segar.
Nah, foto yang di bawah ini adalah gengan klentang. Klentang sendiri adalah buah dari pohon kelor. Gengan klentang dimasak seperti sayur asem. Cara memakannya dengan cara diplurut (haduh, apa ya bahasa Indonesianya diplurut ini) dalam mulut batang klentangnya. Gengan klentang ini makanan saya sehari-hari karena Ibu sering memasak. Menyenangkannya adalah di pasar tradisional di Den Haag sini dijual klentang, jadi beberapa kali saya pernah memasaknya dan suami suka.
- Telur Bumbu Petis
Telur bumbu petis biasanya selalu ada di setiap hantaran kalau sedang ada acara besar berlangsung di seputar Situbondo. Telur ini menjadi favorit saya karena rasa petisnya yang khas (menggunakan petis ikan) dan kental ditambah cabe yang dimasak dalam bumbu petis. Biasanya dimakan bersama lontong dan gulai ayam. Bisa juga dimakan biasa bersama nasi gurih.
- Ayam Lodho
Ayam lodho adalah salah satu menu wajib ketika lebaran di keluarga Ambulu, dimakan bersama nasi gurih. Ayam kampung dipanggang setelahnya dikukus bersama bumbu-bumbu, disajikan di lengser satu ayam utuh. Menu pendampingnya selain nasi gurih adalah sayur urap. Biasanya kami makan lesehan di tikar setelah sholat Idul Fitri, melingkari menu lebaran ini. Jadi siapa yang akan makan maka akan memotong pakai tangan (dicuklek) salah satu bagian ayam. Suasana seperti ini yang selalu dirindukan saat lebaran tiba. Menu khas lebaran dan makan bersama keluarga besar.
- Pecel Pitik
Entah bagaimana asal muasalnya kenapa masakan ini dinamakan pecel pitik karena penampakannya bukan seperti pecel. Oh iya, pitik artinya ayam. Pecel pitik ini adalah kuah santan dengan bumbu lodeh pedes yang diberi potongan ayam kampung yang sebelumnya dipanggang di pawonan (kompor yang masih menggunakan kayu) dan potongan besar tempe. Pecel pitik juga merupakan salah satu menu wajib ketika lebaran. Biasanya dimasak sehari sebelum lebaran jadi kuahnya sudah meresap ke ayam dan tempenya, namanya mblendrang.
- Jangan Bobor
Jangan adalah bahasa Jawa, kalau bahasa Indonesia artinya sayur. Pasti sudah tidak asing ya dengan masakan ini. Ibu suka memasak jangan bobor karena anak-anaknya langsung nafsu makan kalau disajikan sayur ini. Sayuran yang selalu dipakai adalah bayam terkadang dicampur oyong, dimakan dengan nasi, dadar jagung dan sambel trasi. Aroma tempe semanggit dan kencur selalu membuat saya dan adik-adik rindu masakan Ibu yang satu ini. Saya pernah memasakkan sayur bobor buat suami, dia suka meskipun bertanya aroma yang keluar apa, kok aneh. Itu aroma tempe hampir busuk 😀
- Jangan Laos Kikil
Saya tidak tahu apakah jangan laos kikil ini masakan khas keluarga di Ambulu atau memang masakan khas Ambulu karena sejak saya kecil, jangan laos kikil ini pasti ada ketika lebaran. Saat Mbah masih hidup, sehari menjelang lebaran kami memulai ritual memasak besar. Maklum saja Mbah adalah satu yang di tuakan di desa, karenanya banyak tamu yang datang ketika lebaran. Nah, uniknya, mereka selalu ingin merasakan jangan laos kikil ini. Bahan utamanya jelas laos dan kikil ya sesuai namanya. Laos dalam jumlah banyak yang didapat dari kebun sendiri, diiris menyerupai batang korek api, dicampur kikil, menggunakan santan, dan kluwek. Jadi ini perpaduan antara bumbu oseng kikil, lodeh, tapi dikasih kluwek dan laos. Rasa laosnya yang membuat masakan ini unik. Potongan laosnya dimakan juga, bukan hanya sebagai bumbu saja. Sensasi makan potongan laosnya yang krenyes krenyes itu yang menjadikan masakan ini unik.
Sepuluh masakan khas rumahan di atas yang membuat saya selalu rindu dengan rumah, rindu Situbondo maupun rindu Ambulu. Sebenarnya masih banyak masakan khas rumah yang ingin saya bagikan disini, tapi 10 saja sudah cukup (untuk saat ini). Sekarang cukup senang dengan berbagi cerita disini, semoga kalau waktunya tiba bisa segera pulang ke Indonesia.
Kalau kamu, masakan rumahan atau masakan khas daerah apa yang selalu dirindu? Tahu tidak dengan makanan yang saya sebutkan di atas, atau mungkin pernah makan juga?
Ditulis saat menunggu waktu berbuka puasa, sambil menahan iler :p
-Den Haag, 12 Juni 2016-
Semua foto dalam tulisan ini dipinjam dengan menyertakan sumbernya.