Ketika menulis ini, pada waktu yang sama setahun lalu saya sedang berada dipesawat yang akan menuju negara tempat orang yang saya cintai berada. Dengan membawa 55kg dibagasi dan 10kg kabin (kelebihan bagasi 25 kg, tertolong dengan kartu GFF 15kg, 10kg sisanya lolos karena kebaikan hati petugas Garuda. Jasamu sungguh tak terkira Pak ^^), total jarak tempuh 20 jam dari Surabaya menuju Belanda (hanya transit satu kali di Soetta) menjadi sangat lama karena rasa ingin cepat jumpa dengan suami tercinta. Saya tidak mengindahkan nasehat dari salah satu Professor untuk menunggu sampai wisuda tiba, baru berangkat ke Belanda. Jangankan menunggu sampai satu bulan, rasanya selesai sidang tesis dan dinyatakan lulus, saya ingin kabur ke bandara kemudian terbang ke Belanda, kalau tidak ingat revisi yang harus diselesaikan supaya dinyatakan lulus dari ITS. Karenanya, tiga minggu setelah sidang tesis, setelah memenuhi semua kewajiban, kaki melangkah riang menuju pesawat yang akan terbang ke negara tempat saya akan memulai segala petualangan bersama orang tersayang.
Selama dipesawat, saya yang biasanya langsung tertidur ketika pesawat lepas landas, menjadi tidak bisa mengatupkan kelopak mata dengan mudah. Beberapa film sampai khatam saya tonton untuk membunuh waktu. Tidak terhitung berapa kali saya menyembunyikan senyum yang tanpa sadar mengembang karena membayangkan bagaimana rasanya bertemu suami kembali setelah hampir 6 bulan terpisah. Apakah jambangnya tidak lupa dicukur ketika menjemput saya, baju seperti apa yang dia kenakan, apa yang harus saya lakukan ketika bertemu dia. Rasanya seperti saat pertama kali kami berjumpa di Bandara Juanda, saat saya menjemput dia, deg-degan perut mulas dan terasa kupu-kupu beterbangan diperut. Bahagia namun juga cemas karena pertemuan pertama, campur aduk tidak terhingga.
Saat meninggalkan Bandara Juanda dengan diantar beberapa teman kuliah (mereka iba dengan saya yang pergi sendirian tanpa ada yang menemani, padahal saya sudah terbiasa kesana sini sendiri), tidak ada rasa ragu sedikitpun terbersit dihati tentang bagaimana masa depan saya di Belanda. Satu kebimbangan yang muncul hanyalah saat memikirkan tentang Ibu. Apakah ibu baik-baik saja saat saya tinggalkan, bagaimana kalau Ibu sakit, bagaimana kalau Ibu ada masalah. Segala keraguan itu menyesakkan dada apalagi teringat saat ibu memeluk saya dengan berderai air mata sewaktu saya pamit meninggalkan Situbondo, seminggu sebelum saya berangkat ke Belanda. Doa saya waktu itu semoga kami diberikan umur panjang untuk bisa saling berjumpa kembali.
Tiba di Schiphol 30 Januari 2015 sekitar jam 10 pagi, karena terlalu deg-degan akan bertemu suami, saya sampai lupa wajahnya seperti apa. Saya menolehkan kepala kekanan dan kekiri beberapa kali untuk mencari sosoknya, padahal dia sudah berdiri tepat dihadapan dengan tersenyum hangat dan membawa satu buket bunga dengan cover berwarna merah, warna favorit saya. Musim dingin dengan hamparan es dibeberapa sudut luar Schiphol tidak terlalu saya rasakan terlalu dingin yang menggigit, ketika suami menggenggam tangan saya seraya mendorong 65kg barang-barang menuju stasiun kereta. Hangat yang menyeruak didalam hati karena hari itu, saat kaki melangkah keluar dari Schiphol, saya berkata dalam hati “selamat datang Deny, selamat memulai petualangan bersama kekasih hati, selamat mewujudkan segala mimpi dinegara ini yang telah kau susun dengan rapi.”
Setahun berjalan cepat tanpa terasa. Jatuh bangun tentu saja mewarnai perjalanan ini. Peristiwa manis dan pahit datang silih berganti, tetapi tentu saja lebih banyak cerita bahagia dibanding duka karena saya selalu menikmati setiap prosesnya. Saya betah tinggal di Belanda, betah sekali. Banyak pelajaran berharga yang saya dapatkan selama setahun ini. Saat sedang menulis postingan ini, saya sembari menyaksikan final The Voice of Holland ditemani seloyang Pizza Tuna sementara suami sedang bekerja diruangannya. Secara perlahan saya menyusun kepingan ingatan tentang pengalaman selama setahun kebelakang.
Awal datang ke Belanda, saya sama sekali tidak bisa berbicara menggunakan bahasa Belanda, meskipun sudah lulus ujian A1 di Kedutaan Belanda di Jakarta. Saya hanya mengerti beberapa kata saja, tidak paham bagaimana menyusun kalimat. Bahkan saat dua bulan pertama disekolah, saya merasa frustasi, sering menangis karena tertinggal jauh dari murid-murid yang lain. Setiap pulang sekolah, kepala saya selalu pusing. Tetapi sejak dulu saya selalu menerapkan pantang menyerah dalam setiap langkah. Kalau yang lain bisa kenapa saya tidak, begitu yang selalu saya ucapkan. Mengejar ketertinggalan dengan belajar berkali lipat lebih keras, langsung praktek berbicara menggunakan bahasa Belanda dengan suami, keluarga dan semua orang yang saya temui, memberanikan diri melamar pekerjaan, dan mengikuti beberapa kerja volunteer sangat membantu perkembangan bahasa Belanda saya. Dari yang awal datang masih takut dan gagap kalau ingin berbicara, sekarang saya sudah berani, lebih percaya diri untuk berbicara menggunakan bahasa Belanda, meskipun masih jauh dari sempurna. Sekolah selama 9 bulan akhirnya selesai juga dua minggu yang lalu.
Selama melamar pekerjaan, sudah dua kali diterima kerja dalam waktu yang berbeda. Tetapi dua kali juga saya mengundurkan diri padahal dua pekerjaan tersebut adalah dua bidang yang berbeda yang memang saya suka. Saya mengundurkan diri dari pekerjaan pertama karena sebuah alasan idealisme. Saya mengundurkan diri dari pekerjaan kedua karena jadwalnya tidak cocok dengan jadwal saya sekolah. Karena pengalaman tersebut, akhirnya saya memutuskan untuk tidak melamar kerja dahulu sampai saya lulus ujian Bahasa Belanda. Hal tersebut juga didukung oleh suami. Kata dia “kamu kenapa terburu-buru cari kerja, ikut beberapa kegiatan saja dulu untuk memperlancar bahasa Belandamu. Satu persatu diselesaikan, jangan terlalu ambisi. Semua ada waktu yang tepat.” Sebagai gantinya, saya mendaftar untuk menjadi volunteer dibeberapa tempat, tepatnya tiga tempat. Ya, saat ini saya sedang asyik menikmati kegiatan volunteer dari pemerintah kota Den Haag yang bernama The World in Your Classroom yang pernah saya lakukan dibulan Nopember lalu. Minggu lalu saya melakukan presentasi di SG Dalton Voorburg, dan minggu kedua Februari saya juga akan datang disalah satu sekolah di Den Haag. Kegiatan volunteer lainnya adalah dirumah yang dikhususkan untuk orangtua (verpleeghuis). Tugas saya disana menemani beberapa oma dan opa dua kali dalam seminggu. Dan kegiatan volunteer yang terakhir adalah menjadi tukang masak dan menemani anak-anak difabel dirumah khusus untuk gehandicapten. Kalau sedang senggang saya akan ceritakan tentang masing-masing dua kegiatan volunteer yang saya sebutkan terakhir. Letaknya tidak terlalu jauh dari rumah, sekitar 30 menit naik sepeda. Kegiatan volunteer ini benar-benar sangat membantu saya untuk praktek bahasa Belanda, menambah pengalaman bersosialisasi dan beradaptasi, selain juga bisa membantu mereka yang membutuhkan.
Untuk masalah cuaca, sejauh ini saya sudah bisa berkompromi. Tidak terlalu sering mengeluh kalau muka terasa beku kena timpa angin dan cuaca yang dingin. Tetapi masih tetap ngomel-ngomel kalau sedang naik sepeda trus tiba-tiba angin kencang datang dan saya terjatuh dari sepeda (sudah beberapa kali saya terjatuh dari sepeda karena angin yang sangat kencang). Kesal rasanya kalau naik sepeda tiba-tiba hujan dan angin kencang. Tapi ya harus diterima dengan lapang dada, hidup kan tidak selamanya harus nyaman sentausa. Berangkat sekolah dipagi hari saat masih gelap meskipun jam sudah menunjukkan pukul 8 diiringi rintik hujan, suhu 5 derajat bahkan beberapa waktu lalu sempat turun disuhu -4, maupun tetap berangkat ke tempat volunteer untuk melaksanakan tugas. Tidak ada alasan untuk tidak berkegiatan meskipun dicuaca dingin. Kemudian frekuensi saya nyasar sudah jauh berkurang karena sekarang sudah bisa mengikuti arahan google maps dengan baik.
Selain beberapa kegiatan yang saya sebutkan diatas, saat ini juga sedang fokus dengan beberapa project pribadi maupun project komersil. Saya tipe orang yang tidak terlalu betah tinggal dirumah tanpa berkegiatan. Karenanya saya selalu mengikuti kegiatan yang membuat saya bisa mengembangkan kemampuan yang saya miliki atau untuk menambah pengetahuan dan memperluas pergaulan. Kalaupun memang saya sedang tidak ada kegiatan diluar rumah (misalkan ikut kelompok diskusi diperpustakaan kota), saya berusaha untuk melakukan sesuatu yang membuat otak saya terus bekerja, kalaupun bisa mendatangkan penghasilan, itu lebih baik lagi :D. Saya paling tidak betah dirumah seharian tanpa melakukan sesuatu. Ya minimal membaca buku atau belajar atau menulis atau mengerjakan riset seperti yang saat ini saya lakukan sebagai salah satu project yang bersifat komersil atau apapun itu yang penting tidak diam dan badan tetap bergerak.
Pengalaman setahun di Belanda yang sangat berkesan. Semoga tahun-tahun mendatang akan semakin banyak pengalaman berharga, kesempatan dan peluang baik yang bisa saya tangkap. Semoga rencana untuk mewujudkan mimpi-mimpi bisa terlaksana dengan baik. Saya tetap rindu rumah di Situbondo, rindu saudara-saudara di Ambulu, kangen dengan Ibu dan adik-adik juga keponakan, dan kangen dengan kamar saya. Semoga suatu saat saya ada kesempatan pulang, entah kapan. Terima kasih untuk beberapa yang menanyakan keberadaan saya melalui twitter, whatsapp, dan email karena tidak pernah muncul lagi dibeberapa sosial media maupun vakum sementara diblog. Prioritas saya berbeda sekarang. Saya sedang khusyuk dan fokus berkarya didunia nyata, begitu saya menyebutnya, jadi saya vakum dulu dibeberapa sosial media maupun digrup whatsapp (saya hanya punya 3 grup). Tapi saya masih sesekali akan ngeblog dan wira wiri di twitter 🙂
Selamat berakhir pekan. Sabtu ini kami akan kencan merayakan 1 tahun saya di Belanda dengan nonton The Revenant. Dan nampaknya blog kami ini juga sedang mengalami gangguan sejak 2 minggu lalu. Suami sedang sibuk luar biasa dikantornya, sedangkan saya tidak tahu caranya membetulkan gangguan ini. Jadi saya pasrah menunggu dia senggang untuk menangani kerusakan blog ini.
Update : Blognya sudah direparasi oleh bagian IT (baca:suami), jadi kolom komennya sudah ada lagi setelah sempat menghilang 😀
-Den haag, 30 Januari 2016-