Andien nama panggilannya. Dia teman kelas saya ketika kami sama-sama dibangku SMA di Surabaya. Dua tahun kami duduk berdekatan, ketika kelas satu dan kelas tiga. Andien ini pintar, rajin, dan tulisannya juga rapi. Pemalu, cantik dengan rambutnya yang pendek, selalu rapi dengan seragam SMAnya, duduk selalu dideretan depan, dan selalu sholat dhuha di Masjid Sekolah-itu adalah yang saya ingat dari dia. Satu lagi, karena dia cantik, tentu saja banyak teman-teman kami yang naksir dia. Entah kenapa hanya sebatas naksir tidak pernah terdengar Andien pacaran selama di SMA. Kami bukan kawan dekat ketika satu kelas, meskipun begitu kami juga tidak pernah asing satu sama lain karena pernah dua tahun dikelas yang sama. Terakhir saya berhubungan dengan dia ketika kelas tiga. Setelah kelulusan SMA, saya tidak pernah tahu lagi bagaimana kabarnya, bahkan kuliah dimana pun saya tidak tahu dan juga tidak berusaha mencari tahu. Saya terlalu sibuk dan bahagia dengan dunia kuliah sampai tidak tahu lagi kabar teman-teman SMA lainnya, kecuali yang satu tempat kuliah.
Empat atau lima tahun yang lalu, tiba-tiba ada yang permintaan pertemanan di FB. Namanya Andien lengkap nama panjangnya. Foto profilnya hanya kaki dengan kutek merah. Saya kaget, tidak yakin apakah ini Andien teman SMA saya. Sebelum saya setujui, saya coba telusuri lewat foto-fotonya. Semacam tidak percaya, dia memang Andien teman SMA, tidak berubah hanya lebih cantik dengan rambut yang hitam panjang. Akhirnya kami saling bertukar kabar melalui FB. Pada saat itu saya mengetahui kalau dia sudah beberapa tahun tinggal di Belgia bersama Suami dan anak Lelakinya. Suami Andien warganegara Belgia. Mulai saat itulah kami saling menelusuri kebelakang kabar kemana saja kami selama ini. Mulai saat itu juga kami saling mengetahui kabar melalui dunia maya. Saya selalu bilang pada Andien kalau suatu saat saya akan mengunjungi dia karena ingin sekali bermain dengan anak lelakinya yang sangat ganteng dan lucu itu. Waktu itu hanya sekedar omongan biasa, saya juga tidak tahu bagaimana caranya ke Belgia 🙂
Waktu berlalu, sampai akhirnya saya menikah. Andien tentu saja kaget begitu mengetahui kalau suami saya dari Belanda. Dia bilang kalau ucapan asal saya beberapa waktu sebelumnya untuk mengunjunginya Insya Allah akan terwujud karena Belanda-Belgia jaraknya sangat dekat. Bahkan Andien juga sering main ke Belanda. Saya tentu saja senang. Sampai saat sebulan lalu, Andien mengabari kalau 14 Februari akan ke Den Haag. Dan disaat yang sama, ada titipan sambel pecel dari teman SMA kami, Nuril, yang bermukim di Jakarta untuk disampaikan kepada Andien. Wah, rasanya tidak sabar saya menunggu saat itu tiba. 16 tahun kami tidak pernah berjumpa secara nyata. Rasanya semakin bercampur aduk menjelang hari H. Senang, grogi, apa dia sudah berubah, mau ngobrol apa nantinya, topik obrolan apa yang harus disampaikan dan sebagainya.
14 Februari 2015, jam 7 malam saya dan suami menunggu Andien sekeluarga di restoran Indonesia, Si Des di Den Haag. Akhirnya Andien datang juga. Kami berpelukan lama sekali. Saya terharu sampai berkaca-kaca, rasanya seperti masih tidak nyata bisa ketemu Andien dan keluarganya. Setelah kami berkenalan satu sama lain, Mas Ewald, suami Andien, dan anak lelakinya, pembicaraan pun mengalir apa adanya. Andien sudah jago berbahasa Belanda, jadinya ngobrol dengan Mas Ewald menggunakan bahasa Belanda. Saya dan Andien benar-benar bernostalgia, saling tertawa mengingat masa-masa SMA. Ini adalah semacam cangkrukan ala orang Surabaya, yang dilakukan di Belanda :). Dia masih sama seperti yang saya kenal dulu. Masih cantik, masih pemalu, masih rendah hati, dan masih baik hatinya. Kami saling menggunakan bahasa Jawa, bahasa Indonesia, bahasa Belanda, bahasa Inggris. Semua bahasa menjadi satu pada malam itu. Saya kagum dengan anak Andien, dia bisa menggunakan bahasa Indonesia dengan lancar. Jadi saya berbicara dengan si Ganteng ini menggunakan bahasa Indonesia.
Karena seru saling berbicara satu sama lain, tidak terasa ternyata hanya kami pengunjung yang tersisa. Sudah jam setengah sepuluh malam rupanya. waktu 2.5 Jam berlalu tidak terasa. Kami saling bertukar tas. Saya memberikan tas titipan sambel pecel dan ada beberapa tambahan dari saya, Andien memberikan tas isinya 2 botol besar sambel bajak dan satu Al-Quran dari suami Andien untuk Mas Ewald. Sambel bajak ini benar-benar harta karun tidak ternilai harganya. Andien pintar masak, saya lihat postingan foto hasil masakannya selalu menggugah selera makan, pun itu juga diakui oleh Suaminya. Jadi saya sangat percaya kalau sambal bajaknya juga pasti luar biasa enak rasanya. Waktu berpisah pun tiba. Dengan berjalan kaki, saya dan suami mengantar mereka sampai depan hotel. Saya mengucapkan perpisahan dan memeluk si Ganteng, saya dan Andien saling berpelukan dan berjanji jika diberikan umur panjang akan segera mengunjungi Andien di rumah mereka di Antwerp.
16 tahun lalu, saat terakhir bertemu dengan Andien, siapa sangka jika 16 tahun kemudian kami bertemu di Belanda, negara nun jauh dari Surabaya. Itulah hidup, tidak akan ada yang menyangka apa yang akan terjadi nantinya. Insya Allah semoga silaturrahmi ini akan selalu terjaga.
Selamat hari Senin. Mari untuk selalu bersyukur dengan apa yang sudah kita punya 🙂
-Den Haag, 16 Februari 2015-
Cerita tambahan, Sekilat info, tidak ada hubungannya dengan cerita Andien. Intinya cerita dibuang sayang. Pada hari yang sama saya bertemu Andien, siangnya pada saat saya sedang menyiapkan makan siang, entah kenapa tiba-tiba sepulang ngeGym, Mas Ewald membawa kembang trus bilang “Thank you for always preparing delicious and healthy food for us” — Saya cuma melongo dan rasanya langsung ingin masak satu panci besar 🙂
Saya tahu dia bukan tipe lelaki yang suka memberi bunga pada pasangan. Jadi kalau sampai dia memberi bunga, itu adalah sesuatu yang sangat besar buat dia. Mengucapkan terima kasih pada saya karena sudah menyiapkan makan untuk kami mungkin akan terdengar bukan hal yang luar biasa, tapi buat saya sungguh berarti. Segala sesuatunya dimulai dari hal-hal sederhana, tapi sangat besar maknanya 🙂