Setiap menjelang hari ulang tahun, suami selalu menanyakan kado apa yang saya inginkan. Ya, di Belanda mayoritas tidak mengenal surprise, budayanya memang begitu. Lebih baik bertanya langsung yang sedang dibutuhkan atau yang diinginkan apa, sehingga kado yang akan diberikan pasti terpakainya. Saya lebih senang seperti ini, jadi memang kadonya bermanfaat karena sesuai kebutuhan. Kejutan-kejutan tetap ada dari suami, tapi biasanya diluar hari-hari penting. Dan ini benar-benar kejutan yang tidak tertebak kapan waktunya. Suka-suka dia.
Jawaban saya selalu konsisten sejak kami menikah tentang kado ulangtahun, saya tidak ingin kado, tapi jalan-jalan saja. Kalaupun ternyata suami tetap mau memberikan kado, ya saya tidak menolak *loh (dan memang biasanya iya, dia tetap memberikan kado). Yang penting jalan-jalan tetap dilakukan. Jalan-jalan yang saya maksudkan di sini tidak harus jauh tempatnya. Di dalam Belanda saja tidak masalah seperti tahun kemarin kami hanya ke Limburg. Yang penting pas saya ulang tahun, kami keluar dari rumah. Menikmati bertambahnya angka usia di tempat yang baru dan dengan orang-orang yang saya cintai.
Sebenarnya ulang tahun kali ini saya ingin ke salah satu negara Skandinavia. Belum diputuskan ke negara mana, paling tidak ya ke salah satunya. Tapi suami bilang, “kita kan ingin menghindari dinginnya Belanda, masa ke negara yang lebih dingin.” Kalau dipikir, iya juga ya hahaha karena ulangtahun saya akhir maret. Akhirnya tercetus Portugal. Negara ini sebenarnya tahun lalu ingin kami kunjungi, tapi karena ada satu hal, kami tunda dulu, sampai baru tahun ini akhirnya kesampaian kami datangi.
Setelah diputuskan akan berangkat tepat pada hari ulangtahun saya dan kami akan tinggal selama 10 hari di sana, maka yang dilakukan selanjutnya adalah menentukan akan ke kota mana saja selama di Portugal. Seperti biasa, kalau kami menghabiskan waktu agak lama di suatu negara, bisa dipastikan tipe liburannya adalah road trip. Dari banyak kota di Portugal yang semuanya menggoda untuk disinggahi, akhirnya pilihan kami jatuh ke Porto, mampir ke Espinho, Sintra, Lisbon, mampir sebentar ke Fatima, Coimbra, dan terakhir di Braga. Portugal kotanya cantik-cantik, jadi betul-betul harus dipilih yang sesuai kondisi dan minat kami. Kalau tidak mengingat terbatasnya waktu, ingin sampai ke Portugal selatan. Mudah-mudahan suatu saat bisa kembali ke Portugal.
Pesawat KLM yang akan membawa kami ke Portugal pergi jam 9 pagi. Artinya kami harus berangkat sangat pagi dari rumah. Saya sudah bangun sejak jam 4 untuk melakukan persiapan akhir dan memastikan tidak ada barang yang tertinggal. Selama 10 hari di Portugal, kami cukup membawa dua koper besar dan satu tas punggung untuk saya bawa ke dalam pesawat. Jam setengah 6 pagi, kami sudah meninggalkan rumah, naik tram lalu ganti kereta untuk menuju ke Schiphol – Amsterdam. Perjalanan menuju Schiphol lancar jaya. Ternyata ada keterlambatan pemberangkatan. Penumpang harus menunggu sekitar setengah jam di dalam pesawat karena bandara di Porto sedang sibuk sehingga pesawat harus menunggu untuk mendarat. Singkat cerita, selama 3 jam di dalam pesawat juga lancar jaya aman terkendali sampai kami mendarat di Porto.
Sebelum berangkat, kami seringkali memantau cuaca di Portugal seperti apa. Sedihnya, sampai mendekati keberangkatan, cuaca di sana diperkirakan seringkali hujan. Awalnya saya mempersiapkan baju untuk cuaca yang panas, akhirnya dibongkar lagi dan ikhlas menerima harus diganti dengan baju-baju yang sesuai untuk musim hujan. Dan selama kami di sana, lha kok ternyata cuaca di Belanda sedang nyentrong mataharinya. Kena kutukan cuaca Belanda ini namanya, ke manapun diikuti hujan.
PORTO
Setelah mengurus sewa mobil yang akan digunakan selama 10 hari, kami langsung menuju ke hotel yang letaknya ternyata agak jauh dari pusat kota, tapi masih terjangkau oleh transportasi umum. Karena masih hujan deras, kami memutuskan untuk istirahat sambil menunggu hujan reda sampai kami harus makan siang di hotel. Menjelang sore, meskipun cuaca tidak terlalu bagus tetapi hujan sudah berhenti, kami putuskan ke kota dengan menggunakan mobil, bukan hanya sekedar jalan tapi sekalian untuk makan malam sambil merayakan ulangtahun saya. Karena hujan kadang datang dan berhenti, maka kami sesekali berteduh di depan toko. Porto langsung mencuri hati kami. Suasananya tidak terlalu ramai, keindahan bangunannya langsung membuat kami terpikat sore itu saat berkeliling kota.
Hari ke dua di Porto, pagi hari cuaca masih cukup cerah. Tapi menjelang siang saat kami berada di daerah Ribeira, hujan lebat mendadak datang. Kami kalang kabut mencari tempat berteduh. Untung saja tepat jam makan siang. Jadi kami berteduh di sebuah restoran sekalian makan siang (sebelumnya saya berteduh di bawah jembatan sementara suami sedang naik ke atas tower). Di sinilah awal musibah terjadi. Entah apa yang salah dengan makanan yang dipesan suami, beberapa jam setelahnya, saat kami sampai di hotel, suami mulai muntah-muntah dan diare. Sampai menjelang tengah malam keadaannya tidak membaik, akhirnya suami memutuskan untuk ke UGD dekat hotel. Beberapa jam kemudian keadaan mulai membaik.
Kami berada di Porto selama 3 malam dengan kondisi cuaca yang hampir setiap hari hujan. Namun hal tersebut tidak menghalangi kami untuk menyusuri keindahan kota Porto dengan berjalan kaki. Terkesima dengan keramahan orang-orang lokal dan menikmati jajanan khas Portugal yang selalu membuat mulut saya tidak berhenti mengunyah.
Jika kalian penggemar Harry Potter, maka wajib ke toko buku Livreria Lello jika ke Porto. Toko buku yang sudah ada sejak tahun 1906 ini adalah salah satu toko buku yang terindah di dunia. Kaitannya dengan Harry Potter adalah konon JK Rowling mendapatkan inspirasi untuk mendeskripsikan sebuah tangga setelah melihat tangga di dalam Livreria Lello. Saya bukan penggemar Harry Potter, tidak pernah membaca buku dan menonton filmnya. Jadi informasi ini saya dapatkan dari hasil pencarian di Google. Sebenarnya saya ingin melihat keindahan toko buku ini, tapi melihat antrian yang sangat mengular, keinginan langsung kandas. Kalau melihat di internet, dalamnya memang mengagumkan ya walaupun katanya dilarang memfoto.
Tidak bisa masuk ke dalam toko buku yang cantik ini, tapi saat di Coimbra, saya bisa menikmati keindahan perpustakaan di Universitas Coimbra yang cantiknya membuat decak kagum tiada henti. Nanti, akan saya ceritakan pada bagian ke dua perjalanan kami di Portugal.
Porto terkenal dengan sarden. Nah, ada yang unik dengan Sarden yang dijual. Yang saya maksudkan adalah kemasannya. Di salah satu toko yang menjual sarden kalengan, kemasannya mencantumkan tahun kelahiran yang dicetak besar dan di bawahnya diberikan keterangan siapa saja orang terkenal yang lahir di tahun tersebut. Saya tergoda untuk membeli sebagai buah tangan dan masih tersimpan sampai sekarang. Banyak jenis kemasan sarden yang unik dan menarik yang bisa ditemui sepanjang di Porto. Salah satu alternatif buah tangan yang bisa dibawa.
ESPINHO
Karena sudah merasa cukup mengitari Porto selama dua hari (padahal ya cuma muter-muter yang di kota saja, kalau mau lebih banyak yang didatangi, dua hari masih kurang), akhirnya pada hari ke tiga, kami memutuskan untuk jalan ke kota sekitar Porto. Bertanya ke resepsionis hotel, diberi pilihan dua tempat yang terletak di tepi pantai. Pilihan kami jatuh pada Espinho. Perjalanan kurang dari setengah jam, begitu sampai saya langsung suka dengan kota kecil ini. Terletak di tepi pantai, meskipun menurut saya pantainya biasa saja seperti pantai di Den Haag, Scheveningen, tapi kotanya benar-benar menyenangkan. Sepi dengan bangunan yang didominasi warna putih, kata suami adalah ciri khas warna bangunan Portugis.
Karena memang bukan sebagai jujugan turis, jadi sepanjang mata memandang nampaknya hanya orang lokal saja yang berjalan di sisi pantai maupun yang berada di sekitar kota. Kami lama duduk-duduk di taman dalam foto di bawah ini. Menikmati semilir angin sambil melihat burung yang hilir mudik di depan kami. Waktu semakin beranjak sore dan angin semakin kencang, kami memutuskan untuk segera kembali ke hotel.
SINTRA
Rute keesokan hari adalah menuju Lisbon. Saat menentukan kota yang akan kami kunjungi, melihat peta ternyata kami melewati Sintra. Teringatlah saya akan kastil cantik yang berwarna warni. Lalu kami memutuskan untuk singgah sebentar di Sintra, mengunjungi dua kastil yang ada di sana, yaitu Pena Palace dan Castle of the Moors.
Pena Palace terletak di atas bukit Sintra. Kastil ini masuk dalam Unesco World Heritage Site. Alasan saya tertarik mengunjunginya karena melihat foto yang bertebaran di internet kastil ini berwarna warni sampai mengingatkan saya akan bangunan yang ada di Rusia. Saya pikir ini kastil baru, tapi ternyata ya lumayan lama juga karena pembangunannya selesai pada tahun 1854 yang dimulai pada abad pertengahan. Arsitektur dari kastil ini adalah Romanesque Revival dan Neo-Manueline. Sewaktu kami ke sana, walaupun belum musim liburan, tetapi antrian masuknya sangatlah panjang. Beruntung kami punya akses khusus untuk masuk jadi tidak usah berada dalam panjangnya antrian. Di beberapa bagian dalam kastil, sedang dilakukan renovasi. Di dalam kastil boleh mendokumentasikan, tapi ternyata saya hanya punya satu fotonya. Mungkin karena terlalu menikmati bagian dalamnya yang bagus jadinya lupa untuk mendokumentasikan.
Tidak seberapa jauh dari Pena Palace, Castle of the Moors terlihat sangat kontras berbeda dilihat dari bentuk bangunannya. Kastil ini dibangun pada abad ke-8 dan ke-9 pada periode Muslim Iberia. Yang ke kastil ini, suami. Saya tidak ikut, memilih menunggu di mobil. Jadi foto-foto di bawah ini dari Hp suami.
Cerita tentang Portugal akan bersambung ke road trip Portugal bagian ke dua yaitu : Lisbon – Fátima – Coimbra – Braga
Cerita yang berkaitan dengan Portugal : Kulineran di Portugal
-Nootdorp, 6 November 2018-